56
5.5. Kondisi Ketahanan Pangan Wilayah
Indikator yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga antara lain faktor kemampuan akses terhadap pangan, hal ini dipengaruhi oleh kemampuan daya
beli dari input yang dimiliki. Ketahanan pangan rumahtangga petani lahan sawah ditentukan oleh luas kepemilikan lahan, kemampuan produksi untuk mengoptimalkan
lahan yang dimiliki, harga jual dari produksi serta karakteristik keluarga yang berpengaruh terhadap konsumsi. Luas kepemilikan lahan petani rata-rata 0.3 hektar
yang diusahakan untuk tanam padi, ubi jalar, dan ubi kayu. Rata-rata pengusahaan dilakukan dua kali musim tanam, kecua li untuk tanaman padi dan ubi jalar. Total
biaya produksi rata-rata untuk usahatani per tahun sebesar Rp. 2 360 300, sedangkan pendapatan rata-rata per tahun dari kegiatan usahatani yang diperoleh sebesar
Rp. 4 209 480. Selisih pendapatan dan biaya tersebut dimanfaatkan untuk konsumsi rumahtangga.
Pengeluaran rumahtangga petani dibedakan untuk konsumsi pangan dan konsumsi non pangan serta investasi pendidikan. Kebutuhan konsumsi pangan rata-
rata rumahtangga petani lahan sawah sebesar Rp. 3 359 900, sedangkan konsumsi non pangan sebesar Rp. 2 856 795. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang pernah
dilakukan oleh Pusat Studi Sosial Ekonomi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, yang mengatakan bahwa proporsi anggaran untuk konsumsi pangan bagi
rumahtangga miskin lebih besar dari konsumsi non pangan. Hal ini masih bisa dipahami karena pangan adalah kebutuhan pokok yang harus tercukupi namun yang
menjadi kendala adalah keterbatasan sumberdaya yang dimiliki berupa lahan, ketrampilan, dan daya beli untuk mencukupi kebutuhan pangan tersebut.
Dari hasil pengolahan data penelitian dapat diketahui komposisi rata-rata kepemilikan lahan terhadap pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi dan non
padi, biaya produksi dan tingkat konsumsi rumahtangga petani adalah sebagai berikut.
57
Tabel 10 . Komposisi Rata-Rata Produksi, Pendapatan, Biaya, dan Konsumsi
Luas Lahan m
2
Keterangan 2500
2500-5000 5000
Jumlah Jumlah
Jumlah Produksi kg
a. Padi 819
2 032 3 329
b. Non Padi 2 896
10 598 17 460
Pendapatan Rpkg 2 563 646
6 827 632 10 644 000
a. dari Padi 818 542 0.32
2 031 579 0.30 3 329 000
0.31 b. diluar Padi
1 745 104 0.68 4 796 053 0.70
7 315 000 0.69
BiayaProduksi Rpkg 910 802
2 693 953 5 757 500
a. Padi 468 831 0.51
1 267 211 0.47 2 242 850
0.39 b. Non Padi
441 971 0.49 1 426 742 0.53
3 514 650 0.61
Konsumsi Rpth 2 581 071
6 389 933 10 355 490
a. Pangan 2 395 663 0.93
4 287 356 0.67 5 063 930
0.49 b. Non Pangan
185 408 0.07 2 102 577 0.33
5 291 560 0.51
Sumber: Data diolah Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata rumahtangga dengan luas
pemilikan lahan kurang dari 2500 meter per segi, rata-rata konsumsi pangan lebih dari 50 persen total kebutuhan konsumsi. Nilai tersebut jika dibandingkan dengan
pendapatan yang diperoleh dari usahatani tidak dapat mencukupi. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel, bahwa semakin tinggi pendapatan alokasi kebutuhan pangan
semakin menurun. Hal ini seperti terlihat pada pemilik lahan dengan luasan lebih dari 5000 meter per segi dengan komposisi pengeluaran pangan dan non pangan seimbang
berkisar 50 persen.. Besarnya pengeluaran konsumsi pangan juga dipengaruhi oleh jumlah anggota rumahtangga. Rata-rata jumlah anggota petani antara 5-6 orang,
dengan satu orang kepala rumahtangga sebagai pencari nafkah utama. Kondisi ketahanan pangan di wilayah Kabupaten Bogor dikatakan tidak tahan
pangan karena sebagian besar lahan persawahan dimanfaatkan untuk usahatani ubi jalar, dan ubi kayu. Sedangkan kebutuhan konsumsi pangan pokok masyarakat adalah
beras. Kebutuhan konsumsi beras harus ditunjang dari pengadaan beras diluar wilayah Kabupaten Bogor. Alasan untuk memilih usahatani ubi jalar dan ubi kayu
dengan mempertimbangkan tingkat RC rasio dari ketiga komoditas tersebut. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan biaya dan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan
58
usahatani dimaksud. Perhitungan analisis biaya dan keuntungan komoditas padi, ubi jalar, dan ubi kayu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 11. Analisis Biaya dan Keuntungan Usahatani Padi, Ubi Jalar, dan Ubi Kayu Uraian
Padi Rpm
2
Ubi Jalar Rpm
2
Ubi Kayu Rpm
2
Penerimaan 801 261.41
1 261 145.83 700 156.25
Biaya saprodi 323 471.84
116 873.27 106 695.31
- Benih 178 040.83
21 365.98 18 997.92
- Pupuk : - Urea 93 776.56
77 897.92 58 353.65
- TSP
38 414.06 17 609.38
29 343.75 -
ZA 10 264.69
- -
- Pestisida 2 975.69
- -
Upah Tenaga Kerja 473 722.92
49 781.25 37 283.33
Total biaya 797 194.76
166 654.52 143 978.65
Pendapatan 4 066.65
1 094 491.31 556 177.60
RC ratio 1.01
7.57 4.86
Sumber: data diolah
Rumahtangga petani di lokasi penelitian memilih tanaman ubi jalar sebagai tanaman kedua setelah tanam padi. Bahkan kecenderungan masyarakat setempat untuk
memilih tanaman ubi jalar sebagai sumber pendapatan dari usahatani. Hal ini berdasarkan perbandingan analisis usaha terhadap ketiga jenis tanaman yang sering
ditanam petani setempat. Hasil perhitungan RC rasio komoditas padi, ubi jalar, dan ubi kayu menunjukkan tingkat keuntungan tanam ubi jalar lebih besar daripada ubi
kayu dan padi. Analisis biaya keuntungan usahatani padi, ubi jalar, dan ubi kayu masing- masing sebesar 1.01 , 7.57, dan 4.86. Biaya produksi ubi jalar lebih rendah
dibandingkan ubi kayu dan padi, serta harga jual yang diterima petani lebih baik daripada ubi kayu. Perubahan pola tanam yang dipilih masyarakat setempat
disebabkan oleh penyempitan luas lahan yang dimiliki petani sehingga mengakibatkan biaya produksi untuk komoditas padi lebih besar dibandingkan ubi
jalar dan ubi kayu. Selain itu resiko gagal panen pada usahatani padi lebih besar, hal ini terlihat dari perlakuan spesifik untuk tanaman padi yaitu kebutuhan pestisida
untuk menghindari hama tanaman padi. Sedangkan tanaman ubi jalar dan ubi kayu di lokasi penelitian rata-rata tidak menggunakan pestisida.
59
VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI