Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

(1)

PENGARUH ANTARA KOMUNIKASI ORANGTUA - REMAJA DAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKS PRANIKAH

PADA REMAJA PUTRI DI SMPN DAN MTSN KECAMATAN TAMBANG RIAU

TAHUN 2013 TESIS

Oleh:

RINI HARIANI RATIH 117032235/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KSEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Perilaku berpacaran remaja saat ini telah mengalami pergeseran dari cara berpacaran pada zaman dahulu. Remaja sekarang dalam berpacaran lebih permisif dan menganggap apa yang dahulu dianggap tidak boleh dilakukan sekarang dianggap sesuatu yang wajar. Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya perilaku seks pranikah, faktor keluarga terutama komunikasi orangtua–remaja dan pengaruh teman sebaya, telah diidentifikasi sebagai pengaruh yang sangat penting dalam membentuk sikap dan perilaku seks pranikah pada remaja.

Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan menjelaskan faktor pendukung yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja putri yaitu komunikasi orangtua-remaja dan teman sebaya. Penelitian dilaksanakan di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang dengan populasi 295 orang dan sampel 192 orang.

Uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa hanya 4 variabel yang signifikan yaitu aspek keterbukaan (p=0,002), aspek kepositifan (p=0,001), aspek empati (p=0,001), dan konformitas (p=0,001). Hasil penelitian kualitatif terhadap 2 remaja yang mengaku pernah berhubungan seksual dengan pacarnya ternyata komunikasi orangtua dan teman sebaya terhadap perilaku seksual pranikah dikategorikan tidak baik.

Diharapkan kepada Institusi pendidikan, yaitu para pendidik di sekolah, hendaknya mengadakan pertemuan dengan komite sekolah atau kerjasama lintas sektoral dengan pihak dinas pendidikan untuk mendiskusikan masalah seksualitas dan keterampilan komunikasi orangtua-remaja, konseling kesehatan reproduksi remaja untuk orangtua remaja.

Kata Kunci: Komunikasi Orangtua-Remaja, Teman Sebaya, Remaja Putri, Perilaku Seks Pranikah


(3)

ABSTRACT

Current dating behavior of teenagers has changed from that previously practiced. At present, the teenagers are more permissive in dating and think that what was taboo and must not do before is something common now. There are many factors causing the premarital sexual behavior. Family factor especially the teenager-parents communication and the influence of peers have been identified as the most important influence in forming the premarital sexual behavior and attitude in the teenagers.

The purpose of this analytical survey study with cross-sectional design was to explain the supporting factor such as the teenager-parents communication and the influence of peers influencing the forming of premarital sexual behavior in the female teenagers. The population of this study conducted at SMPN (State Junior High School) and MTSN (State Religious Junior High School) in Tambang Subdistrict was 295 female teenagers and 192.

The result of multiple logistic regression tests showed that only 4 (four) variables such as aspect of transparency (p = 0.002), aspect of positiveness (p = 0.001), aspect of emphaty (p = 0.001), and conformity (p = 0.001) had significant influence. The result of qualitative study on 2 (two) teenagers who admitted that they have had sexual intercourse with their boyfriends showed that their communication with their parents and peers in terms of premarital sexual behavior is in poor category.

Educational institution in terms of its teachers are expected to have a meeting with the school committee or to implement inter-sectoral cooperation with the officials of local educational service to discuss the sexual problems and praktice teenager-parents Comunication, adolescent reproductive health counseling for teenager parents.

Keywords: Teenager-parents Communication, Peers, Female Teenager, Premarital Sexual Behavior


(4)

KATA PENGANTAR

Puju dan syukur panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “ Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013.”

Penulis menyadari ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada Pembimbing yaitu: Drs. Heru Santosa, MS, PhD, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Drs. Tukiman, MKM, selaku Pembimbing kedua, yang penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, hingga selesainya Tesis ini, kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMT&H, M.Sc, (CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh Tim Pembanding yang telah bersedia menguji guna penyempurnaan tesis ini.


(5)

5. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

6. Keluarga tercinta yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan do’a pada penulis dalam penyusunan tesis ini.

7. Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang mendukung sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis menyerahkan semua kepada Allah SWT untuk memohon Ridho-Nya, semoga tesis penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.

Medan, 08 Juli 2013 Penulis

Rini Hariani Ratih 11702235/IKM


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rini Hariani Ratih dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 18 Juli 1987 dan anak dari pasangan Ramli dan Nurhayati S.Pd.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 005 Tambang tahun 1999, tahun 2002 penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Kampar dan menamatkan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kampar tahun 2005, pada tahun 2008 penulis menamatkan kuliah di Akademi Kebidanan Internasional Pekanbaru. Pada tahun 2010, penulis menamatkan Program D-IV Bidan Pendidik di Universitas Sumatera Utara. Pada tahun 2011-2013 penulis menempuh pendidikan di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I . PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Hipotesis ... 12

1.5. Manfaat Penelitian ... 12

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Konsep Remaja ... 14

2.1.1. Defenisi Remaja ... 16

2.1.2. Tahapan Masa Remaja ... 17

2.1.3. Ciri-ciri Masa Remaja ... 17

2.1.4. Jaringan Lingkungan yang Memengaruhi Perkembangan Remaja ... 18

2.2. Perilaku Seks Pranikah ... 19

2.2.1. Defenisi Perilaku ... 19

2.2.2. Faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 20

2.2.3. Bentuk Perilaku ... 21

2.2.4. Domain Perilaku ... 22

2.2.5. Defenisi Perilaku Seks Pranikah ... 26

2.2.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seks Pranikah .. 29

2.2.7. Alasan Remaja Berilaku Seks Pranikah ... 31

2.2.8. Dampak Perilaku Seksual Pranikah ... 35

2.3. Komunikasi Orangtua-Remaja ... 38

2.3.1. Defenisi Komunikasi ... 38

2.3.2. Tujuan Komunikasi ... 41

2.3.3. Unsur-unsur Komunikasi ... 41

2.3.4. Manfaat Komunikasi ... 43

2.3.5. Aspek-aspek Komunikasi ... 44


(8)

2.3.7. Keterampilan (skills) dalam Berkomunikasi dengan

Remaja ... 46

2.3.8. Hambatan terhadap Komunikasi Seksualitas Orangtua- Remaja ... 51

2.4. Teman Sebaya ... 52

2.4.1. Defenisi Teman Sebaya ... 52

2.4.2. Perubahan Perkembangan di Masa Berteman ... 54

2.4.3. Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah 56

2.5. Landasan Teori ... 60

2.6. Kerangka Konsep ... 62

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 63

3.1. Jenis Penelitian ... 63

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 63

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 63

3.2.2. Waktu Penelitian ... 64

3.3. Populasi dan Sampel ... 64

3.3.1. Populasi ... 64

3.3.2. Sampel ... 64

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 66

3.4.1. Data Primer ... 66

3.4.2. Data Sekunder ... 66

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ... 67

3.5.1. Variabel ... 67

3.5.2. Defenisi Operasional ... 67

3.6. Skala Pengukuran ... 69

3.6.1. Pengukuran Variabel Bebas (Independen) ... 69

3.6.2. Pengukuran Variabel Terikat (Dependen) ... 71

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 72

3.8. Metode Analisis Data ... 73

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 75

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 75

4.1.1. Data Geografi Wilayah Penelitian ... 75

4.1.2. Data Demografi Wilayah Penelitian ... 76

4.1.3. Budaya Kecamatan Tambang yang Memengaruhi Seks Pranikah ... 77

4.1.4. Geografi Kecamatan Tambang yang Memengaruhi Seks Pranikah ... 78

4.1.5. Pendidikan Orangtua Remaja Putri yang Memengaruhi Seks Pranikah ... 79


(9)

4.2.1. Latar Belakang Responden ... 80

4.2.2. Komunikasi Orangtua-Remaja ... 82

4.2.2.1. Aspek Keterbukaan ... 83

4.2.2.2. Aspek Dukungan ... 84

4.2.2.3. Aspek Kepositifan ... 85

4.2.2.4. Aspek Empati ... 88

4.2.2.5. Aspek Kesamaan ... 87

4.2.3. Teman Sebaya... 88

4.2.3.1. Konformitas ... 88

4.2.3.2. Adaptasi ... 90

4.2.4. Perilaku Seks Pranikah ... 92

4.3. Analisis Bivariat ... 94

4.3.1. Pengaruh Komunikasi Orangtua-Remaja terhadap Perilaku Seks Pranikah ... 95

4.3.2. Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah .. 97

4.4. Analisis Multivariat ... 99

BAB 5. PEMBAHASAN ... 101

5.1. Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri ... 101

5.2. Pengaruh Komunikasi Orangtua-Remaja terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri ... 106

5.2.1. Pengaruh Aspek Keterbukaan terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang ... 108

5.2.2. Pengaruh Aspek Dukungan terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang ... 111

5.2.3. Pengaruh Aspek Kepositifan terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang ... 114

5.2.4. Pengaruh Aspek Empati terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang ... 116

5.2.5. Pengaruh Aspek Kesamaan terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang ... 119

5.3. Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri ... 121

5.3.1. Pengaruh Konformitas terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang .... 122

5.3.2. Pengaruh Adaptasi terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang .... 125


(10)

