Mekanisme Hubungan Para Pihak dalam Pengelolaan Wisata Alam di Kota Bandar Lampung dan Sekitarnya, Provinsi Lampung.

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Wisata alam merupakan bentuk kegiatan pariwisata yang sedang berkembang pesat melebihi bentuk wisata lainnya (R. Buckley et al. 2001). Pemanfaatan potensi sumberdaya alam sebagai daya tarik wisata menjadikan jumlah kawasan wisata alam terus bertambah. Pertambahan ini disebabkan permintaan pasar wisata yang bergerak dari wisata buatan manusia ke arah wisata berbasis alam. Selain itu, wisata alam juga digunakan untuk mengembangkan dan mempromosikan potensi sumberdaya alam disetiap daerah.

Lampung merupakan provinsi yang memiliki potensi sumberdaya alam tinggi dan berdekatan dengan Jakarta. Potensi sumberdaya alam tinggi dan letak strategis menjadikan Lampung potensial sebagai provinsi tujuan wisata. Tetapi pada kenyataanya Lampung hanya menjadi tujuan wisata ke-18 di Indonesia dan kunjungan wisata didominasi wisatawan domestik. Hal itu terlihat dari data wisatawan tahun 2008, total wisatawan yang berkunjung ke Lampung sebesar 1.458.087 individu yang terdiri dari jumlah wisatawan domestik sebesar 1.448.059 individu dan jumlah wisatawan mancanegara sebesar 10.028 individu (Disbudpar Lampung 2008).

Kota Bandar Lampung (KBL) merupakan kota yang memiliki potensi sumberdaya alam beragam mulai dari pegunungan hingga pantai. KBL biasanya digunakan sebagai tempat persinggahan bagi pengendara kendaraan bermotor yang akan menuju provinsi lainnya di Pulau Sumatera. Sebagian besar potensi sumberdaya alam di KBL telah dikelola dan dikembangkan menjadi objek wisata alam. Objek wisata alam yang terdapat di KBL meliputi Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman, Taman Kupu-Kupu Gita Persada, Taman Wisata Bumi Kedaton, Wira Garden, Air Terjun Batu Putu, Taman Hutan Kera Tirtosari, dan Tiga pantai di Teluk Lampung yaitu Taman Tirtayasa, Pantai Puri Gading, dan Duta Wisata.


(2)

Sektor pariwisata termasuk wisata alam merupakan sektor tertinggi ke-dua dalam membangun perekonomian KBL. Persentase kegiatan ekonomi dari sektor pariwisata sebesar 22,78% (PEMKOT KBL 2000). Sektor pariwisata yang potensial di KBL dan pertambahan obyek wisata alam beberapa tahun terakhir menjadikan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Lampung 2002 yang memfokuskan wisata pada wisata perkotaan tidak dapat digunakan lagi. Pada tahun 2011 Pemerintah Provinsi Lampung menyusun kembali RIPPDA Lampung tahun 2011 (Utomo 2010). RIPPDA ini akan menjadi acuan bagi pemerintah KBL dalam pengembangan potensi pariwisata di KBL. Penyusunan RIPPDA tahun 2011 tidak akan berpengaruh besar terhadap pengembangan wisata khususnya wisata alam di KBL apabila tanggung jawab terhadap sektor pariwisata hanya diserahkan kepada satu pihak saja. Padahal terdapat pihak lain yang ikut berperan dan bertanggung jawab terhadap sektor pariwisata khususnya wisata alam. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam berasal dari instansi pemerintah, lembaga swasta, pengusaha pariwisata, kelompok masyarakat, dan masyarakat. Para pihak yang terlibat memiliki peran dan kegiatan yang berbeda. Peran dan kegiatan yang dilakukan suatu pihak mencerminkan kepentingannya. Kepentingan masing-masing pihak akan mempengaruhi mekanisme hubungan yang terjalin dalam pengelolaan wisata alam di KBL. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk merumuskan mekanisme hubungan para pihak dalam pengelolaan wisata alam di KBL.

1.2Perumusan masalah

Penelitian ini akan mengkaji para pihak dan hubungan diantara para pihak dalam pengelolaan wisata alam di KBL. Hal yang akan dikaji dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan para pihakyang terlibat dalam pengelolaan wisata alam di KBL berdasarkan Tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) dan aturan kelembagaan?


(3)

2. Kebijakan apa saja yang diberlakukan oleh pemerintah KBL dalam kaitannya dengan wisata alam dan bagaimana implementasi dari kebijakan tersebut? 3. Kebutuhan apa saja yang diperlukan para pihak dalam pengelolaan wisata

alam di KBL?

4. Bagaimana mekanisme hubungan diantara para pihak dalam pengelolaan wisata alam di KBL?

1.3Tujuan

Penelitian ini memiliki tujuan untuk merumuskan mekanisme hubungan para pihak dalam pengelolaan wisata alam di KBL. Tujuan utama penelitian ini akan dicapai melalui tujuan antara sebagai berikut.

1.Mengidentifikasi pihak-pihak dan peranan masing-masing pihak yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam di KBL berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh.

2.Menganalisis tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) dan aturan kelembagaan serta hubungan yang terjadi diantara para pihak yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam di KBL.

3.Menganalisis kebijakan yang diterapkan dalam pengelolaan wisata alam di KBL.

4.Menganalisis kebutuhan para pihak dalam pengelolaan wisata alam di KBL.

1.4Manfaat penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam di KBL. Sehingga pihak-pihak tersebut dapat menyusun rencana pengelolaan yang lebih baik.

1.5Kerangka pemikiran

Pengelola wisata alam terdiri instansi pemerintah, lembaga swasta, kelompok masyarakat, pengusaha dan masyarakat. Masing-masing pihak diambil


(4)

WISATA ALAM KOTA BANDARLAMPUNG

Kebijakan, TUPOKSI, Kebutuhan, hubungan dengan pihak lainnya

ANALISIS

STAKEHOLDER -Identifikasi Stakeholder -Tingkat kepentingan dan

Pengaruh -hubungan antar

RUMUSAN MEKANISME

HUBUNGAN STAKEHOLDER

ISI KEBIJAKAN DAN TUPOKSI

DESKRIPTIF KEBUTUHAN INSTANSI

PEMERINTAH

KELOMPOK MASYARAKAT, PENGUSAHA, MASYARAKAT LEMBAGA

SWASTA

Kebijakan, aturan lembaga, Kebutuhan, hubungan dengan pihak lainnya

Kebijakan, aturan lembaga, Kebutuhan, hubungan dengan pihak lainnya

data tentang kebijakan, TUPOKSI/aturan kelembagaan, kebutuhan, dan hubungan dengan pihak lainnya. Keseluruhan data yang diambil dianalisis menggunakan analisis stakeholder, analisis isi kebijakan dan TUPOKSI, serta analisis deskriptif kebutuhan. Hasil dari ketiga analisis tersebut selanjutnya disintesis untuk dijadikan rumusan mekanisme hubungan para pihak (stakeholder) dalam pengelolaan wisata di KBL. Kerangka pemikiran mekanisme hubungan para pihak dalam pengelolaan wisata alam di KBL secara rinci dapat dilihat pada Gambar 1.


(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pariwisata, wisata dan wisata alam

Pariwisata merupakan perjalanan yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain yang bukan tempat tinggalnya dan menetap sementara waktu dengan tujuan bukan untuk mencari penghidupan (Pitana dan Diarta 2009). Berdasarkan Peraturan Pemerintahan nomor 36 tahun 2010 Pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik serta usaha yang terkait dengan wisata alam.

Wisata merupakan perpindahan seseorang untuk melakukan liburan di tempat yang berbeda dari rumah, kota ataupun negaranya (Grunewald 2006). Perpindahan atau perjalanan seseorang untuk melakukan kegiatan wisata dilakukan kurang dari 1 tahun berturut-turut (UNEP 2002). Selain itu, wisata juga didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara (Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009).

Wisata alam merupakan pengalaman wisata yang secara langsung dan tidak langsung tergantung pada alam (Tourism British Columbia 2004). Definisi lain dari wisata alam ialah wisata yang menggunakan alam atau lingkungan sebagai daya tarik wisata (Kajala et al. 2004). Daya tarik wisata alam menurut Wahab (1992) terdiri dari:

a. Iklim, meliputi: udara yang bersih, sinar matahari yang cerah, udara yang segar atau dingin.

b. Topografi dan pemandangan, meliputi: pemandangan, sungai, danau, pantai, panorama alam, air terjun, goa dan lainnya.


(6)

c. Vegetasi, meliputi: hutan, pepohonan langka, habitat flora dan fauna, taman,

campinground dan lainnya.

d. Flora dan fauna, meliputi: flora dan fauna langka, endemik dan dilindungi. e. Pusat kesehatan, meliputi: sumber air panas atau mineral, kolam lumpur yang

berkhasiat untuk mandi dan sebagainya.

Komponen-komponen yang terdapat dalam wisata alam (Muntasib dan Rachmawati 2009) antara lain:

a. Konservasi

Melindungi sumberdaya dan lingkungan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata

b. Partisipasi

Mengikutsertakan secara aktif masyarakat dalam kegiatan pariwisata c. Manfaat ekonomi

Memberi sumbangan positif terhadap pembangunan ekonomi daerah dan d. Pendidikan/Edukasi

Menyajikan produk yang bermuatan pendidikan, pembelajaran dan rekreasi dari nilai-nilai alam dan budaya setempat

e. Wisata

Memberikan kepuasan berwisata dan menambah pengalaman

2.2 Sistem dan kelembagaan pariwisata

Sistem pariwisata berasal dari definisi pariwisata sebagai suatu aktivitas manusia dimana terdapat pergerakan manusia, barang dan jasa secara kompleks. Pariwisata juga terkait erat dengan organisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan layanan dan sebagainya. Keseluruhan rangkaian elemen tersebut mempengaruhi atau menjalankan fungsi-fungsi tertentu agar pariwisata dapat berjalan semestinya. Kaitan antara elemen pariwisata membentuk suatu sistem yang disebut sistem pariwisata. Sistem pariwisata memiliki empat unsur pokok yang saling terkait yaitu permintaan atau kebutuhan, penawaran atau pemenuhan kebutuhan, pasar dan kelembagaan yang


(7)

berperan untuk fasilitas keduanya, dan pelaku/aktor yang menggerakkan ketiga elemen sebelumnya (Damanik dan Weber 2006). Hubungan diantara unsur-unsur pokok pariwisata dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Sistem kepariwisataan.

(Steck et al. 1999 dalam Damanik dan Weber 2006)

2.3 Pelaku kegiatan pariwisata

Jenis-jenis Pelaku pariwisata yang terlibat di dalam pasar pariwisata antara lain (Damanik dan Weber 2006):

a. Wisatawan

Wisatawan merupakan konsumen atau pengguna produk dan layanan pariwisata. Wisatawan memiliki beragam motif, minat, ekspektasi, karakteristik sosial, ekonomi dan budaya yang berdampak langsung terhadap kebutuhan wisata atau permintaan wisata.


