12
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Kajian mengenai tipologi bahasa umumnya dimaksudkan untuk mengklasifikasikan bahasa berdasarkan perilaku struktural yang ditampilkan oleh
suatu bahasa. Maksud kajian tipologi bahasa terutama diarahkan untuk menjawab pertanyaan: seperti apa bahasa x itu? Kalangan tipologi bahasa pada dasarnya
mengakui pandangan kalangan tata bahasa universal yang mencoba menemukan ciri-ciri properties yang sama pada semua bahasa manusia, di samping mereka
juga mengakui adanya perbedaan di antara bahasa Pada dasarnya kajian tipologi bahasa dapat dilakukan pada setiap aspek
struktural bahasa. Akan tetapi dalam pelaksanaannya haruslah mempertimbangkan adanya ciri yang paling menonjol yang diharapkan dapat
membantu peneliti memprediksi ciri yang lainnya. Berkaitan dengan pokok masalah penelitian ini, pada bagian ini dikemukakan beberapa kajian terdahulu
yang masih berhubungan dengan penelitian ini karena mempunyai pola, arah dan tujuan yang sesuai.
Verhaar 1988 menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa ergatif secara sintaksis, dan juga menyebutkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang
secara sintaksis termasuk bahasa bersistem ergatif- terbelah. Di sisi lain bahasa Indonesia dianggap pula sebagai bahasa akusatif. Sebagaimana halnya bahasa
Tagalog, bahasa Indonesia sama-sama bermasalah jika dilihat dari analisis akusatif dan ergatif. Dengan demikian ada ahli yang mengatakan bahwa kedua
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13 bahasa itu sebagai bahasa yang netral bukan akusatif, dan bukan pula ergatif.
Bahasa Bali pun sesungguhnya layak dimasukkan sebagai bahasa yang netral lihat Artawa, 1995:45-65; Jufrizal, 2004: 37; 2007. Kajian dan simpulan ini
menjadi masukan yang berarti bagi penelusuran BPD dalam mengelompokkannya ke dalan salah satu tipologi tertentu.
Artawa 1994 dan 1998, dalam disertasinya, dengan pendekatan dan teori tipologi bahasa dan teori sintaksis formal berupa Teori Gramatika Relasional
dari Perlmutter dan Postal dan Teori Penguasaan dan Pengikatan Chomsky, membahas empat pokok masalah , yakni relasi gramatikal, mekanisme perubahan
valensi, tipologi pragmatik dan tipologi sintaksis bahasa Bali. Dikatakannya bahwa analisis ergatif merupakan cara analisis lain yang cukup beralasan dalam
mempelajari morfo-sintaksis bahasa-bahasa Melayu- Polinesia Barat. Sejumlah paparan dan penjelasan tentang relasi gramatikal, mekanisme perubahan valensi,
analisis tipologis bahasa Bali, serta telaah tata kalimat bahasa ini berdasarkan teori sintaksis formal, telah memperlihatkan deskripsi dan penjelasan aspek sintaksis
bahasa Bali. Analisis dan temuan disertasi Artawa ini, khususnya kajian tipologis sintaksis bahasa Bali ini bermanfaat dalam kajian BPD terutama dalam
penelusuran relasi dan peran gramatikal BPD , analisis ketransitifan BPD secara tipologis
Sedeng 2000, mengemukakan bahwa secara tipologis dan dengan teori sintaksis formal, yaitu Tatabahasa Leksikal Fungsional, bahasa Sikka tergolong
bahasa isolasi dan dari segi tata urutan kata, bahasa ini tergolong bahasa berpola SVO yang ketat. Secara sintaksis, bahasa ini berada di antara bahasa akusatif dan
S-terpilah. Bahasa ini tergolong bahasa akusatif. Informasi dan temuan ini cukup
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14 penting karena memperlihatkan bahwa bahasa-bahasa di Nusantara kawasan
Timur secara tipologis mempunyai perilaku yang beragam dengan berbagai kekhasannya. Simpulan ini dapat juga dirujuk dan dijadikan bandingan karena
pembahasan tipologisnya bermanfaat untuk menetapkan tipologi gramatikal BPD. Kosmas 2000 dalam penelitiannya membahas argumen aktor bahasa
Manggarai dengan pendekatan tipologis dan teori yang didasarkan pada Tatabahasa Relasional dan Tatabahasa Leksikal Fungsional. Menurutnya, pasif
bahasa Manggarai adalah pasif secara sintaksis; tidak dimarkahi secara morfologis. Temuan lain adalah bahwa secara sintaksis bahasa Manggarai adalah
bahasa akusatif dengan tata urutan kata VSO, dengan variasi SVO dan VOS. Analisis BPD terutama dalam membahas struktur argumen, aspek sintaksis BPD,
memanfaatkan simpulan kajian tipologis dari aspek sintaksis bahasa Manggarai ini.