5.4. Pembahasan Tentang Budaya, Geografi, dan Pendidikan Orangtua

di Kecamatan Tambang Mengenai Perilaku Seks Pranikah ... 127

5.5. Keterbatasan Penelitian ... 129

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 131

6.1. Kesimpulan ... 131

6.2. Saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA ... 133 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 3.1. Jumlah Sampel di Setiap Sekolah ... 65 3.2. Kisi-kisi Pernyataan Komunikasi Orangtua – Remaja ... 70 3.3. Kisi-kisi Pernyataan Teman Sebaya ... 70 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Latar Belakang di SMPN dan MTSN

Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 81 4.2. Distrubusi Jawaban Responden tentang Aspek Keterbukaan di SMPN

dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 83 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Aspek Keterbukaan di SMPN

dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 84 4.4. Distrubusi Jawaban Responden tentang Aspek Dukungan di SMPN

dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 84 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Aspek Dukungan di SMPN

dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 85 4.6. Distrubusi Jawaban Responden tentang Aspek Kepositifan di SMPN

dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 85 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Aspek Kepositifan di SMPN

dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 86 4.8. Distrubusi Jawaban Responden tentang Aspek Empati di SMPN

dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 86 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Aspek Empati di SMPN

dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 87 4.10. Distrubusi Jawaban Responden tentang Aspek Kesamaan di SMPN

dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 87 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Aspek Kesamaan di SMPN


(12)

4.12. Distribusi Jawaban Responden tentang Konformitas di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 89 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Konformitas di SMPN dan

MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 89 4.14. Distribusi Jawaban Responden tentang Adaptasi di SMPN dan MTSN

Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 91 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Adaptasi di SMPN dan

MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 91 4.16. Distribusi Jawaban Responden tentang Perilaku Seks Pranikah di SMPN

Dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 93 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Seks Pranikah di

SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 94 4.18. Tabulasi Silang Pengaruh Komunikasi Orangtua-Remaja terhadap

Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan

Tambang Tahun 2013 ... 97 4.19. Tabulasi Silang Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks

Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Tahun 2013 ... 98 4.20. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda ... 100


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 62


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 139

2. Output Uji Validitas Dan Reliabilitas Kuesioner ... 146

3. Output SPSS uji Chi-square ... 150

4. Output SPSS uji Regresi Logistik Ganda ... 157

5. Surat-surat Balasan Bukti Pernah Mengadakan Penelitian dari SMPN dan MTSN Tempat Penelitan ... 159


(15)

ABSTRAK

Perilaku berpacaran remaja saat ini telah mengalami pergeseran dari cara berpacaran pada zaman dahulu. Remaja sekarang dalam berpacaran lebih permisif dan menganggap apa yang dahulu dianggap tidak boleh dilakukan sekarang dianggap sesuatu yang wajar. Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya perilaku seks pranikah, faktor keluarga terutama komunikasi orangtua–remaja dan pengaruh teman sebaya, telah diidentifikasi sebagai pengaruh yang sangat penting dalam membentuk sikap dan perilaku seks pranikah pada remaja.

Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan menjelaskan faktor pendukung yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja putri yaitu komunikasi orangtua-remaja dan teman sebaya. Penelitian dilaksanakan di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang dengan populasi 295 orang dan sampel 192 orang.

Uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa hanya 4 variabel yang signifikan yaitu aspek keterbukaan (p=0,002), aspek kepositifan (p=0,001), aspek empati (p=0,001), dan konformitas (p=0,001). Hasil penelitian kualitatif terhadap 2 remaja yang mengaku pernah berhubungan seksual dengan pacarnya ternyata komunikasi orangtua dan teman sebaya terhadap perilaku seksual pranikah dikategorikan tidak baik.

Diharapkan kepada Institusi pendidikan, yaitu para pendidik di sekolah, hendaknya mengadakan pertemuan dengan komite sekolah atau kerjasama lintas sektoral dengan pihak dinas pendidikan untuk mendiskusikan masalah seksualitas dan keterampilan komunikasi orangtua-remaja, konseling kesehatan reproduksi remaja untuk orangtua remaja.

Kata Kunci: Komunikasi Orangtua-Remaja, Teman Sebaya, Remaja Putri, Perilaku Seks Pranikah


(16)

ABSTRACT

Current dating behavior of teenagers has changed from that previously practiced. At present, the teenagers are more permissive in dating and think that what was taboo and must not do before is something common now. There are many factors causing the premarital sexual behavior. Family factor especially the teenager-parents communication and the influence of peers have been identified as the most important influence in forming the premarital sexual behavior and attitude in the teenagers.

The purpose of this analytical survey study with cross-sectional design was to explain the supporting factor such as the teenager-parents communication and the influence of peers influencing the forming of premarital sexual behavior in the female teenagers. The population of this study conducted at SMPN (State Junior High School) and MTSN (State Religious Junior High School) in Tambang Subdistrict was 295 female teenagers and 192.

The result of multiple logistic regression tests showed that only 4 (four) variables such as aspect of transparency (p = 0.002), aspect of positiveness (p = 0.001), aspect of emphaty (p = 0.001), and conformity (p = 0.001) had significant influence. The result of qualitative study on 2 (two) teenagers who admitted that they have had sexual intercourse with their boyfriends showed that their communication with their parents and peers in terms of premarital sexual behavior is in poor category.

Educational institution in terms of its teachers are expected to have a meeting with the school committee or to implement inter-sectoral cooperation with the officials of local educational service to discuss the sexual problems and praktice teenager-parents Comunication, adolescent reproductive health counseling for teenager parents.

Keywords: Teenager-parents Communication, Peers, Female Teenager, Premarital Sexual Behavior


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perilaku seksual remaja saat ini sudah menjadi masalah dunia. Tidak dapat dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas. Perilaku seksual menurut Sarwono (2006) adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk perilaku seksual dapat berupa perasaan tertarik, berkencan, bercumbu, masturbasi dan bersenggama. Sebagian dari perilaku seksual remaja mempunyai dampak yang serius yang dapat mengakibatkan terjadinya perasaan bersalah, depresi, marah, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit kelamin, penyakit menular dan HIV/AIDS serta aborsi.

Survei Nasional Amerika Serikat melaporkan bahwa sebanyak 60,7% laki-laki dan 62,3% perempuan telah melakukan hubungan seksual semenjak duduk di kelas 3 SMA. Persentase tersebut menunjukkan meningkatnya penyebaran HIV dan PMS (Penyakit Menular Seksual) di kalangan remaja. Di Amerika Serikat, remaja merupakan kelompok utama dalam penyebaran AIDS; dilaporkan bahwa 25% kasus PMS setiap tahunnya terjadi pada remaja dan setengah dari remaja yang terinfeksi HIV telah terinfeksi sebelum usia mereka mencapai 25 tahun (Donenberg et al., 2006). Hasil penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1995, menunjukkan 40% remaja perempuan usia 15 sampai 19 tahun telah melakukan hubungan seksual aktif


(18)

(Singh et al., 1999), serta pada tahun 2001 ditemukan 45,6% pelajar sekolah menengah telah melakukan hubungan seksual aktif (Irwin et al., 2002). Jones (2005) mengungkapkan data bahwa dalam 20 tahun terakhir, terdapat peningkatan besar jumlah remaja putri yang berhubungan kelamin seperti di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Sekitar 17% remaja putri berhubungan kelamin sebelum usia 16 tahun, dan ketika mencapai usia 19 tahun, ¾ remaja putri pernah sekurang-kuranganya satu kali berhubungan kelamin.

Perilaku seksual remaja Indonesia dipengaruhi oleh informasi teknologi seperti internet, televisi, multimedia, gaya hidup glamour dan sebagainya. Remaja mengadopsi gaya hidup, sikap dan perilaku yang liberal terutama tentang seksualitas melalui media tersebut sementara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi masih kurang. Meningkatnya dorongan seksual menyebabkan remaja mencari informasi seksual secara sembunyi-sembunyi karena dianggap bertentangan dengan norma sehingga terjerumus dalam persoalan seksualitas yang kompleks seperti hamil diluar nikah dan penyakit menular seksual (Novita, 2006).

Kondisi serupa terjadi di negara berkembang, remaja memiliki risiko tinggi terpapar PMS, HIV dan KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan). Setengah dari pengidap HIV di negara berkembang adalah perempuan yang berusia kurang dari 25 tahun. Selain itu, lebih dari 13 juta remaja perempuan di negara berkembang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan setiap tahunnya (Speizer etal., 2003).

Masa remaja merupakan tahap kehidupan dimana orang mencapai proses kematangan emosional, psiko-sosial, dan seksual, yang ditandai dengan mulai


(19)

berfungsinya organ reproduksi dan segala konsekuensinya (Sawyer & Roberts, 1999). Perkembangan seksual masa remaja ditandai dengan menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada pria (Hurlock,1994). Salah satu isu penting yang dihadapi remaja sehubungan dimulainya kematangan seksual dan berfungsinya alat reproduksi adalah risiko terjadinya hubungan seksual menyimpang dan tidak aman, karena remaja tidak tahu tentang kesehatan reproduksi dari sumber yang benar dan cara yang tepat (Suzuki et al., 2006).