(8)

b. Industri pariwisata

Semua usaha dan jasa yang berada di dalam bidang pariwisata. Industri pariwisata dikelompokkan ke dalam pelaku langsung dan pelaku tidak langsung. pelaku langsung ialah usaha-usaha yang menawarkan jasa langsung kepada wisatawan, seperti hotel, restoran, pusat informasi dan biro perjalanan. Sedangkan pelaku tidak langsung ialah usaha yang mengkhususkan diri pada produk-produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, seperti usaha kerajinan tangan, penerbit buku, penjual roti.

Industri pariwisata dapat dimanfaatkan sebagai kekuatan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara maju dan negara berkembang. Hal itu karena industri pariwisata memiliki empat unsur untuk mewujudkan kekuatan pasar yang dinamis di masa depan. Unsur-unsur yang dimiliki industri pariwisata ialah meningkatan kapasitas eksport, menarik para investor untuk menanamkan modal, meningkatkan pendapatan ekonomi daerah, dan menciptakan lapangan pekerjaan (UNEP 2002).

c. Pendukung jasa pariwisata

Usaha yang tidak secara khusus menawarkan produk dan jasa wisata tetapi seringkali bergantung pada wisatawan sebagai pengguna jasa dan produk yang dimiliki, seperti jasa fotografi, jasa kecantikan, olah raga, penjualan BBM.

d. Pemerintah

Pelaku pariwisata yang memiliki otoritas dalam pengaturan, penyediaan, dan peruntukan berbagai infrastuktur yang terkait dengan kebutuhan pariwisata serta bertanggung jawab dalam menentukan arah yang dituju perjalanan pariwisata.

e. Masyarakat lokal

Penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata. Masyarakat lokal merupakan pemilik langsung atraksi wisata yang dikunjungi sekaligus dikonsumsi wisatawan baik berupa air, tanah, hutan, lanskap maupun kesenian.


(9)

f. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Lembaga non pemerintah lokal, regional dan internasional yang melakukan kegiatan di kawasan wisata sebelum pariwisata berkembang di kawasan tersebut. Kegiatan yang biasanya dilakukan berhubungan dengan konservasi dan regulasi kepemilikan serta pengusahaan sumberdaya alam setempat.

2.4 Governance dan tata kelola wisata

Governance (pemerintahan) ialah semua hal yang berkaitan dengan kekuatan, hubungan, dan tanggung jawab. Governance dikelompokkan menjadi empat level meliputi lokal, nasional, regional dan internasional. Pembagian level tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang efektif. Ketiga level tersebut harus saling menguatkan satu sama lain. Governance internasional tidak akan berhasil tanpa adanya partisipasi dari governance lokal yang baik. Sehingga partisipasi governance lokal yang baik memiliki arti penting dalam pencapaian hasil di level governance internasional (Scanlon dan Guilmin 2004).

Tata kelola pariwisata merupakan bagian dari governance di sektor pariwisata untuk tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Definisi tata kelola pariwisata ialah mekanisme pengelolaan kolaboratif pariwisata yang melibatkan sektor pemerintah dan non pemerintah dalam suatu usaha kolektif (Muntasib 2009). Sektor pemerintah yang dimaksud ialah instansi pemerintah pusat maupun daerah seperti Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan pengembangan pariwisata. Sektor non pemerintah dapat berupa LSM, pengusaha pariwisata, organisasi dan kelompok masyarakat, para pemikir pariwisata dari perguruan tinggi dan lembaga profit lainnya.

2.5 Stakeholder

Stakeholder merupakan pemain baik dalam bentuk perorangan maupun organisasi yang memiliki kepentingan pada peningkatan kebijakan (Schmerr 2009). Keseluruhan aktor/group yang mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh


(10)

suatu kebijakan, keputusan dan kegiatan (proyek) juga disebut sebagai

stakeholder (Groenendijk 2003). Stakeholder biasanya dikaitkan dengan kepentingan dan pengaruh.

Kepentingan sangat berkaitan dengan kebutuhan individu ataupun organisasi (Groenendijk 2003). Besarnya kepentingan individu ataupun organisasi dinilai melalui keterlibatan (partisipasi), manfaat yang diperoleh, persentase program kerja yang berkaitan dengan wisata alam, tingkat ketergantungan dan peran individu/organisasi tersebut dalam pengelolaan wisata alam di KBL. Pengaruh merupakan proses mengubah pikiran, perilaku, perasaan orang lain dan kekuatannya tergantung pada kekuasaan (Nelson and Quick 1994; Reed et al.

2009). Analisis penilaian terhadap kekuasaan (power) dikembangkan oleh Gabriel 1983; Reed et al. 2009 melalui instrumen kekuasan dan sumber kekuasaan. Instrumen kekuasaan meliputi condign power (keuangan, hukuman),

compensatory power (hadiah, gaji/upah, bantuan kegiatan, penghargaan), dan

conditioning power (pendidikan, propaganda, opini). Sumber kekuasaan meliputi

personality power (kecerdasan, karisma, kekuatan fisik) dan organisation power

(jejaring, fungsi, massa, kesusaian bidang fungsi).

2.6 Analisis stakeholder

Analisis stakeholder merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengidentifikasi stakeholder yang memiliki peran dalam pengambilan keputusan, mengetahui kepentingan dan pengaruh stakeholder, memetakan hubungan antar pihak berdasarkan besarnya pengaruh dan kepentingan masing-masing stakehold-er serta pemahaman stakeholder dalam pengembangan organisasi (Lindenberg dan Crosby 1981 dalam Reed et al. 2009). Stakaeholder dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya. Pengelompokkan stakeholder berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya antara lain:


(11)

a. Key Player

Key player merupakan stakeholder yang paling aktif dalam pengelolaan dikarenakan stakeholder tersebut memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar.

b. Subject

Subject merupakan stakeholder yang memiliki kepentingan yang besar, tetapi pengaruhnya kecil. Stakeholder jenis ini bersifat supportive, mempunyai ka-pasitas yang kecil untuk mengubah situasi. Stakeholder ini mungkin akan di-pengaruhi oleh stakeholder lainnya.

c. Context Setter

Context setter merupakan stakeholder yang memiliki pengaruh yang besar, tetapi memiliki kepentingan yang kecil. Stakeholder jenis ini mungkin akan memberikan bahaya yang signifikan, sehingga harus dipantau dan dikelola.

d. Crowd

Crowd merupakan stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh yang kecil. Stakeholder ini akan mempertimbangkan segala kegiatan yang mereka lakukan.


(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Kelurahan Sumur Batu, Kelurahan Sukadanaham, Kelurahan Batu Putu, dan Kelurahan Sukamaju dijadikan sampling untuk masyarakat sekitar objek wisata. Penelitian dilakukan selama 2 Bulan yaitu September-November 2011.

3.2 Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain:  Panduan wawancara

Voice recorder

 Camera digital  Alat tulis

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian antara lain:  Pihak-pihak pengelola wisata alam di KBL

 TUPOKSI instansi pemerintah dan aturan kelembagaan swasta yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam di KBL

 Kebijakan pemerintah yang digunakan dalam pengelolaan wisata alam di KBL  Kebutuhan para pihak yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam di KBL

3.3 Teknik penentuan informan

Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan Purpossive sampling. Informan dianggap sebagai pelaku (instansi/lembaga/kelompok) yang mempunyai keterlibatan dalam pengelolaan wisata alam di KBL. Informan dapat


(13)

berasal dari instansi pemerintah, lembaga swasta, kelompok masyarakat, pengusaha pariwisata dan masyarakat.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasikan stakeholder antara lain:

a.Wawancara Informan

Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan panduan wawancara kepada informan kunci (Key informan) dari masing-masing

stakeholder. Wawancara dengan informan kunci bertujuan untuk mendapatkan informasi khusus mengenai suatu topik (Mikkelsen 2003). Kajian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pihak-pihak (stakeholder) dan hubungan diantara para pihak yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam. Informan kunci pertama dari masing-masing stakeholder yaitu kepala dinas, direktur perseroan, ketua organ-isasi atau staff yang ditunjuk para pemimpin stakeholder untuk mewakili stake-holder yang bersangkutan dalam memberikan informasi tentang pengelolaan wisata alam di KBL. Informan kunci kedua berasal dari rekomendasi informan kunci pertama, informan kunci ketiga berasal dari rekomendasi informan kunci kedua dan begitu seterusnya hingga keseluruhan data penelitian terkumpulkan. Data dan informasi yang berasal dari informan kunci kedua dan informan selanjutnya digunakan untuk melengkapi data dan informasi dari informan awal. Metode penentuan informan kunci diatas biasanya disebut snowball sampling

(Wildemuth 2009) .

b.Observasi lapang

Observasi lapang merupakan pengamatan langsung dan pencatatan secara teliti terhadap kajian yang diteliti. Observasi lapang dilakukan untuk mengetahui lokasi objek wisata alam terbaru dan mengetahui implementasi keterangan-keterangan yang didapatkan dari hasil wawancara.


(14)

c. Penelusuran dokumen

Penelusuran dokumen dilakukan terhadap dokumen TUPOKSI instansi pemerintah dan aturan kelembagaan milik swasta/kelompok masyarakat, kebijakan pemerintah tentang wisata alam dalam skala daerah maupun nasional, dan dokumen lain yang diperlukan untuk menunjang penelitian. Penelusuran dokumen dilakukan sebagai langkah awal dalam penelitian dan diperlukan untuk membantu analisis data.


(15)

Tabel 1 Matriks pengumpulan data

No Jenis Data Variabel Metode

1. Instansi Pemerintahan - Identitas instansi

- TUPOKSI

- Kebijakan yang ditetapkan

- Bentuk Keterlibatan

- Kegiatan yang dilakukan

- Hubungan dengan stakeholder lain

Wawancara menggunakan panduan wawancara instansi pemerintah (Lampiran 1)

2. Lembaga Swasta - Identitas lembaga/organisasi

- Aturan kelembagaan yang ditetapkan - Bentuk keterlibatan

- Kegiatan yang dilakukan

- Hubungan dengan stakeholder lain

Wawancara menggunakan panduan wawancara lembaga swasta/kelompok non-pemerintah (Lampiran 2)

3. Kelompok Masyarakat - Identitas kelompok

- Aturan yang ditetapkan

- Bentuk keterlibatan

- Kegiatan yang dilakukan

- Hubungan dengan stakeholder lain

Wawancara menggunakan panduan wawancara lembaga swasta/kelompok non-pemerintah (Lampiran 2)

4. Besarnya kepentingan masing-masing pihak dalam pengelolaan wisata alam KBL

- Keterlibatan stakeholder

- Ketergantungan stakeholder terhadap wisata alam - Program kerja masing-masing stakeholder

- Manfaat wisata alam bagi stakeholder

- Peran stakeholder

Penghitungan nilai kepentingan dengan menggunakan panduan penghitungan nilai kepentingan (Lampiran 3)

5. Besarnya pengaruh masing-masing pihak terhadap pengelolaan wisata alam KBL

- Pengaruh kekuatan kondisi

- Pengaruh kekuatan kelayakan

- Pengaruh kekuatan kompensasi - Pengaruh kekuatan Personality - Pengaruh kekuatan organisasi

Penghitungan nilai kepentingan dengan menggunakan panduan penghitungan nilai kepentingan (Lampiran 4)


(16)

No Jenis Data Variabel Metode

6.

