218 pasif 194,195 yang juga memiliki kadar kapasifan penuh. Konsruksi 195
tidak berhubungan dengan bentuk pasif , karena bentuk medial refleksif ini murni merupakan bentuk aktif intransitif, subjek kalak i melakukan P untuk dirinya
sendiri.
6.2 Pembahasan
6.2.1 Tipologi Gramatikal BPD
Sistem tipologi gramatikal dalam disertasi ini adalah sistem atau kecenderungan persekutuan gramatikal yang ada dalam suatu bahasa secara
tipologis; apakah berupa S=A, S=P, Sa = P, atau Sp= P, atau yang lainnya. Disertasi ini belum membahas seluruh kemungkinan sistem gramatikal secara
lintas bahasa tersebut pada BPD. Pembahasan dibatasi hanya untuk melihat dua sistem tipologi gramatikal saja; apakah BPD mempunyai sistem tipologi
gramatikal sebagai bahasa akusatif atau sebagai bahasa ergatif. Penelaahan sistem tipologi gramatikal BPD juga dibatasi pada tataran sintaksis saja.
Mari perhatikan contoh di bawah ini yang merupakan contoh paparan yang telah ditampilkan pada bab sebelumnya.
196a Medem ia i belagen tidur 3TG di tikar
‘tidur ia di tikar’ 196b Belagen ia pedem-i
tikar 3TG tidur-APL ‘tikar ia tiduri’
196c Ia me-medem-i belagen
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
219 3TG AKT-tidur-APL tikar
‘ia meniduri tikar’ 197a Kundul kami i dangkah kemenjen
duduk 1JM di batang kemenyan ‘duduk kami di ranting kemenyan’
197b Dangkah kemenjen kami kundul-i ranting kemenyan 1JM duduk-APL
‘ranting kemenyan kami duduki’ 197c Kami meng-kundul-i dangkah kemenjen
1JM AKT-duduk-APL ranting kemenyan ‘kami menduduki ranting kemenyan’
Klausa 196a dan 197a adalah klausa intransitif dengan verba pedem dan kundul, yang akan ditransitifkan dengan memberikan pemarkah i. Proses
menurunkan konstruksi transitif seperti terlihat pada 196b,c dan 197 b,c merupakan proses penciptaan objek. Dalam hal ini relasi oblik i bellagen pada
196a dan i dangkah kemenjen pada 197a dimunculkan sebagai objek pada kalimat aplikatif baik pada konstruksi verba tanpa afiks 196b,197b maupun
pada predikat verba bermarkah nasal maN- 196c,197c. Konstruksi aplikatif di atas diturunkan dari kalimat intransitif yang mempunyai oblik lokatif-tujuan i
bellagen dan i dangkah kemenjen pada 196a,197a merupakan proses penciptaan objek. Relasi oblik lokatif menjadi subjek pada konstruksi aplikatif. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pengaplikatifan BPD merupakan pentransitifan dan termasuk proses penciptaan objek yang diambil dari nomina berelasi oblik-lokatif.
Objek tersebut dapat dijadikan subjek gramatikal kalimat pasif. Kenyataan ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
220 mengindikasikan bahwa BPD mempunyai ciri sebagai bahasa akusatif secara
sintaksis. Pengaplikatifan konstruksi dasar transitif beroblik lokatif
memperlihatkan proses penciptaan objek baru; muncul OTL yang berasal dari nomina berelasi oblik lokatif kalimat asal. Kenyataan ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa salah satu pengertian aplikatif adalah penciptaan objek. Mengacu pada Artawa, 1998:44 yang mengatakan bahwa konstruksi aplikatif
sebagai proses penciptaan objek dapat dipertahankan pada bahasa-bahasa akusatif, tetapi tidak demikian halnya pada pada bahasa ergatif secara sintaksis. Dengan
demikian dapat dibuktikan kembali bahwa BPD mempunyai ciri tipologis sebagai bahasa akusatif. Di samping itu untuk menentukan apakah BPD mempunyai ciri
sebagai bahasa akusatif atau sebagai bahasa ergatif, dapat pula dibuktikan berdasarkan analisis konstruksi koordinatif dan subordinatif. Hal ini telah dibahas
pada Bab sebelumnya sehingga pada bagian ini hanya diulang kembali melalui konstruksi koordinatif saja. Penelaahan ditelusuri berdasarkan kerangka-uji pivot
seperti yang ada dalam bahasa Inggris. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kemiripan atau perbedaan antara bahasa Inggris sebagai bahasa akusatif dengan
BPD yang memperlihatkan ciri gramatikal sebagai bahasa akusatif. Contoh berikut ini diambil dari pembahasan sebelumnya yang akan dijadikan sebagai
salah satu bukti bahwa BPD berciri bahasa akusatif 200 roh bapa dungi [ ] men-jaka koran
201 Me-nengngen Anggiat bapa dungi [ ] tertaba AKT-lihat Anggiat bapa lalu [ ] tertawa
‘bapak melihat Anggiat lalu tertawa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
221 202 Me-nengngen Anggiat bapa dungi [ ] meng-kaol puhun
AKT-lihat Anggiat bapa lalu AKT-peluk paman ‘bapak melihat Anggiat lalu memeluk paman’
Dapat diamati bahwa penggabungan dua klausa secara koordinatif dengan pelesapan FN pada salah satu klausa, dapat dilakukan secara langsung tanpa
mengubah struktur sintaksis pada salah satu atau kedua klausa yang digabung. Pada 201 A klausa pertama berujuk-silang dengan S klausa kedua Bapa.