Berdasarkan Data Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2007) menunjukkan bahwa remaja (15-24 tahun) pernah melakukan hubungan seksual pranikah (perempuan 2,7% dan laki-laki 14,2%). SKRRI pun melanjutkan analisanya dengan memetakan beberapa faktor yang mempengaruhi remaja melakukan seks pranikah yaitu pengaruh teman sebaya atau punya pacar, punya teman yang setuju dengan hubungan seks pranikah dan punya teman yang mendorong untuk melakukan seks pranikah.

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 tercatat 4,2% dari remaja telah melakukan hubungan seks sebelum mereka menikah dan data menunjukkan bahwa para remaja melakukan seks untuk pertama kali dalam usia relatif muda. Sebagian besar atau 70,2% dilakukan oleh remaja berusia antara 15-19 tahun dan 24,4%, remaja usia 20-24 tahun. Meskipun demikian, 5,4% remaja yang berusia 10-14 tahun juga ada dalam kelompok dimaksud.

Data Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) pada kelompok resiko tinggi di Indonesia pada tahun 2011 dengan responden siswa SMA menemukan 3


(20)

temuan kunci perilaku kelompok berisiko. Temuan kunci pertama, masih rendahnya pengetahuan komprehensif di kalangan remaja, hanya 22.30% responden yang memiliki pengetahuan komprehensif. 7,23% responden pernah berhubungan seks dan 51,18% diantaranya menggunakan kondom, 0,4% responden pernah menggunakan napza suntik. Temuan kedua bahwa sebanyak 7% remaja mengaku pernah berhubungan seksual. Dari remaja tersebut, 51% menjawab menggunakan kondom pada hubungan seks terakhir, dan 100% menggunakan kondom secara konsisten dalam hubungan seks setahun terakhir. Temuan ketiga, dari remaja yang pernah menggunakan napza, 11% diantaranya pernah menggunakan napza suntik (Kandun, 2011).

Hasil penelitian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) tahun 2004 di Yogyakarta menunjukkan perilaku seksual remaja dalam berpacaran antara lain meraba-raba payudara (45,5%), pernah melakukan hubungan seksual (12,1%) dan 75% mengaku sudah melakukan hubungan seksual 2-3 kali.

Dari hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan, Sumatra Utara. Hasil penelitian itu menyebutkan ada lima tahapan yang sering dilakukan oleh remaja yaitu dalam prilaku seks bebasnya yakni dating, kissing, necking, petting dan coitus. Diperoleh data bahwa hampir 40 persen remaja sudah pernah melakukan hubungan seks. Penelitian PKBI DI Jogjakarta selama tahun 2001 menunjukkan data angka sebesar 722 kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja. Menurut Fakta HAM 2002 data PKBI Pusat menunjukkan 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun di mana 15 persen di antaranya dilakukan oleh remaja (belum menikah). Faktor


(21)

penyebab dari perilaku tersebut antara lain, lanjutnya, yaitu semakin panjangnya usia remaja, informasi tentang seks yang terbatas, melemahnya nilai-nilai keyakinan serta lemahnya hubungan dengan orang tua(Yuwono,2001)(Riaupos, 2011).

Penelitian Nursal (2007) di SMU Negeri di Padang menunjukkan sebanyak 58 orang (16.6%) murid SMU Negeri di Padang berperilaku seksual berisiko,diantaranya 15 orang (4,3%) telah melakukan hubungan seksual. Alasan terbanyak yang dikemukakan adalah untuk mengungkapkan kasih sayang (80%), tempat tersering adalah rekreasi (53,3%)dan rumah (46,7%). Semua responden melakukan hubungan seksual dengan pacarnya (100%). Hampir setengah responden menyatakan hubungan seksual dimulai oleh keduanya (46,7%).

Sementara itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmaini tahun 2010 pada siswa-siswa SMA-SMK di Kota Pekanbaru dari 329 subyek penelitian di antara hasil penelitian adalah 68 persen sumber informasi tentang seks tidak didapatkan dari orang tua dan guru tapi dari buku porno, VCD/DVD, teman sebaya, internet dan novel. Ini menunjukkan bahwa akan terjadi penyimpangan informasi tentang seks pada remaja. Selanjutnya sudah sejauh mana perilaku seks remaja dalam berpacaran, hasil yang didapatkan adalah pelukan sebanyak 175 subyek (53 persen), berciuman 183 subyek (55 persen), meraba payudara sebanyak 65 subyek (19 persen) memegang alat kelamin sebanyak 40 subyek (12 persen) dan yang sudah melakukan hubungan badan atau intim sebanyak 28 orang (8 persen)(Riaupos,2011).

Beberapa penelitian yang dilakukan mengenai risiko perilaku seksual remaja, diasumsikan ada tiga faktor yang mempengaruhi adanya kekhawatiran terjadinya


(22)

risiko seksual pada remaja. Pertama, suatu kecenderungan remaja mengalami kematangan seksual lebih awal karena pergaulan sosial yang sangat permisif dan usia pernikahannya semakin lama tertunda karena lamanya masa sekolah, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi (Gubhaju, 2002). Kedua, banyak remaja tidak tahu bagaimana cara mencari informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi, baik di sekolah (teman sebaya) maupun di rumah (orang tua). Peluang diskusi mengenai kesehatan reproduksi sangat terbatas, bahkan banyak orangtua dan guru menganggap bicara mengenai seks itu tabu (Aras et al., 2007). Ketiga, semakin meningkatnya arus globalisasi teknologi informasi membuat akses remaja terhadap sumber informasi seksual dari media yang keliru, baik cetak maupun elektronik, semakin meningkat terutama dari internet (Ajuwon, 2006). Tiga faktor di atas jelas mempengaruhi tendensi perilaku seksual remaja pranikah.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk merespon masalah remaja, antara lain melalui program di sekolah, masyarakat, keluarga dan kelompok sebaya. Dari berbagai upaya tersebut, keluarga terutama pola asuh orangtua, telah diidentifikasi sebagai pengaruh yang sangat penting dalam membentuk sikap dan perilaku seksual remaja. Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua-remaja, pengawasan orangtua dan komunikasi orangtua-remaja tentang topik seksualitas. Di antara proses pola asuh tersebut, komunikasi orangtua-remaja tentang seksualitas telah diketahui merupakan pengaruh yang paling penting dan signifikan terhadap sikap dan perilaku seksual remaja (Hutchinson & Montgomery, 2007).


(23)

Perilaku seks bebas pada remaja tidak terjadi secara tiba-tiba. Hal ini terjadi akibat atau merupakan penumpukan perilaku interaksi keseharian remaja dengan keluarga. Oleh karena itu orangtua wajib untuk selalu berkomunikasi dan memperhatikan perkembangan putra-putrinya. Sulit remaja berkomunikasi, khususnya dengan orangtua, pada akhirnya akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak diharapkan. Semakin jelek taraf komunikasi antara anak dan orangtua, maka semakin besar kemungkinan remaja untuk melakukan tindakan seksual (Sarwono,2006).

Komunikasi efektif orangtua - remaja telah diidentifikasi sebagai strategi utama dalam meningkatkan perilaku seksual bertanggung jawab dan pengalaman seksual yang minim pada remaja (Burgess et al., 2005). Melalui komunikasi, orangtua seharusnya menjadi sumber informasi dan pendidik utama tentang seksualitas bagi remajanya. Namun demikian, orangtua sering menghadapi kesulitan untuk membicarakan masalah seksual kepada remajanya, begitu pun sebaliknya (Kirby & Miller, 2002). Diskusi terbuka tentang seksualitas menjadi sulit bagi orangtua maupun remaja oleh karena pantangan sosial budaya di sekitarnya (Miller & Whitaker, 2001).

Dari hasil peninjauan dan wawancara peneliti terhadap orang tua- remaja serta remaja tersebut dilapangan sebagian besar orangtua tidak mendiskusikan secara langsung mengenai hubungan seksual, tetapi hanya memberitahukan bahwa pada umur puberitas akan mendapatkan haid atau mimpi basah. Mereka masih menganggap hal demikian masih tabu untuk diceritakan dan juga ketidaktahuan orang


(24)

tua terhadap kesehatan reproduksi. Sehingga remaja lebih banyak mendapat informasi dari luar seperti teman sebaya, media elektronik dan lain-lain. Berkaitan dengan hal tersebut, orangtualah yang dianggap mempunyai peran penting dalam membentuk sikap remaja. Pembentukan sikap dapat dilakukan oleh orangtua melalui pendidikan seks untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang seksualitas. Mohammadi et al. (2006) mengemukakan bahwa remaja yang memiliki kesulitan berkomunikasi dengan orangtuanya tentang masalah seksualitas, mereka cenderung memiliki sikap permisif (serba boleh) terhadap hubungan seksual.

Perkembangan remaja tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi banyak faktor di dalam kehidupan mereka. Kehadiran teman sebaya (peer group) menjadi pusat informasi utama bagi mereka untuk mencari tahu akses agar dapat memperoleh informasi tentang seks. Karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama-sama teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar pengaruhnya. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba merokok, minum alkohol, obat –obat terlarang, seks bebas, maka remja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan akibat dari perilakunya tersebut (Hurlock, 2003).

