Sistem Pivot Sebagai Satuan Sintaksis Semantis

64 tetapi hanya dinamakan sebagai proses pengedepanan fronting. Mari dicermati contoh sederhana tentang pengedepanan yang dikutip dari Artawa, 1998: 70 berikut ini : 8a John bought some fruit in the market. 8b In the market, John bought some fruit Lokatif in the market pada contoh 8a bahasa Inggris di atas dikedepankan pada 8b. Artawa 1998:71 menyebutkan bahwa contoh 9b berikut ini adalah sebuah proses pentopikalan dalam BB, yaitu pelengkap pasien ditopikkan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa argumen inti buku-ne ento dikedepankan; unsur awal dari klausa itu adalah argumen inti. 9a Tiang ngaba buku- ne ento 1TG AKT-bawa buku-DEF itu ‘saya membawa buku itu’ 9b Buku-ne ento tiang ngaba buku-DEF itu 1TG bawa ‘buku itu saya ba Kerangka teoritis ini menjadi arah dan dasar analisis terhadap BPD, untuk penelusuran apakah BPD sebagai bahasa yang menonjolkan subjek atau menonjolkan komen atau sebagai bahasa yang tidak menonjolkan subjek maupun komen.

2.2.4.6 Sistem Pivot Sebagai Satuan Sintaksis Semantis

Dixon 1994: 6-8 menggambarkan fenomena gramatikal dalam setiap bahasa. Dari pada menggunakan istilah ‘subjek’ dan ‘objek’, Dixon UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 65 mengemukakan satuan-satuan dasar primitives sintaksis para-teoretis seperti di bawah ini : S : subjek intransitif A : subjek transitif O : objek transitif S, A, O merupakan kategori inti semesta dan membatasi pengertian ‘subjek’ sebagai kategori semesta dalam pengertian satuan –satuan dasar sintaksis tersebut. Dalam sistem ini, A dan S dikelompokkan bersama sebagai ‘subjek’ lihat Jufrizal,2007 : 204 . Hal ini sejalan dengan pendapat Dixon yang menyebutkan bahwa setiap usaha untuk menyusun kesemestaan tipologis yang benar mesti didasarkan secara semantis. Namun Artawa 1998: 132 menyatakan bahwa dalam memahami relasi S, A, dan O, mesti dicatat bahwa S secara semantis tidak perlu agen. Hal ini disebabkan oleh sifat perilaku verba intransitif yang secara umum terbagi menjadi dua kategori, yaitu verba intransitif yang menghendaki S mirip-agen dan yang menghendaki S mirip-pasien Comrie 1989 menggunakan simbol P bukan O untuk merujuk ke objek transitif ; dan berpendapat bahwa dalam bahasa ergatif, P mempunyai perilaku subjek bukan A. Sehubungan itu, penelitian ini menggunakan istilah P untuk untuk merujuk ke objek transitif, yang oleh Dixon dilambangkan dengan O. Dengan demikian, satuan-satuan dasar sintaksis para-teoretis adalah : S : subjek intransitif A : subjek transitif P : objek transitif UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 66 Ada perbedaan antara subjek menurut Dixon dan subjek menurut Comrie. Sehubungan dengan perbedaan itu, Artawa 2002: 23 menjebutkan bahwa subjek yang disebutkan oleh Comrie untuk bahasa ergatif secara sintaksis berbeda dari pengertian subjek oleh Dixon untuk bahasa yang sama. Subjek menurut Comrie adalah sebagai ‘subjek permukaan’ ‘subjek lahir’ atau ‘subjek gramatikal’ dalam bahasa-bahasa ergatif secara sintaksis SP- absolutif. Sementara menurut Dixon, subjek itu adalah ‘subjek dalam’ ‘subjek batin’ SA , yang hanya berlaku pada struktur dasar. Istilah subjek gramatikal dapat dibandingkan dengan istilah pivot yang dikemukakan oleh Dixon. Batasan subjek menurut Dixon mempunyai beberapa masalah jika dihubungkan dengan P-subjek dalam bahasa ergatif secara sintaksis Istilah pivot