Selain mempercayai norma dan mitos yang ada, masyarakat juga akan memberikan sanksi terhadap masyarakat Kampung Batusuhunan yang melanggar
norma dan mitos tersebut. Terutama norma dan mitos yang berhubungan dengan kaidah Islam. Penegakan peraturan ini dilakukan oleh para tokoh-tokoh
masyarakat yang terdapat di Kampung Batusuhunan. Norma dan mitos tersebut semakin dilestarikan sebagai pendukung konsep “Ekowisata Islami” yang
dijadikan konsep dalam kegiatan ekowisata yang ada di Curug Cigangsa. Adanya norma-norma dan mitos tersebut, diharapkan dapat mencegah dampak negatif
yang mungkin muncul dari pengembangan kawasan ekowisata di Curug Cigangsa.
5.3 Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Mitos dan Norma 5.3.1
Pengetahuan Masyarakat terhadap Mitos dan Norma
Kampung Batusuhunan merupakan kampung yang masih menjunjung tinggi kearifan lokal berupa norma-norma dan mitos-mitos yang menjadi pedoman
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya norma dan mitos, maka masyarakat lokal akan mampu meredam dampak negatif yang mungkin hadir dengan adanya
ekowisata di Curug Cigangsa. Pada sub bab ini, dilihat hubungan antara karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan masyarakat akan mitos dan
norma yang dianut dan dilestarikan di Kampung Batusuhunan. Dengan asumsi bahwa adanya tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mitos dan norma, maka
diharapkan masyarakat mampu dan siap terhadap datangnya ekowisata di Kampung Batusuhunan.
Responden yang diteliti dibagi ke dalam tiga tingkat usia berdasarkan Havighurst 1950 dalam Mugniesyah 2006 dan berdasarkan jenis kelamin.
Pembagian tersebut antara lain golongan usia muda yang berkisar antara usia 18 tahun-30 tahun, golongan umur menengah antara 31 tahun-50 tahun, dan
golongan umur tua, yaitu lebih dari 51 tahun. Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dibagikan, maka dapat dilihat bahwa setiap tingkatan usia dan jenis kelamin
memiliki pengetahuan yang tinggi terhadap mitos dan norma yang terdapat di lokasi ekowisata Curug Cigangsa. Untuk lebih jelasnya, data dan persentase
responden dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan terhadap Mitos dan Norma di Kampung Batusuhunan,
Tahun 2012
Karakteristik Tingkat Pengetahuan terhadap
Mitos dan Norma Total
Rendah Tinggi
Jenis Kelamin
Pria 100,0
100,0 Wanita
100,0 100,0
Tingkat Usia
Muda 100,0
100,0 Menengah 0
100,0 100,0
Tua 100,0
100,0 Tingkat pengetahuan akan dikatakan tinggi apabila jumlah skor yang
dihasilkan responden berkisar antara angka 16-20, sedangkan tingkat pengetahuan akan dikatakan rendah apabila jumlah skor yang dihasilkan responden berkisar
antara angka 10-15. Skor tersebut ditentukan melalui perhitungan nilai maksimum dan minimum berdasarkan jawaban responden. Sebanyak 100 persen responden
dari tiap tingkatan usia dan jenis kelamin memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mitos dan norma yang ada di Curug Cigangsa. Data tersebut
menunjukkan sebanyak 100 persen responden sangat mengetahui mengenai norma-norma dan mitos yang terdapat di Kampung Batusuhunan dan lokasi
ekowisata Curug Cigangsa. Tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mitos dan norma disebabkan beberapa hal, antara lain:
1. Responden merupakan masyarakat asli Kampung Batusuhunan, sehingga
responden sangat mengetahui mengenai norma-norma dan mitos-mitos yang terdapat di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa.
2. Norma-norma dan mitos-mitos yang ada sangat berkaitan dengan aturan dan
ajaran yang ada dalam agama Islam, sehingga responden yang 100 persen beragama Islam sudah sangat mengenal norma-norma tersebut sejak kecil.
