Panenan atau penangkapan yang dilakukan oleh penangkap untuk tata niaga seperti ini berarti kematian mortalitas. Mortalitas yang paling besar sesuai
dengan hasil penelitian ini terjadi pada kelas umur jantan dewasa. Mortalitas karena panenan tidak terjadi pada kelas umur bayi. Kelas umur bayi dan muda
sangat sedikit karena penangkap menganggap ukuran SVL pada kelas ini masih terlalu kecil dan tidak memberi keuntungan. Keadaan seperti ini memberi nilai
positif pada upaya kelestarian karena dengan ditangkapnya ular pada kelas umur tertentu saja, memberikan kesempatan pada kelas umur lain untuk tumbuh dan
berkembang hingga mencapai kelas umur yang sesuai untuk dipanen. Pemanenan pada kelas umur dewasa saja belum bisa menjamin adanya
kelestarian. Terlalu banyak dewasa yang dipanen bisa menimbulkan berkurangnya produktifitas. Dalam penelitian ini tidak bisa diketahui apakah dewasa yang
dipanen adalah dewasa produktif atau tidak produktif. Apabila terlalu banyak betina dewasa yang dipanen, maka peluang terjadinya kelahiran akan semakin
menurun dan bisa berdampak pada kelestarian. Terlalu banyak jantan dewasa yang dipanen juga bisa berimbas pada kelestarian. Apalagi bagi satwa yang sistem
perkawinannya poligini seperti Python reticulatus dimana jantan harus berjumlah lebih banyak dibanding betina.
Menurut informasi dari penangkap di Kabupaten Kotawaringin Barat, sebagian besar ular yang tertangkap pada musim bertelur Juli-September adalah
betina dewasa yang sedang mengerami telurnya. Pada keadaan dimana jantan lebih banyak dari betina, penangkapan jantan yang lebih banyak mungkin tidak
akan berpengaruh besar pada kelestariannya. Pada keadaan dimana betina dewasa lebih banyak dipanen, mungkin akan berpengaruh pada kelestariannya. Namun
kelestarian masih bisa diharapkan dari telur yang menetas meskipun induknya dipanen. Telur yang sedang dierami tidak diambil untuk memberi kesempatan
agar telur bisa menetas terjadi natalitas. Akan terjadi masalah jika telur yang ditinggalkan tidak menetas. Telur yang ditinggalkan ini merupakan sasaran
biawak untuk makanannya. Apabila telur tersebut dimakan biawak, maka peluang untuk menetas menjadi hilang. Akibatnya tidak terjadi kelahiran. Hal ini akan
sangat berdampak pada kelestarian Python reticulatus di alam. Tanpa adanya kelahiran, maka tingkat pertumbuhan populasi akan menurun.
Hal yang mungkin dilakukan adalah aturan yang ketat mengenai ukuran Python reticulatus yang boleh ditangkap. Ukuran bisa didasarkan pada ukuran
yang sesuai dengan permintaan pasar, yaitu ular dengan panjang badan minimal 250 cm agar menghasilkan kulit dengan ukuran minimal 350 cm. Ular dengan
ukuran dibawah 250 cm dilarang untuk ditangkap agar mempunyai kesempatan untuk bisa berkembangbiak dengan lebih baik. Pemantauan dari aturan ini bisa
dilakukan dengan hanya memperbolehkan peredaran kulit dengan ukuran diatas 350 cm. Hal lain yang mungkin bisa dilakukan adalah rotasi lokasi tangkap agar
bisa memberikan kesempatan pada Python reticulatus di lokasi tersebut untuk tumbuh dan berkembang biak serta memulihkan populasi yang sudah dipanen
pada waktu sebelumnya.
5.4.1.2 Parameter Demografi pada Pengumpul perantara
Jumlah ular yang ada pada dua pengumpul perantara sebanyak 56 ekor, jantan 48.21 dan betina 51.79 dengan sex rasio 1:1.07 Gambar 34.
Gambar 34 Jumlah Python reticulatus jantan dan betina yang tertangkap pada tingkat pengumpul perantara.