Suciati 2000, yang meneliti tipologi bahasa Tetun dialek Fehan membahas masalah relasi gramatikal yang mencakup subjek, argumen dan
keintian, ketransitifan, penyandian gramatikal, aliansi gramatikal dan diatesis. Penelitian Suciati ini menyimpulkan bahwa bahasa Tetun dialek Fehan termasuk
bahasa isolasi , dengan tata urutan dasar SVO, sangat sedikit afiks dan secara gramatikal bahasa ini cenderung bertipe akusatif. Bahasa ini memiliki diatesis
agentif dan diatesis objektif.. Temuan Suciati ini menjadi masukan yang berharga karena masih mempunyai relevansi dengan penelitian BPD ini, terutama dalam
penelusuran relasi, dan peran gramatikal, serta penganalisisan diatesis BPD. Masalah dan topik diatesis dalam bahasa Dawan dikaji oleh Mekarini
2000. Menurutnya ada tiga jenis diatesis dalam bahasa Dawan, yaitu diatesis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15 aktif, diatesis objektif dan diatesis pasif. Temuan tentang diatesis bahasa Dawan
ini dapat dimanfaatkan karena menjadi pembanding dan rujuk silang dalam penelaahan diatesis BPD.
Partami 2001, yang meneliti bahasa Buna di kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, menyimpulkan bahwa bahasa ini termasuk kelompok bahasa
isolatif; sangat jarang ditemukan adanya proses morfologis dalam bahasa ini. Bahasa Buna dapat merelatifkan fungsi-fungsi gramatikal, seperti subjek, objek
primer, objek sekunder dan pasif yang menempati fungsi gramatikal subjek. Bahasa Buna bertipologi akusatif dan memiliki diatesis agentif, serta tata urutan
dasar klausa bahasa ini adalah SOV. Walaupun bahasa Buna dan BPD merupakan dua bahasa yang sangat berbeda dari segi struktur morfologisnya, namun
penelitian Partami ini dapat dijadikan pembanding dan rujukan silang dalam penelitian BPD.
. Jufrizal 2004 yang meneliti bahasa Minangkabau, dengan judul Struktur
Argumen dan Aliansi Gramatikal Bahasa Minangkabau menyimpulkan bahwa tata urutan kata lazim klausa kalimat dasar bahasa Minangkabau adalah S-V-O
atau A-V-P . Di samping sebagai bahasa akusatif sebagaimana pandangan para ahli sebelumnya, namun berdasarkan penelaahan lanjut tentang perilaku S klausa
intrasitif menunjukkan bahwa bahasa Minangkabau termasuk bahasa dengan S- terpilah dan S-alir. Sistem aliansi gramatikal bahasa Minangkabau menunjukkan
adanya kecenderungan mengarah ke tipologi campuran antara bahasa akusatif dan bahasa ergatif. Selanjutnya berdasarkan fungsi-fungsi pragmatis, bahasa
Minangkabau termasuk bahasa yang mengutamakan subjek sehingga struktur dasarnya berkonstruksi subjek-predikat. Bahasa ini bekerja dengan pivot SA;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16 serta mengenal diatesis aktif sebagai diatesis dasar dan diatesis pasif sebagai
diatesis turunan dan diatesis medial. Kajian tentang struktur argumen dan aliansi gramatikal bahasa Minangkabau menjadi masukan yang penting dalam penelitian
BPD ini. Kajian kepustakaan yang menampilkan BPD dalam hubungannya dengan
kajian tipologi sampai saat ini belum ada, namun penelitian ini sangat memanfaatkan kajian dan penelitian Basaria 2002 yang membahas morfologi
verba bahasa BPD. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ciri-ciri verba BPD dapat diamati melalui a perilaku semantis, b perilaku sintaksis dan c perilaku
morfologisnya. Dari perilaku semantisnya, verba adalah yang menggambarkan konsep, proses, perbuatan, keadaan dan peristiwa; Dari perilaku sintaksisnya
verba selain bertugas sebagai predikat, juga selalu dapat berkombinasi dengan kata-kata enggo ’sudah’, naeng ’akan’ kesah ’setelah’, oda ’tidak’, gati ’sering’.
