sistem sewa, gagal panen atau tidak, biaya sewa atau kontrak lahan setahun tetap harus dibayar.
5.4. Karakteristik Petani Responden
Karakteristik petani responden akan diuraikan berdasarkan umur petani, pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan, alasan mengusahakan padi sawah,
status kepemilikan, luas lahan garapan, kelas tanah dan sifat usahatani padi. Karakteristik petani responden selengkapnya sebagai berikut:
1 Umur Petani
Petani responden sebagian besar berasal dari kelompok umur 40-65 tahun, baik petani mina padi maupun petani non mina padi. Karakteristik petani
responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 4. Dari tabel dibawah ini, dapat dilihat bahwa petani non mina padi atau yang hanya berkonsentrasi pada
usahatani padi saja berpusat pada umur 40-65 tahun. Sedangkan petani mina padi cenderung lebih beragam. Seluruh responden dari yang paling muda hingga yang
paling tua telah berkeluarga. Hal ini menunjukkan bahwa seluru responden telah memiliki tanggungan yang lebih berat dalam hidupnya.
Tabel 4. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Tapos I dan Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten
Bogor
Petani Non Mina Padi Petani Mina Padi
Kelompok Umur Jumlah
orang Persen
Jumlah orang
Persen
30-39 40-49
50-59 60-69
70-keatas
- 5
6 4
- 0,00
33,33 40,00
26,66 0,00
2 5
4 3
1 13,33
33,33 26,66
20,00
6,66
Total 15 100,00 15 100,00
Tingginya persentase petani yang berusia diatas 40 tahun menunjukkan bahwa petani padi, dengan sistem mina padi atau sistem non mina padi jarang
digeluti oleh kaum muda di dua desa ini. Hal ini terjadi karena sebagian pemuda yang ada di Desa Tapos I terutama di Desa Tapos II enggan untuk bekerja sebagai
petani. Mereka pada umumnya lebih suka bekerja diluar bidang usahatani contohnya dibidang transportasi yang terdapat pada Tabel 3. Selain itu, Lahan di
Desa Tapos I memang jauh lebih luas dibanding lahan di Desa Tapos II dapat dilihat pada keadaan geografis masing-masing desa. Lahan sebagai salah satu
faktor penting dari pertanian, lebih tersedia di desa Tapos I dibanding Desa Tapos II.
Umur pada umumnya dapat menggambarkan pengalaman seseorang, sehingga terdapat perbedaan perilaku berdasarkan usia yang dimilikinya. Namun
untuk desa ini, petani berumur belum tentu menggambarkan pengalaman yang banyak dibidang pertanian khususnya usahatani padi sawah. Apalagi jika
mengusahakan sawah merupakan usaha cadangan yang tidak begitu fokus digeluti, hanya untuk menambah pemasukan pokok yang sudah ada. Untuk itu, di
dua desa ini, umur tidak terlalu berhubungan dengan pengalaman petani berusahatani padi sawah.
Sistem usahatani mina padi cenderung tidak mengenal usia. Variasi usia yang merata pada Tabel 4 menggambarkan hal tersebut. Banyak hal yang menarik
untuk dikaji pada sistem ini sehingga sistem ini langsung mandapat perhatian bagi petani yang muda hingga petani tua yang paling berpengalaman.
2 Pengalaman Berusahatani Semakin sedikitnya pengalaman petani, semakin besar rasa kebutuhan
mereka akan adanya PPL atau penyuluh pertanian yang lain. Sedangkan semakin besar pengalaman petani, semakin kecil kebutuhan mereka akan kehadiran PPL
atau penyuluh. Bahkan ada petani yang merasa tidak membutuhkan PPL sama sekali karena mereka menganggap PPL tidak pernah mempraktekkan apa yang
mereka suluhkan di lapangan. Terkadang petani menganggap PPL pada umumnya tidak memberikan solusi dari setiap masalah mereka, sehingga menurut mereka
tidak perlu didengarkan. Tenaga PPL yang diturunkan sejak program pemekaran pemerintah
disusutkan dari satu PPL per desa menjadi satu tenaga PPL per desa. Menurut persepsi petani, tenaga PPL kurang profesional sehingga tidak bisa membantu
keterbatasan pedidikan pertanian mereka. Menurut ketua kelompok tani, karena sudah tidak mendapat kepercayaan dari petani lagi, maka PPL cenderung takut
mendekati petani. Mereka hanya berani menyuluh para ketua kelompok tani, dan petani-petani tertentu saja yang masih mau menerima keberadaan mereka.