Pada tingkat pengumpul perantara di Kab. Kotawaringin Barat PP A, jumlah betina lebih banyak daripada jantan dan pada pengumpul di Kab. Pulang
Pisau PP B, jumlah jantan sama dengan jumlah betina. Sex rasio pada tingkat pengumpul perantara menunjukkan bahwa betina lebih banyak tertangkap
daripada jantan. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat pada tingkat penangkap dan penelitian lain yang dilakukan oleh Shine et al. 1998a, 1999
yaitu bahwa Python reticulatus yang dipanen di Sumatera yaitu sebagian besar
28
1 26
1 5
10 15
20 25
30
PP A PP B
Ju m
lah u
lar e
ko r
Pengumpul perantara
betina jantan
adalah jantan. Penelitian Shine dan Bull 1977 di pada ular jenis Notechis scutatu juga mendapatkan kesimpulan bahwa jantan lebih banyak dari betina sex rasio
1.5:1. Hasil ini juga berbeda dengan pernyataan Duval et al. 1993 bahwa ular mempunyai kecenderungan untuk poligini, dan pada sistem perkawinan poligini,
jantan akan berjumlah lebih banyak dari betina. Namun demikian, hasil penelitian ini masih belum cukup untuk membuktikan bahwa kondisi populasi pada habitat
tangkap tersebut tidak seimbang. Hal ini karena pengumpul perantara mengumpulkan ular dari banyak tempat dengan jumlah dari masing-masing
tempat berkisar antara 1-20 ekor. Apabila Python reticulatus yang tertangkap dikelompokkan menurut kelas
umur sesuai dengan pengelompokkan yang dilakukan oleh Shine et al 1999, jumlah Python reticulatus betina dan jantan yang tertangkap sebagian besar
adalah kelas umur dewasa Gambar 35 dan 36. Sex rasio pada kelas umur muda adalah 1:1.67, sedangkan pada kelas
umur dewasa adalah 1:1.07. Berarti tidak ada perbedaan sex rasio antara kelas umur muda dan dewasa, dimana pada keduanya , betina sama-sama lebih banyak
dari jantan. Hal yang sama juga didapat pada penelitian di Sumatera yang menunjukkan bahwa pada kelas umur muda, betina lebih banyak dari jantan
Shine 1998a, 1999. Namun pada kelas umur dewasa, hasilnya berbeda dari hasil penelitian Shine 1998a, 1999 dimana jantan lebih banyak dari betina.
Gambar 35 Sebaran kelas umur Python reticulatus betina pada pengumpul perantara.
5 5
23
1 24
5 10
15 20
25 30
PP A PP B
Total
Ju m
lah u
lar e
ko r
Pengumpul perantara
bayi SVL 110 cm
muda SVL 110- 235 cm
dewasa SVL 235 cm
17
83
Gambar 36 Sebaran kelas umur Python reticulatus jantan pada pengumpul perantara.
. Ular yang dikumpulkan pengumpul perantara, prosentase jantan dewasa
dan betina dewasa yang dikumpulkan sama, yaitu masing-masing 42.86. Sedangkan betina muda yang dikumpulkan sebanyak 8.93 dan jantan muda
5.36. Pola ini sama dengan pola pada penangkap, yaitu penangkapan lebih banyak terjadi pada kelas umur dewasa, baik pada jantan maupun betina meskipun
pada penangkap, prosentase jantan dewasa yang tertangkap lebih banyak dari betina dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa baik pada penangkap maupun
pengumpul perantara, sama-sama mempunyai preferensi untuk menangkap ular dengan ukuran tertentu, yaitu ukuran yang mengindikasikan bahwa ular tersebut
berada pada kelas umur dewasa. Pemanenan pada kelas umur dewasa dengan jumlah panenan betina lebih
banyak dari jantan merupakan pemanenan yang bisa menyebabkan
ketidaklestarian. Apalagi bila panenan tersebut dilakukan pada satwa yang mempunyai sistem perkawinan poligini dimana betina jumlahnya lebih sedikit
dari jantan. Namun demikian, panenan yang dilakukan oleh pengumpul perantara ini belum bisa mengindikasikan bahwa panenan tersebut bukan merupakan
panenan yang lestari karena panenan dilakukan di berbagai lokasi dengan jumlah yang beragam pada masing-masing lokasi.