Hasil wawancara tersebut di atas didukung oleh data SKRRI 2002- 2003, yang menunjukkan bahwa di Indonesia orangtua belum dijadikan sebagai sumber utama


(25)

bagi remaja dalam memperoleh informasi kesehatan reproduksi. Sebanyak 45,2% remaja perempuan dan 56,5% remaja laki-laki usia 15-24 tahun menerima informasi mengenai perubahan fisik pada anak laki-laki atau anak perempuan saat pubertas dari teman sebayanya, sedangkan yang bersumber dari orangtuanya hanya sebesar 33,5% remaja perempuan dan 14,6% remaja laki-laki (BPS et al., 2003). Survei yang dilakukan oleh LDFE-UI(Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi-Unuversitas Indonesia), dan BKKBN tahun 2002, memberikan gambaran bahwa persentase remaja yang mendapatkan informasi tentang isu kesehatan reproduksi oleh keluarga (orangtua atau anggota keluarga lain) relatif sedikit; sebanyak 42,2% remaja menerima informasi tentang haid, yang mendapatkan penjelasan tentang penyakit menular seksual sebanyak 16,9% dan hanya 15,5% remaja yang menerima informasi tentang hubungan suami istri. Data tersebut di atas mengindikasikan bahwa orangtua belum dijadikan sumber utama bagi remaja dalam memperoleh informasi kesehatan reproduksi.

Alasan orangtua tidak bersedia membicarakan topik tersebut dengan remajanya antara lain karena: (1) orangtua merasa bahwa hal tersebut adalah tanggung jawab orang lain; (2) merasa malu dan (3) kurang memahami topik yang dibicarakan (Burgess et al., 2005). Ketika orangtua berdiskusi tentang seksualitas dengan anak remajanya, sebagian besar orangtua cenderung menunjukkan sikap bertahan, sikap menghindar, kurang mendukung dan berorientasi pada aturan (Martino et al., 2008).


(26)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi orangtua-remaja merupakan salah satu bentuk proses pola asuh yang memiliki pengaruh penting terhadap pembentukan sikap dan perilaku seksual remaja. Orangtua memegang peranan penting untuk mencegah hubungan seksual pranikah pada remaja melalui komunikasi antara orangtua dengan remaja tentang isu seksualitas.

Selain itu kehadiran teman sebaya (peer group) menjadi pusat informasi utama bagi mereka untuk mencari tahu akses agar dapat memperoleh informasi tentang seks. Karena itu, media sangat berperan dalam membentuk perspektif seorang remaja dalam memahami masalah seks. Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 2003).

Salah satu fenomena yang melanda Kabupaten Kampar yang dikenal dengan Kota Serambi Makkah saat ini adalah tingginya kasus Nikah karena “Kecelakaan” atau hamil diluar nikah. Bahkan ada salah satu Kecamatan di Kabupaten Kampar dari 10 pasang pengantin hanya tiga pasangan yang murni menikah tampa kasus. Kondisi tersebut sangat meresahkan masyarakat Kampar, sehingga perlu adanya upaya-upaya untuk menekan tingginya kasus tersebut. Ini menggambarkan bahwa betapa banyaknya remaja melakukan pernikahan dini disebabkan kehamilan yang tidak diinginkan. Yang kesemuanya ini disebabkan oleh kegiatan seks bebas di kalangan remaja dan mahasiswa (IPKB, 2012).


(27)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4) Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar tahun 2012 tercatat sebanyak 632 perkawinan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 201 orang perempuan (31,8%) melakukan perkawinan dibawah usia 20 tahun di 17 desa Kecamatan Tambang dari jumlah tersebut ada beberapa kasus remaja putri tersebut telah hamil diluar nikah, dari data tersebut tidak semua yang tercatat di BP4 karena beberapa dari pasangan yang hamil diluar nikah tidak melakukan pernikahan di kantor BP4.

Sehingga penulis tertarik untuk meneliti perilaku remaja terhadap seks pranikah dengan memilih judul “ Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013”

1.2. Permasalahan

Orangtua memegang peranan penting untuk mencegah hubungan seksual pranikah pada remaja melalui komunikasi antara orangtua dengan remaja tentang isu seksualitas. Namun demikian, orangtua masih menganggap masalah seksualitas adalah hal yang tabu untuk dibicarakan dengan remaja. Sehingga remaja mencari informasi dari luar seperti media elektronik dan media cetak serta teman sebayanya. Jika remaja tidak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi yang benar dan sesuai dengan perkembangan usianya, padahal informasi tersebut dapat mempengaruhi pengetahuan yang diikuti dengan sikap dan perilakunya. Sehingga permasalahan yang


(28)

akan diteliti yaitu Apakah ada pengaruh Antara Komunikasi Orangtua - Remaja dan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh komunikasi orangtua-remaja dan teman sebaya terhadap perilaku seks pranikah pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau tahun 2013.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh komunikasi orangtua-remaja dan teman sebaya terhadap perilaku seks pranikah pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan dilingkungan Depertemen Pendidikan Nasional untuk menambah kurikulum pendidikan, tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi di SMPN dan MTSN.

2. Sebagai bahan masukan bagi puskesmas khususnya dan pembuat kebijakan dilingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar untuk mengembangkan program kesehatan reproduksi bagi remaja.


(29)

3. Sebagai bahan informasi bagi aparat pemerintah di Kecamatan Tambang dalam menyikapi maraknya pergaulan bebas agar dapat dilakukan pengendalian dan pencegahan perilaku seks pranikah pada remaja.

4. Penelitian ini secara fundamental bermanfaat bagi perubahan perilaku remaja, khususnya remaja putri dari perilaku seks pranikah menjadi perilaku sehat dalam berhubungan dengan lawan jenis

5. Sebagai pengembangan wawasan penelitian dalam bidang penelitian kesehatan reproduksi remaja khususnya perilaku seks pranikah


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Remaja

2.1.1. Definisi Remaja

Menurut Hurlock (2003), istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yangberarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “ tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence, seperti yang digunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan tersebut diungkapkan Pieget dengan mengatakan : secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Masa remaja, merupakan masa di mana seorang anak terlihat adanya perubahan-perubahan pada bentuk tubuh yang disertai dengan perubahan struktur dan fungsi fisiologis. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna. Secara faali, alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula yang ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki (Sarwono, 2006).

Menurut Monks (1999) dalam Nasution (2007), remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa


(31)

anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

Remaja adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan individu yang berada diantara masa anak-anak dan masa dewasa. Batasan remaja yang ada selama ini bervariasi atau selalu mengacu pada kronologis. Batasan usia remaja adalah antara 11 tahun sampai dengan 20 tahun (Sarwono, 2003). Pada tahun 1970-an

World Health Organization (WHO) menetapkan batasan usia remaja adalah 10-19 tahun, tetapi pada tahun 1980-an, batasan itu bergeser menjadi 10-24 tahun, karena situasi yang berbeda. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) menggunakanbatasan umur remaja 15-24 tahun, sedangkan pandangan umum di Indonesiatentang remaja adalah individu yang berusia antara 11-24 tahun(Kuswardani et al., 2000). Umur pada masa remaja ditetapkan pada usia 10-20 tahun, dengan membagi menjadi 2 bagian, remaja awal pada usia 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarlito, 2001).

Perubahan yang terlihat jelas pada anak perempuan saat memasuki masa puberitas pertama-tama adalah payudara. Sejalan dengan pertumbuhan payudara, bagian pinggul dan paha akan semakin berisi, diikuti dengan melebarnya bagian tubuh disekitar pinggul, sebagai jalan kelahiran bayi. Setelah itu, tumbuh rambut dusebagian tubuh, seperti diketiak dan di sekitar vagina. Terakhir, sebagai pelengkap semuanya, pada masa puberitas, seorang perempuan akan mengalami menstruasi hingga masa menopause nanti. Faktor yang menyebabkan perubahan ini adalah bertambahnya jumlah hormon estrogen yang memproduksi sel lemak dalam tubuh, seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu hormon ini dapat merangsang


(32)

pertumbuhan organ reproduksi sehingga berfungsi sesuai dengan tugas masing-masing. Hormon ini la yang membedakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan (Dianawati, 2006).

2.1.2. Tahapan Masa Remaja

Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkankematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan sebagai berikut:

1. Masa remaja awal umur 11–13 tahun, remaja berada pada masa pertumbuhan yang sangat cepat dan merupakan awal dari kematangan seksual.Remaja awal sudah mulai berpikir secara abstrak. pada tahap ini pada remaja telah tampak perubahan fisik, yaitu fisik mulai matang dan berkembang. Pada masa ini remaja mulai melakukan onani karena terangsang secara seksual akibat pematangan alami.

2. Masa remaja pertengahan umur 14–16 tahun, remaja pada tahap ini telah mengalami pematangan fisik penuh, yaitu anak laki-laki telah mengalami mimpi basah, sedangkan anak perempuan telah mengalami haid. Remaja dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya. Pada saat ini gairah seksual remaja sudah mencapai puncak, sehingga mereka mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik. 3. Masa remaja lanjut umur 17–20 tahun, pada masa ini remaja sudah mengalami

perkembangan fisik penuh seperti dewasa, mereka sudah mempunyai perilaku seksual yang jelas dan mereka sudah mengembangkannya dalam bentuk pacaran.


(33)

Fungsi intelektualitas semakin mantap, identitas seksual semakin mantap, memperhatikan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan orang lain (Pangkahila, 2007).

