6.2. Sistem Mina Padi
Pada sistem mina padi di Desa Tapos I dan Desa Tapos II, pada umumnya memelihara jenis ikan Mas Cyprinus carpio sebagai jenis ikan yang dipelihara
bersama dengan padi. Sedangkan varietas benih padi yang dipelihara pada sistem mina padi untuk 15 responden mina padi ialah varietas Ciherang 8 orang, IR64
6 orang dan sisanya satu orang adalah varietas Cibodas. Petani mina padi di dua desa ini tergolong Mina Padi Pembibitan karena
pada umumnya memelihara ikan hingga sebesar jari dan di panen menjadi bibit ikan bagi petani ikan di desa setempat. 9 orang dari petani mina padi memelihara
benih disawah berupa telur atau larva yang baru saja menetas dan jika dipanen menjadi benih golongan Belo. Sedangkan 6 orang lagi memelihara benih
golongan Belo dan memanen ikan mas pada saat benih masih golongan Ngaramo 5cm lebih. Karena seluruh ikan yang dipanen masih berupa benih dan sebagian
besar berasal dari telur menjadi benih. Sedangkan sebagian kecil lainnya berasal dari benih menjadi benih yang lebih besar pembesaran bibit maka mina padi di
dua desa ini masih tergolong Usahatani Mina Padi Pembibitan. Lama pemeliharaan ikan bersama dengan padi sekitar 20-40 hari lamanya.
Ditebar pada saat dua minggu setelah penanaman atau seminggu setelah pemupukan tahap I dan dipanen umumnya sebelum penyiangan. Benih ditebar
seminggu setelah pemupukan tahap I agar tidak keracunan pupuk kimia. Benih yang di panen sebagian besar berada pada golongan benih Belo yakni yang
berukuran 3,0 - 5.0 cm dengan berat 3.0 - 5.0 g ekor terutama yang ditanam pada saat telur ditetaskan yakni golongan Larva. Benih yang ditanam pada golongan
Belo biasanya dipanen dengan ukuran 5.0 - 8.0 cm dengan berat 8,0 - 10.0 gekor yang termasuk golongan benih Ngaramo.
Petani mina padi tidak dapat berlama-lama mempertahankan ikan disawah bersama dengan padi karena genangan air yang memadai untuk padi varietas IR64
dan Ciherang tidak lebih dari 10-15 cm diatas permukaan tanah. Tinggi genangan di sawah harus di sesuaikan dengan tinggi total tanaman dari tanah, sekitar 85cm
untuk IR64 dan Ciherang. Semakin tinggi varietas tanaman padi yang ditanam, semakin tinggi pula genangannya, hal ini berarti semakin lama pula kesempatan
ikan berada di sawah karena ruang geraknya jauh lebih leluasa. Karena semakin tinggi genangan padi maka semakin lama pula umur padi di sawah.
Seluruh petani responden menggunakan jenis ikan Mas sebagai pilihan untuk mina padi karena dinilai lebih menguntungkan karena banyak diminati oleh
petani ikan sebagai konsumen benih ikan Mas dari petani mina padi. Harga ikan Mas per ekorukuran 1kg dihargai sekitar Rp 10.000 di desa penelitian Rp
14.000 untuk pasar Kabupaten Bogor sedangkan harga ikan Mujair dihargai Rp 5.500 per ekor ukuran 1kg.
Harga benih ikan mas golongan Belo dihargai Rp 10.000 gelas ukuran 200 ml. Sedangkan benih ikan mas golongan Ngaramo dihargai Rp 8.000 gelas.