Dari perilaku morfologinya verba BPD dapat diidentifikasi melalui afiks: mer-, me-, pe-, ki-, -i-, -um-, -ken, -i, ke-en, mersi-en, mer-en, yang melekat pada kata
dasar untuk membentuk verba. Berdasarkan bentuknya, verba BPD dapat dikelompokkan menjadi verba asal yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa
afiks dan verba turunan yaitu verba yang diturunkan dibentuk melalui transposisi pengubahan kata selain verba tanpa perubahan bentuk, afiksasi,
reduplikasi, dan pemajemukan. lihat Alwi dkk, 2000: 87-88. Jumlah verba asal BPD tidak banyak, sedangkan verba turunan lebih banyak.
Perubahan morfologi verba BPD berdasarkan bentuknya yang terkait erat dengan penelitian ini adalah verba asal dan verba turunan yang dibentuk melalui
afiksasi. Penurunan verba BPD melalui transposisi, reduplikasi, atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17 pemajemukan tidak dibahas lebih jauh, kecuali jika dikaitkan dengan afiksasi.
Berkaitan dengan ini, verba turunan melalui afiksasi sangat erat kaitannya dengan afiks-afiks verbal. Dalam BPD terdapat afiks tertentu yang dapat berkombinasi
dengan kata dasar untuk membentuk verba. Jadi afiks tersebut diidentifikasi sebagai afiks pembentuk verba BPD. Afiks tersebut adalah empat prefiks yaitu :
meN-,mer- , i-,pe, ter- ; dua sufiks yaitu -ken, -i ; dan 2 pasang konfiks yaitu mersi-en, mer-en. lihat Basaria, 2002 : 21.
Berikut ini adalah contoh-contoh verba turunan dengan bentuk dasar verba, nomina, ajektif, dan prakategorial.
1 a verba turunan dengan mer- + dasar nomina :
popung ’nenek’
merpopung ’bernenek’
daroh ’darah’
merdaroh ’berdarah’
dukak ’anak’
merdukak ’beranak’
b verba turunan dengan mer- + prakategorial : ende
’nyanyi’ merende
’bernyanyi’ dalan
’jalan’ merdalan
’berjalan’ langi
’renang’ merlangi
’berenang’ sodip
‘doa’ mersodip
‘berdoa’ c verba turunan dengan mer- + dasar ajektiva
lolo ate ’gembira’
merlolo ate ‘bergembira’
kelsoh ‘susah’
merkelsoh ‘bersusah hati’
2 a verba turunan dengan meN- + dasar nomina
sori ’sisir’
menori menyisir’
pangkur ’cangkul’
memangkur mencangkul’
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18 b verba turunan dengan meN- + dasar verba
tulus ’cari’ menulus
’mencari’ garar’bayar’
menggarar ’membayar’
c verba turunan dengan meN- + dasar ajektiva daoh
’jauh’ mendaoh
’menjauh’ 3
verba turunan dengan pe- + dasar ajektiva gomok
’gemuk’ pegomok
’gemukkan’ ketek
’kecil’ peketek
’kecilkan’ 4
a verba turunan dengan i- + dasar nomina labang
’paku’ ilabang
’dipaku’ pangkur
’cangkul’ ipangkur
’dipaku’ b verba turunan dengan i- + dasar verba
enum ’minum’
ienum ’diminum’
jalang ’kejar’
ijalang ’dikejar’
5 a verba turunan dengan ter- + dasar nomina
labang ’paku’
terlabang ’terpaku’
pangkur ’cangkul’
terpangkur ’tercangkul’
b verba turunan dengan ter- + dasar verba ‘ borih’cuci’
