BAB V KELEMBAGAAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN AREN
5.1 Sejarah Pemanfaatan Aren
Pohon aren banyak tumbuh di kebun-kebun milik masyarakat Kasepuhan atau biasa disebut talun. Kebun talun sendiri merupakan bagian dari leuweung
sampalan, yaitu hutan yang dapat dimanfaatkan dan dipungut hasilnya oleh masyarakat, namun tetap dalam batas-batas aturan adat. Kebun talun termasuk ke
dalam rangkaian bentuk pemanfaatan lahan dengan siklus ngahuma. Pohon aren ini tumbuh sendiri karena adanya musang yang menyebarkan benih aren melalui
kotorannya, dan untuk menumbuhkannya perlu waktu selama sepuluh tahun. Pohon aren dimanfaatkan oleh masyarakat Kasepuhan sejak awal mula
masyarakat Kasepuhan terbentuk, sehingga pemanfaatan aren sendiri tumbuh bersamaan dengan munculnya masyarakat Kasepuhan.
Masyarakat memposisikan pohon aren sebagai pohon yang cukup istimewa karena seluruh bagian dari pohon aren bermanfaat. Karena manfaat yang
banyak inilah, orangtua atau kolot di masyarakat Kasepuhan menanamkan nilai- nilai yang baik pada anak-anaknya yaitu
‗hirup kudu siga tangkal kawung’ yang artinya
‗sebagai manusia hidup harus seperti pohon aren yang memiliki banyak manfaat dan dapat berguna bagi orang lain
‘. Secara turun temurun kokolot kampung memberikan wejangannya agar selalu melestarikan pohon-pohon aren
yang ada di kampung mereka. ‗Jeujeuhken kaung tina kahirupan urang, eweuh kaung
– eweung kaberkahan jeung kahirupan urang ka hareup‘ yang artinya ‗jadikan pohon aren sebagai bagian dari kehidupan, jika tidak ada pohon aren
maka tidak ada pula berkah di masa yang akan datang, demikian ungkapan yang selalu disampaikan kepada generasi mendatang di Desa Sirna Resmi.
Semua bagian pohon aren dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, antara lain air nira untuk gula aren dan cuka, buah aren kolang kaling untuk
dikonsumsi sebagai makanan, akarnya untuk obat tradisional, daun mudajanur untuk pembungkus kertas rokok, dan batangnya untuk membuat sagu aren serta
berbagai macam peralatan dan bangunan. Masyarakat memanfaatkan air niranya
untuk dijadikan gula aren dalam bentuk gula cetakkojor. Namun seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat mulai mengolah gula aren dalam bentuk gula
semut. Awalnya aren merupakan salah satu hasil hutan atau kebun yang
dimanfaatkan masyarakat Kasepuhan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, seiring berjalannya waktu hasil aren pun ternyata memiliki nilai ekonomis
sehingga masyaarakat Kasepuhan pun mulai memanfatkan aren sebagai sumber pendapatan bagi rumah tangga. Mata pencaharian utama masyarakat Kasepuhan
yang umumnya adalah petani padi, baik sawah maupun huma. Oleh karena itu, menyadap aren merupakan pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh masyarakat
Kasepuhan untuk menambah pendapatan mereka berupa uang. Selain itu, mereka juga memperoleh pendapatan dari menjual hasil kebun lain seperti sayur, buah-
buahan, dan kayu serta pekerjaan lainnya sebagai tukang ojek dan kuli. Penyadap aren di Sirna Resmi menyadap aren di pagi dan sore hari.
Penyadapan dilakukan oleh kepala keluarga atau anggota keluarga laki-laki yang memang memiliki ‗keahlian‘ karena dalam penyadapan nira aren tidak hanya
keahlian teknis yang diperlukan oleh setiap penyadap nira dalam pengelolaan pohon aren agar menghasilkan nira, tetapi juga penguasaan keahlian spiritual.
Setelah disadap, nira dimasak di atas tungku kayu. Untuk tugas memasak nira agar menjadi gula aren dilakukan oleh para istri. Gula aren lalu dicetak dengan
menggunakan cetak kelapa dan dibungkus dengan pelepah daun aren atau daun kelapa, dan gula disimpan di atap rumah atau para. Dari dua gula cetak yang
dijadikan satu, akan membentuk satu hulu atau satu kepala, dan dari lima hulu gula akan membentuk satu kojor gula. Gula cetak ini akan bertahan lama sampai
dua tahun. Jika gula cetak tersebut disimpan dalam jangka waktu yang lama, maka dari satu hulu atau satu kepala gula cetak akan muncul telur gula di dalamnya.
Telur gula ini merupakan gula berwarna putih yang terbentuk dari hasil endapan gula cetak.
5.2 Pola Penguasaan Aren dan Akses Terhadap Pohon Aren