7.

Kebijakan

TUPOKSI dan Aturan Kelembagaan

- Konservasi, partisipasi, manfaat ekonomi, edukasi, wisata

- Kesenjangan antara kebijakan yang diberlakukan berdasarkan komponen konservasi, partisipasi, manfaat ekonomi, edukasi, wisata

- Konservasi, partisipasi, manfaat ekonomi, edukasi, wisata

- Kesenjangan antara TUPOKSI dan aturan kelembagaan berdasarkan

komponen konservasi, partisipasi, manfaat ekonomi, edukasi, wisata

Penelusuran dokumen menggunakan analisis isi kebijakan (Lampiran 5) Penelusuran dokumen menggunakan analisis isi TUPOKSI (Lampiran 6)

8. Kebutuhan - Kemiripan kebutuhan dari semua kebutuhan stakeholder Wawancara dengan menggunakan panduan wawancara


(17)

3.5 Analisis data

Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan analisis stakeholder, analisis isi (Content analysis), dan analisis deskriptif. analisis isi dilakukan terhadap TUPOKSI dan aturan kelembagaan, serta kebijakan pemerintah.

3.5.1 Analisis stakeholder

Analisis stakeholder digunakan untuk menganalisis data mengenai stake-holder. Model analisis stakeholder yang digunakan adalah model yang diperke-nalkan oleh Reed et al. (2009). Tahapan dalam melakukan analisis stakeholder

adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi stakeholder dan perannya

2. Membedakan dan mengkategorikan stakeholder berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya

Stakeholder dipetakan ke dalam matriks analisis stakeholder berdasarkan besarnya kepentingan dan pengaruh. Besarnya kepentingan dinilai berdasarkan keterlibatan stakeholder dalam wisata alam, ketergantuang stakeholder

terhadap wisata alam, program kerja masing-masing stakeholder yang berkaitan dengan wisata alam, manfaat yang diperoleh stakeholder dari wisata alam, peran yang dimainkan oleh stakeholder dalam pengelolaan wisata alam. Besarnya pengaruh dinilai berdasarkan intrumen dan sumber kekuatan (power) yang dimiliki masing-masing stakeholder (Gabriel 1983; Reed et al. 2009). Instrumen kekuatan meliputi kekuatan kondisi (conditioning power), kekuatan kelayakan (condign power), kekuatan kompensasi (compesatory power) dan sumber kekuatan meliputi kekuatan individu (personality power), kekuatan organisasi (organization power). Penilaian besarnya kepentingan stakeholder

menggunakan panduan kepentingan pada Lampiran 3 sedangkan penilaian besarnya pengaruh menggunakan panduan penilaian pengaruh pada Lampiran 4.

Jumlah nilai yang didapatkan oleh masing-masing stakeholder adalah 25 poin untuk besarnya kepentingan dan 25 poin untuk besarnya pengaruh. Setelah diketahui besarnya nilai kepentingan dan pengaruh, masing-masing


(18)

stakeholder dipetakan ke dalam matriks kepentingan pengaruh pada Gambar 2 dengan menggunakan Software Minitab 15.

Gambar 3 Matriks Kepentingan-Pengaruh (Reed et al. 2009). 3. Mendefinisikan hubungan antar stakeholder

Hubungan diantara stakeholder akan didefinisikan melalui dokumen dan hasil wawancara pada informan kunci. Dokumen yang digunakan untuk mendefinisikan hubungan ialah TUPOKSI instansi dan aturan kelembagaan swasta serta kelompok masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam di KBL. Hubungan tersebut akan dijelaskan melalui peta hubungan stakeholder

wisata alam di KBL baik yang terdapat dalam dokumen maupun hubungan yang terjadi di lapangan.

3.5.2 Analisis isi kebijakan dan TUPOKSI/aturan kelembagaan

Analisis isi kebijakan digunakan untuk menganalisis kebijakan perundang-undangan baik skala nasional maupun lokal yang berkaitan dengan wisata alam dan analisis isi TUPOKSI/aturan kelembagaan digunakan untuk menganalisis TUPOKSI diantara instansi pemerintah dan aturan kelembagaan milik lembaga swasta atau kelompok masyarakat yang terlibat pengelolaan wisata alam di KBL. Analisis isi kebijakan dilakukan dengan menggunakan matriks analisis isi kebijakan (Lampiran 5) dan analisis TUPOKSI/aturan kelembagaan dilakukan dengan menggunakan matriks analisis isi TUPOKSI (Lampiran 6). Analisis isi kebijakan dan TUPOKSI/aturan kelembagaan yang dilakukan dalam penelitian


(19)

ini menggunakan kata kunci (key word) berupa konservasi, partisipasi,ekonomi, edukasi dan wisata.

3.5.3 Analisis deskriptif kebutuhan

Analisis deskriptif kebutuhan digunakan untuk menggambarkan kebutuhan masing-masing stakeholder terhadap pengelolaan wisata alam di KBL. Kebutuhan masing-masing stakeholder di kelompokkan menurut kemiripannya. Analisis deskriptif kebutuhan dilakukan dengan menggunakan daftar kebutuhan


(20)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak geografis dan wilayah administratif

Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung (KBL) berada antara

50º20’-50º30’ LS dan 105º28’-105º37’ BT. KBL memiliki luas wilayah 192.96

km2 dengan batas-batas sebagai berikut (PEMKOT KBL 2000) :  Batas Utara : Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

 Ba tas Selatan : Kecamatan Padang Cermin, Ketibung dan Teluk Lam-pung,

Kabupaten Lampung Selatan

 Batas Timur : Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan  Batas Barat : Kecamatan Gedungtataan dan Padang Cermin Kabupaten

Lampung Selatan

KBL dibentuk pada tanggal 17 juni 1983 sebagai bagian dari wilayah kota dalam bentuk kepresidenan Provinsi Lampung. Pembentukan KBL berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 3 tahun 1964. Pada awalnya KBL terdiri dari 4 kecamatan dan 30 kelurahan namun dalam perkembangannya KBL mengalami beberapa kali pemekaran wilayah. Pada tahun 2001 berdasarkan paraturan daerah nomor 4 tahun 2001 wilayah administratif KBL ditetapkan menjadi 13 kecamatan dengan 98 kelurahan.

4.2 Iklim dan topografi

KBL memiliki iklim tipe A berdasarkan klasifikasi Scmidt dan Ferguson. Hal itu menunjukkan KBL lembab sepanjang tahun. KBL memiliki curah hujan berkisar antara 2.257 – 2.454 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 76-166 hari/tahun. Kelembaban KBL berkisar antara 60% - 85% dan suhu udara 230-370. KBL terletak pada ketinggian 0 - 700 mm di atas permukaan laut. KBL memiliki


(21)

luas wilayah datar sampai landai 60%, landai sampai miring 35%, miring sampai curam 4 % (PEMPROV LPG 2006). Topografi KBL terdiri dari :

a. Daerah pantai meliputi Teluk Betung bagian selatan dan Panjang b. Daerah perbukitan meliputi Teluk Betung bagian utara

c. Daerah dataran tinggi yang bergelombang meliputi Tanjung Karang bagian barat

d. Teluk Lampung dan pulau-pulau kecil berada di bagian selatan

4.3 Potensi wisata alam

a. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman

Taman Hutan Raya Abdul Rahman (Tahura WAR) merupakan hutan pegunungan yang berisi koleksi tumbuhan dan satwaliar. Jenis tumbuhan yang terdapat di Tahura WAR ialah pulai, kenanga, durian, bintung, dadap, hopea dan berbagai macam jenis anggrek. Jenis satwaliar yang terdapat di Tahura WAR antara lain macan akar, babi hutan, rangkong, siamang dan ayam hutan (KEMENHUT 2011). Selain itu di kawasan Tahura WAR juga terdapat 5 air ter-jun yang biasa digunakan mandi oleh pengunter-jung. Kegiatan yang dapat dilakukan ialah berkemah, lintas alam dan mandi di air terjun.

b. Taman Hutan Kera Tirtosari

Taman Hutan Kera Tirtosari (THKT) merupakan sebuah hutan seluas 1 hektar dengan kemiringan tanah 60 derajat yang diperuntukkan untuk kehidupan satwaliar. Nama kera diambil dari bahasa Lampung yang artinya sama dengan monyet tetapi satwaliar yang berada didalamnya sebenarnya ialah monyet jenis

Macaca fascicularis. Hal itu karena secara ekologi kera merupakan primata yang tidak memiliki ekor sedangkan monyet merupakan primata yang memiliki ekor. Pengunjung dapat melihat monyet yang hidup liar dihutan dan memberikan makan secara langsung. Selain sebagai habitat bagi monyet, fungsi lain dari hutan ini ialah sebagai sumber mata air dan oksigen bagi KBL.


(22)

c. Taman Wisata Bumi Kedaton

Taman wisata bumi kedaton merupakan wisata yang dikembangkan oleh PT Bumi Kedaton sejak tahun 2004. Area Taman Wisata Bumi Kedaton berupa area perbukitan dengan berbagai jenis satwaliar dan air sungai yang berasal dari Gunung Betung. Satwaliar yang terdapat di taman wisata ini berupa jenis burung pegunungan dan beberapa satwaliar yang berada di dalam kandang serta satwaliar yang digunakan untuk atraksi seperti Gajah Sumatera. Satwaliar yang berada da-lam kandang antara lain kuda, beruang madu, siamang, buaya, biawak, ular. Selain itu Taman Wisata Bumi Kedaton juga memiliki rumah khas Lampung yang digunakan untuk memperkenalkan kebudayaan Lampung.

d. Taman Kupu-Kupu Gita Persada

Taman Kupu-Kupu Gita Persada (TKGP) merupakan area penangkaran kupu-kupu yang memiliki luasan 5 ha. TKGP memiliki koleksi kupu-kupu hidup maupun awetan kupu-kupu yang berasal dari Kabupaten Liwa Lampung Barat. Pengunjung dapat melihat dan menikmati berbagai jenis kupu-kupu dan membeli awetan kupu-kupu di Taman Kupu-Kupu Gita Persada. Selain itu pengunjung ju-ga dapat memesan kupu-kupu hidup yang diambil dari kepompong kupu-kupu.

e. Wisata Alam Batu Putu

Batu putu merupakan kawasan wisata yang memiliki keindahan alam yang indah dan air terjun yang mengalir di dalamnya. Batu putu juga memiliki berbagai macam tanaman buah seperti durian, duku, pisang, manggis dan palawija. Pengunjung dapat menikmati air terjun dan membeli buah-buahan segar di wisata alam batu Putu.


(23)

f. Wira garden

Wira garden merupakan kawasan wisata yang menawarkan pemandangan alam yang indah di daerah Gunung Betung. Kegiatan yang dilakukan di Wira Garden ialah hicking, camping, dan arum jeram. Wira garden juga menyewakan

cottage bagi para pengunjung yang ingin menginap di kawasan wisata.

g. Pantai

KBL yang berdekatan dengan Teluk Lampung menyebabkan KBL memiliki potensi pantai yang tinggi. Pantai-pantai di KBL yang sering menjadi tujuan wisata adalah Pantai Duta Wisata, Pantai Tirtayasa, dan Pantai Puri Gading. Potensi pantai di KBL terletak di Kecamatan Teluk Betung Barat.

