Kebutuhan infrastruktur diperlukan lembaga swasta yang menjadi pemilikpengelola objek wisata alam karena infrastruktur dapat mempengaruhi
jumlah pengunjung yang datang ke objek wisata. Pengaruh infrastruktur terletak pada kenyamanan pengunjung saat melakukan perjalanan. Apabila jalan menuju
objek wisata baik tidak bergelombangberlubang, penerangan jalan yang cukup dan pilihan transportasinya beragam maka pengunjung akan merasa senang
berkunjung ke objek wisata tersebut begitupun sebaliknya. Kebutuhan fasilitas diperlukan instansi pemerintah karena objek wisata yang dikelola instansi
pemerintah memiliki fasilitas yang kurang memadai dan fasilitasi diperlukan masyarakat karena fasilitas terutama pembuatan homestay dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat. Kebutuhan pada aspek forum diperlukan instansi pemerintah, lembaga swasta dan masyarakat karena forum dapat digunakan untuk
menyatukan tujuan dan mengakomodasi kepentingan dan keluhan dari masing- masing stakeholder.
5.7 Rumusan mekanisme hubungan stakeholder
Pada analisis isi Tupoksi dan aturan kelembagaan masing-masing stakeholder wisata alam KBL komponen partisipasi merupakan komponen yang
paling sedikit ditemukan dalam dokumen. Komponen partisipasi hanya ditemukan pada pasal 26 TUPOKSI Disbudpar Bandar Lampung. Pada peta hubungan
stakeholder berdasarkan isi TUPOKSI dan aturan kelembagaan serta hubungan yang terjadi di lapangan komponen partisipasi hanya dilakukan para
pengelolapemilik wisata alam. Hal itu menyebabkan rendahnya kemauan masyarakat untuk ikut berpartisipasi karena sedikitnya kesempatan dan
kemampuan yang diberikan para stakeholder wisata alam Slamet 2003. Pada analisis kebijakan yang telah dilakukan komponen partisipasi paling
sedikit diatur dalam kebijakan. Partisipasi masyarakat di dalam kebijakan hanya terdapat pada tahap proses pengambilan keputusan tentang rencana kegiatan
melalui saran, pendapat dan kritik terhadap rencana kegiatan. Pada tahap
pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap menikmati hasil masyarakat tidak lagi dilibatkan di dalamnya. Sehingga tingkat partisipasi masyarakat terhadap wisata
alam termasuk pada tingkat konsultasi berdasarakan Ifa dan Taseriro 2006. Tingkat konsultasi memberikan kesempatan dan hak kepada masyarakat setempat
untuk menyampaikan pandangannya terhadap kegiatan wisata di wilayahnya melalui pengajuan usulan oleh masyarakat. Tetapi belum ada jaminan aspirasi
masyarakat akan dilaksanakan atau mempengaruhi kebijakanprogramkegiatan yang akan dilaksanakan.
Kelompok-kelompok kebutuhan yang berasal dari analisis kebutuhan terdiri dari kebutuhan penawaran dan kebutuhan kebijakan berdasarkan Steck et al.
1999 dalam Damanik dan Weber 2006. Kebutuhan penawaran pada kelompok kebutuhan terdiri dari infrastruktur, fasilitas, dana, promosi, sumberdaya manusia
dan penyuluhan. Kebutuhan kebijakan pada kelompok kebutuhan terdiri dari regulasi dan forum. Pemenuhan kebutuhan penawaran dan kebijakan dijadikan
indikator keberhasilan pengembangan wisata alam di KBL. Mekanisme hubungan ialah tata kerja yang menghubungkan satubeberapa
pihak dengan pihak lainnya Fatwa 2009. Mekanisme hubungan dalam ilmu pemerintahan dibedakan menjadi coordinatesubordinate dan independ-
entdependent Rusmawardi 2011. Mekanisme hubungan stakeholder wisata alam KBL termasuk dalam kategori subordinate dan independent. Mekanisme
hubungan subordinate terjadi antara Disbudpar Lampung dengan Disbudpar Ban- dar Lampung, dan BKSDA Lampung dengan UPTD Lampung dalam pengelolaan
Tahura WAR. Mekanisme hubungan independent terjadi pada sebagian besar stakeholder kecuali stakeholder dari instansi pemerintah. Perpaduan kedua
mekanisme hubungan ini menyebabkan adanya stakeholder yang tidak memiliki mekanisme hubungan dengan stakeholder lainnya padahal stakeholder tersebut
juga memiliki kepentingan dan terlibat dalam pengembangan wisata alam KBL. Rumusan mekanisme stakeholder wisata alam KBL disusun untuk merubah
mekanisme hubungan antara stakeholder yang bersifat subordinate dan independ- ent menjadi subordinate dan dependent agar keseluruhan stakeholder memiliki
mekanisme hubungan dan agar tata kelola wisata dapat berjalan. Perubahan mekanisme hubungan dapat dilakukan melalui konsorsium. Konsorsium merupa-
kan gabungan para pihak baik dari instansi pemerintah, lembaga swasta, pengu- saha perorangan, kelompok masyarakat, dan masyarakat untuk melaksanakan
program kerja bersama Indrajit 2011. Program kerja bersama didasarkan pada hasil analisis kebutuhan stakeholder yaitu infrastruktur, fasilitas, dan forum.
