Disain Sistem Penutupan Tambang Mineral Berkelanjutan (Studi Kasus Rencana Penutupan Tambang PT Freeport Indonesia Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua )

(1)

DISAIN SISTEM PENUTUPAN TAMBANG MINERAL

BERKELANJUTAN

(Studi Kasus: Rencana Penutupan Tambang PT Freeport

Indonesia Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua )

HARY TRIEKURNIANTO BUDHYONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul: Disain Sistem Penutupan Tambang Mineral Berkelanjutan (Studi Kasus: Rencana Penutupan Tambang PT Freeport Indonesia Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua) adalah karya saya sendiri dengan arahan bimbingan dari Komisi Pembimbing Penelitian dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir disertasi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan yang sebenar-benarnya.

Bogor, 16 September 2009

Hary Triekurnianto Budhyono P062050564


(3)

ABSTRACT

Hary Triekurnianto Budhyono. 2009. Design of Sustainable Minerals Mine Closure System (Case Study: Mine Closure Planning of Freeport Indonesia company in Mimika District, Province of Papua). Under Direction of Santun R.P. Sitorus, Hariadi Kartodihardjo, and Marimin.

Sustainable mine closure is a challenge for mining industries to contribute to sustainable development that requires long range planning. The objective of this research is to arrange a design of sustainable minerals mine closure system consisting of some scenarios toward sustainability of development and community existence in Mimika District after PTFI operation. Methods used to analyze the data included closure risk factor (CRF), ECM (exponential comparison method), ISM

(interpretative structural modeling), AHP (analytical hierarchy process), Benchmarking analysis, and Dynamic System. The CRF analysis indicated that the

total value of PTFI closure risk factor is 2,773 corresponding to an extreme closure risk rating. Benchmarking analysis showed that Australia and Canada are feasible benchmark target countries for Indonesia. The criteria of health and safety of community is a criteria with the highest discrepancy average value (-20,029) compared with nine other criteria of key sustainable mine closure success factors that should be applied in Indonesia to achieve Australian and Canadian standards. The AHP analysis demonstrated that the best alternative for sustainable mine closure is integrated planning based on the optimal utilization of natural resources applied from the beginning of mining operation (weight 0.594). To create sustainability after PTFI mining operation, all PTFI’s stakeholders should be focused to develop the economic and social activities to replace full dependence on PTFI. The Dynamic system analysis showed that sustainability for social, economic, and environmental aspects in Mimika District cannot be achieved if the mining benefit and development activities are managed as usual or in the present condition until PTFI’s mining closure. This research resulted four alternatives scenario policy of sustainable mine closure. The best scenario for implementation in Mimika District is very optimistic scenario that applied in 2017. This scenario to be resulted: the sustainability point to be achieved in 2028 or 13 years before PTFI’s mining closure, Mining Benefit Transformation Result Value (MBTRV) – Mining Benefit Average Value (MBAV) is 59,01 quintillions rupiah and to have MBTRV is 149.42 quintillions rupiah when PTFI’s mining closure, increasing of environmental quality value 62.71% when PTFI’s mining closure compared with before applied scenario, conflicts potential is emerging in 2030 and conflicts occurrence is happened in 2035.

Key words: sustainable mine closure, dynamic system, benchmarking analysis, sustainable development, minerals, indicators, scenarios, PT Freeport Indonesia,


(4)

RINGKASAN

Hary Triekurnianto Budhyono. 2009. Disain Sistem Penutupan Tambang Mineral Berkelanjutan (Studi Kasus: Rencana Penutupan Tambang PT Freeport Indonesia Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua). Di bawah bimbingan: Santun R.P. Sitorus, Hariadi Kartodihardjo, dan Marimin.

Penutupan tambang oleh World Bank dan IFC (2002) diistilahkan sebagai it’s not over when it’s over. Mengapa demikian? Karena kemungkinan bencana lingkungan dapat muncul sewaktu-waktu walaupun kegiatan penutupan tambang telah selesai dilaksanakan. Sedikitnya ada tiga masalah utama yang muncul, yaitu terhentinya manfaat ekonomi, menurunnya fungsi-fungsi pelayanan sosial, dan menurunnya kegiatan perlindungan lingkungan hidup. Kondisi ini dapat bertambah parah apabila sumber pendapatan ekonomi daerah hampir sepenuhnya bergantung pada pendapatan bahan tambang untuk menjalankan kegiatan pembangunan di daerah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan rencana penutupan tambang (RPT) yang komprehensif dan dapat diaplikasikan. Sebab, apabila tidak kota bekas tambang dapat berubah menjadi “kota hantu” (ghost town).