4.4 Aksesibilitas

Aksesibilitas menuju KBL dapat menggunakan jalur darat dan udara. Rute perjalanan jalur darat dan jalur udara antara lain :

a. Jalur darat : Jakarta – Serang - Merak – Bakauheni – Kalianda - Kota Bandar Lampung

b. Jalur Udara : Bandara Soekarno-Hatta (Jakarta) – Bandara Raden Intan (Natar) – Kota Bandar Lampung

Pada jalur darat menuju KBL diselingi dengan jalur laut melalui penyebrangan dari pelabuhan Merak-Banten menuju Pelabuhan Bakauheni-Lampung. Jalur darat menuju KBL dapat ditempuh selama 8 jam perjalanan sedangkan jalur udara ditempuh selama 45 menit di pesawat dan dilanjutkan dengan perjalanan darat selama 1 jam. Penyebrangan dari pelabuhan Merak menuju Bakauheni ataupun sebaliknya tersedia selama 24 jam dan penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Raden Intan ataupun sebaliknya tersedia 5-8 kali penerbangan selama satu hari.


(24)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Identifikasi stakeholder dan peranannya

Jumlah stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam di KBL ialah 21 Stakeholder. Stakeholder yang terlibat berasal dari instansi pemerintah provinsi dan kota, lembaga swasta, kelompok masyarakat, pengusaha perorangan, dan masyarakat. Hasil identifikasi stakeholder berdasarkan tingkatan administrasi disajikan pada Tabel 2. Peran stakeholder dalam pengelolaan wisata alam dalam penelitian ini dibedakan menjadi empat yaitu peran perlindungan sumberdaya, pemberdayaan masyarakat setempat, penyediaan pelayanan wisata, penyediaan data dan informasi wisata alam. Stakeholder yang berasal dari instansi pemerintah, lembaga swasta, kelompok masyarakat dan masyarakat dapat memiliki keempat peran tersebut ataupun hanya sebagian saja.

Tabel 2 Tingkatan administratif stakeholder wisata alam

No. Stakeholder Prov. Kota Kelurahan Kampung

1. Disbudpar Bandar Lampung √

2. PT Bumi Kedaton √

3. Perusahaan Wira Garden √

4. UPTD Tahura WAR √

5. Yayasan Taman Buaya Indonesia √

6. PT Sutan Duta Sejati √

7. Kelompok sadar wisata THKT √

8. Yayasan Sahabat Alam √

9. BKSDA Lampung √

10. DKP Bandar Lampung √

11. Disbudpar Lampung √

12. Beppeda KBL √

13. PT Alam Raya √

14. KPPH Sumber Agung √

15. Watala √

16. HPI √

17. PHRI √

18. ASITA √

19. WWF √

20. Pengusaha Sukamenanti √


(25)

5.1.1 Instansi pemerintah

Peran instansi pemerintah dalam pengelolaan wisata alam KBL meliputi perlindungan sumberdaya, pemberdayaan masyarakat setempat, penyediaan pelayanan wisata, dan penyediaan data serta informasi wisata alam. Peran instansi pemerintah dalam perlindungan sumberdaya dilakukaan melalui pengawasan yang berkaitan dengan lingkungan terhadap kawasan wisata alam. Peran instansi pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui pembentukan kelompok sadar wisata THKT di KBL. Peran instansi pemerintah dalam penyediaan pelayanan wisata dilakukan melalui perbaikan jalan menuju objek wisata. Peran instansi pemerintah dalam penyediaan data dan informasi dilakukan melalui inventarisasi atau kunjungan ke objek wisata dan dipublikasikan dalam media massa.

5.1.2 Lembaga swasta

Pada umumnya peran lembaga swasta dalam pengelolaan wisata alam di KBL meliputi pemberdayaan masyarakat, penyediaan pelayanan wisata, penyediaan data dan informasi. Peran pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat, pembinaan tentang pembibitan tanaman kehutanan oleh Yayasan Sahabat Alam dan pembinaan serta penyuluhan manfaat hutan oleh Watala. Peran penyediaan pelayanan wisata dilakukan melalui penyediaan penginapan, restoran, program wisata, dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan pengunjung. Peran penyediaan data dan informasi dilakukan melalui billboard, website, leaflet dan papan interpretasi yang menjelaskan flora dan fauna di dalam kawasan wisata alam.

5.1.3 Kelompok masyarakat

Peran kelompok masyarakat dalam pengelolaan wisata alam di KBL meliputi perlindungan sumberdaya, pemberdayaan masyarakat setempat dan penyediaan pelayanan wisata. Peran perlindungan sumberdaya dilakukan melalui menjaga habitat satwaliar, menanam dan memelihara tumbuhan di kawasan


(26)

Tahura WAR, tidak berburu satwaliar dan tidak melakukan penebangan pohon. Peran kelompok masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui penyuluhan yang bersifat persuasif untuk menjaga hutan dan melindungi satwaliar yang berada di daerah tempat tinggal. Peran penyediaan pelayanan wisata hanya dilakukan kelompok sadar wisata THKT dengan membangun penampungan air di sumber mata air dalam kawasan THKT.

5.1.4 Pengusaha perorangan dan masyarakat

Peran pengusaha perorangan dalam pengelolaan wisata alam di KBL ialah penyediaan pelayanan wisata. Peran penyediaan pelayanan wisata dilakukan melalui pembangunan fasilitas mushola, toilet dan tangga di wisata alam batu pu-tu. Dana yang digunakan untuk pembangunan fasilitas juga berasal dari Disbudpar Bandar Lampung selaku pemilik objek wisata alam Batu Putu. Peran masyarakat dalam pengelolaan wisata alam di KBL sebagai penyedia pelayanan wisata. Peran masyarakat dalam penyediaan pelayanan wisata dilakukan melalui pembuatan warung makan didalam kawasan wisata alam maupun disepanjang jalan menuju kawasan wisata alam.

4.2Pemetaan stakeholder

Stakeholder yang telah teridentifikasi memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh berbeda terhadap pengelolaan wisata alam di KBL. Perbedaan tingkat kepentingan masing-masing stakeholder dipengaruhi oleh bentuk keterlibatan

stakeholder dalam wisata alam, ketergantuang stakeholder terhadap wisata alam, program kerja masing-masing stakeholder yang berkaitan dengan wisata alam, manfaat yang diperoleh stakeholder dari wisata alam, peran yang dimainkan oleh

stakeholder dalam pengelolaan wisata alam. Perbedaan tingkat ketergantungan

stakeholder dipengaruhi oleh kekuatan kondisi, kekuatan kelayakan, kekuatan kompensasi, kekuatan individu, kekuatan organisasi (Gabriel 1983; Reed et al.

2009). Hasil analisis tingkat kepentingan stakeholder dapat dilihat pada Tabel 3 dan hasil analisis tingkat pengaruh dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis


(27)

kepentingan dan pengaruh dengan menggunakan matriks Reed et al. (2009) dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 3 Tingkat kepentingan stakeholder

No. Nama Stakeholder Nilai Total

I II III IV V

1. Disbudpar Bandar Lampung 5 5 5 2 5 20

2. PT Bumi Kedaton 4 5 5 4 5 23

3. Perusahaan Wira Garden 3 5 5 5 3 21

4. UPTD Tahura WAR 5 5 4 5 4 23

5. Yayasan Taman Buaya Indonesia 3 4 5 5 3 20

6. PT Sutan Duta Sejati 3 4 5 5 4 21

7. Kelompok sadar wisata THKT 3 3 4 1 4 16

8. Yayasan Sahabat Alam 4 3 1 1 5 14

9. BKSDA Lampung 2 1 1 1 3 8

10. DKP Bandar Lampung 3 1 1 1 3 9

11. Disbudpar Lampung 2 3 1 1 2 9

12. Beppeda Bandar Lampung 2 3 1 1 2 9

13. PT Alam Raya 3 3 1 1 3 11

14. KPPH Sumber Agung 3 4 1 1 3 12

15. Watala 3 3 1 1 5 11

16. HPI 2 3 1 1 4 11

17. PHRI 4 1 1 1 3 10

18. ASITA 3 5 1 1 2 12

19. WWF 3 1 1 1 2 8

20. Pengusaha Sumamenanti 2 5 3 1 1 12

21. Masyarakat 1 3 1 1 2 8

Keterangan: I:keterlibatan; II: anfaat; III: persentase program kerja; IV: tingkat ketergantungan; V:peran

Tabel 4 Tingkat pengaruh stakeholder

No. Nama Stakeholder Nilai Total

I II III IV V

1. Disbudpar Bandar Lampung 5 2 4 1 5 17

2. PT Bumi Kedaton 3 1 2 2 5 12

3. Perusahaan Wira Garden 1 1 3 5 2 12

4. UPTD Tahura WAR 2 2 2 1 4 11

5. Yayasan Taman Buaya Indonesia 2 1 1 5 2 11

6. PT Sutan Duta Sejati 3 1 2 4 2 12

7. Kelompok sadar wisata THKT 2 1 1 4 3 11

8. Yayasan Sahabat Alam 3 2 2 4 4 16

9. BKSDA Lampung 1 3 2 1 3 10

10. DKP Bandar Lampung 2 1 1 1 4 9

11. Disbudpar Lampung 3 1 2 1 5 12

12. Beppeda KBL 2 2 2 1 4 11

13. PT Alam Raya 1 1 1 4 1 9

14. KPPH Sumber Agung 2 1 1 3 1 8

15. Watala 3 1 1 1 4 10

16. HPI 2 1 1 1 4 9

17. PHRI 3 1 3 1 4 12

18. ASITA 3 1 2 1 4 11

19. WWF 2 1 2 1 4 10

20. Pengusaha Sumamenanti 1 1 2 2 1 7

21. Masyarakat 1 1 1 1 4 8


(28)

Hasil perhitungan total nilai kepentingan dan pengaruh masing-masing

stakeholder dipetakan dalam matriks kepentingan dan pengaruh pada Gambar 4. Gambar 4 menjelaskan pembagian stakeholder dalam empat kelompok yaitu key player, subject, context setter dan crowd. Masing-masing kelompok memiliki jumlah stakeholder yang berbeda sesuai dengan tingkat kepentingan dan pengaruhnya.

Keterangan :

1. Disbudpar K ota Bandar Lampung 2. PT Bumi Kedaton

3. Perusahaan Wira Garden 4. UPTD Tahura WAR

5. Yayasan Taman Buaya Indonesia 6. PT Sutan Duta Sejadi

7. Kelompok Sadar wisata THKT 8. Yayasan Sahabat Alam 9. BKSDA Lampung 10. DKP Bandar Lampung 11. Disbudpar Lampung 12. Bappeda Bandar Lampung 13. PT Alam Raya

14. KPPH Sumber Agung 15. Watala

16. HPI 17. PHRI 18. ASITA 19. WWF

20. Pengusaha sukamenanti 21. Masyarakat

Gambar 4 Matriks kepentingan dan pengaruh stakeholder wisata alam

a. Key player

Key player merupakan stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang besar dan paling aktif dalam pengelolaan (Reed et al. 2009).