2.1.3. Ciri-ciri Masa Remaja

Agar dapat memahami fase transisi di masa remaja, Hurlock (1994) menyebutkan sejumlah ciri masa remaja sebagai berikut:

1. Masa remaja merupakan periode penting, di periode ini orang cenderung mengalami perubahan penting, baik fisik maupun psikologis.

2. Masa remaja adalah masa peralihan remaja yang memiliki waktu untuk bisa mengalami perubahan melalui pembentukan nilai, sikap, dan perilaku, serta pola hidup dengan sifat-sifat sesuai yang diinginkan.

3. Masa remaja adalah periode perubahan yang bersifat universal: meningkatnya emosi, perubahan tubuh, minat, dan kelompok sosial di masyarakat, berubahnya minat dan perilaku, sehingga nilai-nilai juga berubah, dan bagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap tiap perubahan karena menuntut kebebasan, namun pada waktu yang sama juga sering takut bertanggungjawab atas akibatnya.

4. Masa remaja adalah usia bermasalah, kebanyakan remaja mengalami ketidakmampuan dan kegagalan mengatasi masalah mereka sendiri sesuai dengan cara yang diyakininya.

5. Masa remaja adalah masa untuk mencari identitas, dimana remaja mencari kejelasan tentang siapa dirinya dan apa peran dirinya di tengah masyarakat.


(34)

6. Masa remaja adalah usia yang tidak realistik dimana banyak remaja cenderung melihat kehidupan dengan kacamatanya sendiri dan bila menginginkan sesuatu tapi tidak sesuai harapannya, remaja mudah sekali naik emosinya.

7. Masa remaja adalah usia yang menimbulkan ketakutan, karena tumbuh dan berkembang sikap negatif dan stereotip bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak bisa dipercaya, cenderung melakukan perilaku merusak yang membuat orangtua harus bisa membimbing sekaligus mengawasi kehidupan remaja. 8. Masa remaja adalah ambang masa dewasa, yang terkesan dari perubahan

mendasar model kehidupan dan pergaulan di kalangan remaja, termasuk dalam bertindak, berperilaku, dan berpakaian.

2.1.4. Jaringan Lingkungan yang Memengaruhi Perkembangan Remaja

Teori Ecological System yang dikembangkan oleh Bronfenbrenner menggambarkan jaringan kompleks dari lingkungan yang mempengaruhi perkembangan remaja. Jaringan pertama adalah keluarga, terutama orangtua, yang memiliki pengaruh terbesar dalam kehidupan remaja. Salah satu peran orangtua adalah meminimalisir pengaruh negatif lingkungan terhadap kesehatan reproduksi remaja melalui keterikatan, komunikasi dan pengawasan. Tetapi kurang terjalinnya komunikasi yang bersifat dialogis antara remaja dengan orang dewasa, baik orang tua maupun guru, mengenai masalah seksual, di mana kebanyakan masyarakat masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah seksual dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi dalam keluarga mencakup interaksi dan diskusi antara orangtua, orang dewasa ataupun teman sebaya dengan remaja tentang isu tertentu, tetapi tetap


(35)

memperhatikan isi dan waktu yang tepat. Harapannya adalah komunikasi efektif antara remaja orang tuanya akan mengarahkan remaja pada perilaku yang sehat, terutama yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan seksual(Kumi-Kyereme et al., 2007).

Lingkaran selanjutnya adalah sekolah, teman sebaya, tetangga, tokoh agama dan organisasi remaja. Kumi-Kyereme et al. (2007) mengemukakan bahwa semakin besar keterikatan remaja dengan lingkungan sekitar (teman sebaya, organisasi keagamaan dan organisasi sosial), semakin kecil kemungkinan remaja terlibat perilaku hubungan seksual. Selain itu, lingkungan tempat tinggal (neighbourhood) dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja. Lingkaran terluar (terdiri dari norma-norma, media, kondisi perekonomian dan politik) merupakan pengaruh tidak langsung terhadap kehidupan remaja. Meskipun demikian, mulai dari lingkaran terdalam hingga lingkaran terluar dari kerangka konsep Bronfenbrenner’s Ecological System tetap memiliki pengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja (Kumi-Kyereme et al., 2007).

2.2. Perilaku Seks Pranikah 2.2.1. Definisi Perilaku

Perilaku merupakan suatu keinginan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung (Taufik, 2007).


(36)

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan perilaku manusia hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar mauapun dari dalam tubuhnya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan; pengetahuan dan sikap) maupun aktif (tindakan yang nyata atau praktek).

2.2.2. Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007), semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu kepada bloom. Dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju. Bloom menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap staus kesehatan, kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil no dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap suatu status kesehatan. Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatar belakangi atau di pengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.


(37)

2. Faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor ini mencakup lingkungan fisik/sosial, terpaan media, ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan masyarakat.

3. Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini Undang-Undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

2.2.3. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk dua macam yaitu:

1. Bentuk pasif

Adalah respon internal, yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat dari orang lain. Misalnya : seorang ibu hamil tahu bahwa pemerikaaan antenatal itu sangat penting baginya salah satunya untuk mencegah komplikasi pada saat kehamilan, namun ibu tidak memeriksakan kehamilannya. Maka perilaku ibu tersebut masih terselubung atau tertutup.

2. Bentuk aktif

Yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya ibu sudah memeriksakan kehamilannya ke fasilitas kesehatan. Maka ibu tersebut


(38)

sudah melakukan bentuk tindakan nyata dan disebut perilaku terbuka (Notoatmodjo, 2007).

2.2.4. Domain Perilaku

Notoatmodjo (2007), berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu kedalam tiga domain yaitu:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena itu dari pengalaman dan penelitian terbyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan. Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif mempunyai ena tingkatan yaitu:

1.) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatau materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dariseluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2.) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.


(39)

3.) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikansebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya (real). Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4.) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sma lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambar, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5.) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6.) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasari pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.


(40)

2. Sikap (Attitude)

Sikap memiliki arti penting dalam kehidupan manusia, karena sikap yang terbentuk dalam diri manusia dapat menentukan perilaku dalam menghadapi suatu objek sikap atau masalah yang muncul. Thurstone (1946, cit. Ahmadi, 2002) menyatakan bahwa sikap adalah tingkat kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi di sini meliputi simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable. Sebaliknya, orang yang dikatakan memiliki sikap negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka atau sikapnya

unfavorable terhadap objek psikologi.

Menurut Notoadmodjo (2007) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: 1.) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (objek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2.) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dalam sikap.

3.) Menghargai (valiung)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.


(41)

4.) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Praktek atau Tindakan (Practice)

Menurut Notoatmodjo (2007) yaitu suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas.

Tingkat-tingkat praktek adalah persepsi (perception), respon terpimpin (guided respons) , mekanisme (mechanisme), dan adopsi (adoption).

1.) Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2.) Respon terpimpin (guided respons)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh yang telah diketahui.

3.) Mekanisme (mechanisme)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu yang benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupaka kebiasaan.


(42)

4.) Adopsi (adoption)

Adalah sesuatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.2.5. Definisi Perilaku Seks Pranikah

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual ,baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentukbentuk tingkah laku bermacam-macam mulai perasaan tertarik sampai dengan tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksual bisa berupa orang lain, orang dalam hayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa terutama jika ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkan. Tetapi pada sebagian perilaku seksual yang lain dampak bisa cukup serius seperti perasaan bersalah, depresi, marah dan lain-lain (Sarwono, 2002).

Sedangkan menurut Tim sahabat remaja Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY (2007) yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah perilaku yang muncul karena adanya dorongan seks. Seks pranikah adalah melakukan hubungan seks sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah, baik berhubungan seks yang penetrative (penis dimasukan dalam vagina, anus atau mulut) maupun yang non penetratif (penis tidak dimasukan dalam vagina), oral dan anal seks termasuk dalam hubungan seks yang penetratif.

Perilaku seksual meliputi pengalaman seseorang dalam melakukan aktivitas seksual yang meliputi berciuman pipi, berciuman dalam waktu yang lama, memegang


(43)

payudara, menyentuh atau saling menyentuhkan alat kelamin, oral seks dan intercourse (Collin et al., 2004). Perilaku seksual dipengaruhi faktor perilaku teman sebaya dilingkungannya. Speizer et al. (2001) mengatakan bahwa remaja usia 15-19 tahun di Afrika perempuan 44% dan laki-laki 48% sudah melakukan hubungan seksual karena remaja hanya memperoleh informasi pendidikan seks dari ibu yang pengetahuannya kurang.

Menurut Sarwanto & Ajik (2001) remaja di Indonesia sejumlah 37% penduduk, pendidikan mereka semakin tinggi tetapi fase meningkatnya dorongan seksual menyebabkan remaja mulai melakukan masturbasi, bercumbu dan berhubungan seksual. Remaja tersebut 68,5% tidak pernah membicarakan seks tetapi 33,8% melakukan pacaran dan 1,3% sudah berhubungan seksual. Perilaku seks remaja cenderung meningkat dengan melakukan hubungan seksual pada umur 17-18 tahun sehingga menyebabkan kehamilan dan kawin muda, hal itu berisiko terjadi penyakit menular seksual.