3. Sebelum berkembang menjadi kawasan ekowisata, responden masyarakat
Kampung Batusuhunan sudah sepakat akan mengembangkan konsep “Ekowisata Islami” sebagai bentuk ekowisata Curug Cigangsa. Konsep
“Ekowisata Islami” sendiri akan dapat dilaksanakan apabila norma-norma
yang sudah ada semakin dilestarikan dan dikembangkan menjadi aturan-aturan
ekowisata di Curug Cigangsa. Oleh sebab itu, responden semakin melestarikan mitos dan norma dalam rangka mengembangkan konsep “Ekowisata Islami”.
4. Segala bentuk norma dan mitos yang diberikan dalam kuesioner, merupakan
norma dan mitos yang sudah ada sejak jaman leluhur, sehingga tingkat pengetahuan responden terhadap norma dan mitos tersebut sangat tinggi
karena responden sudah sangat mengenal mitos dan norma tersebut sejak masih kecil.
5. Tingkat kedekatan antara masing-masing warga di Kampung Batusuhunan
sangat tinggi, sehinga masing-masing individu sangat mengenal norma dan mitos yang ada melalui pembicaraan sehari-hari antar warga.
Berdasarkan data pada Tabel 3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh responden yang merupakan masyarakat asli Kampung Batusuhunan memiliki
tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mitos dan norma yang terdapat di Kampung Batusuhunan. Data pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa baik jenis
kelamin maupun tingkat usia tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap tingkat pengetahuan.
5.3.2 Sikap Masyarakat dalam Menghadapi Kemungkinan Dampak
Negatif
Masyarakat Kampung Batusuhunan sebagai masyarakat yang mengelola ekowisata di Curug Cigangsa tentu saja memiliki kepentingan terhadap
keberlanjutan ekowisata tersebut. Pengembangan ekowisata yang tidak disiapkan dengan matang akan memunculkan dampak negatif. Dampak negatif tersebut
merupakan suatu hal yang sebisa mungkin harus dihindari, oleh karena itu dibutuhkan tindakan dari masyarakat sebagai pelaku utama dari kegiatan
ekowisata. Sub bab ini melihat sikap apa yang akan ditunjukkan masyarakat ketika dampak negatif dari ekowisata muncul di “Ekowisata Islami Curug
Cigangsa”. Sikap yang ditunjukkan terbagi ke dalam tiga pilihan, antara lain
mendukung adanya dampak negatif, diam saja, dan mencari cara untuk meminimalisir dampak negatif. Responden dibagi ke dalam dua karakteristik,
yaitu berdasarkan jenis kelamin dan tingkat usia.
Tabel 4. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Sikap dalam Menghadapi Kemungkinan Dampak Negatif Ekowisata di Kampung
Batusuhunan, Tahun 2012
Karakteristik Sikap dalam Menghadapi Kemungkinan
Dampak Negatif Ekowisata
Total Mendukung
Diam Saja Mencari Cara
Meminimalisir Dampak
Negatif
Jenis Kelamin
Pria 100,0
100,0 Wanita
100,0 100,0
Tingkat Usia
Muda 100,0
100,0 Menengah 0
100,0 100,0
Tua 100,0
100,0 Sebanyak 100 persen masyarakat baik berdasarkan jenis kelamin dan tingkat
usia memilih akan mencari cara untuk meminimalisir dampak negatif ketika dampak negatif itu nanti muncul dalam “Ekowisata Islami Curug Cigangsa”. Hal
ini menunjukkan masyarakat sudah memahami bahwa dampak negatif merupakan suatu
hal yang dapat mengancam keberlanjutan konsep “Ekowisata Islami”. Persentase angka 100 persen disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1. Responden tidak ingin konsep “Ekowisata Islami” tidak mengalami
keberlanjutan dan tidak ingin nantinya ekowisata di Curug Cigangsa hanya akan menjadi ekowisata seperti pada umumnya.
2. Responden sudah sangat memahami bahwa dampak negatif merupakan suatu
hal yang harus dihindari dan dicari alternatif penyelesaiannya demi keberlanjutan ekowisata di Curug Cigangsa.
Masyarakat sebagai aktor utama dalam pengembangan ekowisata sudah menyadari bahwa dampak negatif dari ekowisata harus dicari jalan
penyelesaiannya. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat telah bersiap-siap menghadapi dampak negatif yang akan muncul. Mitos dan norma dijadikan salah
satu upaya untuk mencegah dampak negatif dari ekowisata. Pada sub bab selanjutnya, akan dibahas mengenai sikap yang akan dilakukan masyarakat
terhadap pelanggaran mitos dan norma di Kampung Batusuhunan.