Semakin besar ukuran benih, harga per satuan gelasnya semakin murah. Hal ini disebabkan oleh jumlah ikan dalam gelas semakin berkurang jika ukuran
tubuhnya semakin besar. Menurut petani ikan konsumen atau pelanggan petani responden jumlah
benih per gelasnya bisa berubah-ubah. Karena benih biasanya ditakar bersama dengan air. Untuk itu sebagian kecil petani ikan yang membeli bibit dari mereka
membeli dengan satuan per ekor. Untuk benih Belo dengan harga Rp 100 per ekornya, tergantung dari karakter individu pembelinya. Petani ikan sebagai
konsumen benih ikan mas berharap agar setiap 10.000 rupiah yang mereka keluarkan, pasti mendapat 100 ekor benih ikan. Karena terkadang pembelian
benih dengan sistem satuan gelas lebih dari 100 ekor dan terkadang juga kurang. Untuk mengurangi ketidakpastian jumlah tersebut mereka membeli dalam satuan
ekor. Karena dinilai lebih menguntungkan jika dijual dalam bentuk benih atau
terus dipelihara di kolam, dan dinilai lebih tahan hidup di sawah bersama dengan padi, maka jenis ikan Mas menjadi pilihan seluruh petani responden yang
menggunakan sistem mina padi.
6.2.1. Penebaran Benih Ikan
Penebaran ikan di pada sistem mina padi di dua desa ini biasanya dilakukan pada saat setelah penanaman. Setelah lahan diolah dan ditanami oleh
benih padi, seminggu setelahnya dilakukan pemupukan tahap I. Seminggu setelah pemupukan tahap I, barulah benih ikan diturunkan biasanya berupa telur. Jika
setelah selesai dipupuk langsung diturunkan benih ikan, dikhawatirkan benih tersebut akan mati keracunan zat-zat kimia dari pupuk buatan tersebut. Untuk itu
dibutuhkan waktu sekitar satu minggu untuk menyeimbangkan keadaan disawah agar aman ditanami benih ikan. Di daerah ini proses tersebut sering disebut
‘ngendogan’ atau menelurkan ikan disawah. Sawah menjadi pilihan petani yang mengusahakan mina padi karena
menurut mereka jika telur ikan yang mereka tetaskan menjadi larva ditebar
dikolam atau balong, tingkat kematian benih sangat tinggi. Kolam di Desa Tapos I dan Tapos II pada umumnya berada didepan rumah dan merupakan tempat
pemeliharaan ikan Mas dari yang berukuran kecil hingga paling besar. Jika induk ikan Mas sedang hamil atau bunting dan telurnya tidak sempat ditetaskan oleh
petani, maka akan bercampur dengan air kolam sehingga sulit untuk diangkat. Jika sudah terjadi demikian, dari seluruh benih yang ditetaskan induk ikan tingkat
kematian ikan dapat mencapai 90 persen bahkan bisa lebih. Untuk satu induk ikan mas, menurut petani mina padi dapat menghasilkan
rata-rata benih ikan sekitar 160.000 ekor per satu kali melahirkan telur. Namun tergantung dari berat ikan yang sedang melahirkan 4kgekor, 6kgekor, dll.
Sementara jika dipelihara di sawah tingkat kematian ikan jika dirata-ratakan dapat mencapai 50 persen untuk berbagai ukuran induk ikan. Angka tersebut sudah
termasuk kematian, kehilangan banjir dan sebagainya. Ikan yang ditebar di areal sawah tidak pernah ditakar oleh petani. Semua
telur atau benih yang diperoleh baik yang ditetaskan sendiri atau yang dibeli, ditebar secara merata keseluruh areal sawah yang mereka punyai. Jika sawah yang
akan dipakai sebagai tempat pemeliharaan mina padi belum selesai diolah atau dipupuk, terpaksa telur ikan ditaruh ketempat lain seperti wadah atau tempat yang
berukuran besar hingga sawah siap ditempatkan ikan. Selain itu sebagian besar petani memiliki kolam beserta ikan Mas yang
menurut petani selain sebagai tambahan lauk di dapur, terkadang dapat dijual lewat petani ikan jika sedang kesusahan. Petani responden sebagian besar 9 0rang
atau 60 persen mengusahakan mina padi dari berupa telur yang merupakan hasil dari peneluran mereka sendiri. Mereka belajar dari petani ikan atau teman mereka
yang bisa, dan mempraktekkannya untuk proses mina padi. Biasanya proses peneluran memakan waktu sekitar 24 jam atau sekitar 3 HOK yang dilakukan dan
dengan pengawasan nonstop.
