Pemodelan Kebijakan Model Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan Mineral Yang Berkelanjutan (Studi Kasus Pengelolaan Lingkungan Mod ADA Di Kabupaten Mimika, Papua)

21 8 Pemasukan sosial harus dikembangkan untuk meningkatkan perbaikan kualitas hidup semua. 9 Pengembangan keberlanjutan tergantung pada kerjasama dan kesepakatan antar bagian. 10 Kualitas pemandangan, warisan sejarah dan lingkungan buatan dan sumber budaya harus dipelihara dan diperbaiki. 11 Pengambilan keputusan harus dikembangkan untuk tingkat yang tepat. 12 Partisipasi pemangku kepentingan harus dikembangkan pada semua tingkat pengambilan keputusan.

2.4. Pemodelan Kebijakan

Laird 2003 mengartikan kebijakan sebagai pengendalian atau pengaturan urusan-urusan umum dan kesejahteraan masyarakat oleh unit pemerintah pusat dan daerah, sedangkan Sykes 2000 mengartikan kebijakan sebagai suatu sistem atau cara dari pemerintah system or manner of government yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, terutama dalam bidang politik, ekonomi atau bisnis. Cunningham et al., 1987 mendefinisikan sebagai peralatan instrumen dari tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi perubahan sesuatu keadaan. Kebijakan publik merupakan kebutuhan bagi setiap negara, khususnya dalam konteks pemerintahan. Kebijakan publik dapat mendorong atau menekan aktivitas masyarakat pada satu negara. Keunggulan negara ditentukan oleh keunggulan kebijakan publiknya. Pemerintahan daerah juga mempunyai kebijakan publik sehingga daerah yang unggul adalah daerah yang mempunyai kebijakan publik yang tepat effectiveness, efficiency, responsiveness, equity, accountability , rule of law. Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh organisasi publik public organization atau pemerintah. Pemerintah mengambil keputusan untuk mengarahkan masyarakat mencapai tujuan publik tertentu. Kebijakan publik tertinggi di daerah adalah peraturan daerah. Oleh karena itu, peran setiap negaradaerah pemerintah pusatdaerah semakin penting dalam rangka membangun dayasaing global bagi negara atau daerahnya. Pencapaiannya sangat bergantung pada kebijakan publik yang ditetapkan. Pada hakekatnya kebijakan publik adalah intervensi pemerintah yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi arah dan kecepatan dari perubahan yang sedang berlangsung dalam masyarakat, guna mewujudkan 22 kondisi yang diinginkan. Intervensi itu dilakukan melalui serangkaian strategi kebijakan dengan menggunakan berbagai instrumen kebijakan. Dalam hal ini, kondisi yang ingin dipengaruhi serta kemungkinan perubahan yang akan terjadi sangatlah bersifat spesifik. Artinya sangat bergantung pada ketepatan waktu dan ketepatan sasaran serta ketepatan lingkungan masyarakat. Hal seperti ini hanya dapat dipahami dan dihayati secara tepat oleh masyarakat yang bersangkutan Miraza 2005. Kebijakan publik juga dapat dinyatakan sebagai realisasi langkah pengkajian terhadap pengaturan konstitusional atau penyelesaian konflik di masyarakat. Orientasi kebijakan publik adalah mengatur perilaku para pengambil keputusan di lapangan, pengorganisasian birokrasi dan pendistribusian manfaat yang ada. Melalui kebijakan publik dapat diterapkan satu sistem nilai tertentu untuk dapat mendorong terlaksananya aplikasi pengaturan secara otoritatif kepada kelompok masyarakat luas, meskipun kemungkinan pemerintah sendiri memilih keputusan dengan tidak berbuat sesuatu tindakan. Kebijakan publik juga dapat berfungsi sebagai salah satu sumber pengembangan rencana atau program pembinaan, yaitu dalam kaitan sebagai wujud akuntabilitas fungsi pemerintah Hariyoso 2002. Menurut Sanim 2005, formulasi definisi kebijakan yang paling tepat adalah peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan mempengaruhi pertumbuhan, baik besaran maupun arahnya yang melingkupi kehidupan masyarakat umum. Dengan demikian kebijakan adalah suatu campur tangan yang dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi suatu pertumbuhan secara sektoral magnitude dan arahnya dari suatu aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat. Peraturan tersebut lahir terutama dari pihak yang secara yuridis mewakili kepentingan masyarakat umum, dalam hal ini dapat hanya pemerintah unit-unit yang berkait dengan organisasi pemerintah atau pemerintah bersama perwakilan rakyat. Analisis kebijakan adalah client-oriented advice yang berkaitan dengan keputusan publik dan isinya mengandung nilai-nilai sosial Weimer Vining 1989. Menurut Dunn 2001 analisis kebijakan adalah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan multiple methods untuk mengajukan inquiry dan argumen untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi kebijakan yang relevan yang akan digunakan dalam kerangka politik untuk mengatasi suatu masalah kebijakan. 