5.3.3 Sikap Masyarakat terhadap Pelanggaran Mitos dan Norma
Masyarakat Kampung Batusuhunan ialah masyarakat yang mengatur segala kegiatan yang ada di Curug Cigangsa. Hal ini yang menjadikan sikap
masyarakat terhadap penegakan mitos dan norma sangat penting. Sikap masyarakat akan menentukan keberlangsun
gan konsep “Ekowisata Islami” yang ada di Curug Cigangsa. Pada penelitian ini, selain dilihat hubungan karakteristik
masyarakat dengan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap mitos dan norma, juga dilihat hubungan antara karakteristik masyarakat dengan sikap masyarakat
terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat dilihat perbedaan jenis kelamin dan tingkat usia
dalam memberikan pengaruh terhadap sikap masyarakat terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma. Masing-masing responden memiliki pendapat sendiri
terhadap sikap apa yang akan mereka lakukan terhadap wisatawan yang melanggar norma dan mitos. Seperti yang diutarakan oleh salah satu responden
LUK18. “… apabila ada wisatawan yang melanggar norma-norma disini,
saya mungkin hanya akan menegur, tetapi kalau sudah kelewatan seperti memakai narkoba, mungkin akan saya laporkan kepada pihak
yang berwajib. Kalau hanya cara berpakaian mungkin saya akan
diam saja…” Data dari 30 responden yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini akan
disajikan dalam Tabel 5. Dalam tabel akan terlihat bagaimana hubungan jenis kelamin dan tingkat usia dengan sikap yang akan ditunjukkan masyarakat apabila
terdapat wisatawan yang melanggar norma dan mitos yang ada. Sebanyak 30 responden telah diberikan kuesioner yang berisi sembilan pertanyaan mengenai
sikap apa yang akan responden ambil ketika norma-norma dan mitos-mitos yang ada di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa dilanggar oleh wisatawan.
Apabila sikap yang ditunjukkan masyarakat tergolong tinggi, maka masyarakat setempat menganggap mitos dan norma tersebut penting untuk dilestarikan,
sedangkan apabila sikap yang ditunjukkan rendah, maka masyarakat setempat belum menganggap bahwa mitos dan norma yang ada di Kampung Batusuhunan
penting sebagai salah satu upaya pencegahan dampak negatif.
Tabel 5. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Sikap terhadap Pelanggaran Mitos dan Norma di Kampung Batusuhunan, Tahun 2012
Karakteristik Sikap Masyarakat terhadap Pelanggaran
Mitos dan Norma Total
Rendah Sedang
Tinggi Jenis
Kelamin Pria
93,3 6,7
100,0 Wanita
100,0 100,0
Tingkat Usia
Muda 90,0
10,0 100,0
Menengah 100,0
100,0 Tua
100,0 100,0
Data yang telah disajikan dalam Tabel 5 menunjukkan hubungan antara tingkatan usia dan jenis kelamin dengan sikap yang ditunjukkan masyarakat
apabila terdapat wisatawan yang melanggar mitos dan norma yang terdapat di Curug Cigangsa yang telah disesuaikan dengan konsep “Ekowisata Islami”. Sikap
masyarakat akan dikatakan “rendah” apabila skor yang dihasilkan berkisar antara
angka 9-15, “sedang” apabila berkisar antara angka 16-22 dan “tinggi” apabila
berkisar di angka 23-27. Sanksi yang “tinggi” dapat berupa pelaporan terhadap pihak yang berwajib
atau sanksi-sanksi yang berat lainnya. Sikap yang “sedang”sewajarnya ialah
berupa teguran dan peringatan terhadap wisatawan. Sedangkan sikap “rendah”
ialah ketika masyarakat hanya diam saja ketika ada wisatawan yang melanggar mitos dan norma. Banyak
nya persentase sikap “sedang” menunjukkan bahwa masyarakat Kampung Batusuhunan masih dapat memberikan toleransi terhadap
wisatawan yang melanggar mitos dan norma yang berlaku disana. Sikap “rendah”,
“sedang” dan “tinggi” yang ditunjukkan oleh responden tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1. Responden yang akan menunjukkan sikap “tinggi” memiliki tingkat ketakutan