Menurut L’Engle, et al. (2006) perilaku seksual terbagi atas dua aktivitas yaitu aktivitas seksual ringan dan berat yang dimulai dari menaksir seseorang, sesekali pergi berkencan, pergi ketempat yang bersifat pribadi, berciuman ringan,

french kiss, sampai melakukan aktivitas seksual berat seperti, meraba payudara, meraba vagina atau penis, oral seks, dan melakukan hubungan seksual.

Untuk mengukur perilaku seksual remaja mengacu alat ukur yang digunakan Collin et al. (2004) dalam penelitiannya Watching sex on television predict adolescent inisiation on sexual behavior, Reiss (1995) dalam alat ukur Reiss male


(44)

and female premarital sexual permisiveness scale dalam buku Davis et al. (1998)

Handbook of sexuality related measures. Instrumen dimodifikasi dengan kuesioner Wahyuningsih (2004) tentang hubungan antara persepsi remaja terhadap seksualitas dalam media masa dan perilaku seksual pada siswa SMUN I Purwokerto. Perilaku seksual remaja digambarkan sebagai berikut; berpegangan tangan, memeluk/dipeluk, merangkul (melingkarkan tangan di bahu / dipinggang pasangan), mencium/dicium pipi dan kening, masturbasi/onani, necking (berpelukan dan berciuman secara lama sampai melibatkan lidah), petting ringan (memegang payudara pasangan), menggesekkan alat kelamin dengan masih berpakaian, petting berat (saling menggesekkan alat kelamin dengan tanpa berpakaian), oral seks, intercourse (berhubungan seksual / senggama). Termasuk perilaku seks rendah jika hanya berpegangan tangan, memeluk/dipeluk, merangkul (melingkar tangan dibahu/dipinggang pasangan), mencium/dicium pipi dan kening, masturbasi/onani, dan perilaku seks tinggi jika sudah necking (berpelukan dan berciuman secara lama sampai melibatkan lidah), petting ringan (memegang payudara pasangan), menggesekkan alat kelamin dengan masih berpakaian, petting berat (saling menggesekkan alat kelamin dengan tanpa berpakaian), oral seks, intercourse (berhubungan seksual / senggama).


(45)

2.2.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Sek Pranikah

Menurut Soetjiningsih (2004) faktor-faktor yang mempengruhi perilaku seks pranikah antara lain:

1. Perspektif biologis, perubahan yang terjadi masa pubertas dan pengaktifan hormonal dapat menimbulkan perilaku seksual. Perubahan hormonal tidak selalu diiringi kematangan organ tubuh dan pola pikir remaja.

2. Pengaruh orang tua, kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dan remaja seputar masalah seksual memperkuat munculnya penyimpangan perilaku sekual.

3. Pengaruh teman sebaya dapat memacu penyimpangan seksual dikaitkan dengan norma pada kelompok sebaya. Perspektif akademis, remaja dengan prestasi rendah dan tahap aspirasi rendah cenderung lebih memunculkan aktivitas seksual dibanding dengan remaja dengan prestasi baik di sekolah.

Menurut Koentjoro (2007) beberapa faktor penyebab perilaku seksual remaja yaitu faktor internal, eksternal dan campuran keduanya. Faktor internal atau yang berasal dari dalam individu, adalah faktor asupan gizi yang makin membaik. Gizi yang semakin baik mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan memacu percepatan kemasakan hormon. Faktor eksternal yang diduga mempengaruhi perilaku seksual adalah dampak globalisasi dan budaya materialisme. Kemajuan telekomunikasi (dalam hal ini media) akan berpengaruh pada pola hidup materialisme.

Menurut Sarlito W. Sarwono dalam Damayanti (2012), faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya perilaku seks pranikah pada remaja yaitu:


(46)

1. Perubahan hormonal yang meningkat hasrat seksual remaja. Peningkatan hormonan ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu.

2. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain).

3. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.

4. Kecenderungan pelanggaran akan meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan media massa yang dengan teknologi yang canggih. Remaja dalam periode ini ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umunya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual yang lengkap dari orang tuanya.

5. Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabuhkan pembicaraan mengenai seks pada anaknya, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.


(47)

6. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, hingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.

Remaja memiliki emosi yang luar biasa besar, seseorang cenderung menginginkan perhatian yang lebih. Jika dalam keluarga seorang remaja tidak memperoleh perhatian yang diinginkan, mereka cenderung mencarinya diluar lingkungan keluarga. Cukup tidaknya kasih sayang dan perhatian yang diperoleh sang anak dari keluarganya, cukup tidaknya keteladan dan komunikasi yang baik yang di terima sang anak dari orang tuanya, dan sebagainya yang menjadi hak anak dari oarang tuanya. Jika tidak, maka anak akan mencari tempat pelarian di jalan-jalan serta ditempat-tempat tidak mendidik mereka. Anak akan dibesarkan dilingkungan yang tidak sehat bagi pertumbuhan jiwanya. Anak akan tumbuh dilingkungan pergaulan bebas. Sebaliknya mereka yang tidak mengetahui dan tidak tertarik dengan hal yang mengarah kepada hal negatif akan dinilai sebagi remaja yang tidak gaul dan kampungan. Akibatnya, remaja akan merasa dirinya terkucilkan dan akan mengikuti teman sebayanya. Sehingga anak gaul inilah yang biasanya menjadi korban dari pergaulan bebas, diantaranya terjebak dalam perilaku seks bebas (Damayanti, 2012). 2.2.7. Alasan Remaja Berperilaku Seks Pranikah

Alasan yang dikemukakan dalam berhubungan seksual sebagai bukti cinta, sayang, pengikat hubungan, serta berencana untuk menikah dalam waktu dekat, namun sering terjadi hubungan seksual pertama tidak diawali dengan permintaan lisan tetapi dengan stimulasi atau rangsangan langsung terhadap pasangannya,


(48)

sehingga informan perempuan yang awalnya menolak, pada saat itu sudah terangsang sehingga tidak mampu menolak, dengan itu alasan menuruti keinginan pacar untuk berhubungan seksual cukup banyak (Sarwono, 2006).

Dilihat dari beberapa hal yang menjadi dasar remaja melakukan hubungan seksual, remaja pria dan wanita memiliki alasan-alasan yang berbeda, pada remaja puteri kebanyakan memberi alasan seperti ingin menunjukkan rasa cinta, takut ditinggalkan, dipaksa oleh pacar, agar dicintai, tidak mau dianggap tidak laku karena masih perawan dan lain-lain. Keputusan untuk melakukan hubungan seks tersebut tidak dengan konsekuensi yang kecil, remaja yang telah melakukan hubungan seks harus juga memikirkan risiko yang dihadapi nanti setelah hamil diluar nikah dan terkena penyakit kelamin (Sarwono,2011).

Pendapat ini didukung pula oleh Santrock, dalam Sarwono (2011), alasan-alasan mengapa remaja berhubungan seks antara lain: di paksa (wanita 61% dan pria 23%), merasa sudah siap (wanita 51% dan pria 59%), butuh dicintai (wanita 45% dan pria 23%) dan takut diejek teman karena masih gadis atau perjaka (waniat 38% dan pria 43%).

Faktor lainnya datang dari lingkungan keluarga. Bagi seorang remaja, mungkin aturan yang diterapkan oleh kedua orangtuanya tidak dibuat berdasarkan kepentingan kedua belah pihak (orang tua dan remaja). Akibatnya, remaja tersebut merasa tertekan, sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukkan sikap sebagai pemberontak, yang salah satunya masalah seks. Pada dasarnya, sebagian besar yang mengalami kerugian akibat hubungan seks di luar nikah ini adalah kaum


(49)

perempuan. Bagi perempuan, seks merupakan pengalaman yang dianggap suci dan melibatkan seluruh perasaannya yang terdalam. Bagi laki-laki, seks hanya merupakan hubungan badaniahyang dianggap tidak terlalu serius, tanpa perasaan. Namun dalam hal tertentu, sering juga terjadi perasaan cinta yang dimiliki seorang perempuan terlalu jauh dan berharap dapat menjalin hubungan hingga pernikahan. Perasaan dan harapan tersebut meninabobokkannya untuk mau melakukan seks di luar nikah (Dianawati, 2006).

Menurut para ahli, alasan seorang remaja melakukan hubungan seks diluar nikah ini terbagi dalam beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:

1. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya.

Lingkungan pergaulan yang telah dimasuki oleh seorang remaja dapat juag berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan seks, bagi remaj tersebut tekanan dari teman-temannya itu dirasakan lebih kuat dari pada tekananyang didapatkan dar pacarnya sendiri. Keinginan untuk dapat diterima oleh lingkungan pergaulannya begitu besar, sehingga dapat mengalahkan semua nilai yang didapat, baik dari orang tua maupun dari sekolahnya. Pada umumnya, remaja tersebut melakukannya hanya sebatas ingin membuktikan bahwa dirinya sama dengan teman-temannya, sehingga dapat diterima menjadi bagian dar anggota kelompoknya seperti yang diingikan.