Stakeholder yang dikategorikan kelompok key player dalam pengelolaan wisata alam di KBL ialah Disbudpar Bandar Lampung. Hal itu karena Disbudpar Bandar Lampung merupakan instansi pemerintah daerah yang diberikan mandat untuk melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang kebudayaan dan pariwisata di KBL. Sehingga semua sumberdaya alam milik pemerintah daerah yang akan dijadikan objek wisata alam harus melalui persetujuan Disbudpar Bandar

25,0 22,5 20,0 17,5 15,0 12,5 10,0 7,5 5,0 2,5 25,0 22,5 20,0 17,5 15,0 12,5 10,0 7,5 5,0 2,5 Pengaruh K e p e n t in g a n 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2

1 Key Player

Subject


(29)

Lampung. Selain itu, Disbudpar Bandar Lampung juga bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap pertumbuhan dan perkembangan wisata alam di KBL.

b. Subject

Subject merupakan stkaeholder yang memiliki kepentingan yang besar tetapi pengaruh kecil. Stakeholder jenis ini bersifat supportive, mempunyai kapa-sitas yang kecil untuk mengubah situasi (Reed et al. 2009). Stakeholder yang dikategorikan dalam kelompok subject ialah PT Bumi Kedaton, Perusahaan Wira Garden, UPTD Tahura WAR, Yayasan Taman Buaya Indonesia, PT Sutan Duta Sejadi. Keseluruhan stakeholder yang masuk dalam kelompok subject merupakan para pemilik objek wisata alam di KBL. Kelompok subject memiliki kepentingan tinggi karena melakukan pengelolaan langsung terhadap objek wisata alam yang dimiliki baik berupa pembangunan fasilitas, pembuatan program wisata, pemasaran, dan penanganan pencemaran lingkungan dari kegiatan wisata alam. Pengelolaan yang dilakukan bertujuan untuk menarik pengunjung ke objek wisata alam yang dimilikinya. Kelompok subject memiliki pengaruh kecil karena kurangnya kerjasama dengan stakeholder lainnya. Kelompok subject hanya melakukan kerjasama dengan masyarakat setempat. Kerjasama yang dilakukan dengan masyarakat setempat berupa pengamanan objek wisata alam.

c. Context setter

Context setter merupakan stkaeholder yang memiliki pengaruh besar tetapi kepentingan kecil (Reed et al. 2009). Stakeholder yang masuk dalam kelompok

context setter ialah Yayasan Sahabat Alam. Yayasan Sahabat Alam memiliki kepentingan rendah karena kegiatan wisata yang dilakukan hanya berupa wisata pendidikan kepada anak sekolah dan wisata bukan merupakan tujuan utama yayasan. Tujuan utama Yayasan Sahabat Alam adalah konservasi kupu-kupu di KBL. Yayasan Sahabat Alam memiliki pengaruh yang besar karena pemilik dan sebagian besar pengurus yayasan bergerak dibidang akademisi yaitu sebagai dosen di Universitas Lampung (UNILA). Profesi yang dimiliki pemilik dan


(30)

pengurus yayasan dapat mempengaruhi instansi pemerintah, LSM, dan masyarakat setempat. Pengaruh kepada instansi pemerintah dilakukan melalui pendapat dan saran dalam suatu kegiatan wisata seperti pameran. Pengaruh kepada LSM diberikan melalui kerjasama dalam bentuk project di bidang konservasi. Pengaruh kepada masyarakat diberikan melalui penyuluhan dan bimbingan dalam menanam bibit tanaman kehutanan. Bibit tanaman kehutanan masyarakat kemudian dibeli yayasan untuk ditanam di dalam kawasan Taman Kupu-Kupu Gita Persada.

d. Crowd

Crowd merupakan stakeholder dengan kepentingan dan pengaruh yang kecil. Stakeholder ini akan mempertimbangkan segala kegiatan yang mereka lakukan (Reed et al. 2009). Stakeholder yang termasuk dalam kelompok crowd

ialah DKP Bandar Lampung, Disbudpar Lampung, Bappeda Bandar Lampung, PT Alam Raya, KPPH Sumber Agung, Watala, HPI, PHRI, ASITA, WWF, Pengusaha Sukamenanti dan Masyarakat. Kelompok crowd memiliki kepentingan dan pengaruh kecil karena sebagian besar wilayah kerjanya berada di tingkat provinsi seperti Disbudpar Lampung, BKSDA Lampung, Watala, HPI, PHRI, ASITA dan WWF. Sehingga program kerja para stakeholder tersebut tidak terfokus di KBL melainkan untuk seluruh Provinsi Lampung.

Stakeholder yang memiliki wilayah kerja di KBL seperti DKP Bandar Lampung dan Bappeda Bandar Lampung juga memiliki kepentingan dan pengaruh kecil karena kedua instansi hanya terlibat dalam perencanaan wisata alam di KBL. Perencanaan wisata alam yang telah dibuat dalam bentuk zonasi diserahkan kepada Disbudpar Bandar Lampung untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata alam. PT Alam Raya memiliki kepentingan dan pengaruh kecil karena PT Alam Raya sebenarnya bergerak dibidang pembangunan dan pemasaraan perumahan Pantai Puri Gading. PT Alam Raya hanya memanfaatkan keberadaan pantai di dalam perumahan menjadi objek wisata alam untuk meningkatkan nilai jual perumahan. KPPH Sumber Agung dan Pengusaha Sukamenanti memiliki kepentingan dan pengaruh kecil karena KPPH Sumber


(31)

Agung hanya sebagai mitra UPTD Tahura WAR dalam menjaga kawasan Tahura WAR sedangkan Pengusaha Sumanenanti hanya sebagai mitra Disbudpar Bandar Lampung pada pelaksanaan kegiatan wisata di Wisata Alam Batu Putu. Masyarakat memiliki kepentingan dan pengaruh kecil karena masyarakat belum dapat memanfaatkan peluang adanya objek wisata untuk menambah penghasilan kecuali sebagai pekerja di objek wisata. Selain itu masyarakat juga masih dianggap sebagai objek yang dipengaruhi bukan sebagai pelaku kegiatan wisata.

4.3Identifikasi TUPOKSI dan aturan kelembagaan stakeholder

Setiap instansi pemerintah memiliki Tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) sesuai bidang yang dimandatkan kepada instansi. Stakeholder yang berasal dari lembaga swasta dan kelompok masyarakat memiliki aturan kelembagaan yang menjelaskan fungsi dan tujuan lembaga. TUPOKSI instansi pemerintah dan aturan kelembagaan lembaga swasta serta kelompok masyarakat yang telah dianalisis dapat dilihat pada Tabel 5. TUPOKSI instansi pemerintah pada Tabel 5 telah mencakup seluruh instansi yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam di KBL tetapi aturan kelembagaan yang tercantum pada Tabel 5 belum mencakup seluruh stakeholder wisata alam di KBL. Hal itu karena beberapa lembaga swasta dan kelompok masyarakat belum memiliki aturan kelembagaan secara tertulis meskipun telah memiliki struktur organisasi.

Tabel 5 Hasil analisis TUPOKSI dan aturan kelembagaan Stakeholder

No. Nama Instansi /

Lembaga/ Kelompok

Dokumen Komponen Keterangan

1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bandar Lampung

TUPOKSI Konservasi Pasal 21 Partisipasi Pasal 23,26 Manfaat ekonomi Pasal 24

Edukasi Pasal 4,11

Wisata Pasal3,4,16,17,19,20,21, 25, dan 26

2 Dinas Kelautan dan Perikanan Bandar Lampung

TUPOKSI Konservasi Pasal 23 – 24 Partisipasi -

Manfaat ekonomi -

Edukasi Pasal 21


(32)

No. Nama Instansi / Lembaga/ Kelompok

Dokumen Komponen Keterangan

3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bandar Lampung

TUPOKSI Konservasi Pasal 15,20,21 Partisipasi -

Manfaat ekonomi -

Edukasi -

Wisata -

4. BKSDA Lampung TUPOKSI Konservasi Pasal 2,3,11,12,14,15, 17 Partisipasi -

Manfaat Ekonomi Pasal 3

Edukasi Pasal 12,14,16,17 Wisata Pasal 3,14,16,17 5. Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Lampung

TUPOKSI Konservasi - Partisipasi - Manfaat ekonomi Pasal 20

Edukasi -

Wisata Pasal 20

6. UPTD Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman

TUPOKSI Konservasi Pasal 155 Partisipasi -

Manfaat ekonomi -

Edukasi Pasal 157

Wisata -

7. Kelompok sadar wisata THKT Taman Hutan

AD-RT Konservasi Pasal 1 dan 7 Partisipasi Pasal 7 Manfaat ekonomi Pasal 7

Edukasi Pasal 1

Wisata Pasal 1

8. Perhimpunan Hotel dan Retoran Indonesia

AD-RT Konservasi -

Partisipasi - Manfaat ekonomi Pasal 6

Edukasi Pasal 6

Wisata Pasal 7

9. Himpunan Pramuwisata Indonesia

AD-RT Konservasi -

Partisipasi - Manfaat ekonomi Pasal 8

Edukasi Pasal 6

Wisata Pasal 6

10. Asosiasi Tour dan Travel Indonesia

AD-RT Konservasi -

Partisipasi - Manfaat ekonomi Pasal 8

Edukasi Pasal 6

Wisata Pasal 6

11. Watala Visi dan

Misi

Konservasi Visi dan misi Partisipasi Tujuan khusus Manfaat ekonomi -

Edukasi Tujuan khusus

Wisata -

12. PT Sutan Duta Sejadi Visi dan Misi

Konservasi - Partisipasi - Manfaat ekonomi -

Edukasi -


(33)

Analisis isi TUPOKSI dan aturan kelembagaan pada Tabel 4 menunjukkan komponen yang paling banyak dijelaskan dalam TUPOKSI dan aturan kelembagaan adalah komponen wisata sedangkan komponen yang paling sedikit dijelaskan dalam TUPOKSI dan aturan kelembagaan adalah komponen partisipasi. Komponen wisata paling banyak dijelaskan karena sebagian besar

stakeholder merupakan pelaksana kegiatan wisata di KBL. Komponen partisipasi paling sedikit dijelaskan karena sebagian stakeholder tidak melibatkan masyarakat dalam bidang wisata melainkan melibatkan masyarakat dalam bidang kerja masing-masing misalnya UPTD Tahura WAR yang melibatkan masyarakat untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya alam.

5.4Hubungan stakeholder wisata alam

Hubungan stakeholder wisata alam dapat dilihat melalui dokumen dan wawancara kepada informan kunci. Dokumen yang dapat menjelaskan hubungan diantara stakeholder adalah dokumen TUPOKSI instansi pemerintah dan aturan kelembagaan lembaga swasta serta kelompok masyarakat. Hubungan antara

stakeholder yang dilihat melalui wawancara informan kunci merupakan hubungan antara stakeholder yang terjadi di lapangan. Hubungan antara stakeholder melalui dokumen dan wawancara informan kunci dapat dikelompokkan menjadi hubungan koordinasi, kerjasama, dan komunikasi. Masing-masing kelompok hubungan akan dilihat letak hubunganya berdasarkam komponen wisata alam meliputi konservasi, partisipasi, manfaat ekonomi, edukasi dan wisata. Peta hubungan diantara stakeholder dalam pengelolaan wisata alam di KBL dapat dilihat pada Gambar 5.