yang lebih tinggi akan masuknya pengaruh dari luar ke dalam lingkungan Kampung Batusuhunan dikarenakan responden merasa sikap masyarakat
masih dapat berubah-ubah, yang nantinya dianggap akan mempengaruhi kehidupan masyarakat yang sebelumnya sangat Islami. Responden pada
golongan usia muda yang akan memberikan sikap “tinggi” juga memiliki
emosi yang masih lebih berapi-api dibandingkan responden yang sudah lebih dewasa dikarenakan masih terbawa jiwa muda, sehingga ketika ditanyakan
apa tindakan yang akan diambil apabila terdapat wisatawan yang melanggar, maka responden golongan usia muda tersebut akan memberikan sikap yang
lebih tegas kepada para wisatawan. Terdapat angka 6,7 persen yang menunjukkan sikap
“tinggi” pada salah satu responden pria, hal ini disebabkan responden pria memiliki sikap yang lebih tegas dibandingkan
dengan responden wanita. Sifat wanita yang lebih mementingkan perasaan seseorang mempengaruhi bentuk tindakan yang diambil ketika terdapat
wisatawan yang melanggar norma dan mitos yang ada di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa.
2. Responden yang memberikan sikap yang “sedang” percaya bahwa masyarakat
Kampung Batusuhunan tidak akan dengan mudahnya terpengaruh dengan segala hal negatif yang dibawa oleh wisatawan ke dalam lingkungan mereka
karena masyarakat sudah memiliki mitos dan norma yang membentuk prinsip yang kuat. Responden pada golongan usia menengah dan usia tua beranggapan
bahwa wisatawan memiliki privasi sendiri dimana masyarakat setempat tidak dapat bertindak dengan cara yang berlebihan masih ada batasan ketika
wisatawan tersebut melanggar norma dan mitos yang ada di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa. Seperti yang diutarakan oleh salah satu
responden ZAE63 tahun.
“… saya hanya akan menegur masyarakat apabila ada yang melanggar norma yang ada. Hal ini dikarenakan saya yakin wisatawan akan faham
kalau sudah ditegur satu kali, sehingga tidak perlu memberikan sanksi lebih …”
Sikap “sedang” pada responden wanita juga disebabkan responden wanita masih menghargai wisatawan yang datang dengan segala kebudayaan dan
kebiasaannya yang berbeda-beda yang seringkali bertolak belakang dengan norma-norma yang dilestarikan masyarakat setempat. Sehingga sikap yang
ditunjukkan masih cenderung wajar yang hanya berupa teguran dan peringatan yang dinilai sudah cukup untuk mencegah pelanggaran mitos dan norma untuk
kedua kalinya. 3.
Angka 0 persen pada sikap “rendah” menunjukkan baik pada responden pria dan wanita kemungkinan untuk mengikuti dan terpengaruh oleh sikap-sikap
wisatawan yang tidak sesuai dengan kebudayaan dan kebiasaan sekitar memiliki kemungkinan yang sangat kecil dikarenakan responden yakin akan
prinsip masing-masing yang masih sangat menjunjung tinggi norma yang ada. Sikap responden akan tergolong “rendah” apabila responden diam saja dan
bahkan mengikuti ketika wisatawan bertindak sesuatu yang tidak sesuai dengan peraturan dan kebiasaan masyarakat setempat. Hal ini seperti yang
diutarakan oleh salah satu responden DAS35 tahun.
“… kalau kami mengikuti tingkah laku wisatawan yang buruk, itu tidak akan mungkin. Hal ini dikarenakan masyarakat setempat masih menjunjung
tinggi norma- norma yang dilestarikan selama ini …”
Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa sikap yang akan ditunjukkan masyarakat setempat apabila terdapat wisatawan yang melanggar
mitos dan norma yang ada sudah cukup tegas karena sebagian besar masyarakat akan memberikan teguran terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma.
Hal ini cukup memperlihatkan bahwa masyarakat sudah menganggap pelanggaran mitos dan norma itu merupakan hal yang penting untuk ditegakkan.
5.4 Ikhtisar