3 3
23
1 24
5 10
15 20
25 30
PP A PP B
Total
Ju m
lah u
lar e
k o
r
Pengumpul perantara
bayi SVL 110 cm
muda SVL 110-210 cm
dewasa SVL 210 cm
11
89
5.5. Morfometri 5.5.1 Morfometri pada Penangkap
Hasil pengukuran morfometri Python reticulatus yang berhasil ditangkap oleh masing-masing penangkap, seperti disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8 Hasil pengukuran morfometri pada tiap penangkap
Peubah Rata-rata ukuran ular pada tiap penangkap
A B
C D
E
n ekor 50
33 27
4 3
SVL cm 308.836
288.488 398.320
290.000 294.000
Panjang badan cm 300.480
279.788 289.370
278.750 281.667
Panjang ekor cm 44.520
41.182 41.148
16.625 17.5000
Panjang kepala cm 8.356
8.788 9.085
11.250 12.333
Jarak mata cm 3.864
2.742 2.974
4.125 4.667
Massa tubuh kg 8.208
8.792 9.687
13.000 12.733
Berdasarkan tes Kolmogorov-Smirnov untuk tes normalitas data menggunakan SPSS 19.0, menunjukkan hasil bahwa data yang tersebar normal
adalah panjang badan Asymp. Sig. 0.204 dan SVL Asymp. Sig.0.239 Lampiran 7. Selanjutnya dilakukan uji t-test dua sampel independen Lampiran
8. Test ini hanya dilakukan pada penangkap A, B dan C karena pada penangkap C dan D jumlah ular kurang dari 5. Hasil pengujian menunjukkan bahwa panjang
badan dan SVL ular yang tertangkap pada A, B dan C tidak berbeda nyata Asymp. Sig. 0.05. Peubah lain dianalisis dengan tes Kruskal-Wallis lampiran
9. Hasil Uji Kruskal Wallis morfometri Python reticulatus pada tiap penangkap menunjukkan bahwa hanya panjang ekor yang sama secara signifikan Asymp.
Sig 0.788. Panjang kepala, jarak mata dan massa tubuh tidak sama secara signifikan.
Hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa antar penangkap memiliki kecenderungan untuk menangkap ular dengan ukuran tertentu yang relatif sama.
Hal ini menunjukkan bahwa seluruh penangkap mempunyai kiteria yang sama dalam hal ukuran ular yang ditangkap. Semua penangkap menyatakan bahwa
mereka memilih untuk menangkap ular dengan ukuran panjang badan diatas 250 cm karena permintaan pasar menginginkan kulit dengan ukuran diatas 350 cm
untuk harga tertinggi. Kulit dengan ukuran 350 bisa didapatkan dari ular dengan panjang badan 250 cm karena setiap 1 m kulit basah bisa bertambah ±40 cm
ketika menjadi kulit kering. Ular dengan ukuran panjang badan dibawah itu kurang disukai dan dihindari untuk ditangkap. Bahkan ular dengan ukuran
panjang badan dibawah 200 m akan dilepaskan karena kurang memberi keuntungan. Ukuran yang menjadi patokan bagi penangkap adalah panjang tubuh
dan bukan SVL karena pada proses pengulitan, kulit kepala dan ekor tidak diambil.