Paradigma kegiatan penutupan tambang mengalami banyak pergeseran. Seabad yang lalu ketika pertambangan mengambil habis bijih tambang dan produksi terhenti maka tambang ditutup seadanya dan ditinggalkan (World Bank dan IFC, 2002). Namun demikian, sejak konsep Pembangunan Berkelanjutan (PB) dicetuskan oleh WCED (1987) dan kemudian didorong oleh Deklarasi Rio tahun 1992, fokus perhatian global tertuju pada keberlanjutan dan publik menginginkan PB dilengkapi dengan informasi mengenai kinerja-kinerja sosial, ekonomi dan lingkungan (McAllister et al., 1999). Berbagai negara segera respon PB untuk diterapkan pada kebijakan pertambanganya. MMSD (2002) memperjelas rumusan kerangka penerapan PB di pertambangan adalah “bagaimana sektor ini berkontribusi pada kemakmuran dan kesejahteraan manusia pada saat ini tanpa mengurangi potensi dari generasi mendatang untuk melakukan hal yang sama”.

Pertanyaannya adalah bagaimana sektor pertambangan di Indonesia untuk merespon PB ini? Indonesia baru mempunyai regulasi khusus penutupan tambang setelah 63 tahun merdeka, yaitu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 18 tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Walau regulasi ini mulai mencoba mengakomodasikan PB, namun porsi penjelasan, kriteria dan indikator keberlanjutan sosial dan ekonomi belum dijelaskan serinci kegiatan pemulihan fisik daerah bekas tambang. Apabila dibandingkan dengan negara lain, Australia mengeluarkan kebijakan di sektor pertambangannya untuk merespon PB pada tahun 1991(McAllister et al., 1999), Kanada pada tahun 1996 (Shinya, 1998), dan Afrika Selatan pada tahun 2002 (ESMAP et al., 2005). India sampai tahun 2006 tidak mempunyai pedoman penutupan tambang yang ilmiah (Singam et al., 2006).

Tujuan berkelanjutan dari penutupan tambang menurut Kempton (2003) adalah untuk proteksi pada kesehatan manusia dan ekologi, meminimisasi beban abadi pada lingkungan dan mencari penyelesaian yang permanen. Robertson dan Shaw (1999) berpendapat bahwa penutupan tambang yang mendukung PB adalah penutupan tambang yang tetap berkontribusi pada keberlanjutan sosial-ekonomi setempat. Strongman (2002) mengatakan bahwa penerapan konsep PB pada penutupan tambang adalah adanya keberlanjutan manfaat dan nilai-nilai tambang yang terus dirasakan setelah penutupan tambang. Dengan demikian pertanyaannya adalah bagaimana proses untuk mewujudkan keberlanjutan manfaat-manfaat tersebut ketika penutupan tambang tiba dan setelahnya.


(5)

Untuk menjawab permasalahan dan tantangan di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan studi kasus pada Rencana Penutupan Tambang (RPT) PT Freeport Indonesia (PTFI). Alasannya adalah: pertama, kontribusi PTFI yang sangat besar pada PDRB Kabupaten Mimika dan pada PDRB Propinsi Papua serta berkontribusi pada kegiatan pengembangan masyarakat setempat yang sangat nyata. Kedua, tingkat faktor resiko penutupan (CRF ) tambang PTFI masuk dalam kategori “ekstrim” (Laurence 2001; 2006). Sehubungan dengan kontribusi yang besar dan resiko penutupan tambang PTFI yang ekstrem maka diperlukan sebuah RPT yang komprehensif dan terpadu yang dapat diterapkan. Apabila tidak, kota Timika dan sekitarnya dapat menjadi kota hantu.

Tujuan utama penelitian ini adalah menyusun disain sistem penutupan tambang mineral berkelanjutan dalam bentuk skenario-skenario menuju keberlanjutan pembangunan dan kehidupam masyarakat di Kabupaten Mimika pada SaPeT PTFI.

Penelitian ini dilaksanakan selama periode Januari 2008 - Januari 2009 di Kabupaten Mimika (tempat operasi tambang PTFI), dengan mewawancarai para pemangku kepentingan (PPK) terkait penutupan tambang. Wawancara dengan pakar dilakukan di Jakarta, Bogor, dan Bandung, serta korespondensi pakar di Negara Kanada dan Negara Australia.

