29 Dalam hubungan dengan peningkatan investasi di sektor pertambangan,
kebijakan konservasi bahan galian diharapkan dapat mendorong pemanfaatan bahan galian yang memiliki nilai tambah dan potensi pasar yang tinggi, serta
industri pertambangan yang melibatkan partisipasi masyarakat lokal. Kebijakan ini menyangkut proses perijinan sejak penyelidikan umum, eksplorasi sampai
tahap eksploitasi atau produksi tambang. Selain itu juga termasuk kebijakan yang menyangkut standarisasi pengelolaan usaha pertambangan yang berasaskan
optimalisasi bahan galian, berpihak kepada masyarakat lokal dan berwawasan lingkungan. Peranan pengusaha swasta sangat diperlukan untuk penerapan
kebijakan ini terutama untuk pengembangan pertambangan skala besar. Pemerintah hanya menjalankan fungsi administratif dan fasilitator, tanpa perlu
terjun sebagai pelaku bisnis pertambangan umum.
2.5. Pendekatan Sistem
System thinking dalam prakteknya merupakan suatu rangkaian aktivitas
yang terbentang dari konseptual sampai dengan teknis. Oleh karena itu, sedikit praktisi system thinking yang ahli di semua kegiatan sepanjang rangkaian dan
sedikit aplikasinya yang melibatkan semua aktivitasnya. Untuk menjadi ahli dalam implementasi aktivitasnya yang terpenting adalah mempunyai pengertian
yang kuat terhadap suatu perspektif. Istilah system thinking dibangun oleh Jay Forrester dari MIT pada tahun 1940 yang mengacu pada suatu cara berbeda
dalam memandang permasalahan. Tujuan bukan sebagai peristiwa yang terisolasi tetapi sebagai komponen struktur yang saling berhubungan.
Pendekatan system thinking sangat berbeda dari pendekatan analisis bentuk yang tradisional. Analisis tradisional memfokuskan pada pemisahan
antara bagian-bagian yang berdiri sendiri. Analisis dapat berarti pembagian elemen menjadi lebih kecil, sedangkan system thinking difokuskan pada
pemikiran interaksi antar elemen dalam suatu sistem untuk menghasilkan perilaku. Hal ini berarti memisahkan bagian yang lebih kecil dari sistem yang
dipelajari. System thinking bekerja dengan mengembangkan sudut pandang agar diperoleh jumlah interaksi yang lebih besar sebagai suatu isu yang dipelajari.
System thinking melihat interkoneksi dan hubungan keseluruhan gambaran
sebagai bagian komponen sistem. Pemahaman sistem dengan karakteristiknya memudahkan pemahaman dalam pengelolaan perubahan suatu organisasi.
Pendekatan system thinking mengandung pengertian yang mendalam tentang
30 kunci untuk mengukur kompleksitas. Ada empat tipe dari sistem yang kompleks,
yaitu fixed system, periodic system, chaos system dan sistem kompleks yang berada antara periodic system dan chaos system. Dengan pendekatan system
thinking dapat berasumsi bahwa sampai taraf tertentu bisa mengatur
kompleksitas dan tidak masuk area chaos system sistem yang kacau Aronson 2003
Sistem didefinisikan sebagai seperangkat elemen atau sekumpulan entiti yang saling berkaitan, yang dirancang dan diorganisir untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan Manetsch Park 1986. Sistem dapat merupakan suatu proses yang sangat rumit yang ditandai oleh sejumlah lintasan sebab akibat,
menurut Eriyatno 1999 sistem adalah totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama
dimensi ruang dan waktu. Pada dasarnya ada dua sifat dari sistem, yaitu berkaitan dengan aspek perilaku dan aspek struktur. Perilaku sistem berkaitan
dengan input dan output, sedangkan struktur sistem berkaitan dengan susunan dari rangkaian diantara elemen-elemen sistem.
Menurut Marimin 2005, Pendekatan sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak
analisis. Dengan demikian, manajemen sistem dapat diterapkan dengan mengarahkan perhatian kepada berbagai ciri dasar sistem yang perubahan dan
gerakannya akan mempengaruhi keberhasilan suatu sistem. Menurut Eriyatno 1999, karena disebabkan pemikiran sistem selalu
mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh, maka diperlukan suatu kerangka pikir baru yang terkenal sebagai pendekatan sistem
system approach.