Mereka takut ditolak oleh para petani setempat. Hanya ketua-ketua kelompok tani dan orang-orang tentu saja yang masih
mau disuluh dan diajak bekerja sama. Sehingga PPL berada pada posisi terjepit, menurut aparat desa dan tokoh-tokoh desa, PPL dinilai malas turun kepetani
karena jarang terlihat aktif menyuluh, namun menurut sebagian besar petani mereka tidak membutuhkan PPL karena tidak pernah memberikan solusi setiap
kali sawah mereka terkena hama.
3 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan di Tapos I dan Desa Tapos II sangat rendah untuk petani responden. 27 dari 30 orang atau sekitar 90 persen diantara total petani
responden memiliki latar belakang pendidikan enam tahun bahkan empat orang diantaranya belum tamat bahkan tidak pernah mendapat pendidikan formal sama
sekali. Satu orang diantaranya memiliki pendidikan dasar 12 tahun atau pernah duduk dibangku Sekolah Menengah Umum. Sedangkan 2 orang atau sekitar 6.66
persen diantaranya merupakan lulusan perguruan tinggi yakni D2.
Tabel 5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jumlah petani
Tingkat Pendidikan Tahun
Mina padi Non mina padi
6 9
12
12-keatas
15 -
- -
12 -
1 2
Menurut persepsi petani, hal ini dikarenakan keterbatasan ekonomi orang tua mereka dahulu dan sebagian lagi beranggapan bahwa orang tua mereka masih
mampu untuk kejenjang yang lebih tinggi lagi namun orang tua mereka terutama ayah mereka beranggapan bahwa jika nantinya akan mengurus sawah juga, anak-
anak mereka tidak perlu mendapat latar belakang pendidikan formal yang lebih tinggi. Cukup hanya keterampilan dasar seperti membaca dan menulis di bangku
sekolah dasar saja dianggap dapat membekali mereka dalam hidup di dunia pertanian yang pada masa itu sekolah dasar masih disebut SR atau Sekolah Rakjat.
Selain pendidikan formal, petani juga jarang diberi pendidikan non formal karena jarang diberi pelatihan. Hal ini sesuai dan sejalan dengan hubungan petani
di desa dengan PPL diatas.
Untuk pendidikan teknologi pertanian pada umumnya seluruh petani responden pernah menggunakan tenaga mesin atau traktor, namun tidak semua
dari mereka bisa menggunakan atau mengetahui informasi penggunaan traktor yang benar. Hal ini karena sistem usaha peminjaman traktor perhari sudah
termasuk tenaga manusia yang mengendalikannya umumnya laki-laki. Tidak ada kesempatan untuk belajar, karena sipemilik traktor khawatir traktornya akan
cepat rusak. Sehingga tidak pernah mempercayakan penggunaan traktor oleh petani manapun tanpa diawasi sekaligus dikendarai oleh pegawainya. Namun
setidaknya pertanian di daerah ini sudah mencium separuh aroma teknologi pertanian khususnya petani-petani tradisional didaerah ini.
Meskipun petani responden mina padi 100 persen hanya mengenyam pendidikan hingga enam tahun bahkan ada yang kurang dari itu, namun mereka
mampu menciptakan suatu inovasi dalam usahatani padi sawah yakni menerapkan sistem usahatani mina padi pada lahan sawah mereka. Dengan adanya kamalir,
dan penebaran benih ikan pada waktu yang tepat dan tidak mempengaruhi bahkan mendukung padi disawah. Dari hal ini dapat dianalisis bahwa sistem ini dapat
diadopsi eleh berbagai kalangan petani tanpa perlu pendidikan formal khusus karena inovasi ini adalah inovasi yang sederhana namun cukup bermanfaat.