Dalam penelitian ini digunakan metode pendekatan sistem. Metode yang dipakai adalah: pertama, Hard System Methodology (HSM) yaitu sistem dinamik.

Kedua, Soft System Methodology (SSM) yang berupa: ISM (Interpretative Structural Modeling), AHP (Analitical Hierarchy Process), analisis patok duga (benchmarking analysis), dan MPE (metode perbandingan eksponensial).

Indikator-indikator keberlanjutan penutupan tambang pada SaPeT PTFI didapatkan melalui teknik MPE terhadap gabungan data dan informasi yang dihasilkan dari analisis Faktor Resiko Penutupan tambang (CRF) dan analisis

kebutuhan PPK.

Faktor-faktor kunci penentu keberhasilan penutupan tambang berkelanjutan dikaji dengan menggunakan metode patok duga, yang terdiri dari: (i). AHP yang diolah melalui perangkat lunak Criterium Decision Plus version student untuk menentukan kelayakan Australia dan Kanada sebagai negara target patok duga; (ii) MPE digunakan menilai peringkat Indonesia dan dua negara target; (iii) analisis kesenjangan menentukan faktor kunci penentu yang perlu diterapkan di Indonesia. Untuk mengetahui komponen-komponen yang dominan dalam perencanaan penutupan tambang berkelanjutan dilakukan wawancara pakar dengan teknik AHP dan diolah melalui perangkat lunak Expert Choice 2000 terhadap tiga pilihan perencanaan penutupan tambang. Skenario-skenario keberlanjutan kondisi saat ini, menjelang, dan pada SaPeT diperoleh dengan melakukan analisis sintesis dari hasil analisis sistem dinamik dan ISM, AHP, serta analisis patok duga. Perangkat lunak yang digunakan adalah Powersim Constructor versi 2.5.

Indikator-indikator keberlanjutan penutupan tambang PTFI, yaitu: (a) aspek lingkungan, diantaranya: minimisasi beban abadi pada lingkungan, pembentukan lahan akhir, dan perlindungan pada ekosistem dan manusia; (b) aspek sosial, diantaranya: pelayanan kesehatan dan pendidikan, peningkatan kualitas SDM, pemulihan hak masyarakat dalam mengorganisasikan, pembentukan lembaga atau forum penutupan tambang, dan kesehatan dan keamanan sosial; dan (c). aspek ekonomi, diantaranya: keberadaan pasar untuk produk-produk lokal, jumlah kegiatan ekonomi yang tujuan pasarnya selain ke PTFI, pembangunan sumber ekonomi lain selain pertambangan PTFI, jumlah tujuan pasar produk sektor selain tambang ke luar Mimika, kontribusi sumber ekonomi selain tambang pada PDRB, dan peningkatan iklim investasi

Hasil analisis ISM atas lima elemen program dalam membangun sistem penutupan tambang berkelanjutan diperoleh lima faktor pengerak kunci yang dipilih


(6)

berdasarkan analisis situasional dan kebutuhan pembangunan Kabupaten Mimika di masa depan. Kelima faktor tersebut yaitu: kualitas SDM, adanya Badan Pengelola Penutupan Tambang Berkelanjutan (BPPTB), infrastruktur yang memadai, investasi ekonomi baru, dan perlindungan dan pelestarian lingkungan. Kelima faktor penggerak kunci inilah yang menjadi input terkontrol dalam analisis sistem dinamik.

Hasil Analisis patok duga menunjukkan bahwa Australia dan Kanada layak menjadi negara target patok duga bagi Indonesia. Analisis kesenjangan menunjukkan bahwa kesenjangan nilai kriteria Indonesia dibandingkan dua negara target patok duga, semuanya mempunyai nilai kesenjangan negatif. Artinya semua faktor tersebut berguna atau menjadi syarat bagi Indonesia untuk mencapai standar penutupan tambang mineral seperti standar di kedua negara patok duga tersebut.

