Pengaruh Komunikasi Orangtua-Remaja terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri

mempunyai hubungan dengan lawan jenis pacar, terutama seks pranikah yang dikategorikan rendah sebagian besar dari remaja sudah pernah melakukan dan 2 orang remaja mengaku sudah pernah berhubungan seks dengan pacarnya. Mereka melakukan hal yang demikian untuk menunjukkan rasa sayang dan cinta pada lawan jenisnya dan pada umur remaja yang berusia 13-16 tahun masa ini remaja berada pada pertumbuhan yang cepat dan merupakan awal dari kematangan seksual, pada saat ini gairah seksual sudah mencapai puncak sehingga mereka mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik. Sehingga seks pranikah di kalangan remaja sudah pada penelitian ini sudah mengkhawatirkan, apabila tidak mendapat solusi akan berdampak vatal terhadap masa depannya nanti misalnya apabila mereka sampai hamil diluar nikah maka sekolahnya akan terhenti, karena di usia mereka masih banyak cita-cita dan harapan yang harus mereka gapai guna masa depan mereka nantinya.

5.2. Pengaruh Komunikasi Orangtua-Remaja terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri

Komunikasi orangtua dengan remaja merupakan salah satu bentuk komunikasi interpersonal. Dalam komunikasi interpersonal, pembicaraan antar kedua belah pihak berlangsung akrab, berusaha saling memahami dan terjadi tanya jawab, sehingga terdapat saling pengertian. Dalam hal ini masing-masing pihak saling memberikan umpan balik, dengan terbuka, jujur, tidak berprasangka dan saling mendukung, demi tercapainya efektivitas komunikasi. Komunikasi orangtua - remaja secara potensial dapat mempengaruhi beberapa hal, antara lain: sikap remaja terhadap Universitas Sumatera Utara hubungan seksual pranikah, persepsi remaja terhadap keuntungan dan kerugian jika melakukan hubungan seksual pranikah. Seperti yang diungkapkan oleh Dariyo 2004, orangtua yang komunikatif merupakan salah satu ciri yang akan membantu perkembangan anak untuk mencapai identitas diri dengan baik. Jika orangtua tidak bisa menciptakan komunikasi yang baik dengan anak, maka bisa menyebabkan anak tersesat di jalan yang salah. Hubungan antara orangtua dan anak merupakan hubungan antar pribadi. Saad 2003 mengungkapkan kualitas hubungan antar pribadi akan memberi pengaruh yang besar terhadap perilaku individu terutama anak dan remaja. Lebih lanjut Rakhmat Saad, 2003 mengungkapkan hubungan dengan orangtua seyogyanya diwarnai oleh suatu prinsip saling menjalin komunikasi dan membangun relasi yang dapat mendorong terjadinya hubungan yang sehat. Oleh karena itu, komunikasi antara orangtua dan remaja perlu dibina dengan baik karena merupakan salah satu hal yang dapat membantu mengurangi perilaku seks pranikah pada remaja. Hasil jawaban kuesioner komunikasi orangtua-remaja yang dilakukan secara crossing perbedaan jawabannya banyak terdapat pada pernyataan aspek empati dan aspek kepositifan. Dari jawaban orangtua ada yang bisa memahami perasaan remaja putri ketika memasuki usia puberitas dan mau mendengar keluhan atau curhatan remaja putri mengenai masalah pacaran yang berbeda jawabannya dengan remaja putri. Ini dikarenakan orangtua belum mengetahui keterampilan berkomunikasi dengan remaja putri sehingga remaja putri menganggapnya orangtua mereka belum bisa memahami perasaan gejola masa puberitas. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan uji Chi-Square menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan komunikasi orangtua-remaja terhadap perilaku seks pranikah remaja putri yaitu seluruh aspek komunikasi aspek keterbukaan, aspek dukungan, aspek kepositifan, aspek empati, dan aspek kesamaan yang diteliti pada komunikasi orangtua-remaja menunjukkan probabilitas kurang dari 0,05 p0,05. Mohammadi et al. 2006 mengemukakan bahwa remaja yang memiliki kesulitan berkomunikasi dengan orangtuanya tentang masalah seksualitas, mereka cenderung memiliki sikap permisif terhadap hubungan seksual. 