Masyarakat menggunakan nama “Ekowisata Islami” sebagi konsep ekowisata agar segala peraturan dan pedoman dalam pengembangannya didasarkan kaidah-
kaidah dan ketentuan-ketentuan yang diajarkan Islam sehingga diharapkan semua wisatawan yang datang dan berkunjung ke Curug Cigangsa, akan menghormati
norma-norma yang diajarkan oleh Islam. Hal ini bertujuan agar segala dampak negatif yang biasanya timbul dari pengembangan kawasan ekowisata, seperti
perubahan gaya hidup dan berpakaian masyarakat, lunturnya kebudayaan, perubahan orientasi hidup masyarakat, dan dampak negatif lainnya dapat
dihindari. Hal ini membuktikan masyarakat setempat sudah dapat mengantisipasi kemungkinan munculnya dampak negatif dan sudah dapat melihat kemungkinan
dampak positif dari ekowisata. Oleh karena itu, pada sub bab selanjutnya akan dilihat persepsi masyarakat terhadap dampak ekowisata.
6.2 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Ekowisata
6.2.1 Persepsi Masyarakat terhadap Kemungkinan Dampak Negatif
Ekowisata Curug Cigangsa merupakan kebanggaan masyarakat Kampung Batusuhunan. Dengan dibukanya kawasan ini menjadi kawasan ekowisata,
masyarakat mulai merasakan dampak positif yang didapatkan. Dampak positif yang dirasakan masyarakat antara lain, terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi
masyarakat setempat, peningkatan pendapatan kampung dan masyarakat, kemajuan Kampung Batusuhunan, lingkungan yang semakin lestari dan
kebudayaan yang semakin lestari. Hal ini disebabkan, dengan adanya lokasi ekowisata Curug Cigangsa, masyarakat sebagai pengelola dan penanggung jawab
kawasan mendapatkan lahan pekerjaan baru. Masyarakat dapat menjadi tour guide, penyedia jasa catering, penjaga loket tiket, dan lain-lain. Seperti yang
dipaparkan oleh salah satu responden APS49 tahun “… uang tiket sebesar Rp. 2000,- tiket akan dimasukkan ke dalam
kas kampung. Uang ini akan dipakai untuk pengelolaan. Apabila ada yang memakai jasa guide sebesar Rp. 25.000,- , sebanyak 20
persen akan disumbangkan ke dalam uang kas. Uang kas ini nantinya akan dibagi kepada seluruh KK 33 KK pada saat Idul
Fitri…”
Walaupun sampai saat ini baru dampak positif yang dirasakan masyarakat, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pengembangan kawasan menjadi
kawasan ekowisata akan menimbulkan dampak negatif. Dalam masyarakat Kampung Batusuhunan, hal ini belum terlalu dirasakan karena pembukaan lokasi
ekowisata Curug Cigangsa ini sendiri masih terbilang baru. Dampak negatif tersebut biasanya dapat berupa lunturnya kebudayaan, perubahan sikap dan
perilaku masyarakat yang mengikuti perilaku wisatawan dan kerusakan lingkungan di sekitar kawasan ekowisata akibat banyaknya orang luar yang
masuk dan tidak menjaga lingkungan kawasan ekowisata. Data persentase responden yang menjawab ada atau tidaknya kemungkinan dampak negatif dapat
dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Persepsi terhadap
Kemungkinan Dampak Negatif dalam Pengembangan Ekowisata di Kampung Batusuhunan, Tahun 2012
Karakteristik Persepsi terhadap Kemungkinan Dampak
Negatif
Total Ada Dampak
Negatif Tidak Ada
Dampak Negatif
Belum Dapat Terlihat
Jenis Kelamin
Pria 46,7
33,3 20,0
100,0 Wanita
33,3 66,7
100,0 Tingkat
Usia Muda
50,0 40,0
10,0 100,0
Menengah 50,0
40,0 10,0
100,0 Tua
20,0 70,0
10,0 100,0
Data pada Tabel 7 menunjukkan responden yang berpendapat bahwa akan muncul dampak negatif dari pengembangan ekowisata lebih banyak jumlah
responden pria dibandingkan wanita, dan responden yang termasuk ke dalam golongan usia muda dan menengah. Perbedaan persepsi para responden ini dapat
disebabkan beberapa hal, antara lain: 1.
Responden yang menjawab bahwa akan ada dampak negatif dari ekowisata beranggapan dalam suatu kegiatan ekowisata yang menjadikan kawasan
tertentu terbuka aksesnya dengan dunia luar akan membuat banyaknya pengaruh luar masuk ke dalam kawasan tersebut yang belum tentu sesuai
dengan kebiasaan juga tata cara hidup masyarakat setempat.