Analisis AHP, menunjukkan bahwa aktor pemerintah (0,454) dan masyarakat setempat (0,228) merupakan aktor yang paling berperan (68,2 %) dalam menentukan kebijakan dan kesuksesan kegiatan penutupan tambang. Aspek ekonomi (0,337) mempunyai nilai bobot tertinggi kemudian diikuti aspek sosial (0,226) dan aspek lingkungan (0,177). Faktor kualitas SDM (0,102), penciptaan lapangan kerja (0,085), ketaatan pada regulasi (0,083), dan faktor pendidikan dan kesehatan (0,079), merupakan empat faktor utama diantara 15 faktor yang dianalisis. Tujuan keberlanjutan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi (0,385) adalah tujuan utama disusul oleh tujuan menuju keberlanjutan kualitas kehidupan sosial masyarakat (0,351). Pilihan kebijakan perencanaan terpadu berdasarkan SDA unggulan sejak dini merupakan pilihan yang terbaik (0,594).

Hasil analisis sistem dinamik menunjukkan bahwa keberlanjutan pembangunan dan keberadaan masyarakat di Kabupaten Mimika tidak dapat dicapai jika manfaat tambang dan kegiatan-kegiatan pembangunan dikelola seperti kondisi saat ini sampai penutupan tambang PTFI. Karena mempunyai NHTMT – NMTR yang negatif. Diperlukan skenario untuk mencapai keberlanjutan.

Ada empat pilihan skenario kebijakan penutupan tambang yang dihasilkan dari penelitian ini, yaitu skenario optimis aplikasi tahun 2012, 2017, dan 2022 serta skenario optimis aplikasi tahun 2012. Pilihan skenario kebijakan terbaik adalah Skenario Sangat Optimis Aplikasi 2017. Skenario ini menghasilkan: titik keberlanjutan dapat dicapai pada tahun 2028 atau 13 tahun sebelum SaPeT PTFI, NHTMT – NMTR sebesar 59,01 triliyun rupiah dan mempunyai NHTMT sebesar 149,42 triliyun rupiah pada SaPeT PTFI (2041), kenaikan kualitas lingkungan sebesar 62,71% pada SaPeT PTFI dibandingkan sebelum skenario, dan potensi konflik terjadi pada tahun 2030 dan kejadian konflik terjadi pada tahun 2035.

Untuk menuju keberlanjutan pada saat sebelum masa penutupan tambang PTFI tiba dan setelahnya, Pemda Mimika perlu melakukan beberapa hal, yaitu: meningkatkan kemampuan SDM, ketersediaan infrastruktur, investasi ekonomi baru, dan meningkatkan kemampuan pemda dalam memimpin aktifitas pembangunan berkelanjutan. Selain itu, Pemda Mimika juga perlu membentuk BPPTB dan melakukan kajian SDA unggulan secara mendalam dan mengimplementasikannya.

Pemerintah sebaiknya mulai mempertimbangkan untuk memasukkan tujuan-tujuan, kriteria dan indikator keberlanjutan sosial dan ekonomi disamping tujuan-tujuan, kriteria dan indikator keberlanjutan lingkungan (pemulihan fisik) dalam kebijakan rencana penutupan tambang. Demikian juga, bagi daerah yang mempunyai SDA sedang ditambang saat ini, pembuatan dokumen:”Disain sistem penutupan tambang berkelanjutan”, sebaiknya disusun untuk melengkapi dokumen RPT yang berlaku dan dapat dijadikan salah satu pedoman dasar perencanaan dan pengelolaan pembangunan daerah.


(7)

@

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencamtumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritis atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(8)

DISAIN SISTEM PENUTUPAN TAMBANG MINERAL

BERKELANJUTAN

(Studi Kasus: Rencana Penutupan Tambang PT Freeport

Indonesia Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua )

HARY TRIEKURNIANTO BUDHYONO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Kualifikasi:

1. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA

2. Dr. Ir. Erliza Noor

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:

1. Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA

2. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka:

1. Dr. Ir. S. Witoro Soelarno, M.Si


(10)

Judul Disertasi : Disain Sistem Penutupan Tambang Mineral Berkelanjutan (Studi Kasus: Rencana Penutupan Tambang PT Freeport Indonesia Di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua)

Nama : Hary Triekurnianto Budhyono

NRP : P 062050564

Disetujui: Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua

Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS. Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc.