Pada 202 A klausa pertama Bapa berujul-silang dengan S juga berperan A klausa kedua yang juga Bapa. Berdasarkan sistem rujuk- silang ini, dapat
disimpulkan bahwa BPD mempunyai pivot SA, sebagaimana halnya bahasa Inggris. Bahasa yang mempunyai pivot SA merupakan ciri bahasa yang bersistem
gramatikal sebagai bahasa akusatif Selanjutnya mari perhatikan kalimat berikut ini.
b S1=P2 klausa pertama intransitif, kedua transitif 203a Roh bapa dungi [ ] i-tonggor Anggiat
datang bapak lalu PAS-lihat Anggiat ‘bapak datang lalu dilihat Anggiat’
203b roh bapa dungi [ ] Anggiat tonggor datang bapak lalu TOP Anggiat lihat
‘bapak datang lalu Anggiat lihat’ d P1=S2 klausa pertama transitif, kedua intransitif
204a i-tonggor Anggiat bapa dungi [ ] tertaba PAS-lihat Anggiat bapak lalu [ ] tertawa
‘bapak dilihat Anggiat lalu tertawa’
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
222 204b Bapa Anggiat tonggor dungi [ ] tertaba
bapak- TOP Anggiat lihat lalu tertawa ‘bapak Anggiat lihat lalu tertawa’
f P1=P2 kedua klausa transitif, satu FN biasa 205a i -tonggor Anggiat bapa dungi [ ] i-jalang puhun
PAS-lihat Anggiat bapak lalu PAS-salam paman ‘bapak dilihat Anggiat lalu disalam paman’
205b Bapa Anggiat tonggor dungi [ ] puhun jalang bapak-TOP Anggiat lihat lalu TOP paman salam
‘bapak Anggiat lihat lalu paman salam’ h P1=A2 kedua klausa transitif, satu FN biasa
206a I-tonggor Anggiat bapa dungi men-jalang puhun PAS-lihat Anggiat bapa lalu AKT-salam paman
‘bapak dilihat Anggiat lalu menyalam paman’ 206b Bapa Anggiat tonggor dungi [ ] men-jalang puhun
bapak TOP Anggiat lihat lalu AKT-salam paman ‘bapak Anggiat lihat lalu menyalam paman’
iA1=P1 kedua klausa transitif, satu FN biasa 207aMe-nonggor Angiat bapa dungi [ ] i-jalang puhun
AKT-lihat Anggiat bapak lalu PAS-salam paman ‘bapak melihat Anggiat lalu disalam paman’
208b Me-nonggor Anggiat bapa dungi [ ] puhun jalang AKT-lihat Anggiat bapak lalu TOP paman salam
‘bapak melihat Anggiat lalu paman salam’
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
223 kP1=A2 dan A1=P2 kedua klausa transitif, dua FN biasa
209a Me-nonggor Anggiat bapa dungi [ ] i-jalang poli AKT-lihat Anggiat bapak lalu PAS-salam kakek
‘bapak melihat Anggiat lalu disalam bapak’ 210b Me-nonggor Anggiat bapa dungi [ ] poli jalang
AKT-lihat Anggiat bapak lalu TOP kakek salam ‘bapak melihat Anggiat lalu Bapak salam’
Dari contoh di atas terlihat bahwa apabila S dirujuksilangkan dengan P, harus terjadi penurunan sintaksis., yaitu pemasifan salah satu klausanya, seperti
pada a atau melalui pentopikalan, seperti pada b. Artinya pelesapan FN pada salah satu klausa yang menduduki fungsi P tidak bersifat langsung; diperlukan
penurunan konstruksi sintaksis. Hal ini terjadi karene BPD bukanlah bahasa yang bersistem pivot SP. sehingga diperoleh kesimpulan bahwa BPD termasuk bahasa
yang mempunyai pivot SA. Hal ini dibuktikan oleh dibolehkannya pelesapan langsung pada contoh 201,202 di atas. Sementara itu, jika S dirujuk-silangkan
dengan P, harus terjadi penurunan sintaksis, yaitu pemasifan salah satu klausanya atau pentopikalan. Bahasa yang bekerja dengan pivot SA, secara tipologis
dikatakan sebagai bahasa akusatif. Selanjutnya tipologi gramatikal BPD dapat pula ditelusuri melalui
pengujian secara sintaksis terhadap klausa verbal BPD Mari diamati klausa intransitif dan transitif berikut ini.
