Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

PENGEMBANGAN EKOWISATA

6.1 Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata

Islami Curug Cigangsa Mulai tahun 2012, Curug Cigangsa telah dibuka menjadi daerah tujuan wisata. Diduga akan terjadi friksi-friksi sosial dengan dibukanya tempat tujuan wisata tersebut. Dalam sub bab ini, dilihat bagaimana persepsi masyarakat atas pengembangan kawasan ekowisata tersebut. Khususnya apakah secara sosial masyarakat lokal siap menghadapi friksi dan konsekuensi atas hadirnya sebuah kawasan wisata. Hal-hal yang diukur dalam sub bab ini ialah persentase masyarakat yang setuju dan tidak setuju dengan dibukanya kawasan ekowisata berdasarkan tingkatan usia dan jenis kelamin. Curug Cigangsa merupakan salah satu tempat ekowisata yang terdapat di Kabupaten Sukabumi. Seperti kebanyakan ekowisata di Kabupaten Sukabumi lainnya, ekowisata Curug Cigangsa juga menawarkan keindahan alam dan beberapa keunikan yang membedakannya dengan lokasi ekowisata lainnya. Keunikan tersebut antara lain munculnya konsep “Ekowisata Islami”. Berdasarkan beberapa pertanyaan yang telah diajukan kepada seluruh responden dan satu informan kunci, awal mulanya pencetusan ide untuk membuka lokasi Curug Cigangsa menjadi kawasan ekowisata, dilakukan oleh PLP-BK. Pencetusan ide ini pada awal mulanya tidak mendapat sambutan hangat dari masyarakat Kampung Batusuhunan. Masyarakat tidak setuju apabila Curug Cigangsa dijadikan obyek wisata. Setelah dua tahun berlalu sejak dicetuskannya ide ini, maka masyarakat Kampung Batusuhunan diwakili oleh tokoh adat yang dipercaya masyarakat menyetujui ide yang dicetuskan oleh PLP-BK. Persetujuan ini juga diikuti oleh beberapa syarat yang diajukan masyarakat. Syarat tersebut antara lain untuk mengangkat konsep “Ekowisata Islami” menjadi konsep ekowisata Curug Cigangsa, dan ikut melibatkan masyarakat setempat dalam pembangunan dan pengelolaan lokasi ekowisata. Seperti yang dikemukakan oleh informan kunci HBY70 tahun. “... kami setuju untuk menjadikan Curug Cigangsa menjadi lokasi ekowisata dengan dua syarat, yaitu memakai konsep “Ekowisata Islami” dan yang mengerjakan harus masyarakat setempat. Ini dikarenakan, dengan memakai nama Islami, maka diharapkan segala kegiatan di Curug Cigangsa tidak akan keluar dan kaidah-kaidah Islam ...” Hampir semua responden menjawab awalnya mereka tidak setuju dengan dibukanya Curug Cigangsa menjadi lokasi ekowisata. Akan tetapi, dengan adanya konsep “Ekowisata Islami”, sebagian besar responden yakin bahwa dibukanya lokasi ekowisata Curug Cigangsa tidak akanhanya akan memberikan dampak negatif yang kecil terhadap masyarakat dan lingkungan. Berikut ini adalah jumlah responden yang setuju dan tidak setuju dengan pengembangan kawasan ekowisata saat ini berdasarkan data yang telah diambil di lapangan. Jumlah dan persentase responden yang setuju dan tidak setuju dengan pengembangan kawasan ekowisata dibagi berdasarkan jenis kelamin dan tingkat usia. Data yang telah diperoleh dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Persepsi terhadap Pengembangan Ekowisata di Kampung Batusuhunan, Tahun 2012 Karakteristik Persepsi terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata Total Setuju Tidak Setuju Jenis Kelamin Pria 80,0 20,0 100,0 Wanita 86,7 13,3 100,0 Tingkat Usia Muda 90,0 10,0 100,0 Menengah 80,0 20,0 100,0 Tua 80,0 20,0 100,0 Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah pria yang tidak setuju dengan pengembangan kawasan saat ini lebih tinggi dari jumlah wanita yang tidak setuju. Sehingga jumlah responden yang setuju dengan pengembangan ekowisata lebih banyak responden wanita daripada responden pria. Akan tetapi, sebagian besar responden menyetujui pengembangan kawasan ini menjadi kawasan ekowisata. Data-data tersebut dapat disebabkan beberapa hal, antara lain : 1. Responden wanita cenderung lebih mengikuti keputusan dari pusat selama itu dinilai tidak merugikan mereka. Sehingga ketika dicetuskannya ide untuk membuka kawasan ini menjadi kawasan ekowisata, lebih banyak responden wanita yang setuju dibandingkan dengan responden pria. Hal ini disebabkan peran wanita dalam masyarakat Kampung Batusuhunan kurang dianggap dan tidak terlalu terlihat dibandingkan peran pria. 2. Lebih banyak responden pria yang tidak setuju dengan pengembangan kawasan dibandingkan dengan responden wanita dikarenakan responden pria masih memiliki tingkat ketakutan yang lebih akan munculnya kemungkinan dampak negatif dari ekowisata terhadap kehidupan masyarakat setempat dibandingkan responden wanita. Hal ini disebabkan responden pria khawatir kebudayaan Islami yang selama ini dijalankan di Kampung Batusuhunan akan luntur akibat pengaruh dari luar dan nantinya dapat merubah gaya hidup masyarakat. 