Konsorsium ini digerakkan Disbudpar Bandar Lampung selaku stakeholder yang berada pada posisi key player. Pembuatan program kerja bersama didasarkan
pada hasil analisis kebutuhan stakeholder yaitu infrastruktur, fasilitas, dan forum. Program kerja bersama yang telah disepakati kemudian disinkronisasikan dengan
TUPOKSIaturan kelembagaan masing-masing stakeholder wisata alam. Sinkronisasi yang telah dilakukan akan menghasilkan partisipasi masing-masing
stakeholder yang sesuai dengan TUPOKSIaturan kelembagaan yang dimiliki. Partisipasi stakeholder akan diwujudkan dalam bentuk implementasi
program kerja bersama oleh masing-masing stakeholder. Implementasi program kerja bersama dilakukan melalui tahap pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi. Tahap pengorganisasian dilakukan melalui pembagian tugas dan tanggung jawab, penempatan sumberdaya manusia, dan penyediaan dana program
kerja bersama di dalam masing-masing stakeholder. Tahap pelaksanaan dilakukan melalui penyusunan teknis program, persiapan perlengkapan teknis dan media
publikasi. Tahap pengawasan dan evaluasi dilakukan melalui penilaian pelaksanaan program berdasarkan tujuan dan pembuatan laporan evaluasi
program. Ketiga tahap tersebut dilaksanakan di masing-masing stakeholder wisata alam KBL. Laporan evalusi program yang telah dilaksanakan dapat dijadikan
referensi untuk pelaksanaan program kerja bersama dan partisipasi stakeholder selanjutnya. Laporan evaluasi sebaiknya dikumpulkan ke Disbudpar Bandar
Lampung untuk disatukan kemudian didistribusikan ke seluruh stakeholder wisata alam KBL.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam berdasarkan kepent- ingan dan pengaruh terdiri dari : a Key Player yaitu Disbudpar Bandar Lam-
pung; b Subject yaitu PT Bumi Kedaton, Perusahaan Wira Garden, UPTD Tahura WAR, Yayaysan Taman Buaya Indonesia, PT Sutan Duta Sejadi dan
Kelompok Sadar Wisata Taman Hutan Kera, c Context Setter yaitu Yayasan Sahabat Alam;d Crowd yaitu BKSDA Lampung, DKP Bandar Lampung,
Disbudpar Lampung, Bappeda Bandar Lampung, PT Alam Raya, KPPH Sumber Agung, Watala, HPI, PHRI, ASITA, WWF, Pengusaha Sukemenanti
dan masyarakat. Peran instansi pemerintah dalam pengelolaan wisata alam KBL meliputi perlindungan sumberdaya; pemberdayaan masyarakat
setempat, penyediaan pelayanan wisata, dan penyediaan data serta informasi wisata alam. Peran lembaga swasta meliputi pemberdayaan masyarakat,
penyediaan pelayanan wisata, penyediaan data dan informasi. Peran kelompok masyarakat meliputi perlindungan sumberdaya, pemberdayaan
masyarakat setempat, penyediaan pelayanan wisata; peran pengusaha perorangan dan masyarakat ialah penyedia pelayanan wisata.
2. TUPOKSI dan aturan kelembagaan keseluruhan stakeholder wisata alam Ko- ta Bandar Lampung telah memiliki komponen konservasi, partisipasi,
manfaat ekonomi, edukasi dan wisata. Hubungan diantara stakeholder wisata alam dikelompokkan menjadi koordinasi, kerjasama dan komunikasi.
3. Kebijakan yang digunakan dalam pengelolaan wisata alam di KBL meliputi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1990, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 53 Tahun 2006,
Peraturan Daerah KBL Nomor 9 Tahun 2003, Peraturan Daerah KBL Nomor