23 Menurut Suharto 2006 menyatakan bahwa dalam melakukan analisis kebijakan diperlukan identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat, mengevaluasi respon pemerintah terhadap masalah, mengajukan alternatif kebijakan dan memantau kebijakan. Analisis kebijakan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan prospektif, retrospektif dan integratif. Pendekatan prospektif, yaitu analisis yang dilakukan terhadap kondisi sosial masyarakat sebelum kebijakan diterapkan. Mengajukan alternatif pilihan kebijakan baru terhadap pemerintah untuk merespon kondisi atau masalah sosial yang dihadapi masyarakat karena belum adanya kebijakan. Pendekatan retrospektif, yaitu analisis yang dilakukan terhadap kebijakan yang sudah ada, artinya menganalisis dampak-dampak yang ditimbulkan akibat diterapkannya sebuah kebijakan. Pendekatan integratif merupakan perpaduan antara pendekatan prospektif dan retrispektif. Analisis kebijakan ini dilakukan sebelum dan sesudah kebijakan diterapkan. Menurut Dunn 2001 analisis kebijakan merupakan salah satu di antara sejumlah komponen di dalam sistem kebijakan. Sistem kebijakan policy system atau seluruh pola institusional yang di dalamnya dibuat suatu kebijakan yang mencakup hubungan timbal balik di antara tiga unsur, yaitu: kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan Gambar 2. Gambar 2. Tiga elemen sistem kebijakan Kebijakan publik public policies merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak Pelaku Kebijakan Lingkungan Kebijakan Kebijakan Publik Kriminalitas Inflasi Pengangguran Diskriminasi Kesenjangan Analisis kebijakan Kelompok warga negara Serikat pekerja Partai Instansi Penegakan hukum Ekonomi Kesejahteraan Personil Perkotaan 24 yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah, diformulasikan di dalam bidang- bidang isu. Pada salah satu bidang isu tersebut terdapat banyak isu kebijakan, yaitu serangkaian arah tindakan pemerintah yang aktual ataupun yang potensial yang mengandung konflik diantara segmen-segmen yang ada dalam masyarakat. Isu kebijakan yang ada biasanya merupakan hasil konflik definisi mengenai masalah kebijakan. Menurut Clay Schaffer 1984, tahapan kebijakan biasanya mengikuti siklus kebijakan yang terdiri dari dua fase, yaitu: fase formulasi kebijakan dan fase implementasi kebijakan, seperti dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut Dunn 2001, kebijakan dapat dikatakan “efektif” hanya apabila penerapan kebijakan tersebut termasuk penggunaan instrumennya dapat menghasilkan perubahan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Sedangkan dikatakan “efisien” hanya jika kebijakan tersebut membutuhkan biaya pembuatan dan pelaksanaannya yang rendah. Gambar 3. Siklus kebijakan Clay Schaffer 1984 Menurut Thorbecke Hall 1982, dalam analisis kebijakan perlu diperhatikan faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan dan instrumen kebijakan yang digunakan sebagai indikator serta aktivitas kebijakan Gambar 4. Ketiga elemen tersebut dirangkaikan dalam suatu sistem teori atau model, yaitu Analisis teknis dan ekonomis Perumusan tujuan kebijakan Analisis kebijakan selanjutnya Analisis ulang kebijakan yang ada Evaluasi Outcome implementasi kebijakan Implementasi kebijakan terpilih Penentuan kebijakan terbaik Analisis dampak kebijakan simulasi Perumusan alternatif kebijakan FORMULASI KEBIJAKAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN 25 simplifikasi penyederhanaan, representasi dan abstrak dari suatu dunia nyata real world. Gambar 4. Kerangka kerja analisis kebijakan Thorbecke Hall 1982 Menurut Maarif 2005a, agar bisa mengintegrasikan secara efektif daya cipta dan seni dari analisis kebijakan, diperlukan landasan pemikiran yang kuat terhadap lima perihal berikut: 1 Analis kebijakan harus tahu bagaimana mengumpulkan, mengorganisasi, dan mengkomunikasikan informasi dalam situasi dimana deadline sangat ketat dan akses ke orangpihak tertentu terbatas. Memiliki kemampuan mengembangkan strategi untuk memahami secara cepat fenomena masalah kebijakan dan alternatif penyelesaiannya serta mampu mengenali, paling tidak secara kualitatif, biaya dan manfaat dari suatu alternatif penyelesaian dan menyampaikan hal ini kepada kliennya. 