Tabel 5. Jumlah Sarana Pembangunan Menurut Jenis Sarana di Desa Sinar Resmi
No Jenis Sarana Pembangunan Jumlah
1. Agama
a. Masjid b. Mushola
c. Sarana Lainnya 7 buah
8 buah -
2.
Pendidikan
a. Pendidikan Umum 1. Pendidikan Dasar
2. SLTP 3. SLTA
6 gedung, 42 guru, 682 murid 1 gedung, 8 guru, 65 murid
b. Pendidikan Khusus 1. Pondok Pesantren
2. Madrasah 3. Sarana Pendidikan Non Formal
1 gedung, 8 guru, 21 murid 2 gedung, 13 guru, 212 murid
SL-AEP : 14 kelompok PAUD : 7 kelompok
3. Sarana Perhubungan
a. Jalan b. Jembatan
12 ruas 20 buah
4. Komunikasi
Jumlah Komunikasi 1 jenis, 1 buah
Sumber : Data Desa Sirna Resmi 2010
Komunikasi dengan handphone sudah dapat dilakukan dari desa ini. Di Sirna Resmi sudah ada tower milik operator telepon seluler XL sejak tahun 2006
lalu. Dalam bidang informasi, media utama adalah televisi. Media cetak, seperti koran, hanya dapat diperoleh di Pelabuhan Ratu. Siaran televisi dapat dinikmati
sepanjang hari, tergantung pada ketersediaan listrik.
4.3 Masyarakat Kasepuhan
Masyarakat yang tinggal di Desa Sirna Resmi merupakan bagian dari komunitas masyarakat Kasepuhan Banten Kidul. Masyarakat ini masih
menjalankan pola perilaku sosio-budaya tradisional yang mengacu pada karakteristik budaya pada abad ke-18 Asep 2000 dalam Hanafi et al 2004. Desa
Sirna Resmi juga merupakan wilayah pusat pemerintahan dari masyarakat Kasepuhan.
Desa Sirna Resmi ini merupakan pusat dari tiga Kasepuhan, yaitu Kasepuhan Sinar Resmi, Kasepuhan Cipta Mulya, dan Kasepuhan Cipta Gelar.
Masing-masing Kasepuhan memiliki pemimpin yang disebut Abah, yang tinggal
bersama keluarganya di Imah Gede. Para pengikut atau incu putu dari masing- masing Kasepuhan tersebar di Desa Sirna Resmi dan luar desa, bahkan tersebar
juga di Kabupaten Bogor, Lebak, dan Sukabumi . Masyarakat Kasepuhan masih menjalankan kehidupan sehari-hari dengan
pola hidup yang terkerangka dalam serangkaian upacara adat dengan tata caranya masing-masing. Mereka masih menganut filosofi tatali paranti karuhun yang
memiliki makna bahwa mereka mengikuti dan menaati serta mematuhi tuntutan rahasia hidup seperti yang dilakukan karuhun atau nenek moyang mereka. Filosofi
tersebut menjadi landasan moral dan etik serta pelaksanaannya bukan hanya terbatas pada tataran religius, namun tercermin juga dalam institusi sosial, sistem
kepemimpinan, dan tata cara berinteraksi dengan alam Hanafi et al 2004. Dalam tatali paranti karuhun dijabarkan juga tentang keyakinan masyarakat Kasepuhan
yang telah dipengaruhi oleh Islam. Terdapat tiga aspek yang harus selalu diperhatikan dalam kehidupan masyarakat yaitu tilu sapamulu, dua sakarupa, dan
hiji eta keneh.
Sumber: Hanafi et al 2004
Gambar 3. Konsep Tilu Sapamulu, Dua Sakarupa, dan Hiji Eta Keneh Konsep tilu sapamulu terdiri dari tekad, ucap dan lampah, buhun, nagara,
dan syara, serta nyawa, raga, dan papakean. Tekad, ucap dan lampah merupakan cerminan ucapan dan tingkah laku yang harus berlandaskan niat yang dapat
dipertanggungjawabkan, yang secara kemanusiaan keadaan trsebut merupakan
Raga Nagara
Ucap
Nyawa Buhun
Tekad
Papakean Syara
Lampah
gambaran yang terdiri atas unsur jiwa nyawa, raga, dan perilaku yang harus selaras papakean. Maksud dari papakean atau pakaian mengandung makna
bahwa masyarakat Kasepuhan memiliki kebudayaan tersendiri yang mereka jaga dan lindungi sehingga makna pakaian disini berarti merupakan cerminan akhlak
dan sikap mental. Simbol tersebut akan memperlihatkan jati diri masyarakat yang berupa aturan, adat, dan agama. Sedangkan aspek buhun kepercayaan adat,
nagara negara dan syara agama merupakan peleburan yang menunjukkan bahwa sikap terbuka dan pengakuan masyarakat Kasepuhan terhadap perubahan
bernegara dari kerajaan menjadi negara Indonesia dan hadirnya keyakinan yang lain yaitu Islam Hanafi 2004. Lebih jelasnya, aspek-aspek dalam tatali paranti
karuhun tersebut digambarkan sebagai berikut. 1.
Tilu Sapamulu Tekad
Ucap Lampah
Buhun Nagara
Syara Nyawa
Raga Papakean
2. Dua Sakarupa Nyawa dan Raga
= Makhluk Hidup Telanjang Nyawa dan Papakean
= Makhluk Goib Raga dan Papakean
= Mayat Telanjang 3. Nu Hiji Eta-Eta Keneh
Nyawa + Raga + Papakean = Makhluk Hidup Berpakaian
Sumber: Hanafi et al 2004
Gambar 4. Penjelasan dari Konsep Tilu Sapamulu, Dua Sakarupa, dan Hiji Eta Keneh
Dalam masyarakat Kasepuhan terdapat dua struktur kepemimpinan, yaitu kepemimpinan adat dan kepemimpinan formal. Pemimpin masyarakat adat, yang
disebut abah, memegang peranan sentral dalam merumuskan, mengajarkan, dan menegakkan aturan-aturan khususnya aturan tidak tertulis yang berlaku sehari-
hari dalam masyarakat Suharjito dan Saputro 2008. Selain itu, untuk tingkat kampung peranan pemimpin adat tersebut diwakili oleh kokolot lembur. Berbagai
kegiatan sehari-hari, musiman, ataupun tahunan mengacu pada tataran adat misalnya dalam bidang pertanian mulai dari persiapan lahan sampai seren taun,
siklus hidup manusia kelahiran, khitanan, pernikahan, kematian, dan acara keagamaan.
Pemimpin yang kedua yaitu Kepala Desa dan Kepala Dusun yang berperan dalam urusan pemerintah desa. Adanya kepala desa dan kepala dusun
berperan sebagai jembatan bagi masyarakat desakampung dengan pemerintah kabupaten, provinsi, dan nasional. Program-program pembangunan seperti
program pertanian, kesehatan, pendidikan, dan lainnya, yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dapat dilaksanakan oleh masyarakat melalui peran pemerintah
desa. Selan itu, kerjasama dengan pemimpin adat dan perangkatnya pun merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan program-program pembangunan
tersebut.
4.4 Bentuk-bentuk Sumberdaya Hutan dan Pertanian Masyarakat