Penggunaan Input HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

7.1. Penggunaan Input

Penggunaan input yang digunakan untuk sistem non mina padi tidak terlalu berbeda dengan sistem pengusahaan padi sawah dengan sistem tanpa menggunakan mina padi. Perbedaannya terletak pada penggunaan benih ikan, pakan ikan, dan peralatan perikanan yang digunakan pada sistem mina padi namun tidak digunakan pada sistem non mina padi. Penggunaan input yang digunakan sebagai sarana produksi dalam usahatani pada sawah di Desa Tapos I dan Tapos II terdiri dari benih, pupuk, obat pemberantas hama dan tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari tenaga kerja dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga, tenaga kerja mesin dan tenaga kerja ternak.

7.1.1. Benih Padi

Benih padi digunakan oleh responden padi sawah, baik untuk sistem mina padi maupun untuk sistem non mina padi. Untuk benih yang di beli oleh petani, tiap satuan produk benih terdiri dari 5 kg benih. Untuk pembelian benih biasanya dilakukan pada toko-toko pertanian desa setempat. Benih padi yang biasa digunakan di Desa Tapos I dan Tapos II, Kecamatan Tenjolaya adalah benih varietas IR64 dan varietas Ciherang. IR64 dipakai sekitar 50 persen dari petani responden. Varietas Ciherang dipakai sekitar 46,66 persen dari total petani responden sedangkan sisanya adalah varietas Cibodas. Harga benih sangat berfluktuasi dari kisaran Rp 27.000-30.000. Harga benih IR64 dan Ciherang relatif sama namun memiliki keistimewaan yang berbeda. Ciherang dinilai lebih tahan penyakit namun IR64 dinilai lebih produktif. Penggunaan benih untuk desa Tapos I dan Tapos II rata-rata 53,45 KgHa untuk petani non mina padi sedangkan untuk petani mina padi sebesar 46,54 KgHa. Tidak heran jika produktivitas non mina padi lebih tinggi dibanding mina padi. Produktivitas lahan non mina padi 5,72 TonHa untuk keadaan pada umumnya dan 4,85 TonHa untuk keadaan terserang penyakit. Sedangkan sistem mina padi produktivitasnya 5,63 TonHa untuk keadaan umumnya dan 3,02 TonHa untuk keadaan terserang penyakit. Salah satu faktor yang mendukung produktivitas lahan non mina padi lebih tinggi karena didukung oleh bibit yang lebih banyak pula. Menurut petani, benih Ciherang dan IR64 memiliki karakteristik yang hampir sama. IR64 dinilai memiliki kombinasi karakteristik yang sangat baik bila ditanam. IR64 dinilai lebih tahan terhadap penyakit dan produktivitasnya paling tinggi dengan masa tanam yang relatif singkat ±100hari dibanding varietas lainnya dan menjadi pilihan sebagian besar petani responden non mina padi. Sedangkan benih Ciherang dipilih oleh sebagian besar petani mina padi 53,33 persen karena dinilai lebih tahan terhadap penyakit dibanding IR64, masa tanamnya cepat ±100 dan produktivitasnya dianggap paling mendekati produktivitas IR64. Hal ini dimaksudkan agar resiko yang ditimbulkan pada saat memelihara ikan dapat dikurangi dengan mengganti ke varietas yang labih kuat. Itu sebabnya mengapa dua benih ini dianggap benih idola bagi para petani di dua desa ini. Tidak heran jika lahan sawah sistem non mina padi lebih produktif karena didukung oleh benih varietas IR64 yang lebih produktif dibanding varietas Ciherang yang sebagian besar digunakan oleh petani mina padi. Menurut petani, selain karakteristik yang dimiliki hampir sama, bentuk tanaman kedua varietas ini pun hampir sama. Jika dipasaran petani kehabisan benih IR64 atau Ciherang, varietas Cibodas dan varietas lain yang dijual ditoko akan menjadi pilihan bagi para petani. Bahkan ada petani responden yang rela mencari benih ke kecamatan lain jika dua benih ini habis ditoko.

