Panenan pada Penangkap Panenan
Pengumpul perantara tidak mempunyai libur khusus untuk menguliti ular karena pasokan ular bisa datang kapan saja meskipun saat itu sedang menguliti
ular. Hal ini berbeda dengan penangkap yang memerlukan libur khusus untuk menguliti ular. Berdasarkan asumsi rata-rata jumlah ular yang bisa dikumpulkan
oleh pengumpul perantara tersebut diatas, dengan asumsi bahwa PP A hanya libur untuk mudik pada waktu Lebaran dan PP B tidak ada waktu libur untuk
mudik Lebaran karena merupakan penduduk asli, maka PP A akan mendapatkan ular sebanyak 3 150 ekortahun dan PP B 365 ekortahun dengan jumlah total
keduanya 3 515 ekortahun atau 31.95 kuota tahunan. Apabila ditambahkan dengan hasil yang ditangkap oleh lima penangkap
berdasarkan asumsi pertama, maka jumlah ular yang ditangkap sebanyak 59.01 dari kuota tangkap Kalimantan Tengah tahun 2012. Jumlah ini masih berada di
bawah jumlah kuota tangkap. Namun hanya berasal dari dua pengumpul perantara dan lima penangkap. Sedangkan menurut informasi, masih ada penangkap dan
pengumpul perantara lain di Kabupaten Seruyan, Lamandau, Sukamara, Barito Timur dan Barito Selatan yang tidak diketahui jumlah pastinya.
Selain dua pengumpul perantara di atas, dilakukan pula wawancara terhadap dua pengumpul lain PP C dan PP D. Keempat pengumpul perantara
tersebut berhasil mengumpulkan kulit ular dengan jumlah yang bervariasi Tabel 7. Jumlah yang tersaji dalam Tabel 7 merupakan hasil perhitungan dari catatan
pada PPA dan PP B serta wawancara dengan PP C dan PP D. Tabel 7. Jumlah kulit yang diproduksidikumpulkan pengumpul perantara Januari-
Juli 2012 Bulan
Jumlah kulit pada tiap pengumpul perantara lembar PP A
PP B PP C
PP D Januari
300 40
50-60 40-45
Februari 470
37 50-60
40-45 Maret
210 24
50-60 40-45
April 614
20 50-60
40-45 Mei
280 15
50-60 40-45
Juni 310
10 50-60
40-45 Juli
150 ND
50-60 ND
Jumlah 2 334
146 350-420
240-270
Jumlah total 3070-3170
ND = tidak ada data Pengumpul perantara C dan D hanya memberi data selang.
Menurut hasil wawancara, di Kabupaten Kotawaringin Barat setidaknya ada satu pengumpul lain selain PP A yang pada awalnya pernah mempunyai ijin
edar dalam negeri. Apabila pengumpul tersebut diposisikan sebagai pengumpul perantara karena tidak memiliki ijin edar maupun ijin tangkap, bila
produktivitasnya sama dengan PP A, maka dari dua pengumpul perantara di Kotawaringin barat setidaknya akan diproduksi kulit sebanyak 4 667 lembar atau
42.44 dari kuota tangkap Kalimantan Tengah tahun 2012 selama tujuh bulan atau 6.6 per bulan atau 72.75 pada akhir tahun 2012. Bila ditambahkan
dengan hasil yang diproduksi tiga pengumpul lain dari Kotawaringin Timur, Pulang Pisau dan Kapuas, maka jumlah kulit yang diproduksi selama tujuh bulan
menjadi 5 404 – 5 504 49.13 -50.04 dari kuota tangkap Kalimantan Tengah
tahun 2012 atau 7.02-7.15 per bulan atau 84.24-85.78 pada akhir tahun 2012. Pemanenan yang diindikasikan melebihi kuota tangkap tahunan pernah
terjadi di Sumatera Utara. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Semiadi dan Sidik 2011 pada tahun 2008, setiap agen di Sumatera Utara bisa mengumpulkan
154.5 – 253 ekor bulan pada musim kering maksimal 5 bulan dan 217.8 – 514
ekorbulan pada musim basah maksimal 6 bulan. Dengan demikian, agen yang ada pada saat itu masing-masing bisa mengumpulkan 2 079.3
– 4 349 ekortahun atau total 16 634-34 792 ekor delapan agen. Apabila kuota tangkap di Sumatera
Utara 21 090, maka jumlah ular yang dikumpulkan oleh delapan agen mencapai jumlah minimal 78.87 dan jumlah maksimal mencapai 164.97 dari kuota
tahunan. Apabila jumlah maksimal terpenuhi, berarti jumlah tersebut melebihi kuota tangkap yang ditentukan.