6.2.2. Pemeliharaan Ikan Bersama Padi
Lamanya pemeliharaan ikan disawah pada biasanya sekitar 20-40 hari. Tergantung dari jarak pemupukan tahap I dengan proses penyiangan. Namun jika
dirata-ratakan umumnya sekitar 30 hari. 20-40 hari merupakan jarak rata-rata pemupukan hingga penyiangan untuk benih varietas IR64 dan Ciherang di desa
ini. Jika varietas diganti dengan varietas yang tanamannya lebih tinggi dari IR64 85cm dari permukaan tanah sawah, maka genangannya pun akan lebih tinggi
dan masa tanamnya pun akan lebih dari 100 hari rata-rata. Sehingga kesempatan menanam ikan di sawah lebih lama dari 20-40 hari lama rata-rata.
Pemeliharaan padi disawah sangat mudah dan sederhana. Pengecekkan biasanya dilakukan sebulan sekali dan pada bulan ketiga dipanen oleh petani.
Pada umumnya ikan yang dipelihara disawah tidak diberi makan seperti halnya pemeliharaan ikan yang lain. Hanya 3 dari 15 responden yang memberi makan
pada ikan mina padi dan ketiganya memberi dedak yang terkadang dari hasil penggilingan padi mereka sendiri. Jika dianggap kurang oleh ketiga petani
tersebut, akan ditambah dengan pelet ikan. Ikan yang dipelihara disawah menurut sebagian besar petani tidak perlu
diberi makan karena ikan dapat memakan segala mahkluk kecil apapun yang bisa dimakannya disawah. Hal ini sangat cocok dengan penelitian Supriadiputra dan
Setiawan 2005 yang meneliti tentang biota sawah selain padi dan ikan.
Menurutnya sawah memiliki Fitoplankton, Zooplankton, cacing-cacingan yang berukuran kecil serta berbagai tanaman air yang sangat mendukung kondisi hidup
ikan disawah tanpa adanya pakan oleh petani. Hal tersebut diperjelas dengan gambar zooplankton dan biota lain yang hidup disawah yang ada pada Lampiran
15, Lampiran 16 dan 17. Untuk petani yang menganggap ikannya terlalu kecil sedangkan mereka
tidak memiliki pembeli untuk sisa benih yang ada atau tidak memiliki kolam untuk melanjutkan pemeliharaan, sawah adalah tempat terakhir untuk memelihara
ikan tersebut. Untuk petani miskin, biasanya di konsumsi sebagai tambahan lauk dirumah.
Penanaman kedua ini biasanya seminggu setelah pemupukan tahap II. Lamanya pemeliharaan ikan yang kedua ini tergantung dari pemesanan petani
ikan. Jika sawah hendak di semprot dan pembeli belum juga ada, ikan akan diangkat dan dikonsumsi dirumah. Namun hal ini jarang terjadi, karena pada
umumnya atau kerabat terdekat petani memiliki kolam.
Gambar 15. Gambar Ikan yang Dipelihara di Sawah
6.2.3. Kamalir dan Pintu Air
Kamalir yang terdapat di dua desa ini terdiri dari tiga jenis kamalir yakni 1 Parit Keliling, 2 Parit Keliling dan Parit Tengah, serta 3 Parit Keliling dan
Parit Palang. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Lampiran 20. Dari ketiga parit ini, parit yang ketiga yakni perpaduan antara Parit Keliling dan Parit Palang
dianggap paling mampu mempertahankan mobilitas ikan disawah. Namun yang paling sering digunakan oleh petani responden ialah parit jenis kedua yakni Parit
Keliling dan Parit Tengah. Usahatani mina padi hanya bersifat sampingan, maka pemeliharaan padi lebih diutamakan dibanding pemeliharaan ikan disawah.