Pendekatan sistem adalah suatu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap sejumlah
kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Karakteristik pendekatan sistem adalah: 1 kompleks
karena interaksi antar elemen cukup rumit, 2 dinamis, ada perubahan faktor menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan 3 probabilistik,
diperlukan fungsi peluang dan inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Jika diklasifikasikan masalah sistem secara garis besarnya ada tiga, yaitu 1
untuk sistem yang belum ada, strukturnya dirancang untuk merealisasikan rancangan yang memiliki perilaku sesuai dengan yang diharapkan persoalan
sintesis sistem; 2 untuk sistem yang sudah ada dalam kenyataan atau hanya
31 sebagai suatu rancangan dan strukturnya diketahui, maka perilaku ditentukan
pada basis dari struktur yang diketahui itu persoalan analisis sistem; dan 3 untuk sistem yang sudah ada dalam kenyataan tetapi tidak mengenalnya serta
strukturnya tidak dapat ditentukan secara langsung, maka permasalahannya adalah mengetahui perilaku dari sistem itu serta strukturnya. Dalam ilmu sistem,
transformasi ini dikenal dengan pendekatan black box atau kotak hitam Eriyatno Sofyar 2007.
Menurut Eriyatno 1999 dalam transformasi input menjadi output, perlu dibedakan antara elemen entity dari suatu sistem dengan sub sistem dari
sistem itu sendiri. Sub sistem dikelompokkan dan bagian sistem yang masih berhubungan satu dengan lainnya pada tingkat resolusi yang tertinggi,
sedangkan elemen dari sistem adalah pemisahan bagian sistem pada tingkat resolusi yang rendah. Masing-masing sub sistem saling berinteraksi untuk
mencapai tujuan sistem. Interaksi antara sub sistem yang disebut interface terjadi karena output dari suatu sistem dapat menjadi input dari sistem lain. Jika
interface antar sub sistem terganggu maka proses transformasi pada sistem
secara keseluruhan akan terganggu juga sehingga akan menghasilkan bias pada tujuan yang hendak dicapai.
Proses transformasi yang dilakukan oleh suatu elemen dalam sistem dapat berupa fungsi matematik, operasi logic, dan proses operasi yang dalam ilmu
sistem dikenal dengan konsep kotak gelap black box. Kotak gelap adalah sebuah sistem dari rincian tidak berhingga yang mencakup struktur-struktur
terkecil paling mikro. Dengan demikian karakter kotak gelap adalah behavioristic tinjauan sikap. Kotak gelap digunakan untuk mengobservasi apa yang terjadi,
bukan mengetahui tentang bagaimana transformasi terjadi. Untuk mengetahui transformasi yang terjadi dalam kotak gelap dapat dilakukan melalui tiga cara,
yaitu 1 spesifikasi; 2 analog; kesepadanan dan modifikasi; dan 3 observasi dan percobaan.
Obyek penelitian tentang persoalan yang menyangkut kebijakan yang rumit dan bersifat inter-disiplin, dinamis, dan probalistik, membutuhkan metodologi
yang baru. Checkland 1981 menghadapi persoalan soft problem yang sangat kompleks telah berupaya dan memperkenalkan Soft System Methodology SSM.
Disusul kemudian dengan munculnya paradigma baru yang disebut ‘Berpikir Sistem’ Systems Thinking oleh Jackson 2000 untuk menjawab persoalan
32 secara holistik yang dibutuhkan terutama untuk persoalan di bidang sosial,
politik, kemanusiaan, biologi, teknologi pengendalian dan pengetahuan alam. Menurut Warfield 2003; Eriyatno Sofyar 2007, terdapat tiga pola pikir
yang menjadi acuan dalam merumuskan berbagai solusi yang terkait dengan sistem, yaitu: 1 Sibernetik, 2 Holistik, serta 3 Efektif.
Sibernatik goal oriented merupakan konsep berpikir sistem yang berorientasi pada tujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Konsep
ini lebih menekankan pada perumusan alternatif solusi atas permasalahan dan bukan menganilisis atau mengidentifikasi permasalahan saja.
Holistik kompleks, telaah permasalahan sebagai suatu kesatuan permasalahan yang kompleks dengan keterkaitan antar aspekdimensi lainnya.
