133
VI. MODEL KONSEPTUAL KEBIJAKAN
Kebijakan publik merupakan kebutuhan setiap negara, khususnya dalam konteks pemerintahan yang dapat mendorong atau menekan aktivitas
masyarakat pada satu negara. Kebijakan publik dibuat oleh organisasi publik pemerintah, sehingga pemerintah sebagai pengambil keputusan dapat
mengarahkan masyarakat mencapai tujuan publik tertentu Dunn 2001. Model kebijakan publik tertinggi di daerah berupa peraturan daerah. Peran setiap
negaradaerah pemerintah pusatdaerah semakin penting dalam rangka membangun dayasaing global bagi negara atau daerahnya. Dalam
pencapaiannya sangat tergantung pada kebijakan publik yang ditetapkan Miraza 2005.
Kebijakan publik dapat dilihat sebagai respon atau tanggapan resmi terhadap isu atau masalah publik. Hal ini berarti bahwa kebijakan publik adalah:
1 intensional atau memiliki tujuan, yaitu pencapaian tujuan pemerintah melalui penerapan sumber-sumber publik; 2 menyangkut pembuatan keputusan-
keputusan dan pengujian konsekuensi-konsekuensi; 3 terstruktur dengan para stakeholder dan langkah-langkahnya yang jelas dan terukur; 4 bersifat politis
yang mengekspresikan pemilihan prioritas-prioritas program lembaga eksekutif Suharto 2007.
Perumusan kebijakan publik dalam penelitian melibatkan secara langsung peneliti dengan mendalami proses sintesis. Peranan pemerintah dan masyarakat
secara umum akan meningkat, terutama dalam pengendalian dan penentuan berbagai aturan atau ketentuan dari model konseptual serta manajemen publik
Eriyatno Sofyar 2007. Analisis kebijakan pengelolaan pertambangan mineral sangat kompleks
sehingga diperlukan strategi yang sistematis untuk mengurangi kegagalan dampak kebijakan. Pendekatan sistem digunakan untuk merumuskan
kompleksitas perihal kebijakan secara terstruktur dan terarah. Perumusan model kebijakan strategis pengelolaan pertambangan mineral yang berkelanjutan
didasarkan pada empat tema sustainable development COMHAR Gambar 56, yaitu: kepuasan kebutuhan manusia dengan efisiensi penggunaan sumberdaya
satisfaction of human needs by the efficient use of resource, menghargai integritas ekologi dan keanekaragaman hayati respect for ecological integrity
134 and biodiversity
, keadilan sosial social equity serta pengambilan keputusan yang tepat good decision making Comhar 2007.
Pemodelan kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan mineral berdasarkan konsep keberlanjutan tersebut merupakan upaya perumusan solusi
dampak lingkungan akibat pengaliran limbah pasir sisa tambang yang berjumlah sekitar 230.000 ton per hari melalui sungai. Pengaliran limbah tersebut
mengakibatkan perubahan kualitas lingkungan sungai dan lahan di daerah pengendapan. Hal ini berdampak pada integritas ekologi dan keanekaragaman
hayati wilayah pertambangan. Berdasarkan konsep keberlanjutan tersebut maka diperlukan perencanaan tata ruang wilayah pengendapan sesuai peruntukannya.
Dalam kaitan pengelolaan limbah pasir sisa tambang diperlukan perhatian dari pemerintah, perusahaan pertambangan dan masyarakat lokal untuk menjaga
agar tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan. Kegiatan pertambangan informal yang secara hukum tidak memiliki kekuatan, namun secara ekonomi
usaha merupakan sektor ekonomi sebagian masyarakat lokal di daerah pertambangan. Keberadaannya tidak dapat dihentikan secara mendadak karena
dapat menimbulkan konflik laten, yaitu penolakan secara fisik dan politis terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan.
Untuk mengantisipasi kemungkinan peningkatan dampak negatif di masa mendatang dari keberadaan pertambangan informal seyogyanya Pemerintah
melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan upaya penerapan kebijakan yang tepat dan berkeadilan sosial untuk mengarahkan
pertambangan tersebut menjadi pertambangan yang terkendali berskala kecil atau pengalihan usaha dengan usaha-usaha pengelolaan lingkungan yang telah
dilakukan oleh perusahaan pertambangan dan pemerintah. Selain itu juga diperlukan pembuatan kebijakan yang baru atau
memodifikasi produk hukum lama, melalui upaya analisis atau sintesis terhadap peraturan tentang pertambangan skala kecil. Pertambangan skala kecil
hendaknya berorientasi kepada perekonomian masyarakat setempat, penjagaan keseimbangan lingkungan dan tata ruang wilayah pertambangan, serta yang
terpenting memberikan kontribusi kepada kepentingan pembangunan sosial ekonomi khususnya daerah otonom dan pada gilirannya berpengaruh secara
nasional.
