Gambaran Umum Curug Cigangsa .1
Batusuhunan merupakan kawasan yang memiliki unsur Islam yang sangat kuat. Masyarakat Kampung Batusuhunan yang 100 persen beragama Islam
mengatakan sering mendengar suara adzan dan suara orang sholat di dekat bendungan. Hal ini dipercaya masyarakat sebagai pertanda bahwa di Kampung
Batusuhunan terdapat penunggu yang beragama Islam yang menjaga kampung tersebut. Menurut informan kunci yang merupakan tokoh adat di Kampung
Batusuhunan, disana terdapat makam salah satu Wali Songo sehingga banyak orang yang mengunjungi Kampung Batusuhunan untuk ziarah ke makam tersebut.
Berikut penuturan tokoh adat di Kampung Batusuhunan HBY70 tahun.
“… dari bendungan sering terdengar suara adzan dan suara orang yang sedang sholat. Masyarakat setempat percaya bahwa Kampung Batusuhunan dilindungi
oleh penunggu yang juga beragama Islam. Kami tidak keberatan dan tidak takut selama tidak ada yang diganggu. Di sini juga terdapat makam salah satu Wali
Songo, oleh karena itu sejak dahulu memang sudah banyak orang yang datang ke Kampung Batusuhunan untuk berziarah
…”
Kampung Batusuhunan terdapat di RW 08 Kelurahan Surade. Kampung ini memiliki 107 jiwa penduduk yang terbagi ke dalam 33 KK dengan jumlah pria 54
jiwa 50,5 persen dan wanita 53 jiwa 49,5 persen. Penduduk di Kampung Batusuhunan 100 persen beragama Islam, oleh karena itu adanya konsep
“Ekowisata Islami” sebagai konsep ekowisata di Curug Cigangsa sangat didukung oleh masyarakat Kampung Batusuhunan sebagai pengelola dan penanggung jawab
lokasi Curug Cigangsa tersebut. Konsep ini diharapkan dapat mencegah adanya perubahan gaya hidup, kebudayaan dan orientasi masyarakat yang awalnya
berpedoman dengan ajaran Islam menjadi terpengaruh oleh beberapa budaya dari luar yang tidak sesuai dengan prinsip masyarakat Kampung Batusuhunan.
4.3 Gambaran Umum Curug Cigangsa 4.3.1
Sejarah Ekowisata Islami Curug Cigangsa
Curug Cigangsa merupakan salah satu kekayaan alam yang terdapat di
Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi. Curug Cigangsa
terdiri dari dua tingkat dan diperkirakan terbentuk akibat gempa yang cukup kuat sehingga mengakibatkan longsor. Curug ini memiliki debit air yang
kecil, hal ini dikarenakan di bagian hulunya dibendung untuk keperluan irigasi.
Curug Cigangsa memiliki dinding batu yang berwarna kehitaman sebagai landasan air mengalir.
Pada awalnya Curug Cigangsa ini belum dijadikan lokasi ekowisata. Baru pada tahun 2008 tercetus gagasan oleh pemerintah daerah untuk membuka
kawasan ini menjadi kawasan ekowisata. Hal ini tidak dapat langsung terlaksana dikarenakan masyarakat setempat tidak setuju dengan dibukanya kawasan Curug
Cigangsa menjadi lokasi ekowisata. Masyarakat merasa apabila kawasan ini dibuka menjadi kawasan ekowisata, maka akan banyak pengaruh dari luar yang
masuk ke lingkungan masyarakat setempat. Masyarakat juga tidak ingin apabila kawasan Curug Cigangsa yang juga merupakan kawasan keramat menjadi rusak
akibat tingkah laku wisatawan yang tidak sesuai dengan peraturan dan kebiasaan yang melekat pada diri masyarakat.
Pada tahun 2010, muncul kembali ide untuk membuka kawasan ini menjadi kawasan ekowisata oleh PLP-BK Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis
Komunitas. PLP-BK ialah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah pusat dan ditempatkan di enam kabupaten tiap provinsi. Tujuan utama pembentukan PLP-
BK ialah untuk menciptakan tatanan kehidupan dan hunian yang tertata secara selaras, sehat, produktif, berjati diri, dan berkelanjutan. Fokus utama PLP-BK
adalah pada penguatan dan pengembangan sosial kapital melalui pengokohan nilai-nilai universal dan kearifan lokal, penguatan pelayanan masyarakat di bidang
ekonomi, lingkungan, sosial, serta membuka ruang kreativitas dan inovasi di masyarakat untuk menciptakan sumberdaya pembangunan pemukiman. Ciri
utama PLP-BK ialah Community Based Management, yakni menangani persoalan pemukiman melalui perencanaan, pelaksanaan, serta pengelolaan hasil-hasil
pembangunan yang dipelihara dan dikelola oleh masyarakat setempat. Tujuan dari PLP-BK membuka kawasan ini adalah untuk memajukan
masyarakat Kampung Batusuhunan. Setelah adanya pembicaraan yang cukup memakan waktu lama, akhirnya masyarakat Kampung Batusuhunan setuju apabila
kawasan ini dibuka untuk umum dengan syarat jenis ekowisata yang ditawarkan adalah “Ekowisata Islami” sehingga segala tingkah laku wisatawan yang ada
harus sesuai dengan kaidah-kaidah Islam. Masyarakat juga mengajukan syarat, yaitu segala bentuk pembangunan yang akan dilakukan di Curug Cigangsa dan
segala hal yang berhubungan dengan Curug Cigangsa harus dilakukan oleh masyarakat Kampung Batusuhunan.