untuk pelepas dahaga pada prosesi ritual lukah gilo dan juga menyediakan ikan yang digunakan para bomo dan asisten bomo untuk lauk mereka makan. Mereka tetap menjaga
sungai mereka, agar dapat menjadi sumber penyedia bahan baku pembuat lukah dan sebagai penopang kebutuhan mereka yang lainnya.
Selain sungai, masyarakat suku Bonai juga menganggap hutan dan tanah sebagai tempat tumbuh bahan-bahan pendukung pembuatan lukah, yaitu rotan, kemenyan, dan
kayu terap yang kulit kayunya dijadikan pakaian torok bomo dan asisten bomo. Selain menyediakan bahan-bahan pembuatan lukah, hutan dan tanah juga menjadi tempat
tinggal yang sangat baik bagi mereka. Di hutan dan tanahlah mereka meletakkan semua kenangan serta harapan untuk keberlangsungan hidup anak dan cucu mereka.
Namun, hutan dan tanah yang dimiliki masyarakat suku Bonai kini banyak dikuasai secara perseorangan maupun perkelompok. Penguasaan hutan dan tanah ini
membuat kearifan lokal yang dimiliki masyarakat suku Bonai mulai terlupakan. Hutan dan tanah masyarakat suku Bonai banyak mengalami perubahan alih fungsi. Dahulu
hutan dan tanah merupakan tempat tinggal bagi masyarakat Bonai, kini hutan dan tanah yang mereka miliki telah berubah menjadi lahan perkebunan yang dimiliki oleh
masyarakat lain. Kini, masyarakat Bonai seperti menumpang di atas tanah yang mereka miliki sendiri.
6.1.2 Kearifan Lokal Terhadap Sistem Kepercayaan Agama
Bagi masyarakat Melayu Riau, masyarakat suku Bonai merupakan salah satu masyarakat pedalaman yang memiliki tradisi dan budaya yang aneh dan unik, yang salah
satu tradisinya adalah LG.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan lukah gilo ini, sebenarnya merupakan bahagian dari konsep alam kosmologi suku Bonai dan suku Melayu. Bahwa manusia adalah bahagian dari alam.
Manusia perlu menjaga hubungan yang harmonis dengan alam sekitar, baik yang tampak kasat mata ataupun yang gaib. Dalam kebudayaan suku Bonai, mereka mempercayai
adanya alam gaib yang dapat membantu manusia dalam berbagai hal, seperti mengobati penyakit, menjaga rumah, menjaga lahan pertanian, dan lain-lainnya.Melalui LG,
masyarakat Bonai ingin menyampaikan bahwa ritual LG tidak hanya dimiliki oleh suku Bonai saja, masyarakat terasing lainnya yang ada di Provinsi Riau juga memiliki ritual
LG dengan konsep dan prosesi yang berbeda. Melalui ritual LG, masyarakat Bonai ingin memperlihatkan bentuk ritual LG yang mereka miliki dan ingin menyampaikan bahwa
inilah tradisi dan budaya mereka. Selain memiliki tradisi dan budaya yang unik, masyarakat Bonai merupakan
masyarakat yang masih memiliki keyakinan dan kepercayaan kepada kekuatan leluhurnya dan sebagai masyarakat pedalaman mereka memiliki tradisi, budaya, dan keyakinan serta
kepercayaan tradisional. Mereka menganggap bahwa mereka dan masyarakat Melayu lainnya yang hidup dan tinggal di provinsi Riau sama-sama percaya kepada keberadaan
Allah Subhanawata’ala. Melalui mantera LG mereka mencoba memperlihatkan kepada masyarakat Melayu lainnya, bahwa masyarakat suku Bonai merupakan masyarakat
Melayu biasa yang telah memeluk agama Islam. A’uzubillahhiminasyaitonnirrojim
Bismillahhirrohmanirrahim Allahumma Sali ‘ala sayyidina Muhammad
Wa’ala ali sayyidina Muhammad Allahumma Sali ‘ala sayyidina Muhammad
Wa’ala ali sayyidina Muhammad Asyhadualaillahaillah
Waasyhaduannamuhammadarrosulullah
Universitas Sumatera Utara
Bismillahhirrohmanirrohim Siyow wasak siyow wasi
Sipak ningsi ila lukah Nan sonik mun namo lidi
Nan bosa mun namo lukah
Dari uraian mantera di atas, terlihat bahwa mantera yang digunakan masyarakat suku Bonai untuk menggerakkan lukah telah menggunakan ucapan-ucapan yang
menyebutkan nama Tuhan. Pada mantera di atas, mereka juga menjelaskan dan menetapkan diri sebagai seorang muslim. Meskipun, memiliki tradisi dan budaya
tradisional, tetapi mereka adalah seorang muslim yang memadukan setiap tradisi dan budayanya dengan kepercayaan dan keyakinan yang telah mereka anut, yaitu agama
Islam. Selain untuk menetapkan identitas bahwa mereka telah memiliki agama yaitu Islam, dengan mantera lukah gilo tersebut mereka juga ingin memperlihatkan kepada
masyarakat lain yang hidup berdampingan dengan mereka, bahwa mereka sama dengan masyarakat lainnya.
6.1.3 Kearifan Lokal Terhadap Pelestarian Budaya