2. Responden yang menjawab bahwa tidak akan ada dampak negatif yang
muncul dalam ekowisata Curug Cigangsa disebabkan masyarakat sangat percaya diri dan yakin bahwa mereka tidak akan mengikuti sikap dan perilaku
wisatawan yang tidak sesuai dengan kebiasaan dan tradisi setempat. Mereka juga menganggap bahwa konsep “Ekowisata Islami” sudah pasti akan
mencegah kemungkinan dampak negatif, karena para wisatawan dengan sendirinya akan mematuhi dan mengikuti peraturan dan kebiasaan yang ada di
Kampung Batusuhunan. 3.
Responden lainnya yang menjawab kemungkinan ada tidaknya dampak negatif belum dapat terlihat disebabkan lokasi ekowisata belum teralu lama
dibuka dan belum terlalu banyak wisatawan yang datang. Masyarakat dan tokoh agama yang ada di Kampung Batusuhunan sudah
mempersiapkan diri dalam menghadapi kemungkinan dampak negatif yang akan muncul dari kegiatan wisata. Seperti yang dituturkan oleh tokoh adat Kampung
Batusuhunan HBY70 tahun.
“… menurut saya dampak negatif itu akan ada, seperti perubahan pada masyarakat kampung sini. Tetapi, kami sudah mencoba untuk menghindari
dampak negatif tersebut dengan cara memberikan peraturan yang ketat dan memberikan ceramah agama bagi masyarakat Kampung Batusuhunan.
Apabila ada warga setempat yang ketahuan mabuk-mabukan atau memakai
narkoba, maka kami akan memberikan sanksi keras. Konsep “Ekowisata Islami” ini juga diharapkan dapat menjadi pencegah munculnya dampak
negatif tersebut ...”
Berdasarkan penuturan tokoh adat Kampung Batusuhunan, dapat disimpulkan bahwa masyarakat setempat sudah mengantisipasi kemungkinan
munculnya dampak negatif dari ekowisata. Antisipasi dilakukan melalui persiapan diri yang semakin matang sehingga masyarakat tidak akan terpengaruh dengan
budaya dari luar yang dibawa wisatawan. Pada sub bab selanjutnya akan dilihat seperti apa persepsi masyarakat terhadap proporsi dampak yang dihasilkan dari
kegiatan ekowisata. 6.2.2 Persepsi Masyarakat terhadap Proporsi Dampak Ekowisata
Kegiatan ekowisata yang dilaksanakan di Kampung Batusuhunan merupakan suatu kegiatan yang baru saja berjalan. Hal ini menyebabkan dampak-
dampak yang dihasilkan dari ekowisata baik itu dampak positif maupun negatif
belum dapat terlihat dengan jelas. Akan tetapi, masyarakat sebagai pengelola kawasan dan menjadi aktor utama dalam kegiatan ekowisata sudah dapat
meramalkan mengenai akan ada atau tidaknya dampak negatif dari ekowisata dan sebesar apa dampak negatif itu akan muncul dibandingkan dengan kemunculan
dampak positif dari ekowisata. Hal ini disebabkan masyarakat setempat merupakan aktor yang paling mengenal kawasan Kampung Batusuhunan berikut
tata cara atau kebiasaan hidup masyarakat setempat yang akan sangat berpengaruh terhadap kemunculan dampak ngetaif dari ekowisata. Data pada Tabel 8 akan
menjelaskan proporsi dampak ekowisata yang akan muncul menurut masyarakat setempat.
Tabel 8. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Persepsi terhadap Proporsi Dampak Ekowisata di Kampung Batusuhunan, Tahun 2012
Karakteristik Persepsi terhadap Proporsi Dampak Ekowisata
Total Negatif
Seimbang Positif
Belum Tahu
Jenis Kelamin
Pria 6,7
80,0 13,3
100,0 Wanita
100,0 100,0
Tingkat Usia
Muda 100,0
100,0 Menengah
10,0 80,0
10,0 100,0
Tua 90,0
10,0 100,0
Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa persentase jumlah responden yang paling banyak ialah responden yang beranggapan bahwa dampak positif
yang akan muncul lebih besar dibandingkan dampak negatif. Sebanyak 6,7 persen pria dan 10 persen golongan usia menengah beranggapan bahwa dampak yang
akan muncul seimbang antara dampak positif dan negatif. Sedangkan 13,3 persen pria dan 10 persen golongan usia menengah dan tua beranggapan bahwa
dampak ekowisata yang akan muncul belum dapat terlihat mengingat ekowisata Curug Cigangsa merupakan ekowisata yang baru saja berkembang. Angka-angka
pada persentase tersebut disebabkan beberapa hal, antara lain : 1.