Hasil pengukuran morfometri Python reticulatus yang berhasil ditangkap oleh masing-masing penangkap berdasarkan jenis kelamin adalah sebagaimana
disajikan dalam Tabel 9 Tabel 9 Hasil pengukuran morfometri pada tiap penangkap berdasarkan jenis
kelamin
Peubah Rata-rata ukuran ular pada tiap penangkap
Rata-rata A
B C
D E
Jantan : n ekor
26 23
15 1
3 SVL cm
299.365 291.423
295.624 286.000
294.000 293.282
Panjang badan cm 291.077
282.522 286.533
275.000 281.667
283.360 Panjang ekor cm
42.731 41.087
42.933 16.000
17.500 32.050
Panjang kepala cm 8.288
8.902 9.091
11.000 12.333
9.923 Jarak mata cm
3.735 2.783
3.000 4.500
4.667 3.737
Massa tubuh kg 7.534
8.799 10.022
12.000 12.733
10.218
Betina:
n ekor 24
10 12
3 SVL cm
319.096 281.737
301.690 291.333
298.464 Panjang badan cm
310.667 273.500
292.917 280.000
289.271 Panjang ekor cm
46.458 41.400
38.917 16.833
35.902 Panjang kepala cm
8.429 8.237
8.773 11.333
9.193 Jarak mata cm
4.004 2.650
2.942 4.000
3.399 Massa tubuh kg
8.938 8.775
9.268 13.333
10.079
Berdasarkan pengujian t-test dua sampel independen yang dilakukan pada seluruh individu jantan dan betina tanpa membedakan penangkap, diketahui
bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara panjang badan dan SVL jantan dan betina Asymp. Sig. 0.05 Lampiran 10. Hasil uji Kruskal-Wallis pada peubah
lain menunjukkan hasil yang sama Lampiran 11. Ini berarti bahwa ukuran jantan dan betina yang ditangkap oleh seluruh penangkap adalah sama. Persamaan
ukuran antara jantan dan betina yang ditangkap bisa berarti bahwa penangkap tidak membedakan jenis kelamin ketika memangkap ular tersebut. Bagi
penangkap, yang terpenting adalah ukuran ular yang tertangkap sesuai dengan yang diinginkan, yaitu ular yang bisa menghasilkan kulit dengan ukuran diatas
350 cm, tanpa membedakan bahwa ular tersebut jantan atau betina. Meskipun secara statistik tidak ada perbedaan yang nyata antara ukuran
SVL jantan dan betina, namun rata-rata ukuran betina lebih besar dari jantan. Hasil ini sama dengan pernyataan Shine 1978 menyatakan bahwa ukuran betina
lebih besar dari jantan. Shine et al. 1998a, 1998b, 1999 mendapatkan hasil yang sama pada penelitian Python reticulatus yang dilakukan di Sumatera. Selain itu,
Pearson et al. 2002 juga mendapatkan hasil yang sama pada penelitian yang dilakukan pada spesies Morelia spilota yang berasal dari family Pythonidae.
Menurut Shine dan Slip 2006 Pythonidae di Australia juga menunjukkan kecenderungan bahwa ukuran betina lebih besar dari jantan.
Ukuran tubuh jantan dan betina cenderung berbeda pada beberapa spesies, Shine 1978. Perbedaan ukuran tubuh ular jantan dan betina bisa disebabkan
karena adanya fecundity selection dan male combat Shine 1993. Pada fecundity selection, betina akan lebih besar karena mengakomodir clutch yang
besar. Pada system perkawinan dimana jantan bertarung untuk memperebutkan betina, jantan akan cenderung lebih besar dari betina. Namun male combat juga
tidak bisa secara langsung bisa memprediksikan bahwa hal itu akan menyebabkan jantan berkembang lebih besar Shine 1978. Perbedaan ukuran jantan dan betina
juga tidak bisa diprediksi berdasarkan mating system Shine 1993. Anakan jantan dan betina biasanya lahir dalam ukuran yang tidak
berbeda, namun pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya bisa menjadi
berbeda Shine 1993. Lebih lanjut Shine 1993 juga mengatakan bahwa pada beberapa ular, betina akan berkembang lebih besar dibanding jantan. Perbedaan
kecepatan pertumbuhan ini terjadi karena perbedaan kecepatan makan atau metabolism pencernaan antara jantan dan betina. Namun beberapa ular jantan
akan lebih cepat matang reproduksinya meskipun ukurannya masih lebih kecil dibanding betina. Beberapa betina sengaja menunda kematangan reproduksinya
sampai mempunyai ukuran yang cukup besar untuk lebih mengoptimalkan usia reproduksinya. Kesimpulan yang diberikan oleh Shine 1993 bahwa mekanisme
yang paling dekat yang menyebabkan ular betina berkembang menjadi lebih besar daripada jantan adalah 1 penundaan masa dewasa pada betina dan
dikombinasikan dengan 2 berkurangnya kecepatan pertumbuhan setelah dewasa baik pada jantan maupun betina.