2 Analis kebijakan memerlukan wawasan untuk meletakkan problem sosial yang dihadapi dalam konteks yang tepat. 3 Analis kebijakan perlu mempunyai ketrampilan teknik yang mampu untuk memproduksi secara tepat dan mengevaluasi secara meyakinkan konsekuensi atau alternatif kebijakan yang perlu diambil. 4 Analis kebijakan harus mempunyai pemahaman tentang organisasi dan politik agar dapat memprediksi dan mungkin juga mempengaruhi kelayakan pemilihan dan pelaksanaan yang sukses atas suatu kebijakan. 5 Analis kebijakan harus rnempunyai kode etik yang secara eksplisit memperhatikan hubungan masyarakat dan pengambil kebijakan. Tingkatan keberhasilan suatu kebijakan dapat digolongkan sebagai berikut: 1 The First Best Policy, yaitu kebijakan dapat memenuhi tujuan yang 26 telah ditetapkan tanpa memiliki dampak negatif sedikitpun kepada kelompok sasaran, 2 The Second Best Policy, yaitu kebijakan memberikan pengaruh positif dalam mempengaruhi pertumbuhan, tetapi mempunyai dampak negatif kepada sebagian kecil kelompok sasaran walaupun secara keseluruhan manfaatnya masih jauh lebih besar daripada mudaratnya social benefits social cost, dan 3 The Third Best Policy, yaitu dampak negatif yang dihasilkan hampir meliputi sebagian dari kelompok sasaran, namun manfaat lebih besar daripada mudaratnya social benefit social cost. Indikator efektivitas implementasi kebijakan pengelolaan lingkungan tidak akan lepas dari pembahasan yang berkaitan dengan tingkat pencapaian tujuan organisasi dan dengan tingkat sejauh mana suatu organisasi dapat merealisasikan tujuannya. Efektivitas organisasi adalah keseimbangan atau pendekatan secara optimal pada pencapaian tujuan, kemampuan dan pemanfaatan tenaga manusia. Sikap dan kelakuan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup saat ini sangat dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi. Perilaku tersebut juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan atau penghargaan masyarakat mengenai fungsi ekologi lingkungan hidup. Oleh karena itu, persepsi terhadap lingkungan hidup harus diubah dengan tidak mengurangi upaya pembangunan ekonomi atau pro-lingkungan hidup. Untuk merubah persepsi tersebut tidak mudah karena sifat manusia yang dominan, sehingga diperlukan kebijakan sistem pengelolaan lingkungan yang didasarkan pada sifat manusia tersebut. Sistem kebijakan yang dapat digunakan dalam pengelolaan lingkungan hidup, yaitu: instrumen pengaturan dan pengawasan Command and Control, CAC, instrumen ekonomi Economic Instrument, EI dan instrumen suasif atau Atur Diri Sendiri ADS Soemarwoto 2004b. Instrumen CAC bertujuan untuk mengurangi pilihan pelaku dalam usaha pemanfaatan lingkungan hidup, misalnya dengan zonasi, preskripsi teknologi tertentu dan pelarangan kegiatan yang merusak lingkungan. Pada dasarnya CAC berusaha menekan dominasi manusia dan mendorong perilaku ramah lingkungan dengan ancaman sanksi tindakan hukum. Pemerintah membuat peraturan dan mengawasi kepatuhan pelaksanaannya. Kekuasaan perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, pengawasan dan penindakan mengalir dari pusat ke daerah serta dari atas ke bawah top down. Dengan demikian, ciri utama 27 insturmen CAC tersebut adalah penindakan, top down dan instruktif, serta kaku dan birokratis. Instrumen ekonomi bertujuan untuk mengubah nilai keuntungan relatif terhadap rugi bagi pelaku dengan memberikan insentif-disinsentif yang mencakup instrumen pasar market-based instruments. Instrumen insentif- disinsentif IID menghasilkan untung-rugi berupa uang sehingga bersifat tangible . Pertimbangan tangible merupakan dorongan yang kuat untuk berperilaku pro-lingkungan hidup dan hambatan untuk berperilaku anti- lingkungan hidup. Instrumen ini terutama diadvokasikan oleh para pakar ekonomi. Contohnya penerapan instrumen tersebut dalam pengurangan pajak bagi produksi dan penggunaan peralatan yang hemat energi, pemungutan retribusi limbah dan pemberian denda untuk pelanggaran peraturan lingkungan. Dengan instrumen ekonomi tersebut sistem nilai pelaku terhadap lingkungan hidup sebenarnya tidak berubah karena berperilaku lebih ramah lingkungan jika mendapatkan keuntungan ekonomi. Oleh karena itu, jika pada waktu tertentu insentif berhenti maka tidak ada jaminan perilaku ramah lingkungan akan berkelanjutan. Instrumen insentif-disinsentif IID tersebut tidak hanya dibuat oleh pemerintah, tetapi