pertama sekali diperkenalkan oleh Health 1975. Untuk mendeskripsikan penentuan saling rujuk dalam kalimat kompleks, Health memakai dua istilah ’pengontrol’ dan ’pivot’. FN pengontrol adalah FN pada klausa yang lebih tinggi, sementara pivot adalah FN pada klausa yang lebih rendah. Health menganggap bahwa FN pada kasus nominatif dalam sebuah klausa, seperti dalam bahasa Inggris, adalah pivot. Sementara itu Foley dan Van Valin mendefenisikan pivot sebagai sebagai semua jenis FN yang kepadanya proses gramatikal utama dikaitkan sensitive , baik sebagai pengontrol atau sebagai target. Mereka juga menyimpulkan bahwa subjek merupakan FN pivot dalam bahasa Inggris, sementara objek adalah FN pivot dalam bahasa Dyrbal. Dixon 1979 mengatakan bahwa harus dibedakan antara ’subjek’ dengan ’pivot’. Menurutnya ’subjek’ adalah kategori semesta, terbatas pada kriteria sintaktis-semantis. Sementara ’pivot’ adalah kategori khusus bahasa yang benar- UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 67 benar sintaktis pada hakikat dan aplikasi. Namun demikian, Dixon mencatat bahwa jika sebuah bahasa mempunyai pivot sintaksis, yang benar-benar SA, ada keinginan untuk menggunakan hanya satu istilah, yaitu apakah subjek atau pivot. Akan tetapi, apabila sebuah bahasa mempunyai SP pivot, kedua istilah subjek dan pivot mesti dipertahankan. Pada dasarnya ada dua variasi pivot beberapa bahasa hanya menunjukkan satu jenis, yang lainnya merupakan campuran dari keduanya , yaitu : 1 pivot SA- FN yang berujuk-silang mesti pada fungsi S atau A turunan pada masing-masing klausa yang digabungkan; 2 pivot SP- FN yang berujuk-silang mesti pada fungsi S atau P turunan pada masing-masing klausa yang digabungkan. Pivot lihat Dixon,1994; Jufrizal,2004; 2007 adalah suatu kategori yang mengaitkan S dan A; S dan P; S, A dan P. Pivot merupakan FN paling sentral secara gramatikal. FN yang berfungsi sebagai pivot mempunyai kemampuan mengkoordinasikan, mengontrol anafora atau pelesapan dan dihilangkan dalam struktur kontrol. Pada bahasa-bahasa bertipologi akusatif, pivot adalah subjek gramatikal, sedangkan pada bahasa bertipologi ergatif, pivot adalah FN yang merupakan pasien Untuk menetapkan tipologi sebuah bahasa dalam pengertian morfologis atau sintaksis bukanlah pekerjaan mudah. Hal ini disebabkan oleh adanya ciri-ciri bahasa yang bercampur antara tipologi ergatif dengan akusatif. Pada tataran sintaksis, menentukan sebuah bahasa berciri ergatif P diperlakukan sama dengan S secara sintaksis atau sebagai bahasa akusatif A diperlakukan sama dengan S secara sintaksis mengharuskan peneliti mempertimbangkan perilaku gramatikal UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 68 beberapa jenis konstruksi sintaksis yang berbeda-beda. lihat Artawa,1998 : 133. Pengujian tipologi sintaksis BPD dalam penelitian ini dilakukan juga dengan uji pivot ini. Untuk kemungkinan penggabungan klausa, bahasa Inggris tercatat sebagai bahasa yang bekerja menurut pengertian pivot SA, sementara bahasa Dyirbal bekerja dengan pivot SP. Untuk menentukan apakah BPD mempunyai pivot SA atau SP akan dilihat berdasarkan konstruksi koordinatif. Perbandingan dilakukan dengan kerangka-uji pivot seperti yang ada dalam bahasa Inggris. Berikut ini adalah kerangka kerja dasar untuk penemuan pivot yang dikemukakan oleh Dixon 1994: 157-160. Fungsi-fungsi FN biasaumum yang mungkin dalam perbandingan dua klausa secara sintaksis Kedua klausa