Responden yang beranggapan bahwa dampak positif yang akan muncul lebih besar dibandingkan dampak negatif ialah responden yang yakin dan percaya
bahwa konsep “Ekowisata Islami” dapat menjadi pencegah munculnya dampak negatif dari ekowisata. Sehingga ekowisata di Curug Cigangsa akan
memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat juga kawasan Kampung Batusuhunan.
2. Responden yang beranggapan dampak positif dan negatif yang akan muncul
seimbang merupakan
responden yang
menganggap bahwa
dalam pengembangannya suatu ekowisata akan memunculkan dampak yang
beraneka ragam baik itu positif dan negatif, sehingga responden merasa akan sulit untuk menghindari dampak negatif tersebut.
3. Angka 0 persen pada pilihan “lebih besar dampak negatif” disebabkan saat ini
responden sudah dapat merasakan dampak positif dari ekowisata dibandingkan dengan dampak negatif. Dampak positif tersebut antara lain
peningkatan pendapatan dan terbukanya lapangan pekerjaan. Proporsi dampak ekowisata yang telah dijelaskan di Tabel 8 keberadaannya
tidak terlepas dari adanya konsep “Ekowisata Islami” sebagai konsep ekowisata yang dikembangkan di Kampung Batusuhunan. Pada sub bab selanjutnya akan
dilihat bagaimana pendapat responden mengenai konsep ekowisata Islami sebagai salah satu upaya pencegahan kemungkinan munculnya dampak negatif dari
ekowisata.
6.2.3 Persepsi Masyarakat terhadap Konsep Ekowisata Islami
Konsep ekowisata yang dikembangkan di Curug Cigangsa ialah konsep “Ekowisata Islami”. Ekowisata Islami tersebut ialah suatu bentuk kegiatan
ekowisata yang dalam penegakan peraturannya berlandaskan kaidah-kaidah Islam dan berpedoman pada ajaran Islam. Seperti yang telah dibahas pada bab-bab
sebelumnya, konsep ekowisata ini merupakan konsep ekowisata yang diajukan oleh masyarakat setempat sebagai syarat pengembangan ekowisata di Kampung
Batusuhunan. Konsep ekowisata ini digunakan dengan harapan agar dampak- dampak negatif dari ekowisata dapat dihindari, akan tetapi pada kenyataannya
tidak semua responden beranggapan bahwa konsep ekowisata Islami ini dapat menjadi pencegah kemungkinan munculnya dampak negatif. Angka-angka
persentase pendapat responden dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Persepsi terhadap Konsep Ekowisata Islami sebagai Pencegah Dampak Negatif Ekowisata
di Kampung Batusuhunan, Tahun 2012
Karakteristik Persepsi terhadap Konsep
Ekowisata Islami sebagai Pencegah Dampak Negatif Ekowisata
Total
Dapat Tidak Dapat
Jenis Kelamin
Pria 93,3
6,7 100,0
Wanita 100,0
100,0 Tingkat
Usia Muda
90,0 10,0
100,0 Menengah 100,0
100,0 Tua
100,0 100,0
Pada Tabel 9 dapat dilihat persentase responden yang beranggapan bahwa konsep ekowisata Islami dapattidak dapat menjadi pencegah kemungkinan
dampak negatif. Persentase responden yang menganggap bahwa konsep ekowisata Islami tidak dapat mencegah kemungkinan munculnya dampak negatif hanya
sebagian kecil dari jumlah seluruh responden. Hal ini disebabkan, : 1.
Sebagian besar responden sudah yakin bahwa konsep ekowisata Islami yang diajukan oleh mereka sebagai syarat pengembangan ekowisata dapat menjadi
salah satu jalan keluar dalam mencegah kemungkinan munculnya dampak negatif dari ekowisata.
2. Sebagian kecil responden yang menjawab bahwa konsep ekowisata Islami
belum dapat menjadi pencegah munculnya ekowisata beranggapan bahwa dalam pengembangannya suatu kegiatan ekowisata akan memunculkan
dampak positif dan negatif dalam satu paket, sehingga akan sulit untuk mencegah munculnya dampak negatif tersebut.
Persepsi masyarakat terhadap konsep ekowisata ini merupakan suatu hal penting mengingat masyarakat merupakan aktor utama dari pengembangan
kawasan ekowisata di Kampung Batusuhunan. Pada bab selanjutnya akan dilihat bagaimana hubungan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap mitos dan norma
dengan persepsi masyarakat terhadap pengembangan kawasan ekowisata.
6.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Persepsi Masyarakat