Permasalahan sebagai suatu input tidak dipandang berdiri sendiri tetapi saling terkait dan saling melengkapi dengan permasalahan lainnya. Dalam kaitan
pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, kompleksitas permasalahan dapat dilihat dari tiga aspekdimensi, yaitu aspek ekologi lingkungan, aspek ekonomi
dan aspek sosial kemasyarakatan. Untuk mencapai solusi yang berkelanjutan ketiga aspek tersebut dapat mewakili kompleksitas pemasalahan dunia nyata
real world. Ketiganya diarahkan pada suatu keseimbangan satu dengan yang lainnya seperti digambarkan melalui diagram Venn berikut ini.
Gambar 5. Diagram keseimbangan kompleksitas sistem berkelanjutan Efektif, suatu rumusan alternatif solusi dari suatu sistem dapat dilaksanakan
dengan pilihan tindakan yang lebih terarah kepada suatu solusi permasalahan dan dapat mengubah sistem secara efektif.
Ekologi
Ekonomi
Sosial Kemasyarakatan
Keseimbangan antar aspek
33 Pengembangan sistem untuk mengetahui suatu persoalan yang terjadi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu hard system methodology HSM dan soft system methodology
SSM. Dalam HSM, karakteristik dari perihal yang dikaji telah terdefinisi dengan baik sedangkan pada SSM hal tersebut sulit untuk
dilaksanakan ill-structural karena berkaitan dengan aspek sosial budaya, politik dan organisasi Couprie et al. 1997; Wang Ahmed 2002.
SSM yang pertama kali diperkenalkan oleh Checkland pada tahun 1981 dalam “Systems Thinking, Systems Practice” merupakan metode yang sangat
berbeda dengan model-model keputusan konvensional seperti halnya didalam riset operasi. Metode pendekatan ini oleh Checkland 1981 dalam Jackson
2000 disebut sebagai suatu sistem aktivitas manusia human activity system yang memilki 7 tujuh langkah atau tahapan proses Gambar 5. Tahapan
proses tersebut meliputi: 1
Permasalahan yang tidak terstruktur, pada tahap awal peneliti harus mendalami situasi dari persoalan yang dihadapi problem situation serta
menetapkan beberapa hal, antara lain: lingkup penugasan, pendekatan yang akan diambil, dan para pakar dari beberapa bidang ilmu yang akan
dilibatkan. 2
Permasalahan yang terungkap, yaitu peneliti menentukan perihal yang belum terungkap dan masih bisa diperbaiki, ditingkatkan atau dipecahkan.
3 Mencari sumber yang relevan untuk sistem yang dibangun, yaitu pada tahap
ini peneliti harus secara cermat memilih sistem, metode dan teknik yang akan digunakan dalam pendekatan SSM sesuai tujuan penelitiannya.
4 Model konseptual, yaitu dengan adanya langkah ketiga diatas maka model
konseptual sudah dapat disusun dengan cara berpikir sistem. Pada tahap ini diperbandingkan dan digunakan perbandingan dari model yang telah ada
dengan model yang disusun secara inovatif. 5
Perbandingan model dengan dunia nyata, yaitu tahap ini untuk membawa pendekatan kepada kenyataan. Model yang telah disusun diperbandingkan
dengan yang terjadi di dunia nyata. 6
Pembahasan untuk perubahan yang diinginkan, yaitu model yang telah disusun dan diperbandingkan dengan dunia nyata didiskusikan untuk
menentukan langkah perbaikan yang realistis dan dibutuhkan. 7
Aksi untuk perbaikan, model diterapkan dalam kenyataan.
34 Gambar 6. Proses pembelajaran soft systems methodology Checkland 1981
2.5.1. Strategic Assumption Surfacing and Testing SAST
Metode SAST digunakan untuk mengedepankan asumsi-asumsi dalam perumusan kebijakan. Landasan sistem lunak soft system dikembangkan
sebagai dasar pengujiantest. Metode ini sangat membantu dalam mengungkap asumsi kritis yang melandasi kebijakan, rencana atau strategi Mason Mitroff
1981. Metode SAST dirancang untuk menganalisis sistem atau masalah
kompleks sehingga ditemukan ketergantungan yang rumit antar komponennya. Pola pengujian dalam teknik ini mencakup ”perumusan dan penyusunan struktur
masalah”, dengan asumsi ada kepentingan yang lebih besar bobotnya dibanding dengan
sekedar memakai
pendekatan model
pemecahan masalah
menggunakan teknik-teknik
konvensional. Dalam
melakukan upaya
”mengedepankan asumsi” assumption surfacing dilakukan identifikasi komponen stakeholders yang terkena dengan kebijakan, yang tertarik maupun
berada dalam posisi mempengaruhi penerapan kebijakan tersebut, atau yang akan menolak serta memberikan pandangannya Mason Mitroff 1981. Dalam
1. Permasalahan yang tidak terstruktur
2. Permasalahan yang terungkap
Temuan
3. Mencari sumber yang relevan untuk sistem yang
dibangun Konsep
sistem formal
4. Model Konseptual
Pemikiran sistem lainnya
Pendekatan sistem
5. Perbandingan model dengan dunia nyata
6. Pembahasan untuk perubahan yang diinginkan
7. Aksi untuk perbaikan
Dunia Nyata Pemikiran sistem
tentang dunia nyata Tindakan
35 upaya mengangkat asumsi digunakan cara dengan memberikan pertanyaan
terbalik yang optimal, contohnya ”dengan diberlakukannya kebijakan yang dirumuskan, apakah yang harus diasumsikan tentang sikap stakeholders
sehingga asumsi yang ada tersebut secara logis dapat mengoptimalkan penerapan kebijakan yang dimaksud”.