(34)

Keterangan :

: Koordinasi di lapangan; : Kerjasama di lapangan; : Komunikasi di lapangan; : Koordinasi dalam dokumen; : Kerjasama dalam dokumen; : Komunikasi dalam dokumen

Gambar 5 Peta hubungan stakeholder wisata alam berdasarkan dokumen dan hasil wawancara.

Pengembangan Wisata Alam di

KBL Tahura WWF PT Bumi Kedaton Yayasan Sahabat Alam Kelompok Masyarakat sadar wisata taman hutan kera tirtosari BKSDA Lampung Watala Masyarakat PT Alam Raya PT Sutan Duta Sejadi Yayasan Taman Buaya Indonesia KPH Sumber Agung Pengusaha Sukamenanti Perusahaan Wira Garden HPI Disbudpar Lampung DKP KBL Disbudpar Bandar Lampung Bandar Lampung ASITA PHRI


(35)

5.4.1 Koordinasi

Koordinasi merupakan proses penyatuan unit organisasi yang berbeda untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama (Denise 2011). Koordinasi juga merupakan suatu kesatuan usaha bersama dari beberapa bagian, komponen, kelompok, atau organisasi yang memiliki bermacam sikap, tugas dan wewenang masing-masing agar tercipta suatu keserasian, keselarasan, dan kesatuan tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama (Damayanti 2006).

Hubungan koordinasi antara stakeholder wisata alam di KBL terletak dalam komponen konservasi dan wisata. Hubungan koordinasi dalam komponen konservasi terjadi pada BKSDA Lampung dengan UPTD Tahura WAR, Disbudpar Bandar Lampung dengan Bappeda Bandar Lampung dan DKP Bandar Lampung. Hubungan koordinasi dalam komponen wisata terjadi pada Disbudpar Lampung dengan Disbudpar Bandar Lampung. Hubungan koordinasi diantara instansi pemerintah diatas terlihat dalam dokumen TUPOKSI dan kenyataan dilapangan. Hubungan koordinasi yang terjadi antara BKSDA Lampung dengan UPTD Tahura WAR, Disbudpar Bandar Lampung dengan Bappeda Bandar Lampung dan DKP Bandar Lampung disebut hubungan koordinasi horizontal sedangkan hubungan koordinasi antara Disbudpar Lampung dengan Disbudpar Bandar Lampung disebut hubungan koordinasi vertikal. Hubungan koordinasi horizontal adalah hubungan koordinasi yang dilaksanakan diantara instansi/organisasi yang berada pada tingkat yang sama sedangkan hubungan koordinasi vertikal adalah hubungan koordinasi yang dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya terhadap badan-badan-badan-badan yang lebih rendah tingkatannya (Hadjan 1994).

Hubungan koordinasi pada komponen konservasi antara BKSDA Lampung dengan UPTD Tahura WAR di dalam dokumen TUPOKSI terlihat pada pasal 15 TUPOKSI BKSDA Lampung dan pasal 155 TUPOKSI UPTD Tahura WAR. TUPOKSI BKSDA Lampung pasal 15 menjelaskan tentang tugas BKSDA Lampung khususnya bidang konservasi sumberdaya alam wilayah dalam


(36)

mengkoordinasikan pelaksanaan konservasi sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya di dalam dan di luar kawasan konservasi serta koordinasi teknis pengelolaan kawasan konservasi. TUPOKSI UPTD Tahura WAR pasal 155 menjelaskan tentang fungsi UPTD Tahura WAR untuk melakukan perencanaan, pembinaan, pemanfaatan dan perlindungan Tahura WAR. Kedua pasal yang telah disebutkan menjelaskan UPTD Tahura WAR melakukan koordinasi kepada BKSDA Lampung dalam melakukan pengelolaan Tahura WAR. Hubungan koordinasi antara BKSDA Lampung dan UPTD Tahura WAR di lapangan terlihat melalui adanya penyusunan rencana pengelolaan dan laporan evaluasi UPTD Ta-hura WAR kepada BKSDA Lampung terkait pengelolaan kawasan TaTa-hura WAR. Hubungan koordinasi pada komponen konservasi antara Disbudpar Bandar Lampung, Bappeda Bandar Lampung dan DKP Bandar Lampung di dalam dokumen terlihat pada pasal 19-21 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung, pasal 15,20,21 TUPOKSI Bappeda Bandar Lampung, pasal 23-24 TUPOKSI DKP Bandar Lampung. Pasal 19-21 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung menjelaskan tugas Disbudpar Bandar Lampung untuk melakukan pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi usaha rekreasi dan usaha objek wisata. Pasal 15,20 dan 21 TUPOKSI Bappeda Bandar Lampung menjelaskan tentang tugas Bappeda Bandar Lampung dalam penataan ruang, pengendalian pembangunan dan prasarana di bidang pertanian, kehutanan, peternakan dan kelautan. Pasal 23-24 TUPOKSI DKP Bandar Lampung menjelaskan tugas DKP Bandar Lampung untuk melakukan pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya. Pasal-pasal yang telah disebutkan menjelaskan ketiga instansi memiliki tugas melakukan konservasi sesuai dengan cakupan kerjanya. Pelaksanaan tugas konservasi pada masing-masing instansi memerlukan koordinasi agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan. Hubungan koordinasi antara Disbudpar Bandar Lampung, Bappeda Bandar Lampung dan DKP Bandar Lampung di lapangan terlihat dari keseluruhan program kerja dan kegiatan Disbudpar Bandar Lampung dan DKP Bandar Lampung diserahkan


(37)

terlebih dahulu kepada Bappeda Bandar Lampung untuk dilakukan sinkronisasi recana kegiatan.

Hubungan koordinasi antara Disbubpar Lampung dengan Disbudpar Bandar Lampung di dalam dokumen TUPOKSI terlihat pada pasal 20 TUPOKSI Disbudpar Lampung dan pasal 3-4 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung. Pasal 20 TUPOKSI Disbudpar Lampung menjelaskan tugas Disbudpar Lampung yaitu perumusan kebijakan teknis, penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum, pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kebudayaan dan pariwisata. Pasal 3 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung menjelaskan tugas pokok Disbudpar Bandar Lampung yaitu melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang kebudayaan dan pariwisata berdasarkan azas ekonomi dan tugas pembantuan serta perundang-undangan yang berlaku sedangkan pasal 4 menjelaskan fungsi Disbudpar Bandar Lampung dalam perumusan kebijakan teknis, penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum, pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kebudayaan dan pariwisata. Ketiga pasal diatas menjelaskan adanya hubungan koordinasi dalam komponen wisata antara Disbudpar Lampung dengan Disbudpar Bandar Lampung dalam melakukan tugas dan fungsi berdasarkan tugas pembantuan. Hubungan koordinasi antara Disbudpar Lampung dengan Disbudpar Bandar Lampung di lapangan terlihat dari pembinaan dan pengarahan yang dilakukan Disbudpar Lampung kepada Disbudpar Bandar Lampung untuk perencanaan suatu acara dan pemberian laporan program dan kegiatan yang telah dilaksanakan Disbudpar Bandar Lampung setiap tahunnya kepada Disbudpar Lampung.

5.4.2 Kerjasama

Kerjasama (Cooperation) adalah keterlibatan secara pribadi diantara kedua belah pihak dami tercapainya penyelesaian masalah yang dihadapi secara optimal (Sunarto 1993). Kerjasama dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama (Soekanto 2009). Sehingga kerjasama merupakan suatu


(38)

keterlibatan/ usaha bersama diantara dua belah pihak (perorangan atau kelompok) untuk satu atau beberapa tujuan bersama serta menghadapi masalah secara optimal.

Kerjasama dapat dibedakan menjadi tiga (Soekanto 2009) yaitu kerjasama spontan (spontaneous coorperation), kerjasama langsung (directed coorperation), kerjasama kontrak (contractual coorperation) dan kerjasama tradisional (traditional coorperation). Kerjasama spontan adalah kerjasama yang serta merta. Kerjasama langsung merupakan hasil dari perintah atasan atau penguasa. Kerjasama kontrak merupakan kerjasama atas dasar tertentu. Kerjasama tradisional merupakan kerjasama sebagai bagian dari unsur atau sistem sosial.

Kerjasama yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kerjasama kontrak. Kerjasama yang dilakukan antara stakeholder wisata alam di KBL atas dasar TUPOKSI, aturan lembaga, kesamaan tujuan atau visi dan misi diantara lembaga/instansi/kelompok masyarakat. Hubungan kerjasama antara stakeholder

wisata alam di KBL terletak pada komponen konservasi, manfaat ekonomi, edukasi dan wisata. Stakeholder yang memiliki hubungan kerjasama pada komponen konservasi yaitu UPTD Tahura WAR dengan Yayasan Sahabat Alam, WWF, Watala dan KPH Sumber Agung. Stakeholder yang memiliki hubungan kerjasama pada komponen manfaat ekonomi yaitu Disbudpar Bandar Lampung dengan PHRI, ASITA dan HPI. Stakeholder yang memiliki hubungan kerjasama pada komponen edukasi ialah UPTD Tahura WAR dan Watala dengan KPH Sumber Agung, Disbudpar Bandar Lampung dengan Kelompok sadar wisata THKT, Disbudpar Bandar Lampung dengan PHRI. Stakeholder yang memiliki hubungan kerjasama dalam komponen wisata ialah Disbudpar Bandar Lampung dengan PHRI, ASITA, HPI, PT Sutan Duta Sejadi dan Pengusaha Sukamenanti.

Hubungan kerjasama pada komponen konservasi antara UPTD Tahura WAR dengan Watala di dalam dokumen dijelaskan pada pasal 155 TUPOKSI UPTD Tahura WAR dan visi serta misi Watala. Pasal 155 UPTD Tahura WAR menjelaskan tentang tugas pelaksanaan teknis operasional dan Perencanaan, pembinaan, pamanfaatan dan perlindungan Tahura WAR. Visi dan misi Watala


(39)

berisi tentang mewujudkan lingkungan yang serasi, berkeadilan dan berkelanjutan bagi masyarakat. TUPOKSI dan visi serta misi Watala menjelaskan tentang adanya kesamaan tujuan untuk melindungi dan menjaga lingkungan. Hubungan kerjasama antara UPTD Tahura WAR dengan Watala dan KPH Sumber Agung di lapangan terlihat dari kerjasama dalam betuk kemitraan untuk melindungi Tahura WAR dengan berbagai proyek yang dilakukan seperti inventarisasi flora dan fauna, perlindungan kawasan hutan, dan penanaman tumbuhan dalam kawasan Tahura WAR. Hubungan kerjasama antara UPTD Tahura WAR, Yayasan Sahabat Alam, WWF dan KPH Sumber Agung tidak terdapat dalam dokumen melainkan terjadi di Lapangan. Hubungan kerjasama UPTD Tahura WAR dengan Yayasan Sahabat Alam terjadi melalui peminjaman kawasan Tahura WAR seluas 3,7 hektar oleh UPTD UPTD WAR kepada Yayasan Sahabat Alam agar dikelola sebagai tempat pelestarian kupu-kupu. Hubungan kerjasama antara Yayasan Sahabat Alam dan WWF terjadi dengan adanya bantuan dana dari WWF kepada Yayasan Sahabat Alam untuk kegiatan konservasi.