7.1.2. Benih Ikan

Benih ikan yang dipakai di daerah penelitian semuanya merupakan benih ikan Mas. Ikan jenis Mas dipilih petani karena dinilai lebih ekonomis dan menguntungkan. Rasanya enak, daya tahannya di air sawah tinggi dan harganya cenderung lebih mahal dibanding harga ikan yang lain. Sehingga lebih menguntungkan jika bibitnya dijual. Jika bibit berasal dari petani atau ditelurkan sendiri, maka biaya yang keluar masuk kedalam biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Ikan yang dipelihara disawah mulai dari golongan benih Putihan dan Belo yang dibuat sendiri masih dapat dihitung biayanya dan dimasukkan kedalam biaya tidak tunai. Lain halnya jika ikan yang dipelihara disawah dimasukkan mulai dari telur atau telur yang ditetaskan atau masih berupa larva, biayanya tidak dapat diperhitungkan sehingga dianggap nol rupiah. Hal ini dilakukan karena benih ikan mas umumnya dijual minimal dari golongan Putihan untuk ukuran benih terkecil. Sehingga telur atau larva ikan mas tidak memiliki biaya pengganti jika tidak ditempatkan disawah dalam artian tidak memiliki harga dalam satuan rupiah.

7.1.3. Pupuk

Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dan pupuk kimia. Pupuk kimia dibeli pada toko-toko pertanian di desa. Penggunaan pupuk di desa ini lebih diutamakan pada pupuk Urea dan TSP yang digunakan oleh hampir seluruh petani responden. Seluruh petani responden menggunakan pupuk Urea 100 persen, sedangkan pupuk TSP digunakan oleh 93,33 persen dari petani responden. Hal ini berarti, ketersediaan modal yang dimiliki oleh petani akan lebih difokuskan ke pupuk Urea dibandingkan pupuk TSP. Jika kebutuhan pupuk Urea terpenuhi, maka alokasi dana yang dimiliki oleh petani akan dialokasikan ke pemenuhan kebutuhan pupuk TSP. Tabel 9. Total Penggunaan Pupuk Kimia di Desa Tapos I dan Tapos II Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor Jenis Pupuk Kimia dalam satuan Kg Sistem pengusahaan sawah Urea TSP KCl ZA NPK Non Mina Padi 2025 965 370 460 20 Mina Padi 1765 840 155 230 - Penggunaan rata-rata non mina padi KgHa 253,20 120,66 46,26 57,51 2,50 Penggunaan rata-rata mina padi KgHa 325,34 154,83 28,57 42,39 0,0 Pupuk KCl dan ZA digunakan oleh 10 persen dari petani responden sedangkan pupuk NPK digunakan oleh satu orang saja dari petani responden. Hal ini berarti alokasi modal yang dimiliki oleh petani, lebih diutamakan untuk pupuk KCl dan ZA dibandingkan pupuk NPK. Pola tersebut timbul bukan karena hanya ikut-ikutan dengan petani yang lain atau himbauan PPL, namun lebih utama karena hasil pengamatan dan percobaan dilahan mereka sendiri atau lahan orang lain yang disewa atau disakap oleh petani. Petani belajar dari pengalaman mereka dilapangan ditambah lagi dengan pengalaman-pengalaman petani lain dilahan sekitarnya. Sehingga penggunaan pupuk di daerah penelitian ini memiliki pola yang khas. Menurut beberapa penelitian, sistem mina padi dapat menurunkan biaya pestisida karena hama dapat diatasi beberapa jenisnya oleh ikan dan sisa metabolisme dan makan yang tidak tercerna akan mengeluarkan unsur N, P, Ca dan Mg. Hal tersebut dapat meningkatkan produktivitas lahan padi sawah apalagi dibarengi dengan pupuk kimia. Namun karena petani responden mina padi yang ada didesa ini umumnya berada dikontur tanah yang lebih tinggi dari non mina padi agar lebih dekat dengan air yang stabil, kondisi tanahnya lebih banyak tercuci unsur haranya oleh air yang mengalir dan terbawa ke lokasi yang lebih rendah. Sehingga kebutuhan akan pupuk kimia lebih tinggi untuk mempertahankan produktivitas lahannya. Harga pupuk kimia didesa berfluktuasi setiap waktu menyebabkan biaya tunai untuk petani responden berbeda-beda meskipun masih dalam musim tanam yang sama. Dalam kurun waktu satu minggu pupuk dapat berubah harganya. Terkadang perubahannya dalam waktu beberapa hari. Penjualan pupuk kimia dan benih dimonopoli oleh petani tertentu. Untuk tiap desa, baik desa Tapos I maupun Tapos II memiliki masing-masing satu keluarga tani yang menjual alat pertanian, pestisida, pupuk kimia serta benih. Petani tersebut memonopoli dan mengendalikan harga input pertanian didesa. Karena untuk tiap desa hanya terdapat satu orang petani, maka mereka tidak memiliki saingan yang berarti. Terkadang para petani didesa tersebut meminjamkan bahan baku seperti pupuk Urea dan TSP atau benih padi dan dapat dibayar pada saat panen tanpa bunga jika petani-petani dalam musim tanam sebelumnya bangkrut dan tidak memiliki modal. Disisi lain petani pemilik toko ini kurang menguntungkan jika menaikkan harga pupuk atau benih, namun disisi lain menguntungkan petani disekitarnya karena mau meminjamkan barang dagangannya tanpa bunga hingga musim panen tiba.