juga melibatkan masyarakat sehingga dapat digunakan sebagai sarana kontrol sosial yang efektif. Namun demikian, pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk mengawasi dan mengatur. Instrumen suasif, yaitu kebijakan yang mendorong masyarakat secara persuasif tanpa paksaan untuk mengubah persepsi hubungan manusia dengan lingkungan hidup yang lebih menguntungkan. Dalam kondisi ini, proses pengambilan keputusan pelaku didorong untuk mengubah prioritas pilihan yang lebih menguntungkan lingkungan hidup dan masyarakat. Instrumen ini terdiri atas pendidikan, pelatihan, penyebaran informasi melalui media massa serta ceramah umum. Kegiatan tersebut untuk membangkitkan rasa kewajiban moral dan etika dalam proses penentuan pilihan. Dalam jangka panjang nilai-nilai yang diajarkan mengakibatkan perubahan permanen perilaku dan budaya ramah lingkungan Soemarwoto 2004b. Kualitas penanganan limbah merupakan indikator kinerja yang patut diperhitungkan karena merupakan salah satu misi dari penentuan kebijakan penanganan lingkungan hidup yang merupakan salah satu tugas yang harus diemban oleh organisasi atau lembaga pemerintah yang tugas pokoknya melakukan pengawasan, pembinaan dan penanganan lingkungan hidup di suatu 28 wilayah kerja. Kualitas penanganan limbah akan berkaitan kinerja organisasi tersebut untuk menekan tingkat pencemaran dan memantau serta menciptakan sistem pengolahan limbah yang efektif. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi efektifitas kebijakan penanganan lingkungan adalah persepsi dan respon masyarakat terhadap peristiwa yang terjadi berkaitan dengan lingkungan hidup itu sendiri Tangkilisan 2004. Konsekuensi logis dari analisis stakeholders adalah pembahasan berhubungan dengan masyarakat yang lebih banyak mengalami dampak dari suatu aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Pencemaran yang terjadi pada aliran sungai misalnya akan berdampak pada kualitas hidup masyarakat yang masih bergantung pada sungai sebagai salah satu sumber penyediaan air yang terpenting. Demikian pula pencemaran yang terjadi pada saluran drainase, akan berakibat pada perembesan zat-zat asing terhadap air sumur penduduk yang bermukim disekitarnya. Jika persepsi atau pengetahuan masyarakat terhadap lingkungan hidup baik, maka akan terjadi suatu interaksi yang positif dalam penanganan lingkungan hidup. Hal ini akan berpengaruh terhadap respons dari masyarakat terhadap dampak negatif pencemaran terhadap kualitas hidupnya. Menurut Setiabudi Hutamadi 2007 kebijakan konservasi bahan galian KBG dalam perspektif pengelolaan sumberdaya mineral harus selaras dengan misi pembangunan sektor pertambangan di Indonesia. Paling tidak ada dua hal penting yang harus menjadi perhatian utama dalam penyusunan kebijakan konservasi ini. Pertama, pemanfaatan sumberdaya dan cadangan bahan galian secara optimal, bijaksana, berwawasan lingkungan dan memberi dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. Kedua, pemanfaatan sumberdaya dan cadangan yang mendorong peningkatan investasi dalam negeri dan penanaman modal asing di Indonesia. Kebijakan konservasi bahan galian tidak diarahkan semata-mata untuk tujuan proteksi suatu bahan galian atau suatu kawasan dan juga bukan untuk liberalisasi eksploitasi sumberdaya alam. Berbeda dengan konservasi sumber daya hayati, KBG lebih diarahkan kepada pemanfaatan sumber daya dan cadangan secara optimal bagi kepentingan masyarakat, pencegahan penyia- nyiaan bahan galian, teknik penambanganpengolahan yang berwawasan lingkungan, serta pembangunan komunitas yang berkelanjutan. 29 Dalam hubungan dengan peningkatan investasi di sektor pertambangan, kebijakan konservasi bahan galian diharapkan dapat mendorong pemanfaatan bahan galian yang memiliki nilai tambah dan potensi pasar yang tinggi, serta industri pertambangan yang melibatkan partisipasi masyarakat lokal. Kebijakan ini menyangkut proses perijinan sejak penyelidikan umum, eksplorasi sampai tahap eksploitasi atau produksi tambang. Selain itu juga termasuk kebijakan yang menyangkut standarisasi pengelolaan usaha pertambangan yang berasaskan optimalisasi bahan galian, berpihak kepada masyarakat lokal dan berwawasan lingkungan. Peranan pengusaha swasta sangat diperlukan untuk penerapan kebijakan ini terutama untuk pengembangan pertambangan skala besar. Pemerintah hanya menjalankan fungsi administratif dan fasilitator, tanpa perlu terjun sebagai pelaku bisnis pertambangan umum.

2.5. Pendekatan Sistem