yang yang mengumpulkan gula aren dari perajin aren bagi empat desa, yaitu Desa Sirna Resmi, Desa Cicadas, Desa Sirnagalih, dan Desa Cikadu. Akan tetapi, saat
ini koperasi tersebut sudah tidak berjalan lagi karena peran pengumpul gula semut diambil alih oleh para pengumpul gula semut yang jumlahnya semakin banyak,
dan setidaknya setiap kampung memiliki satu sampai dua pengumpul gula aren. Penyebab lainnya yaitu adanya jaringan sosial yang terbentuk karena adanya
hubungan informal sesama anggota komunitas Kasepuhan. Kepercayaaan yang terbangun dari hubungan antar individu yang sudah terjalin lama, dan terlibat
dalam perilaku ekonomi berpengaruh terhadap pemasaran gula aren itu sendiri. Eksistensi koperasi yang diharapkan dapat menjadi fasilitator para penyadap aren
menjual hasil arennya kepada konsumen ternyata tidak berjalan sesuai harapan. Hubungan yang sudah terjalin erat antara penyadap aren dengan pengumpul
sebelumnya membuat penyadap lebih memilih untuk menjual hasil gula semutnya kepada para pengumpul daripada ke koperasi.
5.6 Ikhtisar
Pemanfaatan aren dilakukan sejak awal komunitas Kasepuhan terbentuk, sehingga pohon aren merupakan bagian dari keberadaan masyarakat Kasepuhan
dari dulu hingga sekarang. Manfaat yang dimiliki pohon aren dari seluruh bagian- baginannya membuat pohon aren sangat ‗dihormati‘ oleh masyarakat Kasepuhan.
Bahkan masyarakat Kasepuhan secara turun menurun memberikan wejangan dan filosofi yang berkaitan dengan pohon aren yaitu agar hidup dengan memberi
banyak manfaat seperti pohon aren dan selalu melestarikan pohon aren agar membawa berkah bagi kehidupan masyarakat Kasepuhan.
Pohon aren yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah pohon aren tumbuh di kebun talun milik masyarakat karena adanya musang yang menyebarkan benih
aren melalui kotorannya. Aturan kepemilikan pohon aren sendiri didasarkan pada kepemilikan lahan dimana pohon aren tersebut tumbuh, sehingga ketika pohon
aren tersebut tumbuh di lahan atau kebun milik salah satu warga, berarti kepemilikan pohon aren tersebut dimiki oleh warga yang bersangkutan dan
pemilik lahan tersebut berhak untuk memanfaatkan pohon aren itu. Sistem kepemilikan pohon aren dapat diwariskan bersamaan dengan diwariskannya lahan
talun. Kepemilikan atas pohon aren hanya dapat dialihkan dengan cara menjual
pohon tersebut kepada pihak lain. Namun, jika pemilik pohon tersebut tidak memiliki ‘keahlian‘ untuk menyadap aren, maka pemilik tersebut akan
memberikan hak penyadapan aren tersebut kepada pihak lain, baik keluarga atau kerabat yang memang memiliki keahlian dalam menyadap aren melalui sistem
bagi hasil atau maro. Dalam pemanfaatan pohon aren, terdapat aturan adat yang harus dipatuhi
oleh masyarakat Kasepuhan, antara lain harus menguasai doa-doa atau mantra pada saat akan memanfaatkan pohon aren maupun menebangnya; penyadapan
tidak boleh dilakaukan oleh sembarang orang dan harus dilakukan dengan hati yang bersih dan senang; serta tidak boleh menjual nira dalam bentuk cair,
maelainkan harus diolah dulu menjadi gula aren. Para penyadap aren dan masyarakat Kasepuhan masih meyakini bahwa dengan mematuhi aturan tersebut
maka pohon aren yang mereka miliki akan terus membawa berkah bagi masyarakat Kasepuhan.
Proses ekstraksi dan produksi gula aren seluruhnya dilakukan oleh penyadap aren tanpa ada pembagian kerja dengan kaum perempuan. Berbeda
dengan dahulu, perempuan masih memiliki peran dalam proses memasak gula aren. Namun saat ini pembagian kerja tersebut sudah tidak ditemukan lagi karena
para ibu atau istri hanya bekerja di sawah, ladang atau huma dan mengurus rumahtangga. Kebanyakan penyadap mengolah gula aren menjadi gula semut,
sedangkan gula kojor atau cetak hanya dibuat jika ada pesanan. Gula semut tersebut kemudian dijual kepada pengumpul dengan harga Rp 7.000,00 sampai Rp
10.000,00 per kilogram. Untuk gula cetak dijual seharga Rp 15.000,00 sampai Rp 25.000,00 per kojor atau dijual per hulu seharga Rp 3.000,00 sampai Rp 5.000,00.
Sebelumnya pernah dibentuk koperasi yang bernama KUB Karya Bakti untuk mengumpulkan gula semut bagi empat desa, yang salah satunya Desa Sirna
Resmi. Akan tetapi, koperasi tersebut tidak bertahan lama dan akhirnya ditutup. Tidak berjalannya koperasi gula aren yang pernah ada di Desa Sirna Resmi
dikarenakan adanya pengumpul gula aren yang lebih mendominasi. Selain itu, hubungan yang sudah terjalin erat antara penyadap aren dengan pengumpul
sebelumnya membuat penyadap lebih memilih untuk menjual hasil gula semutnya kepada para pengumpul daripada ke koperasi.
BAB VI KOMERSIALISASI AREN DAN PERANAN AREN BAGI