Berbeda dengan hasil penelitian Semiadi dan Sidik 2011, jumlah panenan dari lima penangkap dan dua pengumpul tersebut masih berada di bawah
kuota yang ditetapkan. Ini berarti bahwa panenan masih berada di level yang diijinkan untuk kelestarian. Namun apabila ditinjau dari segi lokasi penangkapan,
bisa jadi hal ini akan mengancam kelestarian. Sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No 447KPTS-II2003, untuk menjamin kelestarian populasi Kepala
Balai KSDA harus melakukan rotasi lokasi tangkap Sekditjen PHKA 2007c. Bahkan harus detail sampai disebutkan nama desa pada peta dengan skala paling
kecil 1:250 000 dan harus selalu dimutakhirkan setiap dua tahun sekali. Namun
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada rotasi lokasi pengambilan Python reticulatus dari tahun ke tahun. Penangkap dan pengumpul tersebut selalu
menangkap di lokasi yang sama sepanjang tahun setiap tahun. Bahkan dalam surat ijin tangkap yang dikeluarkan oleh BKSDA Kalimantan Tengah, tidak disebutkan
lokasi tangkapnya secara detail. Tidak dilakukannya rotasi lokasi tangkap bisa jadi akan mengancam
kelestarian Python reticulatus di lokasi tersebut. Penangkap dan pengumpul perantara di Kabupaten Kotawaringin Barat menyatakan bahwa saat ini jumlah
dan ukuran Python reticulatus yang ditangkap sudah menurun dibandingkan pada tahun-tahun awal mereka mulai menangkap. Lima tahun yang lalu, mereka masih
bisa dengan mudah mendapatkan ular dengan ukuran diatas 5 meter. Namun saat ini rata-rata tangkapan mereka dibawah ukuran 5 meter. Hal ini mengindikasikan
bahwa populasi ular dengan ukuran besar sudah mulai menurun di lokasi ini. Apabila penangkapan di lokasi ini tidak dibatasi waktu, maka bisa jadi
populasinya akan semakin menurun. Balai KSDA Kalimantan Tengah seyogyanya memperhatikan aturan
dalam SK Menteri Kehutanan tersebut. Perlu dicantumkan lokasi pengambilan secara detail yang dirotasi agar tidak terjadi pemusatan lokasi pengambilan yang
nantinya bisa berdampak pada terancamnya kelestarian Python reticulatus di lokasi tersebut. Namun penentuan lokasi tangkap tidak bisa dilakukan secara asal.
Harus dilakukan dahulu survey yang bisa menggambarkan potensi Python reticulatus di lokasi tertentu agar bisa ditetapkan jumlah kuota dan lokasi
penangkapan dengan tepat demi kelestarian Python reticulatus di alam. Secara resmi, kuota tangkap yang otomatis juga menjadi kuota tata niaga
yang boleh keluar dari Kalimantan Tengah mulai tahun 2010, 2011 dan 2012 sebanyak 11 000 lembar Ditjen PHKA 2010a, 2010b, 2011. Secara
administratif, kuota tangkap Python reticulatus di Kalimantan Tengah selalu terpenuhi. Namun apabila dilihat lebih jauh, jumlah kuota bisa saja terlampaui
karena adanya kulit yang keluar dari Kalimantan Tengah tanpa dokumen. Dan jumlahnya tidak bisa dipantau karena tidak mungkin dilakukan pengawasan yang
ketat diseluruh wilayah Kalimantan Tengah yang sangat luas dan banyak pintu
keluar. Demikian juga dengan adanya pelaku tata niaga yang hanya menjual dokumen tanpa barang.
Setiap lembar kulit yang diperdagangkan secara resmi, akan tercatat oleh otoritas manajemen dan jumlahnya tidak akan mungkin melebihi kuota yang
ditentukan. Namun adanya peredaran illegal menyebabkan jumlah kulit yang diedarkan melebihi kuota yang ditentukan. Tata niaga illegal tidak mungkin bisa
dihilangkan dengan mudah. Namun dengan pengawasan yang ketat mungkin bisa dikurangi jumlahnya. Adanya tata niaga illegal juga merupakan kerugian bagi
daerah tersebut karena sumberdaya alamnya hilang tanpa memberi keuntungan bagi pengelolanya.
5.4. Parameter Demografi 5.4.1 Parameter Demografi pada Penangkap
Jumlah seluruh ular yang tertangkap di tingkat penangkap sebanyak 117 ekor yang berasal dari 5 penangkap. Prosentase Python reticulatus jantan yang
tertangkap adalah 58.11 dan betina 41.88 dengan sex rasio 1:0.72. Pada setiap penangkap menunjukkan ular jantan cenderung lebih banyak tertangkap
dibandingkan betina, kecuali pada penangkap D Gambar 31.
Gambar 31 Jumlah Python reticulatus jantan dan betina yang tertangkap pada tingkat penangkap.
Berdasarkan hasil penelitian, sex rasio menunjukkan bahwa jantan lebih banyak dari betina. Shine et al. 1998b mendapatkan hasil yang sama pada
Python reticulatus yang dipanen di Sumatera yaitu sebagian besar adalah jantan 52. Sebuah penelitian yang dilakukan pada ular jenis Notechis scutatus, Shine
26 23
15 1
3 68
24 10
12 3
49
10 20
30 40
50 60
70 80
A B
C D
E total
Ju m
lah u
lar t
e rtan
g kap
e ko
r
Penangkap
jantan betina