14
II. TINJAUAN PUSTAKA
Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya denga n upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan
rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional Congres of Nutrition ICN yang diselenggarakan di Roma tahun 1992 mendefinisikan bahwa ketahanan pangan
rumahtangga household food security adalah kemampuan rumahtangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat
dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Dalam sidang Committee on World Food Security
1995, didefinisi tersebut diperluas dengan menambah persyaratan harus diterima budaya setempat acceptable within given culture. Hal tersebut dinyatakan
Hasan 1995, bahwa ketahanan pangan sampai pada tingkat rumahtangga antara lain tercermin oleh tersedianya pangan yang cukup dan merata pada setiap waktu dan
terjangkau oleh masyarakat baik fisik maupun ekonomi serta tercapainya konsumsi pangan yang beragam dan memenuhi syarat-syarat gizi yang diterima budaya
setempat.
2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumahtangga
Menurut Soetrisno 1995, dua komponen penting dalam ketahanan pangan adalah ketersediaan dan kemampuan akses terhadap pangan. Tingkat ketahanan
pangan suatu negarawilayah dapat bersumber dari kemampuan produksi, kemampuan ekonomi untuk menyediakan pangan, dan kondisi yang membedakan
tingkat kesulitan dan hambatan untuk akses pangan. Sawit dan Ariani 1997, menyatakan bahwa penentu ketahanan pangan di tingkat rumahtangga adalah akses
terhadap pangan, ketersediaan pangan, dan resiko yang terkait dengan akses dan
15
ketersediaan pangan. Ketahanan pangan rumahtangga dapat dicapai dengan peningkatan daya beli dan produksi pangan yang cukup. Resiko ketidaktahanan
pangan tingkat rumahtangga timbul karena faktor rendahnya pendapatan atau rendahnya produksi dan ketersediaan pangan maupun faktor geografis. Sedangkan
menurut Susanto 1996, kondisi ketahanan pangan rumahtangga dipengaruhi tidak hanya oleh ketersediaan pangan dan kemampuan daya beli tetapi oleh faktor sosial
budaya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga
dibedakan menjadi 3 macam: faktor produksi, daya beli, dan karakteristik rumahtangga tani. Kapasitas bahan pangan dapat bertambah dengan meningkatkan
produksi pangan sendiri. Namun sebaliknya, jika kebutuhan pangan lebih banyak tergantung pada apa yang dibelinya, maka penghasilan daya beli harus dapat
digunakan untuk membeli bahan makanan yang mencukupi baik kuantitas maupun kualitasnya. Daya beli merupakan indikator tingkat sosial ekonomi seseorang atau
rumahtangga untuk membeli panga n dan non pangan. Pembelian merupakan fungsi dari faktor kemampuan dan kemauan membeli yang saling berkaitan. Menurut Widya
Karya Nasional Pangan dan Gizi IV LIPI, 1988 kurangnya ketersediaan pangan keluarga mempunyai hubungan positif dengan pendapatan keluarga, ukuran keluarga,
dan potensi desa. Rendahnya pendapatan menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Sedangkan besarnya porsi makanan yang
dimakan berkurang sejalan dengan meningkatnya biaya untuk mendapatkan makanan. Sementara Purwaka 1994, menyatakan walaupun pendapatan per kapita rata-rata
meningkat, harga akan tetap menjadi kendala bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk dapat mengkonsumsi pangan sumber hayati laut. Menurut Sen 1982, pada
masyarakat kurang mampu upaya mempertahankan hidup coping mechanism pada
16
kondisi rawan pangan dapat bersifat intelektual, biologifisik maupun material yang dapat digunakan sebagai alat tukar exchange properties sebagai upaya mendapatkan
pangan food entitlement.
2.2. Teori Ekonomi Rumahtangga Pertanian