Jalur Tata Niaga Tata Niaga

Indonesia merupakan negara kepulauan. Banyaknya pintu keluar masuk wilayah propinsi tanpa pengawasan khusus untuk peredaran satwaliar juga membuka peluang adanya jalur tata niaga ilegal. Selama ini, pintu keluar masuk yang diawasai ketat adalah bandar udara. Maka pintu keluar masuk lewat darat dan laut menjadi sangat aman untuk tata niaga illegal. Memantau dan memeriksa setiap barang yang dibawa keluar masuk suatu wilayah propinsi mengakibatkan tidak mungkin dilakukannya pengawasan terhadap keluar masuknya satwaliar, terutama yang sudah dalam keadaan mati. Tata niaga illegal sangat merugikan dalam beberapa hal. Menurut Dit. KKH 2010 tata niaga tumbuhan dan satwa ilegal menduduki posisi kedua dari segi nilai tata niaga setelah narkotika. Tata niaga illegal menimbulkan adanya over eksploitasi pada sumberdaya alam hayati yang diperdagangkan tersebut. Jumlah yang tercatat oleh otoritas pengelola sebagai realisasi kuota hanya merupakan jumlah yang resmi dan diperbolehkan sesuai aturan perundang- undangan yang berlaku. Adanya tata niaga ilegal, jumlah yang dieksploitasi menjadi lebih banyak lagi dan tidak tercatat. Hal ini sangat berdampak pada kelestaian karena tidak bisa diketahui dengan pasti berapa jumlah yang diekploitasi. Berdasarkan pertimbangan bahwa kuota yang ditetapkan selalu mengikuti jumlah panenan lestari, maka dengan adanya tata niaga ilegal tersebut, jumlah yang dipanen bisa jadi berada diatas jumlah panenan yang lestari. Hal ini artinya tata niaga ilegal bisa menyebabkan laju kepunahan menjadi semakin cepat karena over ekploitasi dan panenan yang tidak terkontrol. Tata niaga ilegal juga menimbulkan kerugian dalam bidang penerimaan negara karena setiap barang yang diperdagangkan tersebut tidak memberi pemasukan terhadap negara.