intransitif a S1 =S2 Klausa pertama intransitif, kedua transitif b S1= P2 c S1= A2 Klausa pertama transitif, kedua intransitif d P1 = S2 e A1 = S2 Kedua klausa transitif, satu FN biasaumum f P1 = P2 g A1 = A2 h P1 = A2 i A1 = P2 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 69 Kedua klausa transitif, dua FN biasaumum j P1 = P2 dan A1= A2 k P1 = A2 dan A1 =P2 Berdasarkan sebelas kemungkinan penggabungan dua klausa secara sintaksis untuk menentukan pivot di atas, Dixon 1994 : 158-159 mengatakan bahwa bahasa Inggris disebutkan sebagai bahasa yang mempunyai pivot SA lemah. Menurutnya kondisi pivot pada pelesapan FN dalam bahasa Inggris dapat digambarkan dengan pembuatan contoh-contoh untuk masing-masing kemungkinan a-k tersebut. Berikut ini adalah gambaran pivot SA dalam bahasa Inggris Dixon 1994:158 a S1 = S2 Bill entered and sat down b S1 = P2 Bill entered and was seen by Fred c S1 = A2 Bill entered and saw Fred d P1 = S2 Bill was seen by Fred and laughed e A1 = S2 Fred saw Bill and laughed f P1 = P2 Bill wass kicked by Tom and punched by Bob atau Tom kick and Bob punched Bill g A1 = A2 Bob kicked Jim and punched Bill h P1 = A2 Bob was kicked by Tom and punched Bill i A1 = P2 Bob punched Bill and was kicked by Tom j P1 = P2, A1 = A2 Fred punched and kicked Bill k P1=A2, A1 = P2 Fred punched Bill and was kicked by him atau Fred punched and was kicked by Bill UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 70 Pelesapan adalah langsung artinya tidak ada turunan derivasi sintaksis diperlukan, apabila FN biasa ada dalam fungsi S atau A pada tiap klausa, sepert pada contoh a, c, e, g, dan j. Tetapi apabila FN umum berada dalam fungsi P pada satu klausa maka klausa tersebut mesti dipasifkan agar pelesapan FN diizinkan; hal ini berlaku pada b, f, h, i, dan k. Pada f kedua klausa perlu dipasifkan. Dixon 1994:159 menyebutkan bahwa bahasa Inggris mempunyai kiat strategi penggabungan klausa ; jika dua klausa berbeda dalam hal vebanya, verba tersebut dapat dengan mudah dikoordinasikan. Dengan demikian, dari klausa-klausa Fred punched Bill and Fred kicked Bill dapat diperoleh Fred punched and kicked Bill pada j yang dalam hal ini Fred dan Bill hanya dinyatakan satu kali Fred punched Bill and kicked him merupakan pilihan yang mungkin. Pada k, sebagai satu pilihan untuk Fred punched Bill and was kicked by him , sebagian penutur asli menyenangi bentuk Fred punched and was kicked by Bill. Ada juga kemungkinan penggabungan FN – A-tambah verba dari dua klausa yang mempunyai FN – P yang sama, sehingga bentuk pilihan untuk Bill was kicked by Tom and punched by Bob pada f, juga mungkin untuk mengatakan Tom kicked and Bob punched Bill meskipun tidak semua penutur asli menggunakannya . Menurut Dixon 1994:159 skema yang dikemas di atas hanya menyajikan kerangka kerja dasar untuk menemukan apakah sebuah bahasa mempunyai pivot, dan jika benar, apa pivotnya itu. Kerangka kerja tersebut dapat diperbaiki menurut organisasi gramatikal masing-masing bahasa. Dalam bahasa Inggris tidak ada kendala pivot pada perelatifan, misalnya, setiap dua klausa dapat digabungkan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 71 dalam konstruksi klausa relatif salah satunya klausa utama dan yang lainnya sebagai klausa relatif sejauh klausa-klausa itu mempunyai FN umum; FN itu dapat berada pada setiap fungsi inti atau periferal dalam masing-masing klausa .

2.2.4.7 Tipologi Gramatikal