Penguasaan dan Akses Sumberdaya Hutan

dimanfaatkan masyarakat lokal sebagai salah satu sumberdaya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Beberapa masyarakat lokal hutan yang ada di Indonesia masih mengelola hasil hutan secara tradisional, salah satunya masyarakat Kasepuhan di Jawa Barat. Dalam laporan CIFOR Kusters dan Belcher 2004. disimpulkan bahwa semakin banyak HHBK yang dieksploitasi untuk mata pencaharian, maka akan semakin sedikit kontribusinya bagi konservasi hutan. Pemungutan yang dilakukan secara komersial cenderung akan mengakibatkan kepunahan. Sebaliknya, produksi HHBK menimbulkan dampak konservasi yang positif pada skala tata ruang dengan menyediakan alternatif kegiatan pertanian dan penggunaan lahan lainnya yang lebih ramah lingkungan.

2.3 Penguasaan dan Akses Sumberdaya Hutan

Penguasaan sumberdaya dapat menentukan kinerja pengelolaan sumberdaya hutan. Menurut Kartodihardjo 1999 dalam Sudarmalik, et al 2006, penguasaan sumberdaya menentukan bentuk kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya. Kelembagaan tersebut secara langsung berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan. Sistem pengelolaan sumberdaya hutan tersebut dibagi menjadi tiga bentuk kepemilikan, yaitu: 1. Private Property Right hak kepemilikan pribadi 2. State Property Right hak kepemilikan negara 3. Common Property Right hak kepemilikan bersama Ribot dan Peluso 2003 dalam Kartodihardjo 2006 menawarkan konsep akses sebagai suatu kemampuan untuk mendapatkan manfaat dari sesuatu, yang dibedakan dengan mendapatkan manfaat yang diperoleh dari adanya hak property rights. Hak merupakan klaim terhadap sumberdaya, yang mana klaim tersebut dapat ditegakkan dan didukung oleh masyarakat dan negara melalui hukum atau konvensi. Mempunyai akses berarti mempunyai kemampuan untuk mendapatkan manfaat dari suatu sumberdaya tertentu yang dapat dilakukan karena adanya kekuasaan untuk itu. Kekuasaan yang dimaksud dapat terwujud melalui berbagai mekanisme, proses, maupun hubungan-hubungan sosial sehingga akan terdapat kumpulan atau jaringan kekuasaan yang memungkinkan seseorang atau lembaga mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi praktek-praktek implementasi di lapangan. Dalam dinamika akses atas sumberdaya hutan memiliki jejak sejarah yang panjang dan harus dilihat sebagai sebuah rangkaian panjang dan berkesinambungan. Peluso 2006 menyatakan bahwa akses hutan yang dimiliki masyarakat dalam rangka membuka lahan akses hasil hutan, dan cara-cara yang ditempuh perseorangan atau rumahtangga untuk memperoleh dan melestarikan penguasaan atas petak tanah yang telah dibuka. Kano 1982 dalam Peluso 2006 mengemukakan bahwa dalam suatu desa umumnya terdapat lahan tidur yang bersifat komunal. Lahan tidur tersebut dapat dikuasai dengan beberapa cara. Pertama, orang luar yang bukan penduduk tidak dapat mengubah lahan tidur menjadi lahan pertanian tanpa seizin kepala desa. Orang luar boleh mengakses lahan hanya selama mereka giat mengolahnya, bila pindah atau menelantarkan lahan tersebut dan mati maka mereka kehilangan hak atas tanah tersebut. Orang luar juga tidak punya hak transfer dan lahan akan kembali menjadi milik desa bila orang tersebut pergi. Kedua, akses orang luar terhadap hasil hutan yang terdapat di lahan tidur sangat terbatas. Beberapa desa melarang orang luar mengakses hasil hutan. Namun dalam prakternya, penduduk desa dari luar sering diperbolehkan masuk dan dibebaskan mengakses dengan gratis produk yang mereka kumpulkan. Sementara itu, penduduk desa boleh mengumpulkan dan menggunakan hasil hutan dari lahan tidur sesukanya. Akan tetapi, terdapat pengecualian, misalnya pada pohon aren. Pohon aren yang berada di lahan tidur biasanya dibagi untuk semua penghuni desa yang melakukan kewajiban kerja Kano 1982 dalam Peluso 2006. Sifat hak atas aren yang demikian dikarenakan pohon aren yang tumbuh secara liar. Selain itu, hak atas pohon buah yang ditanam di lahan yang sudah dikonversikan menjadi lahan pertanian tapi lalu menjadi hutan kembali atau menjadi lahan tidur, dapat diturunkan kepada ahli waris si penanam.

2.4 Masyarakat Adat

Dokumen yang terkait

Analisis Kelayakan Usaha Gula Aren (StudiKasus :Desa Mancang, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat)

42 190 67

Adaptasi lingkungan masyarakat kasepuhan dalam pembangunan pertanian yang berkelanjutan (Studi kasus Kampung Ciptarasa, Desa Sirnarasa, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi)

0 8 180

Analisis ekonomi alokasi waktu, pendapatan dan kemiskinan rumahtangga nelayan di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi

0 6 203

Struktur Penguasaan Tanah Masyarakat dan Upaya Membangun Kedaulatan Pangan (Kasus Kampung Sinar Resmi, Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

1 13 176

Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

2 18 275

Analisis konflik sumberdaya hutan di kawasan konservasi: studi Kasus Kampung Sinar Resmi, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

0 21 260

Kepemimpinan Adat Dalam Kepatuhan Masyarakat Pada Norma Adat (Studi Kasus Di Kasepuhan SRI Desa Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi Jawa Barat).

8 67 147

Etnozoologi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

4 20 50

View of Proses Pembuatan dan Pendapatan Petani Gula Aren di Desa Elusan Kecamatan Amurang Barat

0 0 9

Total Pendapatan Hasil Aren (RpTahun) Gula Merah Tuak

0 0 12