5.2.1. Pengaruh Aspek Keterbukaan terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan uji regresi logistik ganda menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan aspek keterbukaan terhadap perilaku seks pranikah remaja putri p=0,002. Nilai Exp β sebesar 3,840 95CI:1,627-9,061 artinya remaja putri yang tidak mendapat komunikasi tidak baik dari aspek keterbukaan melakukan perilaku seks pranikah berpeluang 3,8 kali dibandingkan dengan remaja putri yang mendapat komuniksi baik dari aspek keterbukaan. Dalam penelitian ini terungkap juga bahwa sebagian besar responden menjawab “Ya” pada pernyataan orangtua mengingatkan agar tidak berduaan dengan lawan jenis di tempat sepi dan gelap yaitu 71,4, sebagian besar responden menjawab “Tidak” pada remaja tidak berterus terang kepada orangtua waktu pertama kali mengalami menstruasi yaitu 60,4, sebagian responden menjawab “Ya” pada Universitas Sumatera Utara pernyataan jika membicarakan topik mengenai seks orang tua berusaha menutupi atau mengalihkan pembicaraan yaitu 74,0. Menurut Sarwono 2011, hal ini mungkin terjadi karena masih adanya rasa tabu untuk membicarakan masalah seksual dengan anak bahkan orang tua seringkali justru cenderung membuat jarak dengan anak dalammasalah ini, sehingga menjadi salah satu faktor munculnya masalah seksual remaja. Berdasarkan hasil wawancara mendalam mengenai aspek keterbukaan pada dua siswi yang mengaku pernah melakukan hubungan seks dengan pacarnya. Mereka mengatakan jarang atau tidak pernah bicara mengenai seksual dan masalah pacar dengan orang tua. Orang tua sering mengatakan bahwa bicara mengenai hal-hal yang berbau seksual dianggap tabu atau berdosa, dan cenderung menghindar. Seperti ungkapan berikut ini: “Saya kalau dirumah kak banyak bicaranya sama ibu saja, kalau sama ayah jarang bicara, karena ayah jarang dirumah. Kalau masalah seks-seks gitu kak tidak pernah la bicara sama ibu, pasti ibu marah kak selalu dibilangnya itu tidak baik dibicarankan berdosa, tapi saya penasaran juga kak maksudnya apa..he..he..”AN “Ada sih kak pernah saya tanya sama ibu mengenai haid kak, ibu hanya bilang kalau udah haid itu tandanya udah mulai dewasa, dan tidak boleh ninggalin Universitas Sumatera Utara sholat tapi kalau masalah seks-seks saya ndak berani tanya ma ibu kak apalagi masalah pacaran, saya belum boleh pacaran kak...”SE Hasil penelitian Nursal 2007, bahwa responden dengan komunikasi tidak aktif mempunyai peluang 0,56 kali terproteksi berperilaku seksual berisiko berat dibandingkan dengan komunikasi aktif. Sebagian besar responden 64,3 sulit berkomunikasi dengan orang tua karena malu. Orang tua dan remaja juga dapat menjadikan komunikasi sebagai indikator rasa percaya dan kejujuran dengan mencermati nada emosi yang terjadi dalam interaksi antaranggota keluarga. Booth- Butterfield dan Sidelinger 1998 mengungkapkan bahwa keterbukaan dalam berkomunikasi tentang topik seksualitas dan penggunaan alkohol terbukti berkolerasi dengan kecenderungan remaja untuk melakukan seks yang aman maupun dalam menggunakan alkohol. Penelitian berikutnya yang dilakukan Davidson dan Cardemil 2009 menemukan hal yang selaras. Tingkat komunikasi orangtua-remaja yang tinggi berkolerasi dengan sedikitnya simtom eksternalisasi pada remaja Lestari, 2012. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa aspek keterbukaan orangtua-remaja masih kurang terutama berbicara mengenai seks, mereka menganggap apabila membicarakan hal yang demikian masih dianggap hal yang tabu dan hanya boleh membicarakan apabila sudah dewasa atau menikah, orang tua hanya memberitahu kepada remaja secara garis besar saja. Universitas Sumatera Utara 5.2.2. Pengaruh Aspek Dukungan terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan uji regresi logistik ganda menunjukan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan aspek dukungan terhadap perilaku seks pranikah remaja putri p=0,180. Dari 85 responden yang pengaruh aspek dukungan dalam kategori baik sebagian besar perilaku seks pranikah dalam kategori rendah 50 58,8. Dari 