135
MODEL MODEL
KEBIJAKAN KEBIJAKAN
UMKM UMKM
Keadilan sosial Pengambilan keputusan yang tepat
Kepuasan kebutuhan manusia dengan efisiensi penggunaan sumberdaya
Menghargai integritas ekologi dan keanekaragaman hayati
Penciptaan usaha Penataan Pertambangan Informal
Penciptaan usaha Penataan Pertambangan Informal
Perundang-undangan atau peraturan
Perundang-undangan atau peraturan
Pasir sisa tambang Pasir sisa tambang
P e
m b
e rd
a ya
a n
m a
sy a
ra ka
t
P e
m b
e rd
a ya
a n
m a
s ya
ra ka
t
Rencana Tata Ruang Wilayah dan RKL-RPL
Rencana Tata Ruang Wilayah dan RKL-RPL
Gambar 56. Pemodelan kebijakan berdasarkan konsep keberlanjutan Comhar. Operasional pertambangan juga berpotensi menyebabkan gangguan
terhadap lingkungan, termasuk fungsi lahan dan hutan. Tekanan yang besar terhadap pertambangan diakibatkan oleh perilaku beberapa kegiatan
pertambangan yang belum tepat serta pengetahuan masyarakat terhadap teknologi pertambangan yang benar masih rendah, sehingga muncul persepsi
yang kurang tepat terhadap pertambangan secara keseluruhan. Persepsi tersebut juga mempengaruhi berbagai kebijakan di sektor lain yang tentunya
tanpa disadari telah mengunci kegiatan sektor pertambangan. Salah satu tujuan adanya kegiatan pertambangan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Sehubungan dengan hal itu maka segala kegiatan yang dapat menyebabkan keresahan masyarakat serta kerusakan lingkungan sudah
selayaknya dicegah. Berdasarkan keempat tema tersebut dan situasi pengelolaan lingkungan
pertambangan mineral terutama dalam penanganan limbah yang berupa pasir sisa tambang diperoleh perumusan model kebijakan pengelolaan lingkungan
pertambangan yang berkelanjutan. Prinsip dasar pengelolaan lingkungan pertambangan mineral adalah mencegah terjadinya kerusakan lingkungan bio-
fisik. Perumusan model konseptual diarahkan pada model pengelolaan lingkungan fisik dan model pengelolaan lingkungan biologik wilayah Mod-ADA
yang didukung dengan upaya pemberdayaan masyarakat melalui optimalisasi program CSR yang diarahkan pada pengembangan corporate social and
environmental responsibility
CSER. Berdasarkan
UNIDO 2004
136 pengembangan tersebut dilihat sebagai suatu praktek usaha bisnis yang
dilaksanakan secara etis, memperhatikan kepentingan masyarakat dan peka terhadap kondisi lingkungan.
Namun dalam analisa dan sintesa perumusan keduanya dilakukan secara terpisah dalam 2 dua sub model, yaitu model pengelolaan lingkungan fisik dan
model pengelolaan lingkungan biologik. Dalam pendekatannya, perumusan kedua sub model ini memiliki beberapa persamaan, yaitu:
1 struktur model kebijakan melibatkan elemen pemerintah, perusahaan pertambangan dan masyarakat;
2 peranan pemerintah sebagai regulator dan fasilitator kegiatan pengelolaan lingkungan baik fisik maupun biologik;
3 payung hukum kebijakan pengelolaan lingkungan tidak terpisah secara parsial;
4 tujuannya perhatian terhadap kualitas lingkungan dan minimalisasi dampak.
Beberapa pertimbangan lain yang mendasari perumusan model pengelolaan lingkungan bio-fisik tersebut adalah:
1 Jangka waktu pelaksanaan
Perencanaan dalam pengelolaan lingkungan fisik dengan jangka waktu yang pendek dan dilakukan selama operasionalisasi pertambangan.