4 Alasan Mengusahakan Padi Sawah Jika dikaji lebih lanjut dari sisi alasan petani mengusahakan padi sawah,
akan muncul titik terang mengapa usia tersebut memiliki pola yang khas. 36,66 persen dari total responden mengusahakan padi sawah dengan alasan karena
menguntungkan, 40 persen mengusahakan untuk kebutuhan konsumsi, 13,33 persen mengusahakan untuk menjaga kesuburan tanah agar seimbang dengan
pergiliran dengan palawija atau sayuran tiap tahunnya dan sisanya karena kebiasaan sejak turun temurun. Hal ini menunjukkan bahwa 76,66 persen
36,66+40 atau hampir sebagian besar petani responden mengusahakan padi sawah karena tuntutan kebutuhan rumah tangga yang besar. Tidak heran mengapa
hampir seluruh responden berkonsentrasi pada umur 40-65 tahun yang merupakan umur dimana tuntutan kebutuhan rumah tangga yang harus di tanggung oleh
kepala keluarga semakin tinggi. Sehingga mengusahakan sawah dengan lebih serius, dan bukan karena hanya untuk menjaga keseimbangan ekologi atau
kebiasaan semata. 5
Status Kepemilikan Dari data Tabel 6 dibawah telihat bahwa non mina padi memiliki 16 jenis
penguasaan lahan. Hal ini terjadi karena satu diantara responden petani non mina padi memiliki dua status penguasaan lahan, sehingga satu petani terhitung dua kali
dalam Tabel 6 dibawah.
Tabel 6. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Desa Tapos I dan Desa Tapos II Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor Jumlah Petani
Mina Padi Non Mina Padi
Status Kepemilikan Lahan 15
10 5
1 6
6 2
1 9
4 3
- a. milik sendiri
b. bagi hasil c. sewa
d. gadai
Total 15 16
31
Dari hasil Tabel 6 diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani mina padi 9 orang mengolah lahan milik orang lain. Hal ini dapat memicu petani
untuk meningkatkan hasil dari lahan yang sedang digarapnya. Sedangkan petani
non mina padi sebagian besar merupakan lahan milik sendiri, sehingga dapat lebih berkonsentrasi ke usaha padi.
6 Luas Lahan Garapan dan Produktivitas
Luas lahan garapan untuk sistem mina padi totalnya sekitar 54.250m
2
atau sekitar 5,42Ha. Untuk rata-rata luas lahan petani responden mina padi sekitar
3.616,67m
2
. Sedangkan untuk lahan non mina padi total luas lahan sekitar 78.725m
2
atau sekitar 7,87Ha. Sedangkan untuk rata-rata luas lahan sistem non mina padi sekitar 5.248,33m
2
. Namun untuk perhitungan keseluruhan tiga puluh petani responden dikonversi ke satu hektar lahan dan dirata-ratakan.
Produktivitas sistem non mina padi sekitar 5,72 tonHa untuk musim tanam rata-rata sedangkan pada saat terserang penyakit sekitar 4,82 tonHa.
Produktivitas sistem mina padi sekitar 5,63 tonHa untuk musim tanam rata-rata sedangkan pada saat terserang penyakit sekitar 3,02 tonHa. Hal ini berarti untuk
kondisi umumnya lahan non mina padi mampu menghasilkan 5,72 ton gabah basah sedangkan untuk lahan mina padi dapat menghasilkan 5,63 tonHa.
Hal ini didukung oleh penggunaan benih padi yang lebih banyak oleh petani responden non mina padi yakni sekitar 53,45 KgHa sedangkan petani mina
padi sekitar 46,54KgHa. Sebagian besar petani non mina padi juga menggunakan benih jenis IR64 yang menurut seluruh petani responden lebih produktif
dibanding benih Ciherang yang digunakan oleh sebagian besar petani responden mina padi Lampiran 7. Dengan kontur lahan yang miring, sebagian besar petani
mina padi lahan sawahnya berada lebih tinggi dibanding letak lahan petani non mina padi untuk masing-masing desa penelitian. Karena lahan yang lebih diatas,
lebih melimpah dan stabil irigasinya, sehingga petani mina padi lebih banyak
berpusat lahannya dekat dengan sumber air yakni sungai dan mata air setempat. Namun kondisi tanahnya kurang subur dibanding dengan lahan petani non mina
padi karena humus atau unsur hara yang ada di tanah tercuci oleh aliran air dan terbawa ke lahan sawah yang lebih rendah letaknya. Tidak heran jika
produktivitas lahan petani non mina padi lebih tinggi dibanding lahan petani mina padi, sebab didukung oleh volume benih yang lebih banyak, varietas benih yang
lebih produktif dan letak lahan yang lebih rendah dari lahan petani mina padi. Pada Lampiran 7 dapat dilihat bahwa petani non mina padi yang sebagian
besar menggunakan varietas IR64 selain produktivitasnya lebih tinggi dari petani mina padi yang menggunakan varietas Ciherang, umur panennya pun rata-rata
lebih singkat dibanding varietas Ciherang yang umumnya digunakan oleh sebagian besar petani mina padi. Dengan menggunakan benih padi varietas IR64,
petani dapat lebih meningkatkan produktivitas padi dan mempercepat waktu panen meskipun berada didataran tinggi yang suhunya relatif dingin yang menurut
beberapa penelitian dapat memperpanjang waktu padi untuk panen. Dengan menggunakan benih varietas IR64 dan didukung oleh varietas Ciherang diurutan
kedua, pemerintah dapat meningkatkan pasokan beras sehingga dapat mendukung ketahanan pangan di Indonesia.