107 responden yang pengaruh aspek dukungan dalam kategori tidak baik sebagian besar perilaku seks pranikah dalam kategori tinggi 62 57,9. Dalam penelitian ini terungkap juga bahwa sebagian besar responden menjawab “Tidak” pada pernyataan remaja dapat mendiskusikan berbagai masalah seksual kepada orang tua karena orang tua mampu memahaminya yaitu 70,8, sebagian besar responden menjawab “Ya” pada pernyataan orang tua akan setuju apabila remaja pergi dengan cowok yang disetujuinya atau pilihannya yaitu 52,1, sebagian responden menjawab “Ya” pada pernyataan orang tua sering mengatakan bahwa belum cukup dewasa untuk mengetahui hal yang berkaitan dengan perilaku seks yaitu 73,4. Berdasarkan hasil wawancara mendalam mengenai aspek dukungan pada dua siswi yang mengaku pernah melakukan hubungan seks dengan pacarnya. Mereka mengatakan orangtua selalu menghindar dan bilang belum dewasa apabila berbicara mengenai masalah seks, dan orangtua akan mendukung anak perempuan berpacaran dengan orang kaya. Seperti ungkapan berikut ini: Universitas Sumatera Utara “Orang tua saya kak..setuju-setuju aja saya berpacaran dengan cowok saya sekarang, karena dia kaya kak..tu la kalau cowok saya ngajak kencan orangtua saya oke aja..kalau ngomongin masalah yang gituan kak orang tua ndak pernah kak, paling dia bilang jaga aja kehormatan gitu aja kak...”AN. Saya kan belum boleh pacaran kak, jadi orangtua saya bilang kamu nantinya boleh pacaran apabila tamat sekolah..itupun dibilangnya boleh berpacarn dengan orang yang sudah bekerja alias orang kaya kak..ya gitu la kak..orang tua saya matre kak..pernah saya tanya mengenai seks-seks gitu kak..tapi ibu saya bilang kamu belum dewasa nanti kamu tau sendiri apabila sudah menikah...gitu katanya kak.”SE. Menurut Mu’tadin dalam Bukit 2005, bahwa banyak orang tua yang tidak memberikan pendidikan seks kepada anak remajanya karena mereka berpendapat bahwa seksualitas merupakan sesuatu yang ilmiah yang akan diketahui setelah anaknya dewasa menikah dan menganggap masalah seks sebagai masalah yang tabu untuk dibicarakan, walaupun banyak media yang telah memfasilitasi tentang pendidikan seks. Fitzpatrick dan Badzinski 1996 menyebutkan dua karakteristik yang menjadi fokus penelitian komunikasi keluarga dalam relasi orang tua-remaja. Pertama, komunikasi yang mengontrol yakni tindakan komunikasi yang mempertegas otoritas orang tua-remaja. Kedua, komunikasi yang mendukung yang mencakup persetujuan, membesarkan hati, ekspresi afeksi, pemberian bantuan, dan kerja sama. Komunikasi Universitas Sumatera Utara orang tua-remaja sangat penting bagi orang tua dalam upaya melakukan kontrol, pemantauan, dan dukungan pada remaja. Tindakan orang tua untuk mengontrol, memantau, dan memberikan dukungan dapat dipersepsi positif atau negatif oleh anak diantaranya dipengaruhi oleh cara orang tua berkomunikasi Lestari, 2012. Ketika orangtua berdiskusi tentang seksualitas dengan anak remajanya, sebagian besar orangtua cenderung menunjukkan sikap bertahan, sikap menghindar, kurang mendukung dan berorientasi pada aturan Martino et al., 2008. Meskipun berbagai penelitian telah menunjukkan pentingnya diskusi orangtua - remaja tentang seks, tetapi banyak orangtua justru menunda atau bahkan menghindar dari pembicaraan seputar isu seksualitas Whitaker et al., 1999. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa beberapa orang tua remaja lebih mendukung remaja putrinya untuk berhubungan dengan lawan jenisnya apabila pacarnya tersebut anak orang kaya atau terpandang di desa tersebut dengan maksud nanti anaknya apabila nikah mendapat kebahagiaan dan keluarganya akan naik derajatnya. Sehingga apabila pacarnya tersebut mengajak pergi jalan-jalan kencan orang tua akan memperbolehkannya. Hal yang demikian perilaku seks pranikah akan cenderung terjadi pada remja tersebut. 