Ukuran tubuh jantan pada beberapa spesies satwa menjadi sangat penting bagi kemampuan untuk mengawini betinanya Shine 1993. Semakin besar ukuran
jantan, akan semakin memudahkan untuk memenangkan persaingan dengan jantan lain dalam mengawini betina, namun ini tidak berlaku bagi ular. Ukuran
jantan tidak berpengaruh pada kemampuan untuk mengawini betinanya. Bentuknya yang panjang menyebabkan jantan tidak bisa memaksa betina untuk
kawin.
5.5.2 Morfometri pada Pengumpul Perantara
Hasil pengukuran morfometri Python reticulatus yang berhasil dikumpulkan oleh pengumpul perantara, seperti disajikan dalam Tabel 10 berikut
ini.
Tabel 10 Hasil pengukuran morfometri pada tiap pengumpul perantara Peubah
Rata-rata hasil pengukuran PP A
PP B n ekor
54 2
SVL cm 284.980
280 Panjang badan cm
276.222 270
Panjang ekor cm 39.481
20 Panjang kepala cm
8.758 10
Jarak mata cm 3.001
4 Massa tubuh kg
8.259 10
Morfometri ular yang berhasil dikumpulkan oleh PP A dan PP B secara statistik tidak bisa dibandingkan karena jumlah pada PP Bkurang dari yang
disyaratkan yaitu minimal 5. Namun pada antara jantan dan betina bisa dibandingkan morfometrinya Tabel 11.
Tabel 11 Hasil pengukuran morfometri jantan dan betina pada pengumpul perantara
Hasil tes Kolmogorov-Smirnov untuk tes normalitas data menggunakan SPSS 19.0, SVL dan panjang badan mempunyai sebaran data normal Asymp.
Sig. 0.05, sedangkan peubah lain tidak normal Asymp. Sig. 0.05 Lampiran 12. Hasil t-test dua sampel independen pada peubah SVL dan panjang badan ular
jantan dan betina menunjukkan bahwa kedua peubah tersebut tidak berbeda nyata antara jantan dan betina Asymp. Sig. 0.05 Lampiran 13.
Hasil analisis morfometri ular pengumpul perantara menunjukkan bahwa peubah SVL dan panjang badan antar jenis kelamin. Hal ini menunjukkan bahwa
ada konsistensi ukuran yang ditangkap atau ada pemilihan ukuran yang ditangkap oleh pengumpul perantara. Pengumpul perantara memiliki kecenderungan untuk
menerima dengan ukuran tertentu yang relatif sama dan tidak terpengaruh oleh jenis kelamin. Menurut hasil wawancara, semua pengumpul perantara menyatakan
bahwa mereka tidak memilih jenis kelamin jantan atau betina, namun memilih ular dengan ukuran panjang badan diatas 250 cm. Ukuran ini sama dengan ukuran
yang dipilih oleh penangkap. Rata-rata SVL jantan pada PP A lebih besar dari betina, sedangkan pada
PP B, SVL jantan dan betina sama. Beberapa penelitian yang dilakukan pada Peubah
Rata-rata hasil pengukuran jantan
betina n ekor
27 29
SVL cm 287.584
282.212 Panjang badan cm
278.593 273.586
Panjang ekor cm 38.185
39.345 Panjang kepala cm
8.992 8.626
Jarak mata cm 3.006
3.066 Massa tubuh kg
8.849 7.830