Pola SAST dibangun karena hampir semua organisasi sulit melepaskan dirinya dari kebiasaan lama untuk selalu memakai model pemecahan masalah
yang sebelumnya pernah sukses membantu memecahkan masalah yang ada. SAST juga bertujuan untuk meyakinkan bahwa kebijakan dan prosedur alternatif
harus selalu tetap dipertimbangkan dalam proses pemecahan masalah. Proses itu akan mendorong berkembangnya organisasi melalui proses pembelajaran,
karena asumsi yang digunakan selalu akan dihadapkan pada perihal baru. Dengan demikian, SAST akan memunculkan konflik ke permukaan dan
kemudian menyelesaikannya melalui cara menampilkan jawaban dalam peta, yang disusun berdasarkan asumsi yang terbobot ”penting” atau ”pasti”. Penilaian
diperoleh dengan cara menetapkan peringkat relatif atas bobot dari masing- masing komponen jawabannya Mason Mitroff 1981. Komponen itu diperoleh
dengan memakai sintesis yang prosesnya dilakukan secara totalitas. Dalam hal ini, Bloncard dan Fabrycky 1981 menggunakan falsafah SAST dengan
beberapa sifat seperti: 1
Berlawanan, dengan keyakinan bahwa upaya penilaian masalah yang tidak terstruktur dengan baik, kemudian dapat dibuat dengan sebaik-
baiknya setelah mempertimbangkan perspektif yang bertentangan; 2
Partisipatif, sebagai cara untuk memperoleh pengetahuan yang luas dan beragam melalui pelibatan berbagai individu atau kelompok yang terkait
atau organisasi yang berbeda untuk memecahkan masalah yang kompleks dan kemudian mendistribusikan pelaksanaan hasil pemecahan masalah
pada berbagai pihak; 3
Integratif, berdasarkan asumsi perlu dilakukan satu sintesis dari berbagai sudut pandang untuk dapat merumuskan rencana tindak yang dapat
dipraktekan; 4
Mendukung gagasan manajerial, dimana orang yakin bahwa dengan melibatkan para manajer yang selalu dihadapkan pada berbagai asumsi
yang membuatnya memahami lebih mendalam organisasi, kebijakan maupun masalah-masalah yang dihadapinya.
36 Hasil analisis menggunakan metode SAST disajikan dalam bentuk grafik
assumption rating . Gambar 7 berikut menunjukkan kuadran rencana yang pasti
mendukung keberhasilan kebijakan serta kuadran rencana masalah.
Paling yakin
Paling tidak pasti P
a lin
g t
id a
k p
e n
ti n
g P
a lin
g p
e n
tin g
Kuadran Rencana yang pasti
Kuadran Rencana yang bermasalah
Gambar 7. Grafik assumption rating
2.5.2. Interpretative Structural Modeling ISM
Teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok dimana model- model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu
sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafik serta kalimat. Teknik ISM terutama ditujukan untuk pengkajian suatu tim
atau bisa juga dipakai oleh seorang peneliti Eriyatno 1999. Prinsip dasarnya adalah identifikasi dan struktur di dalam suatu sistem akan
memberikan nilai manfaat yang tinggi guna merancang sistem secara efektif dan pengambilan keputusan yang lebih tinggi. Dalam teknik ISM, program yang
ditelaah perjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen di mana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen. Studi dalam
perencanaan program yang terkait memberikan pengertian mendalam terhadap berbagai elemen dan peranan kelembagaan guna mencapai solusi yang lebih
baik dan mudah diterima. Teknik ISM memberikan basis analisa dimana informasi yang dihasilkan sangat berguna dalam formulasi kebijakan serta
37 perencanaan strategis. Menurut Saxena 1992 dalam Eriyatno 1999, program
dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu : 1
sektor masyarakat yang terpengaruh, 2
kebutuhan dari program, 3
kendala utama, 4
perubahan yang dimungkinkan, 5
tujuan dari program, 6
tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, 7
aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, 8
ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas,
9 lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.