5.2.3. Pengaruh Aspek Kepositifan terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan uji regresi logistik ganda menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan aspek kepositifan terhadap perilaku seks pranikah remaja putri p=0,001. Nilai Exp β sebesar 5,850 95CI:2,553-13,406 artinya remaja putri yang tidak mendapat komunikasi tidak baik dari aspek kepositifan melakukan perilaku seks pranikah berpeluang 5,8 kali dibandingkan dengan remaja putri yang mendapat komuniksi baik dari aspek kepositifan. Dalam penelitian ini terungkap juga sebagian besar responden menjawab “Ya” pada pernyataan remaja tidak akan menyianyiakan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua terhadapnya ketika berpacaran yaitu 78,1, sebagian besar responden menjawab “Ya” pada pernyataan orang tua memberitahu bahwa masa depan masih panjang dan jangan dirusak dengan perilaku negatif perilaku seks yaitu 67,7, sebagian responden menjawab “Ya” pada pernyataan orang tua jarang mendengar curhatan remaja tentang masalah dengan lawan jenis berpacaran yaitu 70,3. Hal serupa dikemukakan oleh Lefkowitz et al. 2003, ketika mendiskusikan seksualitas, ibu cenderung akan berbicara lebih banyak dibandingkan dengan remajanya . Berdasarkan hasil wawancara mendalam mengenai aspek kepositifan pada dua siswi yang mengaku pernah melakukan hubungan seks dengan pacarnya. Mereka mengatakan akan menjaga kepercayaan yang diberikan orangtua kepada mereka, dan orangtua lebih banyak berbicara dari pada mendengar keluhan dari anaknya. Seperti ungkapan berikut ini: Universitas Sumatera Utara “Ibu saya orangnya cerewet kak..sukanya ngomel-ngomel aja apalagi kalau ayah jarang pulang kak..bosan saya kadang-kadang dirumah kak..tapi saya kasihan juga sama ibu kak..tu la kak saya akan menjaga kepercayaan orang tua apabila berpacaran kak..dengan wajah sedih ”..AN “Ibu saya orangnya ndak cerewet kali la kak..tapi kalau bicara sama saya lebih banyak dia berbicara kak..orang tua saya jarang dirumah kak..maklumlah kerjanya pergi subuh hari pulangnya sore kak..saya kasihan juga sama orang tua saya kak...” SE Dari hasil penelitian diatas dapat dijelaskan mendengar aktif sangat tepat digunakan apabila remaja sedang mengalami masalah terutamaa masalah pacaran dan menunjukkan emosi yang kuat, atau remaja tidak menunjukkan emosi akan tetapi dapat ditangkap perasaannya sedang tidak nyaman. Dalam mendengar aktif, orang tua seolah-olah berperan seperti cermin, dengan memantulkan kembali, memaknai perasaan, serta mengulangi inti pesan yang diungkapkan remaja, sehingga ia merasa didengar, dipahami, dan didukung. Banyak keuntungan yang diperoleh jika kita mendengar aktif pada saat berkomunikasi dengan remaja, antara lain: Membantu remaja untuk mengenal, menerima dan mengerti perasaannya sendiri serta menemukan cara mengatasi perasaan dan masalahnya, merangsang mereka untuk berbicara dan mengemukakan masalahnya sehingga kita dapat mengetahui dengan tepat apa yang sebenarnya Universitas Sumatera Utara dirasakan oleh remaja. Dengan demikian perasaan negatif tersebut sedikit demi sedikit akan hilang, menumbuhkan rasa hangat dan mengakrabkan hubungan orang tua dengan remaja. Kita jadi belajar untuk bisa menerima keunikan remaja yang sedang kita dengarkan masalahnya, membuat remaja merasa dirinya penting dan berharga, membuat remaja merasa diterima dan dipahami cenderung akan mudah menerima dan memahami orang lain, membuat remaja mau mendengarkan orang tuanya sehingga mudah terjalin kerjasama BKKBN, 2012. Dalam penelitian pada aspek kepositifan orang tua remaja sebagian besar lebih mengganggap dirinya yang paling benar dan banyak berbicara apabila berkomunikasi dengan remaja putrinya. Remaja menganggap bahwa berbicara dengan orang tua hanya dapat ceramahnya saja dan membuat remaja suntuk atau bosan untuk mendengarkannya. Sehingga remaja lebih banyak berbicara dengan teman sebayanya yang belum tentu mendapatkan solusi yang baik, terutama mengenai masalah berpacaran. Dan apabila solusinya kurang tepat diterima remaja putri, hal yang demikian akan menjerumuskan remaja ke perilaku seks pranikah. 