Sedangkan dalam pengelolaan lingkungan biologik perencanaan digunakan untuk jangka waktu yang panjang sampai pasca tambang.
2 Dana
Pembiayaan pengelolaan lingkungan fisik didasarkan pada anggaran operasional perusahaan pertambangan yang dapat dihitung berdasarkan
tingkat biaya efektif dan rencana pencapaian targetnya. Dalam pengelolaan
lingkungan biologik
pembiayaan dilakukan
melalui perencanaan anggaran operasional, dana lingkungan serta reserve
account dana cadangan. Dana lingkungan dan dana cadangan tersebut
digunakan untuk kegiatan pasca tambang dan reklamasi.
3 Tata Laksana
Pengelolaan lingkungan fisik merupakan tanggung jawab perusahaan pertambangan untuk mencegah kerusakan lingkungan, sehingga dalam
pelaksanaan dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Pengelolaan lingkungan biologik juga menjadi tanggung jawab perusahaan tetapi
137 pemerintah dan masyarakat dapat terlibat langsung dalam upaya
pengelolaannya.
4 Struktur biaya
Berdasarkan komponen biaya pengelolaan lingkungan fisik berupa anggaran kegiatan teknik. Anggaran tersebut meliputi komponen
pengadaan peralatan khusus yang dapat digunakan dalam pengendalian aliran pasir sisa tambang. Dengan demikian, penggunaan tenaga kerjanya
juga berbeda sebab diperlukan jenis keterampilan khusus. Komponen biaya pengelolaan lingkungan biologik terdiri atas anggaran reklamasi
yang sedang berjalan dan yang akan datang, sehingga analisis biaya efektif sangat diperlukan.
5 Teknologi
Penerapan teknologi dalam pengelolaan lingkungan fisik terarah pada penerapan teknik sipil. Penggunaan teknologi yang tepat dapat mencapai
target pengelolaan lingkungan fisik sehingga kerusakan lingkungan minimal. Pengelolaan lingkungan biologik diarahkan pada penerapan
teknologi pertanian, terutama dalam upaya peningkatan produktivitas lahan pengendapan pasir sisa tambang. Upaya ini dilakukan untuk
mengembalikan daya guna lahan. Menurut Darsono 1995, lingkungan hidup dibedakan menjadi dua, yaitu:
1 lingkungan hidup fisik merupakan segala sesuatu di sekitar kehidupan manusia yang berupa benda mati dan 2 lingkungan hidup biologik adalah segala
sesuatu di sekitar kehidupan manusia yang berupa benda hidup. Menurut Sofyar 2004, penentuan kebijakan dalam penerapan otonomi
daerah peranan pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten memiliki karakter sistem pemerintahan yang disesuaikan dengan tugas dan fungsi prioritasnya.
Tugas dan fungsi masing-masing strata, yaitu: 1
Pemerintah Kabupaten secara langsung berhadapan dengan Usaha Kecil di daerah sehingga peranannya lebih berorientasi pada peningkatan
kapasitas SDM dan pengembangan infrastruktur serta mendukung penguatan kelembagaan dan pendayagunaan potensi kawasan lintas
kabupaten; 2
Pemerintah Propinsi yang membawahi kawasan lintas kabupaten lebih berorientasi pada penguatan kelembagaan dan pendayagunaan potensi
138 kawasan lintas kabupaten serta pemberian insentif terutama informasi
yang terintegratif dalam penataan kawasan ekonomi, penataan daya dukung lingkungan serta pasar regional;
3 Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya lebih berorientasi pada
penciptaan dukungan berupa kebijakan policy melalui penyusunan dan penyempurnaan peraturan perundang-unganan yang bersifat payung,
tetapi mengikat dan tegas dalam penerapannya. Selain itu pemerintah pusat memberikan fasilitas penguatan kinerja Usaha Kecil yang
berdayasaing dan ramah lingkungan. Berdasarkan pertimbangan tersebut rumusan kebijakan pengelolaan
lingkungan pertambangan mineral yang berkelanjutan terdiri atas 2 dua sub model yaitu:
1 Kebijakan pengelolaan lingkungan fisik wilayah Mod-ADA dengan model
pengendalian endapan pasir sisa tambang pada aliran sungai PETAS, 2
Kebijakan pengelolaan lingkungan biologik wilayah Mod-ADA dengan model rehabilitasi lahan wilayah Mod-ADA RELAWI.
6.1. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Fisik Wilayah Mod-ADA