minyak lemak, bahan pewarna, bahan penyamak, bahan karet, getah-getahan dst. Sedangkan HHBK hewani dapat berasal dari jenis-jenis hewan dan berbagai
macam serangga seperti madu, sutra, dst.
2.2.1 Hasil Hutan Bukan kayu
Hasil Hutan Bukan Kayu HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani dan turunannya yang berasal dari hutan kecuali kayu Permenhut
No. 35 Tahun 2007. HHBK yang sudah biasa dikomersilkan diantaranya cendana, gaharu, sagu, rotan, aren, sukun, bambu, sutera alam, madu, jernang,
kemenyan, kayu putih, kayu manis, kilemo, pinang, ylang-ylang, gemor, masohi, aneka tanaman hias, dan tanaman obat, serta minyak atsiri. Hasil hutan tersebut
dapat dikatakan sebagai HHBK unggulan. HHBK unggulan adalah jenis hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi ekonomi yang dapat dikembangkan
budidaya maupun pemanfaatannya di wilayah tertentu sesuai kondisi biofisik setempat guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Berbagai
manfaat dapat diperoleh dari HHBK ini antara lain; sandang, papan, pewangi, pewarna, pemanis, penyamak, pengawet, bumbu dapur, perekat, kerajinan, bahan
obat-obatan, kosmetik dan bahan aneka industri lainnya. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No 35 tahun 2007, jenis
komoditi HHBK digolongkan ke dalam 2 dua kelompok besar yaitu kelompok hasil hutan dan tanaman dan kelompok hasil hewan. Kelompok Hasil Hutan dan
Tanaman terdiri dari a Kelompok Resin, b Kelompok minyak atsiri, c Kelompok minyak lemak, d Kelompok karbohidrat, e Kelompok buah-buahan,
f Kelompok tannin, g Bahan pewarna, h Kelompok getah, i Kelompok tumbuhan obat, j Kelompok tanaman hias, k Kelompok palma dan bambu, dan
l Kelompok alkaloid. Sedangkan untuk Kelompok Hasil Hewan terdiri dari Kelompok Hewan buru, Kelompok Hasil Penangkaran arwana irian, buaya,
kupu-kupu, rusa, dan Kelompok Hasil Hewan burung walet, kutu lak, lebah, ulat sutera
Berbagai jenis tanaman penghasil HHBK merupakan tanaman serbaguna yang dapat memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat setempat dan
manfaat lingkungan untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Sedangkan
pemanfaatan jenis HHBK hewani selama ini masih terbatas pada beberapa jenis hewan dan fokus pengelolaannya masih berorientasi untuk keperluan konservasi
Surat Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Arahan Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu.
Hasil hutan baik berupa kayu dapat memberikan nilai ekonomis yang tinggi. Nilai ekonomis ini membuat pengelolaan hutan lebih menitikberatkan pada
produk kayu. Bahkan eksploitasi hutan pun dapat terjadi karena keuntungan yang dapat diraih dari hasil hutan kayu memberikan devisa bagi Negara. Hasil hutan
bukan kayu pun memiliki nilai ekonomis. Namun jika dibandingkan, tentu saja hasil hutan berupa kayu dinilai lebih menguntungkan daripada hasil hutan bukan
kayu. Walau demikian, hasil hutan bukan kayu terbukti lebih bernilai dibandingkan hasil kayu dalam jangka panjang Balick dan Mendelsohn 1992
dalam Oka dan Achmad 2005
2.2.2 Komersialisasi Hasil Hutan Bukan Kayu