Habitat Bersarang Karakteristik Habitat .1

optimal pada sarang adalah 31.5 C. Pada suhu diluar itu, telur bisa gagal menetas, pertumbuhan tidak sempurna dan sex rasio yang tidak seimbang. Namun Shine 1998 mengatakan bahwa ular yang hidup di daerah tropishangat, telurnya cenderung lebih tahan dan bisa menetas pada area yang dingin. Kondisi suhu sarang yang lebih rendah dari suhu optimal untuk telur, mungkin merupakan alasan bagi Python reticulatus untuk mengerami telurnya. Dengan mengerami telurnya, akan didapatkan suhu lingkungan yang optimal bagi telurnya agar bisa menetas dengan baik dan dengan sex rasio yang sesuai. Sebuah penelitian yang dilakukan di inkubator pada telur ular Deinagkistrodon acustus Viperidae suhu 32 C menyebabkan seluruh telur mati dan gagal menetas Lin et al. 2005. Sebagian besar telur menetas pada suhu 24 C dan 26 C, namun masih bisa menetas dengan baik pada suhu 28 C dan 30 C. Apabila dibandingkan, maka terlihat bahwa Python reticulatus membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk menetas dibandingkan Deinagkistrodon acustus. Kebutuhan pada suhu yang lebih tinggi ini merupakan keuntungan bagi Python reticulatus karena berarti lebih bisa menerima kondisi yang panas, terutama di daerah tropis yang suhunya panas. Kenaikan suhu udara juga bisa menyebabkan perubahan sex rasio pada reptil yang lahir Bickford et al. 2010. Kenaikan suhu udara sebesar 2-4°C bisa menyebabkan semua anakan yang lahir menjadi betina atau menjadi jantan Crews et al. 1994; Pieau et al.1999. Janzen 1994 juga menyatakan bahwa kenaikan suhu 2°C secara signifikan mempengaruhi sex rasio anakan yang lahir, kenaikan 4°C secara efektif menghilangkan anakan jantan. Hal ini bisa mengakibatkan terjadinya single sex pada reptil dalam waktu 100 tahun kedepan yang sangat berbahaya Bickford et al 2010. Single sex akan menyebabkan terjadinya kepunahan pada suatu spesies karena tidak mungkin akan terjadi perkembangbiakan apabila hanya ada satu jenis kelamin. Berdasarkan hasil penelitian ini bisa dilihat bahwa kondisi suhu lingkungan disekitar sarang maupun suhu udara di mulut sarang masih berada pada rentang yang bisa diterima oleh Python reticulatus untuk bersarang dan menetaskan telurnya. Kondisi ini masih jauh dibawah batas suhu yang menyebabkan kematian pada reptil ataupun menyebabkan berubahnya sex rasio. Suhu udara masih berada dibawah suhu yang diperlukan sehingga induk Python reticulatus masih bisa mengatur suhu ketika mengerami dan sex rasio yang dihasilkan masih bisa seimbang. Kelembaban udara. Kelembaban dalam sarang berkisar antara 61-85 dengan rata-rata 80.12. Kelembaban paling banyak 85. Lebih lengkap disajikan dalam Gambar 24. a b Gambar 24 Kelembaban udara di mulut sarang a dan prosentase masing- masing tingkat kelembaban b. Menurut Goode et al. 1998, ular membutuhkan kelembaban yang tinggi, apabila terjadi perusakan sarang sehingga merubah kondisi kelembaban habitat mikro sarang, maka ular tersebut akan berpindah lokasi. Kemungkinan ini juga bisa terjadi pada Python reticulatus. Python reticulatus membutuhkan kelembaban yang optimal sekitar 70 Stuebing Inger 1999. Bahkan dalam penelitian pada Elaphe obsoleta, Damers et al. 2004 mendapatkan hasil bahwa seluruh sarang berada dalam kelembaban 100. Sebuah penelitian mengenai seleksi habitat bersarang oleh Caretta caretta penyu laut, kelembaban udara dan salinitas permukaan pasir mungkin tidak dipercaya sebagai salah satu faktor pemilihan habitat karena keduanya sangat berfluktuasi tergantung pada curah hujan Wood Bjorndal 2000. Mungkin ini merupakan salah satu sebab Python reticulatus tidak memilih bersarang di pasir, namun berada di bawah seresah atau dalam lubang jembatan seperti pada penelitian ini