terborih ’tercuci’
tutung ’bakar’ tertutung
’terbakar’ 6
verba turunan dengan ki- + dasar nomina seban
’kayu’ kiseban
’mencari kayu’ lambuk
’keladi’ kilambuk
’mencari keladi’ ketang
’rotan’ kiketang
’mencari rotan’
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19 7 a verba turunan dengan -ken + dasar nomina
edur ’ludah’
edurken ’ludahkan’
utah ’muntah’
utahken ’muntahkan’
b verba turunan dengan -ken + dasar verba sipak
’sepak’ sipakken
’sepakkan’ suan
’tanam’ suanken
’tanamkan’ c verba turunan dengan -ken + dasar ajektiva
nggara ’panas’ nggaraken
’panaskan’ ceda ’rusak’
cedaken ’cedaken’
8 a verba turunan dengan -i + dasar nomina tambar ’obat’
tambari ’obati’
napu ’pupuk’ napui
’pupuki’ b verba turunan dengan -i + dasar verba
pekpek ’pukul’
pekpeki ’pukuli’
ndilat ’jilat’
ndilati ’jilati’
c verba turunan dengan -i + dasar ajektiva nggara ’panas’
nggarai ’panasi’
ntajem ’tajam’ ntajami
’tajami’ 9 verba turunan dengan mer-en + dasar verba
lojang ’lari’
merlojangen ’berlarian’ nangkih
’naik’ mernangkihan ’bernaikan’
10 averba turunan dengan mersi-en + dasar nomina sori
’sisir’ mersisorien
’saling sisir’
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20 b verba turunan dengan mersi-en + dasar verba
pekpek ’pukul’
mersipekpeken ’saling pukul’ jalang
’salam’ mersijalangen ’saling salam’
11 a verba turunan dengan mer-en + dasar verba lojang
’lari’ merlojangan
’berlarian’ nangkih
’naik’ mernangkihan
’bernaikan’ b verba turunan dengan mer-en + dasar keadaan
macik ’busuk’
mermacikan ’berbusukan’
penggel ’patah’
merpenggelan ’berpatahan’
Dari paparan di atas, verba turunan mer-, mer-en, mersi-en berpeluang untuk menjadi predikat klausa aktif intransitif, sehingga menjadi pemarkah
morfologis verba intransitif BPD, verba turunan meN- berpeluang pembentuk predikat klausa aktif transitif,sehingga menjadi pemarkah morfologis verba
transitif , sedangkan verba turunan lainnya menjadi pemarkah morfologis verba klausa pasif .
Pemarkah morfologis verba transitif meN- secara morfofonemis dapat terwujud dengan bentuk alomorfnya me-, mem-, men-, menge-. Alomorf meN-
yang memarkahi verba dalam struktur klausa transitif BPD menunjukkan penasalsasian, kecuali apabila me- diikuti bentuk dasar yang dimulai bunyi
vokal. Pada bagian ini belum dibahas peran dan fungsi me- secara tipologis Verba-verba tersebut di atas sangat penting dalam kajian relasi dan peran
gramatikal BPD terutama pada kajian dan pembahasan tentang sistem predikasi dan struktur argumen, dan mekanisme perubahan valensi verba. Hal tersebut
disebabkan karena klausa BPD secara umum dibentuk oleh predikat verbal dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21 bukan verbal, sehingga kajian morfologi dalam hal ini morfofonemik verba
sangat penting artinya bagi kajian klausa dan sintaksis BPD.
2.2 Kerangka Teori