3. Responden di Kampung Batusuhunan sudah yakin terhadap pengembangan kawasan ekowisata Curug Cigangsa dengan konsep “Ekowisata Islami”. Sehingga ketika kawasan ini sudah direncanakan untuk dibuka, lebih banyak responden yang setuju. Sedangkan berdasarkan tingkatan usia, golongan usia menengah dan tua yang saat ini tidak setuju dengan pengembangan kawasan ekowisata Curug Cigangsa lebih banyak dibandingkan responden yang berasal dari golongan usia muda. Hal ini dapat disebabkan: 1. Responden pada golongan usia menengah dan tua lebih takut akan kemungkinan munculnya dampak negatif dari kegiatan ekowisata terhadap kehidupan masyarakat Kampung Batusuhunan. Responden pada golongan usia menengah dan tua tidak ingin kehidupan masyarakat yang selama ini sangat Islami menjadi mengikuti gaya hidup wisatawan yang datang dari berbagai tempat. 2. Responden pada golongan usia muda lebih setuju dengan pengembangan kawasan dikarenakan golongan usia muda memiliki kepercayaan bahwa pengembangan kawasan ekowisata ini akan memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Responden pada golongan usia muda lebih sering mengunjungi tempat-tempat lain di luar Kampung Batusuhunan dan sampai saat ini hal itu tidak merubah gaya hidup mereka yang sangat Islami. Berdasarkan data kualitatif, responden yang setuju dengan pengembangan kawasan ekowisata memiliki beberapa alasan, antara lain : a. Kampung Batusuhunan akan lebih maju dengan adanya pengembangan kawasan ekowisata. b. Pendapatan masyarakat setempat akan meningkat. c. Terbukanya lapangan pekerjaan baru. d. Semakin banyaknya wisatawan yang mengunjungi Curug Cigangsa. e. Infrastruktur semakin lengkap karena mendapat bantuan dana dari pemerintah. Sedangkan ketidaksetujuan warga disebabkan ketakutan akan berubahnya fungsi Curug Cigangsa yang awalnya hanya untuk tempat wisata menjadi tempat untuk berbuat hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti yang diutarakan oleh salah satu warga yang tidak setuju MRH46 tahun. “… saya tidak setuju karena saya takut nantinya Curug Cigangsa akan dijadikan tempat mesum oleh para wisatawan. Tapi setelah dibangun, mau bagaimana lagi. Saya harus menerima karena lebih banyak yang setuju …” Setelah mendapat persetujuan dari masyarakat dan dana dari pemerintah kabupaten sudah turun, pembangunan infrastruktur mulai dilakukan oleh masyarakat setempat. Hal ini merupakan salah satu bentuk dukungan yang dilakukan masyarakat terhadap pengembangan kawasan ekowisata Curug Cigangsa. Pembangunan infrastruktur berfokus pada pembangunan jalan setapak dan tangga-tangga kecil di Curug Cigangsa yang nantinya akan memudahkan wisatawan. Masyarakat juga membangun tempat pembuangan sampah akhir yang terdiri dari tiga bagian dan juga penyediaan tempat sampah kecil di beberapa lokasi di Curug Cigangsa. Untuk kenyamanan wisatawan, masyarakat juga membuat tiga tempat untuk beristirahat yang terbagi di beberapa lokasi di Curug Cigangsa. Toilet untuk wisatawan juga sudah tersedia dengan jumlah dan kondisi yang cukup memadai. Pembukaan kawasan Curug Cigangsa menjadi lokasi ekowisata telah membawa pengaruh, baik terhadap kondisi kampung dan Curug Cigangsa sendiri. Jalan di curug yang tadinya cukup terjal, kini sudah nyaman untuk dilewati. Masyarakat menggunakan nama “Ekowisata Islami” sebagi konsep ekowisata agar segala peraturan dan pedoman dalam pengembangannya didasarkan kaidah- kaidah dan ketentuan-ketentuan yang diajarkan Islam sehingga diharapkan semua wisatawan yang datang dan berkunjung ke Curug Cigangsa, akan menghormati norma-norma yang diajarkan oleh Islam. Hal ini bertujuan agar segala dampak negatif yang biasanya timbul dari pengembangan kawasan ekowisata, seperti perubahan gaya hidup dan berpakaian masyarakat, lunturnya kebudayaan, perubahan orientasi hidup masyarakat, dan dampak negatif lainnya dapat dihindari. Hal ini membuktikan masyarakat setempat sudah dapat mengantisipasi kemungkinan munculnya dampak negatif dan sudah dapat melihat kemungkinan dampak positif dari ekowisata. Oleh karena itu, pada sub bab selanjutnya akan dilihat persepsi masyarakat terhadap dampak ekowisata.

6.2 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Ekowisata