2. Adanya tekanan dari pacar

Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan risiko yang nanti


(50)

dihadapinya. Dalam hal ini yang berperan bukan saja nafsu seksual mereka, melainkan juga karena sikap memberontak terhadap orang tuanya. Remaja lebih membutuhkan suatu bentuk hubungan, penerimaan, rasa aman, dan harga diri sebagai layaknya manusia dewasa. Adanya perhatian dan cinta yang cukup dari orang tua dan anggota keluarga terdekatnya memudahkan ramaja tersebut memasuki masa pubertas. Dengan demikian, dia dapat melawan tekananyang datang dari lingkungan pergaulan dan pasanganya. Selain itu, kemampuan dan kepercayaan diri untuk tetap memegang teguh prinsip hidupnya sangat penting. Pandangan ini tidak terbatas masalah seksual, tetapi dalam segala hal, baik tentang apa yang seharusnya dilakukan maupun tentang apa yang tidak seharusnya dilakukan.

3. Adanya kebutuhan badaniah

Seks menurut beberapa ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Jadi, wajar saja jika semua orang tidak terkecuali remaja menginginkan hubungan seks ini, sekalipun akibat dari perbuatannya tersebut tiadak sepadan dibandingkan dengan risiko yang akan mereka hadapi.

4. Rasa penasaran

Pada usia remaja, rasa keingintahuannya begitu besarterhadap seks. Apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat, ditambah lagi adanya informasi yang tidak terbatas masuknya. Maka, rasa penasaran tersebut semakin


(51)

mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkannya.

5. Pelampiasan diri

Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri. Misalnya karena terlanjur berbuat, seoarang remaja perempuan biasanya berpendapat bahwa sudah tiadak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya. Maka, dengan pikirannya tersebut, ia akan merasa putus asa lalu mencari pelampiasan yang akan semakin menjerumuskannya kedalam pergaulan bebas (Dianawati, 2006).

2.2.8. Dampak Perilaku Seksual Pranikah

Obyek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak, terutama tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian perilaku seksual yang dilakukan sebelum waktunya justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah, dan agresi. Sementara akibat psikososial yang timbul akibat perilaku seksual antara lain adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah, misalnya pada kasus remaja yang hamil diluar nikah. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. Selain itu resiko yang lain adalah tergangguanya kesehatan yang bersangkutan, resiko kelainan janin dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Disamping itu tingkat putus sekolah remaja hamil juga sangat tinggi, hal ini disebabkan rasa malu remaja dan penolakan sekolah menerima kenyataan adanya murid yang hamil diluar nikah.


(52)

Masalah ekonomi juga akan membuat permasalahan ini menjadi semakin rumit dan kompleks (Damayanti, 2012).

Menurut dr. Boyke Dian Nugraha, jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, risiko terkena penyakit menular seksual bisa mencapai empat hingga lima kali lipat. Selain itu, seks pranikah akan meningkatkan kasus penyakit menular seksual, seperti sipilis, ghonorhoe (GO), hingga HIV/AIDS. Untuk GO yang sudah parah dapat menyebabkan hilangkan kesuburan, baik pada pria maupun wanita. Saluran sperma atau indung telur menjadi tersumbat oleh kuman GO. Disisi lain, Boyke menambahkan, perilaku seks bebas ini bisa berlanjut hingga usia perkawinan. Tercatat sekitar 90 dar 121 masalah seks yang masuk ke Klinik Pasutri (pasangan suami istri) tahun 2000 lalu, dialami orang-orang yang pernah melakukan hubungan pranikah (pre marital). Hamil diluar nikah merupakan masalah yang bisa juga ditimbulkan dari perilaku seks bebas. Banyak dari remaja melakukan aborsi untuk menutupi kehamilannya, biasanya aborsi dilakukan ketika janin berusia 1-3 minggu. Setelah itu janin akan lebih susah diaborsi. Yang lebih parah jika aborsi yang dilakukan ketika janin telah berusia lebih dari 3 minggu dan terdapat sisa anggota tubuh janin yang tidak bisa keluar hal itu akan menyebabkan kanker bagi sang ibu (Damayanti, 2012).

Menurut Manuaba (2002), perilaku seksual berisiko akan berdampak terhadap kehamilan remaja puteri. Penyulit pada kehamilan remaja, lebih tinggi dibandingkan dengan kurun reproduksi sehat yaitu 20-30 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu


(53)

maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan stress psikologis, sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya :

1. Keguguran

Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga non profesional dapat menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.

2. Persalinan prematur, BBLR dan kelainan bawaan

Kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan cacat bawaan.

3. Mudah terjadi infeksi

Keadaan gizi yang buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi infeksi saat hamil, terlebih pada kala nifas.

4. Anemia kehamilan

Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.


(54)

5. Keracunan kehamilan

Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan, dalam bentuk preeklampsia atau eklamsia. Preeklampsia dan eklamsia memerlukan perhatian yang serius karena dapat menyebabkan kematian.

6. Kematian ibu yang tinggi

Remaja puteri yang stress akibat kehamilannya sering mengambil jalan pintas untuk melakukan aborsi oleh tenaga dukun. Angka kematian karena aborsi yang dilakukan dukun cukup tinggi, tetapi angka pasti tidak diketahui. Kematian ibu terutama karena perdarahan dan infeksi.

2.3. Komunikasi Orangtua-Remaja 2.3.1. Definisi Komunikasi

Komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan. Proses ini meliputi informasi yang disampaikan baik secara lisan maupun tertulis dengan kata-kata, atau yang disampaikan dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, menggunakan alat bantu disekeliling kita sehingga sebuah pesan menjadi lebih kaya (Liliweri, 2009).

Komunikasi adalah suatu proses pertukaran dan penyampaian informasi, sikap, pikiran atau perasaan melalui bahasa, pembicaraan, pendengaran, gerak tubuh atau ungkapan emosi (Windahl et al., 2004). Komunikasi memiliki beberapa manfaat, antara lain: meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan seseorang terhadap isu


(55)

tertentu dan solusinya, mempengaruhi persepsi, keyakinan dan sikap seseorang, mempengaruhi seseorang untuk cepat bertindak dan menyangkal mitos-mitos dan persepsi yang salah di masyarakat tentang isu tertentu (Windahl et al., 2004).

Menurut Liliweri (2009), komunikasi dikatakan efektif jika dapat memberikan informasi, mendidik, menginstruksikan, mengajak dan menghibur audience. Yang dimaksud dengan memberikan informasi adalah menyampaikan atau menyebarluaskan pesan (informasi) kepada orang lain. Mendidik adalah pesan (informasi) yang disampaikan bersifat mendidik, sehingga dapat menambah pengetahuan tentang informasi yang disampaikan. Menginstruksi artinya memberikan instruksi (mewajibkan atau melarang) penerima utuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan yang diperintahkan. Mengajak (persuasif) adalah pesan yang disampaikan dapat menimbulkan efek pada komunikan, sehingga dapat mempengaruhi (mengubah) pendapat, sikap dan perilaku orang yang diajak berkomunikasi. Komunikasi dapat menghibur artinya mengirimkan pesan-pesan yang mengandung hiburan kepada penerimanya, sehingga dapat menimbulkan perasaan senang kepada komunikan.

Orang tua dan remaja juga dapat menjadikan komunikasi sebagai indikator rasa percaya dan kejujuran dengan mencermati nada emosi yang terjadi dalam interaksi antaranggota keluarga. Booth-Butterfield dan Sidelinger (1998) mengungkapkan bahwa keterbukaan dalam berkomunikasi tentang topik seksualitas dan penggunaan alkohol terbukti berkolerasi dengan kecenderungan remaja untuk melakukan seks yang aman maupun dalam menggunakan alkuhol. Penelitian


(56)

berikutnya yang dilakukan Davidson dan Cardemil (2009) menemukan hal yang selaras. Tingkat komunikasi orangtua-remaja yang tinggi berkolerasi dengan sedikitnya simtom eksternalisasi pada remaja (Lestari, 2012).

Fitzpatrick dan Badzinski (1996) menyebutkan dua karakteristik yang menjadi fokus penelitian komunikasi keluarga dalam relasi orang tua-remaja. Pertama, komunikasi yang mengontrol yakni tindakan komunikasi yang mempertegas otoritas orang tua-remaja. Kedua, komunikasi yang mendukung yang mencakup persetujuan, membesarkan hati, ekspresi afeksi, pemberian bantuan, dan kerja sama. Komunikasi orang tua-remaja sangat penting bagi orang tua dalam upaya melakukan kontrol, pemantauan, dan dukungan pada remaja. Tindakan orang tua untuk mengontrol, memantau, dan memberikan dukungan dapat dipersepsi positif atau negatif oleh anak diantaranya dipengaruhi oleh cara orang tua berkomunikasi (Lestari, 2012).

Komunikasi orangtua - remaja secara potensial dapat mempengaruhi beberapa hal, antara lain: sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah, persepsi remaja terhadap keuntungan dan kerugian jika melakukan hubungan seksual pranikah, pandangan remaja terhadap tekanan dari norma sosial jika melakukan hubungan seksual pranikah, konsep pribadi seseorang yang konsisten dengan citra dirinya jika melakukan hubungan seksual pranikah, reaksi emosional terhadap hubungan seksual pranikah, kemampuan remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah dan kemampuan remaja untuk mengatasi norma-norma sosial yang melarang hubungan seksual pranikah (Jaccard et al., 2002).