karena seresah dan bawah jembatan 7 14 93 3 3 7 20 40 60 80 100 60-69 70-79 80-89 Ju m lah s ar an g Kelembaban udara tidak ada ular ada ular 6 12 82 23 23 54 10 20 30 40 50 60 70 80 90 60-69 70-79 80-89 P ro sen tase Kelembaban udara tidak ada ular ada ular mempunyai kondisi yang lebih lembab dan tidak terlalu berfluktuasi karena adanya penghalang untuk terjadinya evaporasi yang bisa menyebabkan kelembaban udara dalam sarang menurun. Tingkat keasaman pH. Tingkat keasaman tanah pada sarang berkisar pada skala 4.7 dan 5. Tingkat keasaman terbanyak berada pada skala 5. Lebih lengkap tersaji dalam Gambar 25. Ular lebih banyak ditemukan pada pH 5 daripada pH 4.7. Namun keduanya masih berada pada tingkatan asam. a b Gambar 25 Tingkat keasaman tanah pada sarang a dan prosentase masing- masing tingkat keasaman b. Tingkat keasaman air pada parit dibawah jembatan untuk sarang berkisar antara 4.7-5.3 dengan modus 4.7. Lebih lengkap disajikan dalam Gambar 26. Gambar 26 Tingkat keasaman pH air pada parit dibawah jembatan untuk bersarang. 35 5 59 8 10 20 30 40 50 60 70 tidak ada ular ada ular ju m lah s ar an g pH tanah 4.7 5 37 38 63 62 10 20 30 40 50 60 70 tidak ada ular ada ular P ro sen tase pH tanah pH 4.7 pH 5 4 9 1 2 4 6 8 10 4.7 5 5.3 ju m lah pH air Tingkat keasaman tanah pada sarang dan air pada parit dibawah jembatan untk sarang sama-sama berada pada tingkat asam pada rentang antara 4.7-5.3. Tanah dan air di Kalimantan cenderung bersifat asam sampai netral. Python reticulatus tersebar mulai dari Sumatera, Kalimantan, Jawa sampai Sulawesi dengan kondisi tanah dan air yang mempunyai sifat asam sampai basa rendah. Ukuran sarang. Ukuran mulut sarang berkisar antara 20-60 cm dengan rata-rata lebar mulut sarang 40.6 cm. Mulut sarang paling banyak mempunyai lebar 60 cm. Lebih lengkap tersaji dalam Gambar 27. a b Gambar 27 Lebar mulut sarang a dan prosentase masing-masing tingkat lebar mulut sarang b. Kedalaman sarang berkisar antara 40-350 cm. Rata-rata kedalaman sarang 156.68 cm. Kedalaman sarang terbanyak adalah 160 cm Gambar 28. a b Gambar 28 Kedalaman sarang a dan prosentase masing-masing tingkat kedalaman sarang b. 39 36 23 10 6 4 5 4 10 20 30 40 50 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 ju m lah s ar an g lebar mulut sarang cm tidak ada ular ada ular 34 32 20 9 5 31 38 31 10 20 30 40 50 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 P ro sen tase lebar mulut sarang cm tidak ada ular ada ular 68 40 6 9 3 1 20 40 60 80 1-100 101-200 201-300 301-400 Ju m lah s ar an g Kedalaman sarang cm tidak ada ular ada ular 60 35 5 69 23 8 20 40 60 80 1-100 101-200201-300301-400 P ro sen tase Kedalaman sarang cm tidak ada ular ada ular Sebanyak 69 Python reticulatus yang ditemukan di sarang berada pada sarang dengan kedalaman ≤ 100 cm dan secara hampir merata ditemukan pada sarang dengan lebar mulut sarang ≤ 40 cm. Ukuran ini adalah ukuran pada tingkatan paling kecil dari ukuran sarang yang ditemukan. Kemungkinan ini bisa terjadi karena ular yang ditemukan rata-rata adalah anakan dalam ukuran yang kecil sehingga sarang dengan ukuran itu masih cukup ukurannya untuk digunakan oleh ular dengan ukuran yang relatif kecil. Kemungkinan lain pemilihan sarang dengan mulut lubang yang kecil berhubungan dengan adanya predator telur. Biawak merupakan predator yang utama bagi telur Python reticulatus di lokasi penelitian. Semakin kecil mulut sarang, kemungkinan semakin sulit pula bagi biawak untuk masuk dan memakan telur, terutama ketika telur tersebut sedang dalam kondisi tidak terjaga, misalnya ketika induknya berjemur. Hal ini sejalan dengan teori bahwa sarang merupakan tempat yang menentukan bagi keamanan telur seperti yang dinyatakan oleh Wood dan Bjorndal 2000.