Kedua varietas tersebut sangat baik produktivitasnya dan kecepatannya dalam menghasilkan padi diakui oleh seluruh petani responden. Disamping rasa
nasi yang enak dan disukai oleh masyarakat, varietas IR64 dan varietas Ciherang cenderung mudah pemeliharaannya sehingga disukai oleh petani. Hal ini
didukung oleh bentuk tanaman yang kuat atau lebih tahan terhadap penyakit dibanding varietas lain, berdaun tegak dan tidak terlalu tinggi sekitar 85cm. Jika
penggunaan bibit ini dibarengi dengan penerapan sistem mina padi sebagai penghasil padi sekaligus ikan, dapat lebih memperkuat ketahanan pangan di masa
yang akan datang. 7
Kelas Tanah Jika dikaji lebih lagi, melalui Tabel 7 dapat dianalisa bahwa kualitas tanah
untuk petani mina padi lebih rendah dibandingkan dengan kualitas tanah petani non mina padi. Hal ini, dapat mempengaruhi produktivitas padi yang dihasilkan
oleh petani responden. Semakin subur lahan yang dimiliki, maka semakin tinggi pula produktivitas lahan yang dimiliki. Sedangkan produktivitas lahan dapat
mempengaruhi pendapatan petani terutama untuk biaya tunainya. Total jumlah petani responden pada Tabel 7 tertulis 32 namun sebenarnya
hanya 30 orang. Angka tersebut berarti ada dua orang petani responden yang memiliki atau menyakap atau menyewa lahan yang kelas tanahnya lebih dari satu
jenis kelas tanah terpisah letaknya namun kedua lahan tersebut masih berada pada lokasi penelitian yakni di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, Kecamatan Tenjolaya
Kabupaten Bogor.
Tabel 7. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Kelas Tanah di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor
Kelas Tanah Mina Padi
Non mina Padi Jumlah Petani
1 2
3 4
5 1
4 8
- 3
4 7
5 -
- 5
11 13
- 3
Total 16 16 32 8
Sifat Usahatani Padi Dari Tabel 8, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pengusahaan padi
sawah merupakan usaha utama baik dari sistem mina padi maupun sistem non
mina padi. Sedangkan 5 dari 30 reponden sekitar 16,66 persen mengusahakan padi sawah sebagai usaha sampingan atau cadangan dari usaha-usaha yang lain
seperti guru, berdagang, beternak, dan sebagainya. Jika pengusahaan padi sawah merupakan usaha utama, berarti
pengusahaan usaha tersebut akan dilakukan dengan maksimal dan sungguh- sungguh sebab pendapatan keluarga tani sangat bertumpu pada usaha tersebut.
Modal yang ada, tenaga, waktu dan sumber daya yang lain yang dimiliki oleh keluarga tani akan difokuskan ke usaha utama tersebut. Diharapkan dengan
memaksimalkan sumber daya yang ada, dapat memaksimalkan pendapatan keluarga tani.
Tabel 8. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Sifat Pengusahaan Padi di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten
Bogor
Sifat Usahatani Mina Padi
Non Mina Padi
Utama 13 12 Sampingan 2
3 Total 15 15
VI. KERAGAAN SISTEM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA TAPOS I DAN DESA TAPOS II