5.1.3 Teknik Penangkapan dan Pengulitan a

Teknik Penangkapan Penangkapan Python reticulatus di Kalimantan tidak berbeda dengan model penangkapan di Sumatera. Secara umum ada dua teknik penangkapan yang dilakukan oleh penangkap, yaitu: 1. Menggunakan Jerat Teknik ini digunakan oleh penangkap profesional. Jerat dipasang di parit dengan cara membendung parit dikedua sisinya dan memberi pintu ditengah parit selebar ± 20 cm. Pada pintu bagian bawah diberi sepotong kayu kecil tepat dibawah permukaan air. Jerat yang digunakan adalah tali tampar berukuran kecil yang diikatkan pada sepotong kayu dan pada ujung yang lain dibentuk simpul yang ukurannya disesuaikan dengan lebar pintu. Simpul tersebut ditautkan pada sepotong kayu kecil ditengah pintu. Kayu tersebut ditautkan pada kayu kecil dibagian bawah pintu Gambar 7. Ketika ular masuk ke lubang dan menekan kayu kecil dibagian bawah pintu, kayu akan terjatuh dan kayu kecil ditengah pintu yang ditautkan padanya akan lepas dan menarik tali sehingga ular akan terjerat Gambar 8. a b Gambar 7 Proses pemasangan jerat a dan jerat yang telah dipasang b. Gambar 8 Ular yang terjerat. Jerat dipasang disepanjang parit dengan jarak masing-masing sekitar 50 meter. Jerat berbentuk sangat sederhana namun cukup efektif untuk menjerat ular. Penangkap di Pangkalan Banteng membuat jerat dari pelepah daun kelapa sawit, tali tampar kecil dan daun kelapa sawit. Penangkap hanya membawa golok, lakban dan tali dari rumah. Kelengkapan lain untuk membuat jerat bisa dapatkan di kebun tersebut, bahkan kantong tempat ular bisa dengan mudah didapat di kebun. Penangkap di Anjir menggunakan bambu dan ranting kecil untuk memasang jerat. Penangkap memeriksa jeratnya setiap pagi untuk melihat apakah ada ular yang tertangkap atau tidak dan memeriksa keadaan jerat. Hujan yang sangat besar akan mengahanyutkan jerat yang mereka buat, maka setelah hujan besar biasanya mereka juga akan memeriksa jerat yang mereka buat. Selain dengan jerat, ada pula yang menggunakan jaring, namun umumnya ini tidak disukai oleh penangkap profesional karena akan menimbulkan banyak luka dan sisik ular banyak yang terkelupas sehingga kualitas kulit yang dihasilkan kurang baik. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap harga jual kulit nantinya. Apabila menggunakan jerat, kulit yang terluka biasanya hanya ada di bagian leher. 2. Menangkap Langsung Teknik ini digunakan oleh penangkap bukan profesional dan penangkap profesional di Pangkalan Banteng. Penangkap bukan profesional biasanya menangkap langsung ular yang ditemukan. Caranya bisa dengan memukul ular sampai ular tersebut tidak berbahaya bila ditangkap, membunuh ular ataupun langsung menangkap tanpa melukai bila penangkap tersebut berani melakukannya. Umumnya penangkapan yang dilakukan langsung oleh penangkap bukan profesional akan melukai ular dan membuat kulit yang dihasilkannya berkualitas kurang baik. Penangkap profesional di Pangkalan Banteng menggunakan teknik penangkapan langsung pada bulan Juni-September. Teknik ini digunakan karena ular langsung ditangkap dari sarangnya. Pada bulan tersebut, ular mulai bertelur dan mengerami sehingga mereka cukup mencari sarang dan bisa mendapatkan cukup banyak ular dalam ukuran besar. Penangkap biasanya mencari dibawah jembatan yang terbuat dari kayu gelondongan yang banyak terdapat di kebun sawit. Istilah yang di gunakan adalah “nyuluh”, merupakan istilah bahasa Jawa yang artinya mencari sesuatu dengan menggunakan obor atau alat penerangan lain. Penangkap menggunakan senter untuk melihat ada atau tidak ada ular dilubang dan menggunakan pelepah daun kelapa sawit untuk memasukkan tali ke kepala ular dan selanjutnya menarik ular keluar dari sarang. b Teknik Pengulitan Pengulitan diawali dengan penggelontoran air setelah sebelumnya bagian atas kloaka diikat agar air tidak keluar. Penggelontoran air dilakukan untuk membuat kulit ular lebih mengembang dan menghasilkan kulit yang lebih lebar dari aslinya. Jumlah air tidak boleh terlalu banyak karena bisa menyebabkan kulit pecah. Setelah digelontor air, bagian leher diikat agar air tidak keluar lagi melalui mulut. Ular dibiarkan selama beberapa jam maksimal 12 jam agar kulit ular membesar Gambar 9. Apabila terlalu lama dalam keadaan seperti itu, ular akan membusuk dan kulitnya pecah. a b Gambar 9 Proses pemasukan air a dan pembesaran kulit b. Proses selanjutnya adalah pengulitan. Air dikeluarkan terlebih dahulu dari tubuh ular, selanjutnya kulit disayat pada bagian leher untuk memutuskan antara leher dan kepala serta pada bagian perut atau punggung, namun umumnya pada bagian perut kecuali punggungnya rusak parah atau sesuai permintaan pembeli mulai dari leher sampai kloaka dengan rapi dan lurus. Setelah itu, ular digantung dan mulai dikuliti dengan cara menarik kulit dari leher ke bawah dengan hati-hati Gambar 10. a b Gambar 10 Pembelahan kulit perut a dan pengelupasan kulit b pada proses pengulitan. Kulit dibersihkan dan daging dibuang setelah proses pengelupasan kulit selesai. Pembersihan dilakukan untuk membersihkan kulit dari sisa-sisa daging yang masih menempel. Daging yang masih menempel ketika dijemur akan menyebabkan penjemuran menjadi lebih lama dan bisa terjadi kemungkinan kulit menjadi busuk. Pembersihan dilakukan dengan cara membuang sisa daging di kulit menggunakan lempengan besi dan dicuci dengan air bersih Gambar 11. a b Gambar 11 Proses pembersihan kulit dari daging dengan cara dikerok a dan pencucian dengan menggunakan air b. Bagian terakhir dari proses pengulitan adalah penjemuran. Penjemuran dilakukan dengan cara membentangkannya pada papan kayu dengan posisi bagian dalam kulit berada di atas. Proses penjemuran ini sekaligus juga proses pembentukan agar ukuran kulit yang dihasilkan sesuai standar. Kulit diletakkan di papan dan ditarik ujung-ujungnya sampai maksimal kemudian dipaku pada ujung-