5.3 Panenan

Stuebing dan Inger 1999 menyatakan bahwa ular terestrial sangat susah untuk diketahui densitasnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa saat ini belum ada informasi mengenai populasi Python reticulatus di Kalimantan dan belum ada informasi bahwa populasinya di Kalimantan sudah menurun. Luas habitat, letak geografis dan sifat herpetofauna termasuk ular menjadi faktor yang menyebabkan tidak mungkin dilakukannya sensus yang terstruktur dalam satu satuan waktu yang pendek Iskandar Erdelen 2006. Kelimpahan dalam lingkup penelitian ini adalah kelimpahan panenan, yaitu kelimpahan jumlah yang ditangkap penangkap dan dikumpulkan pengumpul perantara. Pengambilan data kelimpahan dilakukan pada penangkap dan pengumpul perantara. Data adalah seluruh ular yang berhasil ditangkap oleh penangkap dan seluruh ular yang berhasil dikumpulkan oleh pengumpul perantara pada saat penelitian ini dilakukan.

5.3.1 Panenan pada Penangkap

Pada tingkat penangkap, jumlah Python reticulatus yang tertangkap sebanyak 117 ekor Gambar 29 yang didapatkan dari lima penangkap, yaitu tiga penangkap dari Kab. Kotawaringin Barat penangkap A, B dan C dan dua penangkap dari Kab. Pulang Pisau penangkap D dan E. Penangkap A merupakan kelompok yang terdiri dari tiga orang, Penangkap B dan Penangkap C mempunyai lokasi tangkap di kebun sawit. Penangkap D dan E mempunyai lokasi tangkap di kebun karet, sawah dan rawa. Gambar 29 Jumlah Python reticulatus yang tertangkap pada tingkat penangkap. Rata-rata jumlah ular yang tertangkap berbeda pada masing-masing penangkap Tabel 4. Dalam satu bulan, penangkap tidak bekerja setiap hari, setidaknya dua hari dalam seminggu digunakan untuk menguliti ular dan 2-3 hari libur setiap bulan untuk beristirahat atau melakukan kegiatan lain. Penangkap tidak mau menyimpan ular dalam waktu yang lama, maka harus menggunakan waktu khusus untuk menguliti ular. Menyimpan ular terlalu lama akan beresiko terjadi ular lepas, penyusutan ukuran badan dan kematian ular. Penangkap tidak memberi makan ular yang ditangkap karena akan menimbulkan biaya tambahan. Waktu yang digunakan untuk menangkap adalah pagi hari antara pukul 08.00 – 12.00 WIB. 50 33 27 4 3 117 20 40 60 80 100 120 140 A B C D E total Ju m lah u lar t e rtan g kap e ko r Penangkap Tabel 4 Rata-rata jumlah tangkapanhari Penangkap ∑ ular tertangkap ekor ∑ hari penangkapan hari Rata-rata ∑ Tangkapan ekorhari A 50 9 5.50 B 33 12 2.83 C 27 9 3.00 D 4 3 1.33 E 3 3 1.00 Rata-rata jumlah tangkapan per hari oleh masing-masing penangkap bisa saja berbeda setiap bulannya. Penangkap di Kabupaten Kotawaringin Barat yang bekerja sepanjang tahun dengan beberapa hari libur menyatakan bahwa hasil tangkapan mereka rata-rata per hari relatif sama. Penangkap di Kotawaringin Barat memerlukan hari khusus untuk menguliti ular tangkapannya. Biasanya pada hari menguliti ular, mereka tidak berburu ular. Dengan asumsi libur seminggu 2 hari untuk menguliti ular, 12 hari libur untuk istirahat atau melakukan kegiatan lain dan libur 2 minggu ketika lebaran, maka jumlah hari kerja penangkap ular di Kotawaringin Barat adalah 225 haritahun. Sedangkan penangkap di Pulang Pisau