Teknik ISM pada dasarnya merupakan analisa kumpulan pendapat dari para pakar yang dinyatakan dengan hubungan kontekstual Kanungo
Bhatnagar 2002; Anantatmula Kanungo 2005. Berdasarkan hubungan kontekstual tersebut maka disusunlah Structural Self-Interaction Matrix SSIM
dengan menggunakan simbol V, A, X dan 0, di mana: V adalah e
n
= 1 dan e
n
= 0; A adalah e
ij
= 0 dan e
ij
= 1; X adalah e
ij
= 1 dan e
ij
= 1; O adalah e
ij
= 0 dan eij = 0 Tabel 2. Keterkaitan antar sub-elemen pada teknik ISM
No. Jenis
Interpretasi
1. Pembandingan comparative
A lebih pentingbesarindah daripada B 2.
Pernyataan definitive A atribut B
A termasuk didalam B A mengartikan B
3. Pengaruh influence
A menyebabkan B A sebagian penyebab B
A mengembangkan B A menggerakkan B
A meningkatkan B
4. Keruangan space
A adalah Selatan atau Utara B A diatas B
A sebelah kiri B 5.
Kewaktuan temporal time scale A mendahului B
A mengikuti B A prioritas lebih dari B
Sumber: Eriyatno 1999
Dengan pengertian bahwa simbol 1 adalah terdapat atau ada hubungan kontekstual, sedangkan simbol 0 adalah tidak terdapat atau tidak ada hubungan
38 kontekstual antara elemen i dan j serta sebaliknya. Setelah SSIM dibentuk,
kemudian dibuat tabel Reachability Matrix RM dengan mengganti V, A. X, O menjadi bilangan 1 dan 0. Kemudian dilakukan pengkajian menurut Aturan
Transvity dengan melakukan koreksi terhadap SSIM sampai terjadi matriks yang
tertutup. Pengolahan lebih lanjut dari RM yang telah memenuhi aturan transvity adalah penetapan pilihan jenjang level partition. Pengolahan bersifat tabulatif
dengan pengisian format. Hasil akhir teknik ISM adalah elemen kunci, diagram struktur, dan matriks DP-D Driver Power-Dependence yang menggambarkan
klasifikasi sub-elemen, yaitu : 1
Weak driver-weak dependent variables Autonomous, umumnya sub
elemen tidak berkaitan dengan sistem, dan mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa sa|a kuat Sektor I.
2 Weak driver-strongly dependent variables
Dependent, peubah tidak bebas dan akan terpengaruh oleh adanya program sebagai akibat tindakan
terhadap sektor lain Sektor II. 3
Strong driver-strongly dependent variables Linkage, peubah harus dikaji
secara hati-hati, sebab hubungan antar peubah tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah tersebut akan memberikan dampak terhadap
lainnya dan umpan balik pengaruhnya bisa memperbesar dampak Sektor III.
4 Strong drive-weak dependent variables
Independent, peubah mempunyai kekuatan penggerak yang besar terhadap keberhasilan program tetapi
punya sedikit ketergantungan terhadap program Sektor IV. Dalam konteks penelitian ini, teknik ISM diterapkan dalam perumusan
kebijakan perencanaan program. Perencanaan program disusun berdasarkan elemen-elemen pendukungnya baik dalam aspek perencanaan sosial,
perencanaan ekonomi maupun perencanaan lingkungan. Setiap keluaran suatu elemen subsistem merupakan input buat elemen subsistem lainnya. Data dan
informasi yang dikumpulkan diperoleh dari pendapat para pakar tentang berbagai elemen yang mendukung model kebijakan.