211 Roh bapa misen datang bapak ke mari
‘bapa datang ke sini’
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
224 212 Men-dea kemenjen bapa
AKT-jual kemenyan bapak ‘menjual kemenyan bapak’
Berdasarkan pengujian kesubjekan pada Bab terdahulu, diketahui bahwa subjek gramatikal BPD mempunyai ciri-ciri utama : a FN pos-verbal; b satu-
satunya argumen FN pos-verbal klausa intransitif, c FN pos-verbal agen; d FN subjek yang dapat direlatifkan.
Pada 211 FN bapa adalah argumen satu-satunya FN pos-verbal pada klausa intransitif. Dalam hal ini, bapa adalah subjek gramatikal. Pada 212 ada
dua argumen yaitu kemenjen dan bapa yang masing-masing merupakan FN pos- verbal. Secara semantis FN bapa adalah agen A dan FN kemenjen merupakan
pasien. Untuk menetapkan apakah kemenjen P atau bapa A yang berperilaku sebagai subjek gramatikal, dapat diuji secara sintaksis melalui perelatifan. Subjek
dalam BPD adalah relasi gramatikal yang dapat direlatifkan secara langsung, sedang objek pasien adalah relasi gramatikal yang tidak dapat direlatifkan
secara langsung. Mari diamati contoh 3 berikut ini. 213a Bapa [na men-dea kemenjen ] i laus tu sapo- na
bapak [ REL AKT-jual kemenyan ] itu pergi ke rumah 3TG ‘bapak yang menjual kemenyan itu pergi ke rumahnya’
213bKemenjen [na bapa men-dea] citok kemenyan [REL bapak AKT-jual] sedikit
‘kemenyan yang bapak menjual sedikit’ Perelatifan agen bapa pada 213a berterima secara gramatikal, sementara
perelatifan pasien kemenjen pada 213b tidak berterima secara gramatikal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
225 dalam BPD. Berdasarkan data ini, terlihat bahwa A dalam klausa transitif BPD
mempunyai perilaku yang sama dengan S pada klausa transitif dan perlakuan berbeda diberikan untuk P. Hal ini merupakan bukti bahwa BPD mempunyai
sistem gramatikal sebagai S=A dan berbeda dari P.
Pada klausa intransitif strategi perelatifan dapat diamati pada contoh berikut ini.
214a Roh bapa mi sen Datang bapak ke sini
‘bapak datang ke sini’ 214b bapa [na roh mi sen ] i leja kalon
bapak [REL datang ke sini] itu capek sekali ‘bapak yang yang datang ke sini itu capek sekali
Ternyata dari contoh 214b menunjukkan bahwa FN pos-Verbal bapa merupakan subjek gramatikal dan argumen satu-satunya yang berperan sebagai
agen klausa tersebut dapat direlatifkan. Jadi subjek gramatikal yang merupakan argumen agen satu-satunya pada klausa intransitif dapat direlatifkan. Konstruksi
ini terbukti mirip dengan konstruksi yang ada pada bahasa Inggris sebagai bahasa akusatif. Dapat dikatakan bahwa uji perelatifan menunjukkan bahwa kesubjekan
BPD dikondisikan secara morfologis dan sintaksis dengan isyarat gramatikal bahwa subjek dalam bahasa ini adalah agen secara semantis. Ini membuktikan
secara tipologis, BPD mempunyai ciri sebagai bahasa akusatif secara sintaksis. Sistem gramatikal BDP secara sintaksis dapat digambarkan sebagai berikut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
226 Atau S = A,
≠ P
6.2.2 Diatesis BPD