Hubungan kerjasama pada komponen manfaat ekonomi antara Disbudpar Bandar Lampung, PHRI, ASITA dan HPI di dalam dokumen dijelaskan pada pasal 24 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung, ADRT PHRI pasal 7, ADRT HPI pasal 8 dan ADRT ASITA pasal 6. TUPOKSI Disbudpar pasal 24 menjelaskan tentang tugas Disbudpar dalam melakukan kegiatan promosi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. ADRT PHRI pasal 7 menjelaskan tentang tujuan PHRI untuk berperan aktif dalam kegiatan promosi di dalam dan di luar negeri untuk meningkatkan dan memantapkan iklim usaha kepariwisataan. ADRT HPI pasal 8 mejelaskan tentang tugas dan usaha HPI untuk menciptakan kerjasama dengan pemerintah maupun komponen usaha jasa pariwisata demi terciptanya lapangan kerja yang layak dan merata bagi anggota. ADRT ASITA pasal 6 menjelaskan tentang tujuan ASITA untuk meningkatkan peran anggota sebagai salah satu pelaku utama pariwisata nasional, penghasil devisa dan peningkatan pendapatan serta pengembangan kapasitas usaha berdaya saing global. TUPOKSI dan ADRT ke-empat stakeholder tersebut saling mendukung


(40)

dalam mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan wisata dengan peningkatan kegiatan promosi dan pengembangan kapasitas kerja. Hubungan kerjasama antara Disbudpar Bandar Lampung, PHRI, HPI dan ASITA pada komponen manfaat ekonomi tidak ditemukan dilapangan. sehingga hubungan kerjasama antara Disbudpar Bandar Lampung, PHRI, ASITA, dan HPI dalam komponen manfaat ekonomi disebut potensial kerjasama.

Hubungan kerjasama pada komponen edukasi antara UPTD Tahura WAR dan Watala dengan KPH sumber agung terlihat dalam TUPOKSI UPTD Tahura WAR pasal 157 yang menjelaskan tugas UPTD Tahura WAR untuk melaksanakan pembinaan kepada masyarakat/lembaga masyarakat di sekitar kawasan hutan yang menjadi wilayah kerjanya dan tujuan khusus Watala untuk Mendorong partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Hubungan kerjasama yang terjadi dilapangan antara ketiga stakeholder ialah penyuluhan dan pembinaan tentang kehutanan dari UPTD Tahura WAR dan Watala kepada KPH Sumber Agung yang tinggal di sekitar kawasan Tahura WAR. Penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan meliputi penyuluhan tentang pentingnya menjaga hutan dan pembinaan dengan cara pemberian lahan garapan kepada masyarakat untuk ditanami tanaman tahunan. Pembinaan ini berdampak positif terhadap peningkatan perlindungan hutan oleh masyarakat dan peralihan profesi masyarakat dari petani tanaman semusim mejadi petani tanaman tahunan.

Hubungan kerjasama pada komponen edukasi antara Disbudpar Bandar Lampung dengan Kelompok Sadar Wisata Taman Hutan Kera Tirtosar dalam dokumen dijelaskan pada pasal 4 dan 11 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung dan pasal 1 ADRT Kelompok sadar wisata THKT. Pasal 4 dan pasal 11 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung menjelaskan tentang pembinaan di bidang kebudayaan dan pariwisata kepada masyarakat. Pasal 1 ADRT Kelompok sadar wisata THKT menjelaskan peningkatan pendalaman masyarakat terhadap wisata. Hubungan kerjasama yang terjadi di lapangan antara Disbudpar Bandar Lampung dan Kelompok sadar wisata THKT ialah pembinaan Disbudpar Bandar Lampung


(41)

tentang sadar wisata terhadap kelompok sadar wisata yang telah dibentuk kemudian Kelompok sadar wisata THKT mengajak masyarakat disekitar kawasan untuk melakukan kegiatan sadar wisata.

Hubungan kerjasama pada komponen edukasi Disbudpar Bandar Lampung dengan PHRI dalam dokumen dijelaskan pada pasal 4, pasal 11 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung dan pasal 7 ADRT PHRI. Pasal 4 dan 11 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung menjelaskan tentang pembinaan di bidang kebudayaan dan pariwisata kepada masyarakat. Pasal 7 ADRT PHRI menjelaskan tentang usaha PHRI dalam mencapai tujuan meliputi memajukan dan menumbuhkembangkan semangat kepariwisataan, menggalang kerjasama dan solidaritas sesama anggota dan seluruh unsur keperiwisataan nasional dan internasional. Hubungan kerjasama yang terjadi dilapangan antara Disbudpar Bandar Lampung dan PHRI tidak ditemukan. Hal itu karena masing-masing

stakeholder melakukan kegiatan pelatihan pariwisata sendiri tanpa adanya kerjasama.

Hubungan kerjasama pada komponen wisata antara Disbudpar Bandar Lampung, PHRI, HPI, ASITA dan PT Sutan Duta Sejadi dalam dokumen dijelaskan pada pasal 3,4,20 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung, pasal 6 ADRT PHRI, pasal 6 ADRT HPI, pasal 1 dan 8 ADRT ASITA dan visi PT Sutan Duta Sejadi sedangkan untuk kerjasama dengan Pengusaha Sukamenenti tidak berada dalam dokumen. Pasal 3, 4 dan 20 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung menjelaskan tentang tugas Disbudpar dalam mengurus urusan pemerintah daerah di bidang kebudayaan dan pariwisata yang meliputi perumusan kebijakan teknis di bidang kebudayaan dan pariwisata, penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum di bidang kebudayaan dan pariwisata, pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kebudayaan dan pariwisata. Pasal 6 ADRT PHRI menjelaskan tujuan PHRI sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan pariwisata. Pasal 6 ADRT HPI menjelaskan tentang tujuan HPI dalam melaksanakan dan mensukseskan pembangunan pariwisata. Pasal 1 dan 8 ADRT ASITA menjelaskan tentang fungsi ASITA untuk melakukan kerjasama dengan


(42)

para pihak untuk kepentingan pariwisata. Visi PT Sutan Duta Sejadi berisi tentang peningkatan pariwisata Lampung. Hubungan kerjasama antara Disbudpar Bandar Lampung, PHRI, HPI dan ASITA di lapangan terjadi saat adanya acara-acara yang digelar oleh Disbudpar Bandar Lampung. Pada acara tersebut Disbudpar melibatkan dengan PHRI, HPI dan ASITA dalam pelaksanaan acara dan kegiatan promosi. Selain itu PHRI, HPI dan ASITA dianggap sebagai mitra Disbudpar Bandar Lampung dalam menghimpun keluhan, saran dan pendapat para pengusaha pariwisata di KBL. Keluhan, saran dan pendapat tersebut disampaikan kepada Disbudpar Bandar Lampung setiap tahunnya dalam forum pertemuan yang membahas pariwisata. Hubungan kerjasama antara Disbudpar Bandar Lampung dan Pengusaha Sukamenenti terlihat dari peminjaman lahan wisata milik pemerintah daerah kepada Pengusaha Sukamenanti untuk dikelola dan pembagunan fasilitas oleh Disbudpar Bandar Lampung di kawasan wisata yang dikelola oleh pengusaha sukamenanti. Hubungan kerjasama PT sutan duta sejadi dengan stakeholder lainnya tidak ditemukan di lapangan.

5.4.3 Komunikasi

Komunikasi merupakan proses memahami satusama lainnya dan proses informasi baik berupa fakta, kebijakan, prospek, rumor dan kegagalan dapat disebarkan dalam organisasi (Denise 2011). Komunikasi dalam organisasi juga merupakan proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau selalu berubah-ubah (Muhammad 2004). Definisi komunikasi muhammad 2004 mengandung tujuh konsep kunci yaitu proses, pesan, jaringan, saling tergantung, hubungan, lingkungan dan ketidakpastian.

Hubungan komunikasi antara stakeholder wisata alam di KBL terletak pada komponen konservasi dan wisata. Stakeholder yang memiliki hubungan komunikasi pada komponen konservasi ialah BKSDA Lampung dengan PT Bumi Kedaton. Stakeholder yang memiliki hubungan komunikasi pada komponen wisata ialah PHRI dengan PT Bumi Kedaton dan Perusahaan Wira Garden.


(43)

Hubungan komunikasi pada komponen konservasi di dalam dokumen antara BKSDA Lampung dan PT Bumi terdapat pada pasal 2 BKSDA Lampung yang menjelaskan tugas BKSDA Lampung untuk menyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di dalam dan di luar kawasan konservasi. Hubungan komunikasi antara BKSDA Lampung dan PT Bumi kedaton di lapangan melalui laporan PT Bumi Kedaton terhadap BKSDA Lampung tentang kondisi dan keadaan satwaliar di dalam kawasan wisata dan komunikasi apabila terdapat pemindahan satwaliar dari kawasan wisata ataupun penambahan satwaliar dari tempat lain. Hubungan komunikasi antara PHRI dengan PT Bumi Kedaton dan Perusahaan Wira Garden merupakan komunikasi antara perhimpunan dengan anggotanya. Hubungan komunikasi pada komponen wisata dijelaskan pada pasal 8 ADRT PHRI yang berisi usaha PHRI untuk mencapai tujuan dengan cara membantu dan membina usaha para anggota, memberikan perlindungan, menerima masukan, memberi bimbingan dan konsultasi serta pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan mutu anggota. Hubungan komunikasi yang terjadi dilapangan antara PHRI dengan PT Bumi Kedaton dan Perusahaan Wira Garden ialah bimbingan dan konsultasi serta penerimaan keluhan, saran dan kritik tentang pariwisata di KBL. keluhan, saran dan kritik yang telah diberikan akan disampaikan kepada pemerintah KBL dan pemerintah Provinsi Lampung.