39
2.5.3. Issue Management Technology IMT
Dalam merumuskan model konseptual dari suatu kebijakan publik, maka pada proses pengembangan dapat menggunakan:
1 Skenario kebijakan yang kemudian diuji melalui expert judgment dengan memperhitungkan inconsistency index.
2 Teknik IMT Issue Management Technology untuk memplot pada matrik kebijakan.
Teknik ini merupakan salah satu teknik manajemen kritis yang ditujukan untuk membantu para pengambil keputusan dalam menetapkan prioritas tindakan
pada satu situasi yang abnormalkrisis Eriyatno 1998. Teknik ini lebih merupakan satu prosedur yang dihadapkan dalam satu “perihal”. Perihal adalah
segala sesuatu yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi kinerja lembaga atau bagian dari lembaga saat ini atau selama jangka waktu tertentu di masa
depan. Manfaat IMT bagi para pengambil keputusan mampu memusatkan perhatian
keputusan pada saat yang dibutuhkan, serta mampu mengalokasikan sumberdaya dengan tepat. IMT secara efektif dapat bertindak sebagai jembatan
antara titik dimana satu lembaga itu berada dan kemana dia seharusnya berada dalam ketidakmenentuan lingkungan. Untuk menerapkan IMT secara efektif,
syarat utama yang diperlukan adalah para pengambil keputusan harus menanggung beban pertanggungjawaban terhadap penerapan IMT dan bukan
mendelegasikan ke bagian lain yang tidak berhubungan. IMT juga memberikan solusi yang baik terhadap teka-teki yang timbul karena pemisahan formulasi dan
implementasi strategi. Langkah paling penting dalam prosedur IMT adalah penyusunan analisa
perihal yang dilakukan dengan cara: 1 tim inti menyarankan segala perihal yang cocok dengan definisi yang merekomendasikan, melalui proses diskusi terbuka
dan, 2 dilakukan tabulasi prioritas perihal melalui matrik 2 dimensi, dimana setiap perihal diprioritaskan atas dasar dampaknya terhadap realisasi tujuan dan
tingkat kepentingan untuk ditanggulangi. Matrik perihal disajikan pada tabel berikut:
40 Tabel 3. Matrik Perihal
Dampak Kepentingan
Rendah Cukup
Tinggi Rendah
Masukan baru Telaah periodik
Pemantauan kontinyu
Ada Telaah periodik
Pemantauan terinci
Perencanaan atau Tindakan
yang tertunda
Mendesak Pemantauan
Perencanaan atau Tindakan
yang tertunda Tindakan segera
2.5.3. Verifikasi dan Validasi Model
Menurut Sargent 1998 tiga dasar pendekatan yang digunakan dalam menguji keabsahan suatu model simulasi. Setiap pendekatan memerlukan tim
pengembangan model untuk melakukan verifikasi dan validasi sebagai bagian proses pengembangan model. Pendekatan yang paling biasa digunakan oleh tim
pengembangan untuk membuat keputusan suatu model yang valid. Pendekatan yang sering disebut independent verification and validation IV
and V , yaitu pendekatan menggunakan pihak ketiga independent untuk
memutuskan suatu model valid. Pihak ketiga tidak tergantung independent dari tim pengembangan model dan pengguna model. Setelah model dikembangkan,
pihak ketiga melakukan evaluasi untuk menentukan keabsahannya. Pendekatan ketiga untuk menentukan keabsahan suatu model adalah
menggunakan suatu model scoring. Skor atau bobot ditentukan secara subyektif ketika melakukan proses validasi berbagai aspek dan kemudian dikombinasikan
untuk menentukan kategori skor dan total skor model simulasi. Suatu model simulasi valid jika kategori dan total skornya lebih besar daripada beberapa skor
yang terlewati. Menurut McIntyre 2004, verifikasi model kebijakan dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu verifikasi proses perumusan model dan verifikasi output. Verifikasi proses dilakukan dengan membandingkan proses perumusan model
kebijakan yang dilakukan dengan proses perumusan kebijakan lainnya yang setaraf melalui studi pustaka yang relevan. Verifikasi output dilakukan melalui
studi komparatif untuk membandingkan model output dengan aplikasi kebijakan pada suatu lokasi terntentu.
Menurut Sargent 1998 terdapat 16 teknik untuk melakukan validasi model, yaitu: 1 animation, 2 comparison to the other models, 3 degeneration
41 test,
4 event validity, 5 test extreme condition, 6 face validity, 7 faxed values,
8 historical data validation, 9 historical method, 10 internal validity, 11 multistage validity, 12 operational graphic, 13 parameter variability-
sensitivity analysis, 14 predictive validation, 15 traces and 16 turing test.
2.6. Pertambangan Informal PI