Pemeliharaan ikan mengikuti pemelihaan padi disawah, dan bukan sebaliknya. Pintu air untuk sawah sistem mina padi tidak jauh berbeda dengan sistem
non mina padi. Yang sangat mencolok ialah adanya kamalir atau parit sawah untuk pemeliharaan ikan. Pintu air yang masuk pada umumnya lebih dijaga ketat
dibanding pintu air yang keluar dari sawah. Hal ini diakibatkan oleh perilaku ikan yang pada umumnya melawan arus air. Ikan berusaha melompat ke pematang arah
datangnya air meskipun pintu keluar air sedang dibuka lebar oleh petani. Sehingga pintu keluar cukup ditimbun dengan tanah sawah sedangkan pintu masuk air
biasanya ditutup dengan kawat jala, anyaman rotan yang ditancap ketanah atau kasa yang masih bisa dilewati air namun sulit dilewati ikan.
6.2.4. Pemanenan Ikan
Proses pemanenan ikan pada sistem mina padi adalah proses kerja yang paling ditunggu-tunggu oleh petani. Selain menguntungkan, hal tersebut juga
dinilai sangat menyenangkan untuk dikerjakan. Karena menyenangkan, seluruh
petani responden lebih suka jika memanen sendiri ikan mereka dibanding harus mengeluarkan uang untuk menyewa tenaga kerja luar keluarga. Pada umumnya
pekerjaan ini hanya memakan waktu sekitar 1 HOK untuk sawah yang luas dan setengah HOK bagi petani yang berlahan kurang dari satu gedeng.
Ikan dipanen biasanya sehari sebelum proses penyiangan. Setelah proses penyiangan dilakukan, biasanya diikuti oleh proses pemupukan tahap II.
Pemupukan dianggap lebih efisien setelah gulma diangkat dari sawah, Sehingga penggunaan pupuknya lebih optimal. Selain itu, hal ini dimaksud kan agar benih
tidak terinjak oleh tenaga penyiang disawah. Memanen ikan pada sistem mina padi, tidak sesulit yang dibayangkan.
Kamalir atau caren memudahkan proses pemanenan ini. Kamalir sering di sebut parit sawah oleh petani setempat. Letaknya lebih dalam dari kedalaman tanah
sawah. Sehingga untuk memanen ikan hasil mina padi cukup dengan menyurutkan air disawah secara perlahan-lahan, dan air yang tersisa akan terkumpul pada parit
sawah ini beserta dengan benih ikan yang ingin bertahan hidup.
Gambar 16. Ikan Siap Panen dan Pemanenan Ikan Mina Padi di Desa Tapos I
Peralatan yang digunakan pada umumnya sangat sederhana. Biasanya menggunakan ember atau peralatan rumah tangga yang dipakai sehari-hari
didapurdapat dilihat pada Gambar 16. Untuk petani mina padi yang merangkap petani ikan atau berlahan luas, biasanya menggunakan jaring untuk memanen.
Namun sebagian besar sekitar 86,66 petani responden menggunakan peralatan dapur, bahkan ada petani responden yang selalu menggunakan tempat nasi untuk
memanen ikan untuk meminimalkan biaya peralatan. Hasil panen padi untuk sistem mina padi dan sistem non mina padi
sebagian besar dijual dalam bentuk gabah basah dengan harga Rp 1800Kg. Dua diantara 30 petani responden menjual dalam bentuk beras. Tempat penjualan beras
dapat berlangsung dirumah petani atau ditoko atau warung jika petani memilikinya. Sedangkan untuk penjualan gabah basah terdiri atas dua cara yakni
menjual ke penggilingan dan ke tengkulak yang datang. Harga yang diminta atau ditawarkan oleh kedua konsumen gabah basah tersebut cenderung sama
tergantung dengan fluktuasi harga beras dipasar. Namun perubahan harga gabah basah cenderung kecil atau berubah untuk periode yang cukup lama terkadang
setahun bahkan lebih.
VII. HASIL DAN PEMBAHASAN