5.2.4. Pengaruh Aspek Empati terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan uji regresi logistik ganda menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan aspek empati terhadap perilaku seks pranikah remaja putri p=0,001. N ilai Exp β sebesar 7,965 95CI:3,348-18,950 artinya remaja putri yang tidak mendapat komunikasi tidak Universitas Sumatera Utara baik dari aspek empati melakukan perilaku seks pranikah berpeluang 7,9 kali dibandingkan dengan remaja putri yang mendapat komuniksi baik dari aspek empati. Dalam penelitian ini terungkap juga sebagian besar responden menjawab “Tidak” pada pernyataan orang tua bisa memahami ketika remaja mengemukakan pendapat seputar masalah seksual yaitu 68,7, sebagian besar responden menjawab “Tidak” pada pernyataan orang tua berusaha untuk mengerti perasaan remaja ketika memasuki usia puberitas yaitu 62,5, sebagian responden menjawab “Ya” pada pernyataan orang tua tidak pernah tahu bila remaja sedang mempunyai persoalan mengenai hubungan dengan lawan jenis pacaran yaitu 65,6. Berdasarkan hasil wawancara mendalam mengenai aspek empati pada dua siswi yang mengaku pernah melakukan hubungan seks dengan pacarnya. Mereka mengatakan orangtua kurang memahami perasaan remaja apabila berbicara mengenai masalah seksual dan pacaran. Seperti ungkapan berikut ini: “Saya kak ada juga curhatnya sama ibu saya kak..tapi ibu saya kadang- kadang ndak nyambung apa yang saya bicarakan kak..misalnya masalah berpacaran kak..jadi saya ndak ngerti kak..ya gitu la kak..”AN “Ibu saya jarang dirumah kak..itupun kalau dirumah cuma malam hari kak dan ibu udah tidur pula karena dia capek kak..jadi ibu saya beranggapan saya sama Universitas Sumatera Utara adek-adek baik-baik saja...saya pengen juga curhat masalah cowok sama ibu tapi gimana mau curhat kak berpacaran saja saya dimarahi kak.. ibu ndak mengerti perasaan saya kak..dengan wajah sedih..”SE Berdasarkan hasil penelitaian diatas dapat dijelaskan penting bagi orang tua memahami perasaan remaja. Banyak terjadi masalah dalam berkomunikasi dengan remaja, yang disebabkan karena orang tua kurang dapat memahami perasaan remaja yang diajak bicara. Agar komunikasi dapat lebih efektif, orang tua perlu meningkatkan kemampuannya dan mencoba memahami perasaan remaja sebagai lawan bicara. Pada dasarnya kebutuhan manusia yang paling dalam adalah keinginan agar perasaannya dimengerti, didengar, dihargai, dan dirinya dapat diterima oleh orang lain. Dengan bersedia menerima perasaan remaja, menunjukkan bahwa kita menghargai remaja dan hal tersebut membuat mereka merasa berharga. Mereka akan belajar bahwa bukan hanya perasaan mereka saja yang penting, tetapi juga perasaan orang lain sama pentingnyaBKKBN, 2012 . Untuk memahami perasaan remaja, orang tua harus menerima terlebih dahulu perasaan dan ungkapan remaja, terutama ketika ia sedang mengalami masalah. Ini sangat penting agar mereka merasa nyaman dan mau melanjutkan pembicaraan dengan lawan bicara. Banyak perasaan yang dialami orang termasuk remaja tidak akan muncul dalam ungkapan atau kata-kata namun muncul dalam bahasa tubuh seperti tersenyum, menangis, gugup dan lain sebagainya. Melalui bahasa tubuh dapat menunjukkan bagaimana perasaan yang sebenarnyaBKKBN, 2012 . Universitas Sumatera Utara Dari hasil penelitian mengenai aspek empati sebagian besar orang tua kurang memahami perasaan remaja putri, terutama mengenai masalah berpacaran karena orang tua tidak tahu gejola masa remaja yang dirasakan oleh remaja putrinya. Mereka hanya tahu remaja putrinya harus patuh terhadap perintah atau aturannya misalnya tidak boleh berpacaran sebelum tamat sekolah tanpa memberikan pengertian terhadap remaja. Sehingga sebagian remaja merasa orangtuanya tidak bisa memahami mereka, dan apabila hal tersebut terjadi maka remaja akan cenderung melanggar peraturan yang di buat oleh orangtuanya terutama mengenai berpacaran, sehingga seks pranikah dikalangan remaja bisa akan terjadi. 