hanya menangkap ular selama 5 bulantahun yaitu antara bulan Januari-Mei. Mereka tidak memiliki hari libur khusus. Apabila diasumsikan bahwa penangkap di Pulang Pisau bekerja selama 6 hariminggu, maka dalam 5 bulan mereka bekerja selama 125 haritahun. Dari asumsi tersebut, bisa diprediksikan kelimpahan panenan yang dilakukan oleh lima penangkap tersebut sebagaimana disajikan dalam Tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Estimasi populasi tangkapan per tahun pada penangkap Penangkap ∑ hari kerjath hari Rata- rata ∑ tangkapanhari ekorhari ∑ tangkapanth ekortahun A 225 5.50 1 337.50 B 225 2.83 636.75 C 225 3.00 675.00 D 125 1.33 166.00 E 125 1.00 125.00 Total 2 940.25 Dari Tabel 5 diatas, maka populasi tangkapan lima penangkap dalam setahun mencapai 26.73 2 940.25 ~ 2 940 ekor kuota tahunan untuk kulit. Asumsi lain yang bisa digunakan untuk memprediksi jumlah panenan adalah berdasarkan jumlah rata-rata yang didapat oleh penangkap setiap bulan. Berdasarkan hasil wawancara, jumlah ular yang bisa ditangkap oleh masing- masing penangkap selama bulan Januari-Juli 2012 adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 6 berikut ini. Tabel 6 Perkiraan jumlah ular yang tertangkap oleh lima penangkap Bulan Jumlah ular yang tertangkap penangkap ekor A B C D E Januari 50-60 50-60 50-60 20-30 20-30 Februari 50-60 50-60 50-60 20-30 20-30 Maret 50-60 50-60 50-60 20-30 20-30 April 50-60 50-60 50-60 20-30 20-30 Mei 50-60 50-60 50-60 4 3 Juni 50-60 50-60 50-60 Juli 50-60 50-60 50-60 Jumlah 350-420 350-420 350-420 84-124 83-123 Jumlah total 1 217 – 1 507 Berdasarkan Tabel 6 di atas maka bisa dilihat bahwa selama tujuh bulan pertama pada tahun 2012, jumlah yang bisa didapat oleh lima penangkap sebanyak 11.06 – 13.7 dari kuota tangkap Kalimantan Tengah tahun 2012. Apabila penangkap A, B dan C menangkap dengan jumlah yang konstan dan penangkap C dan D tidak menangkap lagi sampai akhir tahun, maka pada akhir Desember 2012, jumlah ular yang ditangkap oleh lima penangkap tersebut sebanyak 1 967 - 2 407 ekor 17.88-18.88 dari kuota tangkap Kalimantan Tengah tahun 2012. Jumlah ular pada asumsi kedua cenderung lebih sedikit dari asumsi pertama. Hal ini terjadi karena rata-rata produktivitas asumsi pertama lebih tinggi dari asumsi kedua. Asumsi pertama didasarkan pada jumlah nyata ular yang ditemui pada penangkap saat penelitian. Asumsi kedua didasarkan pada pengakuan penangkap mengenai produktivitas mereka yang merupakan data subyektif dan masih perlu diuji validitasnya. Pengakuan mereka cenderung lebih kecil karena ada rasa takut bahwa apabila mereka mengakui jumlah produktivitas yang sebenarnya, mungkin akan melebihi jumlah yang diperbolehkan dan itu bisa jadi akan membahayakan kelangsungan pekerjaan mereka. Berdasarkan hasil wawancara bahwa selain tiga penangkap di atas, di Kotawaringin Barat masih ada setidaknya 10 penangkap lain dan di Pulang Pisau ada 5 penangkap lain, maka jumlah panenan tersebut menjadi bertambah sangat banyak. Namun tidak bisa diperkirakan jumlah tangkapan dari 10 penangkap tersebut karena tidak ada data sama sekali mengenai jumlah tangkapan mereka.

5.3.2 Panenan pada Pengumpul Perantara