BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Definisi Kelembagaan
Kartodihardjo 1999 mendefinisikan kelembagaan sebagai suatu sistem yang kompleks, rumit, abstrak yang mencakup ideologi, hukum, adat istiadat,
aturan, kebiasaan yang tidak terlepas dari lingkungan. Kelembagaan ditekankan pada norma-norma perilaku, nilai budaya, dan adat istiadat. Menurut Schmid
1987 dalam Kartodihardjo et al 2004, kelembagaan adalah seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan
kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak
istimewa yang telah diberikan, serta tanggung jawab yang harus mereka lakukan. Hak-hak tersebut mengatur hubungan antar individu dan atau kelompok yang
terlibat dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya alam tertentu. Kelembagaan dicirikan oleh tiga hal utama: 1 hak-hak kepemilikan yang
berupa hak atas benda materi maupun non materi. 2 batas yuridiksi, dan 3 aturan representasi. Hak-hak kepemilikan mengandung pengertian tentang hak
dan kewajiban yang didefinisikan dan diatur oleh hukum adat atau tradisi yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat dalam hal kepentingannya
terhadap sumberdaya, situasi atau kondisi. Batas yuridiksi menentukan apa dan siapa yang tercakup dalam suatu masyarakat. Konsep ini dapat berarti suatu batas
wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga atau kelompok masyarakat sehingga batas ini berperan dalam mengatur alokasi
sumberdaya. Aturan representasi merupakan perangkat aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan. Perangkat aturan ini biasanya diatur oleh
hukum adat yang berlaku di masyarakat adat setempat. Menurut Koentjaraningrat 1997, kata ―kelembagaan‖ atau social
institution menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap established yang hidup constitued di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu
pemantapan perilaku ways yang hidup pada suatu kelompok orang; merupakan
sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau
bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial. Kelembagaan mengandung dua aspek, yaitu aspek kultural dan
aspek struktural. Dalam aspek kultural terdapat nilai, aturan, norma, kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi, dan lain-lain.
Sementara aspek struktural berisi struktur, peran, hubungan antar peran, integrasi antar bagian, struktur umum, perbandingan stuktur tekstual dengan struktur riil,
struktur kewenangan, hubungan kegiatan dengan tujuan, aspek solidaritas, keanggotaan, pola kekuasaan, dan lain-lain. Kedua aspek ini bersama-sama
membentuk dan menentukan perilaku seluruh orang dalam kelembagaan tersebut dan merupakan komponen pokok dalam setiap kelompok sosial Syahyuti 2006.
Masih dalam Syahyuti 2006, secara sederhana sesuatu hubungan sosial dapat disebut sebagai sebuah kelembagaan apabila memiliki empat komponen,
yaitu adanya: 1. Komponen person, yaitu orang-orang yang terlibat di dalam satu kelembagaan
dapat diidentifikasi dengan jelas. 2. Komponen kepentingan, yaitu orang-orang tersebut diikat oleh satu
kepentingan atau tujuan sehingga di antara mereka terpaksa harus saling berinteraksi dan membentuk jaringan sosial.
3. Komponen aturan. Setiap kelembagaan mengembangkan seperangkat kesepakatan yang dipegang secara bersama, sehingga seseorang dapat
menduga apa perilaku orang lain dalam lembaga tersebut. 4. Komponen struktur. Setiap orang memiliki posisi dan peran, yang harus
dijalankannya secara benar. Orang tidak bisa mengubah posisinya dengan kemauan sendiri.
Terkait dengan komponen kepentingan, individu-individu terikat dalam suatu jaringan sosial. Granoveter 1992 dalam Damsar 1997 menyebutkan
bahwa kelembagaan atau institusi yang berhubungan dengan ekonomi dikonstruksi dengan mobilisasi sumber-sumber melalui jaringan sosial yang
dibangun dengan pertimbangan latar belakang masyarakat, politik, pasar, dan
teknologi. Dalam perilaku ekonomi tersebut melekat konsep kepercayaan. Kepercayaan tersebut muncul bukan secara tiba-tiba, melainkan terbentuk dari
proses hubungan antar pribadi yang sudah lama terlibat dalam perilaku ekonomi secara bersama. Kuat lemahnya suatu ikatan jaringan sosial tersebut
mempengaruhi akses dan kesempatan individu tersebut untuk mengetahui ketersediaan pekerjaan atau akses terhadap sumberdaya.
2.2 Hasil Hutan