7.1.4. Pestisida

Untuk penggunaan pestisida, petani di dua desa ini termasuk efektif dalam penggunaannya. Sebab penyemprotan tidak dilakukan jika tidak terjadi penyakit. Artinya penyemprotan pestisida dilakukan jika dibutuhkan saja. Namun karena musim tanam yang diteliti adalah Musim Tanam pertama di tahun 2007, yang pada saat tersebut muncul hama yang menyerang secara masal bagi areal persawahan penduduk, maka penyemprotan hampir dilakukan oleh seluruh petani. Tabel 10. Rata-Rata Penggunaan Pestisida Kimia Usahatani Padi Sawah menurut Sistem Mina Padi dan Non Mina Padi Pestisida Kimia Mina Padi Non Mina Padi Biaya Biaya Rata-rata Rp Persentase Biaya Rata-rata Rp Persentase Biaya Tunai 109.852,55 1,56 89.195,59 1,51 Biaya pestisida baik yang cair maupun padat seperti furadan, memakan biaya rata-rata sekitar Rp 109.852,55 atau sekitar 1,56 persen dari total biaya yang dikeluarkan untuk sistem Mina Padi. Sedangkan untuk sistem Non Mina Padi membutuhkan biaya dengan rata-rata sekitar Rp 89.195,59 dan merupakan 1,51 persen dari total biaya yang dikeluarkan oleh petani Non Mina Padi. Hal ini berarti alokasi biaya untuk pestisida sistem non mina padi bisa lebih murah jika dilakukan penyemprotan dengan lebih cepat.

7.2. Analisis Biaya Usahatani Padi Sawah

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Budidaya Nonorganik, Semiorganik, dan Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas, Kec. Perbaungan, Kab. Serdang Bedagai)

3 187 177

Analisis Komparasi Distribusi Pendapatan Usahatani Jeruk Dan Usahatani Kopi Di Kabupaten Karo ( Studi Kasus : Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo )

6 56 84

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Sistem Irigasi Dengan Padi Sawah Sistem Tadah Hujan (Studi Kasus : Desa Bakaran Batu Dan Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang)

1 53 152

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Sistem Irigasi Dengan Padi Sawah Sistem Tadah Hujan (Studi kasus : Desa Bakaran Batu dan Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang).

14 80 152

Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Dengan Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

14 121 99

Analisis Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Jenis Saluran Irigasi (Studi Kasus: Desa Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun)

8 82 59

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Antara Petani Pengguna Pompa Air Dan Petani Pengguna Irigasi Pada Lahan Irigas) Di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Desa Sidoarjo II Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang)

2 36 140

Analisis Usahatani Padi Pestisida Dan Non Pestisida Di Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 20 112

Analisis Profitabilitas dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

4 42 110

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH SISTEM TABELA DAN SISTEM TAPIN DI DESA PEBUAR KECAMATAN JEBUS KABUPATEN BANGKA BARAT SKRIPSI

0 0 16