19
pendapatan dan harga maka rumahtangga masih mempunyai pilihan terhadap pengeluaran. Dalam teori ini rumahtangga penting untuk mengatur perilaku cara
mereka menghasilkan komoditas dan manfaatnya dalam proses produksi rumahtangga.
2.5. Analisis Gender Ekonomi Rumahtangga Petani
Terdapat beberapa pengertian atau definisi mengenai gender, diantaranya menurut Women’s Studies Encyclopedia menjelaskan bahwa gender merupakan suatu
konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan distinction dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara pria dan wanita yang
berkembang dalam masyarakat. Sementara Donnel 1986 dan Eviota 1992 dalam Mugniesyah 2001, menyatakan gender adalah dikotomi sifat wanita dan pria yang
tidak berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan pada hubungan atau relasi sosial budaya antara wanita dan pria yang dipengaruhi oleh struktur
masyarakatnya yang lebih luas dan negara. Pengertian gender mengidentifikasi perbedaan pria dan wanita dari segi sosial
budaya sementara seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan pria dan wanita dari segi anatomi biologi Mugniesyah, 2001. Lebih lanjut
dinyatakan adanya tiga peranan gender yang dilakukan wanita dan pria sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakat. Peranan-peranan tersebut meliputi: 1
peranan produktif, yaitu peranan yang dikerjakan wanita dan pria untuk memperoleh bayaranupah secara tunai atau sejenisnya, termasuk produksi pasar dengan suatu
nilai tukar dan produksi rumahtanggasistem dengan nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar potensial, 2 peranan reproduktif, yaitu peranan yang berhubungan dengan
tanggungjawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domistik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja menyangkut kelangsungan hidup
20
keluarga, dan 3 peranan pengelolaan masyarakat dan politik, dibagi menjadi: 1 kegiatan sosial yang meliputi: semua aktivitas yang dilakukan pada komunitas
sebagai peranan reproduktif, volunter dan tanpa upah, dan 2 kegiatan masyarakat politik, yaitu peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada
tingkat formal secara politik Moser dan Caroline 1993 dalam Mugniesyah 2001. Untuk mengetahui bagaimana ketidakadilan gender, maka harus dipahami
definisi dan perbedaan antara kesetaraan gender gender equality dengan keadilan gender gender equity. Kesetaraan gender menyatakan bahwa pria dan wanita
keduanya memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotip, prasangka
dan peranan gender yang kaku. Adapun keadilan gender adalah keadilan perlakuan bagi pria dan wanita berdasarkan pada kebutuhan mereka, mencakup perlakukan
setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan dan manfaat ILO 2000 dalam Mugniessyah
2001. Fakih 1996, menjelaskan lima wujud ketidakadilan gender, yaitu:
marginalisasi, subordinasi, stereotip, tindak kekerasan dan beban kerja. Dinyatakan bahwa marginalisasi terjadi karena adanya diskriminasi terhadap pembagian kerja
secara gender, sementara subordinasi terjadi karena adanya anggapan bahwa wanita mempunyai sifat emosional sehingga dianggap tidak bisa memimpin, karena itu
ditempatkan pada posisi yang tidak penting. Pengertian stereotip adalah pelabelan negatif terhadap suatu kelompok atau jenis pekerjaan tertentu, sementara tindak
kekerasan adalah tindakan kekerasan terhadap wanita baik secara fisik maupun mental psikologis seseorang, yang terkahir yaitu beban kerja terjadi karena adanya
anggapan bahwa kaum wanita bersifat memelihara dan rajin, serat tidak akan menjadi
21
kepala rumahtangga akibatnya semua pekerjaan domistik menjadi tanggung jawab wanita.
Pendapat Cott 1987 dalam Grijns 1999, dalam membahas wanita perlu mengidentifikasi empat dimensi utama, yaitu: 1 penyingkiran dari pekerjaan
produktif, 2 pemusatan wanita kepada pinggiran-pinggiran pasar tenaga kerja, wanita dalam hal ini dilihat bekerja di sektor informal dengan status rendah, 3
pemisahan kegiatan tertentu atas dasar jenis kelamin di sektor-sektor produktif diukur dengan peningkatan atau penurunan rasio wanita pada setiap jabatan dan 4
pelebaran ketimpangan ekonomi antara laki- laki dan wanita yang dinilai dari perbedaan upah dan tidaksamaan akses terhadap fasilitas-fasilitas atau sumberdaya.
Mugniesyah 1995, mengacu pada Bergen Conference on Gender Training and Development Planning
mengemukakan adanya beberapa pertanyaan penting dalam analisis gender yaitu: 1 siapa melakukan apa ? pertanyaan ini diajukan untuk
mempelajari pembagian kerja kualitatif dan curahan waktu kuantitatif, serta beban kerja, 2 siapa mempunyai apa? pertanyaan ini untuk mempelajari sejauh mana akses
pria dan wanita terhadap kekayaan, pemilikan benda-benda berharga, dan hak-hak dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan sumberdaya pribadi dan
publik dalam masyarakat, 3 faktor- faktor apa yang mempengaruhi pengaturan gender tersebut? pertanyaan ini ditujukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
budaya, hukum, kebijaksanaan ekonomi dan politik yang akan mempengaruhi konstruksi gender dan bagaimana hal- hal tersebut bisa berubah serta yang mana yang
dapat dimanipulasi, dan 4 bagaimana sumberdaya pribadi dan publik didistribusikan dan siapa yang memperoleh apa dari pendistribusian? pertanyaan ini memusatkan
perhatian untuk memperoleh informasi struktur-struktur kelembagaan yang
22
digunakan, tingkat efisiensi, keadilannya, serta bagaimana membuat kelembagaan tersebut responsif terhadap wanita dan pria.
Analisis gender perlu dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu: keluarga atau rumahtangga, masyarakat, dan negara. Pada tingkat keluarga atau rumahtangga
analisis gender dilakukan untuk mempelajari pembagian kerja dan curahan waktu antara wanita dan pria dalam beragam peranan baik reproduktif, produktif,
pengelolaan masyarakat, akses, dan kontrol anggota keluarga antara pria dan wanita terhadap beragam sumberdaya seperti: aset produksi, pendidikan, harta, dan lainnya.
Pada tingkat masyarakat analisis gender digunakan untuk mengetahui akses dan kontrol anggota rumahtangga terhadap beragam sumberdaya seperti: informasi,
kredit, pendidikan, pelatihan, penyuluhan, teknologi, sumberdaya alam, peluang bekerja dan berusaha, serta program pembangunan lainnya. Adapun pada tingkat
negara, dilakukan dengan mempelajari kebijaksanaan yang melatarbelakangi semua program atau intervensi pembangunan Mugniesyah, 2001.
Dalam konteks pembangunan untuk mengidentifikasi ada tidaknya kesenjangan gender, terdapat empat faktor utama yaitu: 1 akses, 2 kontrol, 3
partisipasi, dan 4 manfaat. Akses adalah apakah wanita dan pria memperoleh, melaksanakan, menikmati beragam sumberdaya yang sama dalam pembangunan,
kontrol adalah apakah wanita dan pria mampu menentukan, bertanggungjawab, mengambil keputusan, dan memiliki penguasaan yang sama terhadap sumberdaya
pembangunan, partisipasi adalah bagaimana wanita dan pria berpartisipasi dalam program-program pembangunan, dan manfaat adalah apakah wanita dan pria
menikmati manfaat yang sama dari hasil pembangunan Mugniesyah, 2001.
23
III. KERANGKA PEMIKIRAN