tinggi dan memiliki lereng yang cukup curam. Kawasan ini juga berfungsi sebagai daerah resapan air serta merupakan penyedia air bagi masyarakat Kasepuhan.
Leuweung titipan merupakan hutan yang dianggap keramat oleh masyarakat Kasepuhan. Masyarakat tidak boleh memungut hasilnya dan
memanfaatkannya kecuali atas izin sesepuh girang yang sebelumnya telah mendapatkan wangsit atau ilapat dari nenek moyang atau karuhun. Pemanfaatan
hutan ini dapat dibuka untuk dicadangkan menjadi pemukiman atau lahan garapan
3
. Bagi masyarakat Kasepuhan, leuweung titipan ini merupakan titipan dari para nenek moyang atau karuhun yang harus dijaga kelestarian dan
keasliannya. Di dalam leuweung titipan biasanya terdapat tempat keramat. Leuweung sampalan adalah hutan yang dapat dipungut hasilnya dan
dimanfaatkan oleh masyarakat, namun tetap dalam batas-batas aturan adat. Masyarakat dapat membuka lahan untuk huma, sawah, kebun atau talun,
menggembala ternak, atau mengambil kayu bakar. Biasanya hutan ini letaknya tidak jauh dari pemukiman penduduk.
4.4.3 Kebun atau Talun
Talun adalah bekas kawasan ladang atau huma, yang kemudian digarap dengan ditanami berbagai tanaman keras, buah-buahan dan palawija. Tanaman
pada kebun talun biasanya diwariskan secara turun temurun sehingga tanaman yang dikembangkan merupakan tanaman tahunan. Pohon buah-buahan seperti
manggis, nangka, rambutan, pisang, kelapa, jengkol, petai dan aren banyak dijumpai di kebun talun. Selain itu masyarakat juga biasa menanam tanaman
kayu. Kayu yang biasanya ditanam antara lain jengjengsengon Albazia falcataria, manglidcempaka Elmerrillia spp., m
ani’isurian Toona sureni Merr., tisuk Hibiscus macrophyllus, pasang Quercus spp., dan lain-lain.
Selain digunakan sebagai bahan baku membuat rumah, kayu biasanya dijual oleh warga. Kayu dapat dipanen setelah empat sampai enam tahun, dan dijual per
satuan meter kubik dengan harga Rp 400.000,00 sampai Rp 600.000,00 atau Rp 40.000,00 per pohon. Luasan kebun dan talun yang digunakan untuk lahan pohon
3
Kuswanda, 1999 dalam ICRAF, 2003 menyatakan konsep yang membedakan hutan titipan menjadi dua, yaitu hutan titipan yang berhubungan dengan hal-hal keramat sehingga perlu
dipertahankan dan hutan awisan yang digunakan sebagai hutan cadangan.
aren relatif kecil 0,59 bila dibandingkan dengan tata guna lahan lainnya RMI 2003.
4.4.4 Sawah
Lahan sawah yang ada di wilayah Kasepuhan merupakan pengembangan dari pemanfaatan lahan ladang atau huma yang telah dilakukan sebelumnya oleh
masyarakat. Biasanya lahan ladang yang dikembangkan menjadi lahan sawah ini adalah bekas ladang yang dianggap memiliki pengairan yang cukup sehingga
cocok bila dijadikan lahan sawah. Meskipun begitu, menurut Asep 2000 dalam ICRAF 2003, sistem
pertanian sawah bukan merupakan pola tradisional masyarakat Kasepuhan, melainkan hanya merupakan proses adaptasi terhadap tekanan populasi yang
semakin kuat dan berkurangnya lahan garapan. Walaupun tidak dianjurkan oleh karuhun, sistem pertanian ini dapat memenuhi jaminan subsistensi masyarakat
Kasepuhan, bahkan secara ekonomis hasil panen sawah lebih menguntungkan daripada hasil huma. Uniknya, penanaman padi yang dilakukan masyarakat
Kasepuhan baik di sawah maupun di huma hanya dilakukan satu kali dalam setahun, sesuai dengan anjuran karuhun mereka. Kegiatan bertani di sawah
umumnya dipandu oleh pembacaan terhadap kedudukan konstelasi bintang kidang dan karti dengan dasar perhitungan yang menggunakan bulan Islam RMI 2000.
Dasar perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: a.
Tanggal kereti turun beusi, tanggal kidang turun kujang, tilem kidang turun kungkang, yang bermakna warga Kasepuhan harus sudah mempersiapkan alat-
alat untuk bertani. b. Kidang ngarangsang ti wetan, kerti ngarangsang ti kulonkidang kerti
pahareup-hareup yang merupakan tanda musim kemarau yang lama, ini dijadikan tanda saat membakar ranting dan daun di huma.
c. Kerti mudun, kidang matang mencrang di tengah langit yang berarti tiba saat menanam padi di huma ngaseuk.
d. Kidang medang turun kungkang artinya bintang kidang dan kerti mulai hilang dari pandangan, yang biasanya menandakan akan datang kungkang hama
padi.
e. Kerti kidang ka kulon, konstelasi ini menjadi tanda datangnya musim hujan. Panen biasanya dilakukan mulai dari bulan April. Setelah dipanen, padi
dipocong atau diikat lalu dijemur dengan menggunakan bambu atau disebut dengan dilantay. Dari dua ikat padi basah menjadi satu ikat padi kering. Setelah
kering, padi dimasukkan ke dalam leuit atau lumbung padi. Hasil padi yang diperoleh masyarakat disisihkan untuk dimasukkan ke dalam Leuit Kasepuhan
atau leuit girang. Untuk per 50 ikat padi, biasanya warga memasukkan 1 ikat ke dalam leuit girang.
Ada kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat Kasepuhan bahwa siapa yang menggarap lahan pertanian dan bermatapencaharian sebagai petani, tentu
hidupnya tidak akan kekurangan. Kebutuhan untuk makan setiap hari akan dapat dicukupi dari hasil taninya. Kalaupun tidak cukup dapat meminjam padi kepada
leuit girang Rahmawati et al 2008. Namun kebanyakan warga merasa bahwa kebutuhan makan mereka sudah tercukupi untuk setahun dari hasil panen bahkan
lebih sehingga masih ada sisa padi di leuit rumahtangga masing-masing. Oleh karena itu mereka tidak perlu lagi meminjam padi ke leuit girang.
4.5 Karakteristik Rumahtangga Pemanfaat Aren di Masyarakat