4.4Identifikasi kebijakan wisata alam

Kebijakan yang digunakan untuk pengelolaan wisata alam di Kota Bandar Lampung berjumlah 8 kebijakan. Kebijakan yang digunakan terdiri dari 5 kebijakan nasional dan 3 kebijakan daerah. Kebijakan nasional yang digunakan dalam pengelolaan wisata alam di KBL meliputi undang – undang nomor 9 tahun 1990, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990, peraturan pemerintah nomor 8 tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010, dan peraturan menteri kehutanan nomor 53 tahun 2006. Kebijakan daerah yang digunakan dalam


(1)

No. Peraturan

Eksplisit Implisit

Edukasi b. pemesanan akomodasi, restoran dan tiket penjualan seni budaya serta kunjungan ke obyek dan daya tarik wisata

Wisata √

17 Konservasi - Agen perjalanan wisata wajib :

b. Memperhatikan norma dan kelaziman yang berlaku bagi penyediaan jasa perantara, dalam hal melakukan perjalanan paket wisata yang dikemas biro perjalanan wisata

Partisipasi Manfaat ekonomi Edukasi

Wisata √

23 Konservasi - Dalam menyelenggarakan usaha jasa impresariat, pemilik usaha wajib :

a. Melestarikan seni budaya indonesia khususnya daerah lampung

Partisipasi Manfaat ekonomi

Edukasi √

Wisata

31 Konservasi Usaha obyek dan daya tarik wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola obyek dan daya traik wisata

Partisipasi

Manfaat ekonomi beserta prasarana dan sarana yang diperlukan atau kegiatan mengelola obyek dan daya tarik wisata yang telah ada Edukasi

Wisata √

32 Konservasi Usaha obyek dan daya tarik wisata diselenggarakan oleh badan usaha yang berbentuk Badan Hukum Indonesia atau uasaha perseorangan Partisipasi

Manfaat ekonomi Edukasi

Wisata √

33 Konservasi √ (1) Kegiatan usaha obyek dan daya tarik wisata alam meliputi : a. Pengelolaan obyek dan daya tarik wisata alam, termasuk

prasarana dan sarana yang ada

b. Penyediaan sarana dan fasilitas bagi masyarakat di sekitarnya untuk berperan serta dalam kegiatan usaha obyek dan daya tarik wisata alam

(2) Usaha dan daya tarik wisata alam dapat pula disertai dengan penyelenggaraan pertunjukkan seni budaya yang dapat memberi nilai tambah terhadap obyek dan daya traik wisata alam yang bersangkutan

Partisipasi Manfaat ekonomi

Edukasi √


(2)

106

No. Peraturan Pasal Kata Kunci Makna Eksplisit

Makna Implisit

Keterangan

34 Konservasi √ - Dalam menyelenggaralan usaha obyek dan daya tarik wisata alam pemilik usaha wajib :

b. Menjaga kelestarian obyek daya tarik wisata Partisipasi

Manfaat ekonomi serta tata lingkunganya Edukasi

Wisata

40 Konservasi - Dalam menyelenggarakan usaha obyek dan daya tarik wisata minat khusus, pemilik usaha wajib :

a. Menjaga kelestarian lingkungan Partisipasi

Manfaat ekonomi Edukasi

Wisata

53 Konservasi √ Usaha bumi perkemahan yang berada di kawasan konservasi diselenggarakan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Partisipasi Manfaat ekonomi Edukasi

Wisata

79 Konservasi Masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan di bidang kepariwisataan

Partisipasi √

Manfaat ekonomi Edukasi

Wisata

80. Konservasi (1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 79 berupa pemberian saran,

pertimbangan, pendapat, tanggapan, masukan terhadap pengembangan informasi potensi dan masalah serta rencana pengembangan kepariwisataan

(2) Saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan atau masukan sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan secara tertulis dan/atau lisan kepada walikota

Partisipasi √

Manfaat ekonomi Edukasi


(3)

No. Peraturan

Eksplisit Implisit 8. Peraturan Walikota

Bandar Lampung Nomor 31.A tahun 2010 tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Bandar Lampung 2009-2029

1 Konservasi √ Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan setempat adalah upaya perlindungan, pelestarian,dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya

Partisipasi Manfaat ekonomi Edukasi

Wisata

2 Konservasi √ (1) Rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Bandar Lampung dibagi dan diperuntukkan sebagai :

a. Kawasan budidaya ang terdiri dari kawasan pemanfaatan umum dan alur laut

b. Kawasan lindung sebagai kawasan perlindungan setempat yang terdiri dari konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan konservasi sempadan pantai

Partisipasi Manfaat ekonomi Edukasi

Wisata

3 Konservasi Kawasan pemanfaatan umum sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat (1) diperuntukkan bagi :

a. Zona wisata b. Zona pemukiman c. Zona pelabuhan d. Zona pertanian e. Zona perikanan tangkap f. Zona industri

g. Zona pusat perdagangan jasa Partisipasi

Manfaat ekonomi Edukasi

Wisata √

5 Konservasi √ (1) Kawasan konservasi adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan ekosistem yang dilindungi,dilestarikan dan/atau dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir san pulau-pulau kecil secara berkelanjutan

Partisipasi Manfaat ekonomi Edukasi

Wisata

8 Konservasi √ (1) Pulau-pulau kecil dan perairan disekitarnya diperuntukkan untuk kegiatan :

a. Konservasi

b. Pendidikan dan pelatihan Partisipasi

Manfaat ekonomi


(4)

108

No. Peraturan Pasal Kata Kunci Makna Eksplisit

Makna Implisit

Keterangan

Wisata √ c. Penelitian dan pengembangan

d. Budidaya laut e. Pariwisata

Usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara lestari 12 Konservasi √ (1) Wilayah pesisir yang rusak dalam areal HP-3 wajib direhabilitasi

oleh pemegang HP-3 Partisipasi

Manfaat ekonomi Edukasi

Wisata

14 Konservasi √ √ Dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang :

a. Menambang terumbu karang yang menimbulkan kerusakan ekosistem terumbu karang

b. Mengambil terumbu karang di kawasan konservasi

c. Menggunakan bahan peledak, bahan beracun, dan/atau bahan lain yang merusak ekosistem terumbu karang

Partisipasi Manfaat ekonomi Edukasi

Keterangan :


(5)

Pengelolaan Wisata Alam di Kota Bandar Lampung dan Sekitarnya,

Provinsi Lampung. Dibimbing oleh E.K.S HARINI MUNTASIB dan

RINEKSO SOEKMADI

Kota Bandar Lampung (KBL) merupakan wilayah di Provinsi Lampung

yang memiliki potensi sumberdaya alam beragam dan letak strategis. Pendapatan

asli daerah KBL terbesar ke-dua berasal dari sektor pariwisata. Pada tahun 2011

Pemerintah Provinsi Lampung menyusun Rencana Induk Pengembangan

Pariwisata Daerah (RIPPDA) untuk menggantikan RIPPDA Lampung 2002 yang

sudah tidak dapat digunakan. Penyusunan RIPPDA Lampung 2011 tidak akan

berdampak besar terhadap pengembangan wisata khususnya wisata alam KBL

apabila Pemerintah Provinsi Lampung hanya menyerahkan tanggung jawab pada

satu pihak saja. Padahal terdapat pihak lainnya yang juga ikut bertanggung jawab

dan berperan. Penelitian ini bertujuan untuk merumumuskan mekanisme

hubungan para pihak dalam pengelolaan wisata alam di KBL dan sekitarnya.

Penelitian ini dilakukan di KBL pada bulan September - November 2011.

Penelitian menggunakan teknik penentuan informan secara

purposive sampling.

Pengambilan data dilakukan dengan wawancara informan kunci, observasi lapang,

dan penelusuran dokumen. Penentuan informan kunci menggunakan

snowball

method. Analisis data yang digunakan meliputi analisis

stakeholder, analisis isi,

dan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan

stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan

wisata alam di KBL meliputi Disbudpar Lampung, BKSDA Lampung, Disbudpar

Bandar Lampung, Unit Pelaksana Teknis Dinas Tahura Wan Abdul Rachman,

DKP Bandar Lampung, Bappeda Bandar Lampung, Watala, WWF, PT Bumi

Kedaton, Perusahaan Wira Garden, Yayasan Taman Buaya Indonesia, PT Sutan

Duta Sejadi, Yayasan Sahabat Alam, PT Alam Raya, Pengusaha Sukamenanti,

PHRI, ASITA, HPI, Kelompok Sadar Wisata Taman Hutan Kera Tirtosari, dan

masyarakat. Bentuk mekanisme hubungan diantara

stakeholder ialah subordinate

dan

independent. Hal itu menyebabkan adanya

stakeholder yang tidak memiliki

mekanisme hubungan dengan

stakeholder lainnya. Rumusan mekanisme

hubungan

stakeholder wisata alam KBL disusun untuk merubah mekanisme

hubungan antara

stakeholder yang bersifat

subordinate dan independent menjadi

subordinate dan

dependent.

Perubahan mekanisme hubungan dapat dilakukan

melalui konsorsium. Konsorsium digerakkan Disbudpar Bandar Lampung dengan

program kerja bersama berdasarkan hasil analisis kebutuhan. Program kerja

bersama disinkronisasikan dengan TUPOKSI/aturan kelembagaan masing-masing

stakeholder yang akan menghasilkan partisipasi

stakeholder. Selanjutnya

dilakukan tahap pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.

Kata kunci :

Mekanisme, Hubungan, Stakeholder, Wisata Alam, Kota Bandar

Lampung


(6)

SUMMARY

WINDY MARDIQA RIANI.

Mechanism of Stakeholder’s Relationship in

Natural Tourism Management in Bandar Lampung Municipality and It’s

Surrounding, Lampung Province. Under Supervision of E.K.S HARINI

MUNTASIB and RINEKSO SOEKMADI

Bandar Lampung Municipality (BLM) is one of areas in Lampung Province

which has high diversity of natural resources and is located in a strategic area. It’s

second highest of local revenue come from tourism sector. In 2011, Lampung

Governance compose Tourism Development Master Plan (TDMP) to replace the

2002 TDMP. Composing Lampung TDMP wouldn’t give major impact on

tourism development, particularly BLM’s natural tourism if Lampung

Governance only gave responsibility to one of stakeholder. The aim of this

research was to formulate mechanism of stakeholder

’s relationship on

natural

tourism management in Bandar Lampung Municipality and

It’s

surronding.

This research was done in Bandar Lampung Municipality on September

until November 2011. Informant’s was determaining by purpossive

sampling

method. Data was collected through interview key informant, field observation,

and document study. Key informants were determined through snowball sampling

method. Stakeholder analysis, content analysis, and descriptive analysis were used

in data analysis.

The research revealed that stakeholder which involved on natural tourism in

BLM were Disbudpar Lampung, BKSDA Lampung, Disbudpar Bandar Lampung,

Local Technical Implementation Unit Wan Abdul Rachman Green Forest Park,

DKP Bandar Lampung, Bappeda Bandar Lampung, Watala, WWF, PT Bumi

Kedaton, Wira Garden Company, Indonesia Crocodile Park Foundation, PT Sutan

Duta Sejadi, Natural Friend Foundation, PT Alam Raya, Sukamenanti Employers,

PHRI, ASITA, HPI, Tourism Awarness Group of Tirtosari Monkey Forest Park,

and communities. The type of relationship between stakeholders was subordinate

and independent, which cause the absent of relationship mechanism of several

stakeholder with the aothers. The formulation of stakeholder relationship

mechanism in natural management in BLM was prepared to change the

subordinate and independent relationship into subordinate and dependent

relationship. The change of relathionship mechanism could be done within the

consortium. Consortium was drived by Disbudpar Bandar Lampung in

implementing which the joint program was composed based on descriptive

analysis of stakeholder’s need. Joint program should be

synchronized with

TUPOKSI/role of institutional each stakeholder which produce stakeholder’s

participation. After that it should be implemented the phases of organization,

implementation, monitoring and evaluation.

Keywords :

Mechanism, Relationship, Stakeholder, Natural Tourism, Bandar

Lampung Municipality