(57)

Berdasarkan beberapa definisi komunikasi, maka dalam penelitian ini komunikasi orangtua-remaja didefinisikan sebagai informasi atau pesan tentang seksualitas yang disampaikan oleh komunikator (orangtua) kepada komunikan (remaja).

2.3.2. Tujuan Komunikasi

Tujuan dilakukannya komunikasi efektif orangtua dengan remaja, antara lain: 1. Membangun hubungan yang harmonis dengan remaja

2. Membentuk suasana keterbukaan

3. Membuat orangtua mau mendengar remaja saat mereka berbicara 4. Membuat remaja mau bicara pada saat mereka menghadapi masalah

5. Membuat remaja mau menghormati orangtua atau orang dewasa saat mereka berbicara

6. Membantu remaja menyelesaikan masalahnya (BKKBN, 2012). 2.3.3. Unsur-unsur Komunikasi

Dalam komunikasi efektif antara kelompok satu dengan kelompok lain atau seseorang dengan orang lain, diperlukan keterlibatan beberapa unsur komunikasi, yaitu komunikator, komunikan, pesan dan saluran.

1. Komunikator adalah orang atau sumber yang menyampaikan atau mengeluarkan rangsangan dalam bentuk informasi atau pesan kepada orang atau pihak lain. Diharapkan orang atau pihak lain tersebut memberikan tanggapan atau jawaban. Beberapa faktor yang hendaknya dimiliki oleh komunikator yang mempengaruhi penerimaan pesan oleh komunikan antara lain :


(1)

4.

Aspek empati * seks pranikah

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 38.909a 1 .000

Continuity Correctionb 37.115 1 .000

Likelihood Ratio 40.414 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 38.707 1 .000

N of Valid Casesb 192

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 41,56. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

seks pranikah

Total rendah tinggi

aspek empati baik Count 63 21 84

% within aspek empati 75.0% 25.0% 100.0% % within seks pranikah 66.3% 21.6% 43.8%

% of Total 32.8% 10.9% 43.8%

tidak baik Count 32 76 108

% within aspek empati 29.6% 70.4% 100.0% % within seks pranikah 33.7% 78.4% 56.2%

% of Total 16.7% 39.6% 56.2%

Total Count 95 97 192

% within aspek empati 49.5% 50.5% 100.0% % within seks pranikah 100.0% 100.0% 100.0%


(2)

5.

Kesamaan * seks pranikah

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.042a 1 .153

Continuity Correctionb 1.628 1 .202

Likelihood Ratio 2.048 1 .152

Fisher's Exact Test .170 .101

Linear-by-Linear Association 2.031 1 .154

N of Valid Casesb 192

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 31,67. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

seks pranikah

Total rendah tinggi

kesamaan baik Count 68 60 128

% within kesamaan 53.1% 46.9% 100.0% % within seks pranikah 71.6% 61.9% 66.7%

% of Total 35.4% 31.2% 66.7%

tidak baik Count 27 37 64

% within kesamaan 42.2% 57.8% 100.0% % within seks pranikah 28.4% 38.1% 33.3%

% of Total 14.1% 19.3% 33.3%

Total Count 95 97 192

% within kesamaan 49.5% 50.5% 100.0% % within seks pranikah 100.0% 100.0% 100.0%


(3)

6.

Konformitas * seks pranikah

Crosstab

seks pranikah

Total rendah tinggi

konformitas baik Count 74 25 99

% within konformitas 74.7% 25.3% 100.0% % within seks pranikah 77.9% 25.8% 51.6%

% of Total 38.5% 13.0% 51.6%

tidak baik Count 21 72 93

% within konformitas 22.6% 77.4% 100.0% % within seks pranikah 22.1% 74.2% 48.4%

% of Total 10.9% 37.5% 48.4%

Total Count 95 97 192

% within konformitas 49.5% 50.5% 100.0% % within seks pranikah 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 49.5% 50.5% 100.0%

7.

a

7

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 52.205a 1 .000

Continuity Correctionb 50.139 1 .000

Likelihood Ratio 54.906 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 51.933 1 .000

N of Valid Casesb 192

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 46,02. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

7. Adaptasi * seks pranikah

Crosstab

seks pranikah

Total rendah tinggi

adaptasi baik Count 60 46 106

% within adaptasi 56.6% 43.4% 100.0% % within seks pranikah 63.2% 47.4% 55.2%

% of Total 31.2% 24.0% 55.2%

tidak baik Count 35 51 86

% within adaptasi 40.7% 59.3% 100.0% % within seks pranikah 36.8% 52.6% 44.8%

% of Total 18.2% 26.6% 44.8%

Total Count 95 97 192

% within adaptasi 49.5% 50.5% 100.0% % within seks pranikah 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 49.5% 50.5% 100.0%

O

U

T

P

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.805a 1 .028

Continuity Correctionb 4.190 1 .041

Likelihood Ratio 4.828 1 .028

Fisher's Exact Test .031 .020

Linear-by-Linear Association 4.780 1 .029

N of Valid Casesb 192

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 42,55. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

UOTPUT UJI MULTIVARIAT (UJI REGRESI LOGISTIK BERGANDA

)

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)

Model Summary

Step

-2 Log

likelihood

Cox & Snell R

Square

Nagelkerke R Square

1

144.491

a

.469

.626

2

144.673

a

.469

.625

3

146.498

b

.464

.618

4

149.027

b

.457

.609

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates

changed by less than ,001.

b. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates

changed by less than ,001.

Classification Table

a

Observed

Predicted

seks pranikah

Percentage

Correct

rendah

tinggi

Step 1 seks pranikah

rendah

79

16

83.2

tinggi

14

83

85.6

Overall Percentage

84.4

Step 2 seks pranikah

rendah

81

14

85.3

tinggi

16

81

83.5

Overall Percentage

84.4

Step 3 seks pranikah

rendah

77

18

81.1

tinggi

13

84

86.6

Overall Percentage

83.9

Step 4 seks pranikah

rendah

79

16

83.2

tinggi

15

82

84.5

Overall Percentage

83.9


(6)

Variables in the Equation

B

S.E.

Wald

df

Sig.

Exp(B)

95,0% C.I.for

EXP(B)

Lower

Upper

Step 1

a

keterbukaan

1.403

.451

9.655

1

.002

4.065

1.678

9.847

dukungan

.595

.432

1.896

1

.168

1.814

.777

4.233

positif

1.708

.434

15.502

1

.000

5.517

2.358

12.911

empati

2.114

.460

21.137

1

.000

8.280

3.362

20.387

konformitas

2.072

.446

21.615

1

.000

7.943

3.316

19.028

adaptasi

-.187

.440

.181

1

.671

.829

.350

1.964

kesamaan

.761

.452

2.839

1

.092

2.140

.883

5.187

Constant

-4.101

.644

40.544

1

.000

.017

Step 2

a

keterbukaan

1.407

.451

9.745

1

.002

4.083

1.688

9.877

dukungan

.577

.430

1.801

1

.180

1.780

.767

4.134

positif

1.686

.430

15.406

1

.000

5.397

2.326

12.524

empati

2.090

.455

21.085

1

.000

8.086

3.314

19.733

konformitas

2.032

.434

21.942

1

.000

7.629

3.260

17.854

kesamaan

.735

.448

2.691

1

.101

2.085

.867

5.019

Constant

-4.136

.640

41.786

1

.000

.016

Step 3

a

keterbukaan

1.410

.449

9.882

1

.002

4.097

1.701

9.870

positif

1.708

.427

16.020

1

.000

5.519

2.391

12.740

empati

2.114

.452

21.912

1

.000

8.285

3.418

20.082

konformitas

1.997

.430

21.616

1

.000

7.367

3.174

17.095

kesamaan

.703

.446

2.479

1

.115

2.019

.842

4.842

Constant

-3.799

.566

45.083

1

.000

.022

Step 4

a

keterbukaan

1.345

.438

9.434

1

.002

3.840

1.627

9.061

positif

1.766

.423

17.434

1

.000

5.850

2.553

13.406

empati

2.075

.442

22.017

1

.000

7.965

3.348

18.950

konformitas

1.970

.424

21.624

1

.000

7.168

3.125

16.441

Constant

-3.520

.517

46.367

1

.000

.030


Dokumen yang terkait

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Kecemasan Remaja Putri Pada Masa Pubertas Dalam Menghadapi Perubahan Fisik Di Smp Swasta Betania Medan

10 93 92

Studi Kualitatif Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri Di Kota Gunungsitoli Tahun 2013

10 70 131

Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Seks Pranikah di SMK Bisnis Manajemen Persatuan Amal Bakti III Medan Estate Tahun 2010

41 141 87

PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI LINGKUNGAN Peran Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Di Lingkungan Sekolah Menengah Kejuruan Y Di Pacitan.

0 4 16

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN INTENSI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA.

0 1 10

Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Remaja 2.1.1. Definisi Remaja - Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

0 2 49

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual remaja saat ini sudah menjadi masalah dunia. Tidak dapat - Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tamb

0 0 13

Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

0 0 14

HUBUNGAN SUMBER INFORMASI SEKS PRANIKAH DARI TEMAN SEBAYA DENGAN SIKAP DAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA MAN GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Sumber Informasi Seks Pranikah dari Teman Sebaya dengan Sikap dan Perilaku Se

0 0 10