5.2.5. Pengaruh Aspek Kesamaan terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan uji regresi logistik ganda menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan aspek kesamaan terhadap perilaku seks pranikah remaja putri p=0,115. Dari 128 responden yang pengaruh aspek kesamaan dalam kategori baik sebagian besar perilaku seks pranikah dalam kategori rendah 68 53,1. Dari 64 responden yang pengarruh aspek kesamaan dalam kategori tidak baik sebagian besar perilaku seks pranikah dalam kategori tinggi 3757,8. Dalam penelitian ini terungkap juga sebagian besar responden menjawab “Ya” pada pernyataan remaja dan orangtua memiliki pendapat yang sama bahwa perilaku seksual hendaknya dilakukan setelah menikah yaitu 74,5, sebagian besar responden menjawab “Ya” pada pernyataan pendapat remaja dan orangtua sejalan Universitas Sumatera Utara bahwa hendaknya memikirkan pendidikan demi masa depan dari pada melakukan perilaku negatif perilaku seksual yaitu 75,5, sebagian responden menjawab “Ya” pada pernyataan orang tua dan remaja menganggap berbicara tentang masalah seksual merupakan hal yang tabu berdosa yaitu 71,4. Berdasarkan hasil wawancara mendalam mengenai aspek kesamaan pada dua siswi yang mengaku pernah melakukan hubungan seks dengan pacarnya. Mereka mengatakan orangtua dan saya mempunyai persepsi yang sama mengenai perilaku seks pranikah bahwa perilaku seks pranikah tidak boleh dilakukan sebelum menikah. Seperti ungkapan berikut ini: “Saya sama orang tua saya kak sama-sama berpendapat bahwa melakukan hal-hal yang kakak bilang tadi didalam berpacaran tidak boleh sebelum menikah..tapi gimana la kak..kan saya sekarang masa puber kak..wajar-wajar ja kan kak..asiiiikk..he..he..” AN. “Kalau mengenai hal itu saya sama orang tua setuju kak..tapi karena banyak pengaruh kak jadi saya juga pernah melakukannya kak dengan pacar saya..tapi yang wajar aja seh kak...”SE Komunikasi interpersonal akan lebih berhasil apabila orang tua dan remaja yang turut mengambil bagian dalam komunikasi tersebut dalam suasana dan persepsi kesamaan dan didukung sikap yang sama artinya ada pengakuan bahwa kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga sehingga individu dapat menerima dan Universitas Sumatera Utara menghargai lawan bicaranya dan mampu memahami perbedaan. Sering kali orangtua mempunyai persamaan persepsi dengan anaknya dalam berkomunikasi misalnya melarang prilaku seks sebelum menikah. Tetapi remaja dalam berpacaran selalu berperilaku yang bertolak belakang dengan apa yang dikatakan sewaktu berkomuniksi dengan orangtuanya.

5.3. Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri

Dokumen yang terkait

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Kecemasan Remaja Putri Pada Masa Pubertas Dalam Menghadapi Perubahan Fisik Di Smp Swasta Betania Medan

10 93 92

Studi Kualitatif Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri Di Kota Gunungsitoli Tahun 2013

10 70 131

Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Seks Pranikah di SMK Bisnis Manajemen Persatuan Amal Bakti III Medan Estate Tahun 2010

41 141 87

PERAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI LINGKUNGAN Peran Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Di Lingkungan Sekolah Menengah Kejuruan Y Di Pacitan.

0 4 16

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN KONSEP DIRI DENGAN INTENSI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA.

0 1 10

Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Remaja 2.1.1. Definisi Remaja - Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

0 2 49

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual remaja saat ini sudah menjadi masalah dunia. Tidak dapat - Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tamb

0 0 13

Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

0 0 14

HUBUNGAN SUMBER INFORMASI SEKS PRANIKAH DARI TEMAN SEBAYA DENGAN SIKAP DAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA MAN GODEAN SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Sumber Informasi Seks Pranikah dari Teman Sebaya dengan Sikap dan Perilaku Se

0 0 10