Anggota Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Ta’ala berkat pertolongan dan rahmatNya saya dapat menyelesaikan disertasi ini. Humphreys, Sachs, dan Stiglitz (2007) dalam buku mereka berjudul “Escaping The Resource Curse” mengatakan bahwa negara-negara yang berlimpahan SDA seperti minyak dan gas, performa pembangunan ekonomi dan tata kelola pemerintahannya (good governance) kerap lebih buruk dibandingkan negara-negara yang SDA-nya lebih kecil. Anugerah ini kerap kali menjadi penghambat daripada menciptakan pembangunan yang stabil dan berkelanjutan. Sebuah paradoks dan menimbulkan pertanyaan, mengapa kekayaan SDA sering menimbulkan masalah buruk ketimbang kebaikan? Penelitian ini merupakan satu bentuk kontribusi dalam upaya penyelesaian permasalahan penutupan tambang yang selalu dihadapi oleh pemerintah, perusahaan tambang dan masyarakat. Juga diharapkan menjadi satu bagian jalan keluar menghindarkan laknat SDA tersebut terjadi di sektor pertambangan di Indonesia tercinta.

Hampir dibanyak kasus penutupan tambang di dunia, termasuk di Indonesia menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi daerah dan masyarakat yang ditinggalkannya. World Bank dan IFC (2002) menyebut penutupan tambang sebagai it’s not over when it’s over. Sampai saat ini focus kebijakan dan kegiatan penutupan tambang hanyalah mengelola kerusakan fisik lingkungan saja. Keberlanjutan manfaat sosial dan ekonominya baru dalam bentuk wacana dan konsep, belum tersedia sebuah rumusan konkrit yang mudah diaplikasikan.

Disain sistem penutupan tambang berkelanjutan (PTB) sebagai hasil akhir dari penelitian ini, disusun dari: (a) indikator-indikator keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial hasil dari analisis kebutuhan para pemangku kepentingan (PPK) dan analisis Faktor Resiko Penutupan dan analisis MPE; (b) faktor-faktor penggerak kunci PTB hasil dari analisis ISM; (c) komponen-komponen dominan dalam perencanaan PTB hasil dari analisis AHP; (d) faktor-faktor kunci penentu keberhasilan PTB hasil dari analisis benchmarking; dan (e) skenario-skenario PTB hasil dari analisis sistem dinamik. Hasil aplikasi pada rencana penutupan tambang PT Freeport Indonesia (PTFI) didapatkan ada empat skenario kebijakan penutupan tambang berkelanjutan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulusnya disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus, M.Sc, Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS, dan Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc., sebagai tim komisi pembimbing yang telah memberikan


(12)

kontribusi pemikiran, saran, dan bimbingannya. Terima kasih disampaikan juga kepada Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PS-PSL) Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS dan seluruh staf sekretariat PSL atas perhatian, dukungan, dan waktunya. Kepada Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS selaku Dekan Pascasarjana, disampaikan terima kasih atas perhatiannya. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA dan Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng sebagai penguji luar komisi saat ujian tertutup yang telah memberikan masukan sangat berharga. Terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Dr. Ir. S. Witoro Soelarno, M.Si dan Dr. Ir. Oteng Haridjaja, M.Sc. selaku penguji luar komisi saat ujian terbuka yang telah banyak memberikan masukan dan menambah bobot disertasi ini.

Rasa terima kasih juga disampaikan kepada para pakar baik yang berasal dari perguruan tinggi, kalangan industri tambang, kalangan LSM di Mimika, dan asosiasi pertambangan yang terlibat dalam wawancara dan pengisian kuesioner atas sumbangan pikiran dan pendapat yang sangat berharga sehingga proses analisis yang dibutuhkan dalam penelitian ini bisa terselesaikan dengan baik. Terima kasih secara khusus disampaikan kepada Manajemen PTFI yang telah memberikan kesempatan, dukungan beasiswa dan biaya penelitian serta data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Saya menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sebuah kesempurnaan, walaupun demikian sangat diharapkan hasil-hasil yang telah dicapai dalam penelitian ini dapat bermanfaat bagi PPK pertambangan.

Akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dan perhatiannya dalam menyelesaikan disertasi ini. Secara khusus kepada kedua orang tua saya yang telah membesarkan saya dengan mendidik secara baik dan benar dalam menghadapi kehidupan. Kepada istri saya terkasih, Fita D. Manan, dan anak-anakku tercinta, Tari dan Rina yang telah memberikan perhatian penuh, dorongan semangat dan moril serta selalu bersama menemani saya dalam setiap saat.

Bogor, 16 September 2009


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Situbondo (Jawa Timur) pada tanggal 13 Desember 1963 merupakan anak ketiga dari pasangan Kyai Buchari dan Emmy Asiatun. Penulis mengikuti SD, SMP, dan SMA di Situbondo. Pendidikan jenjang S1 diselesaikan pada Jurusan Agronomi (Budidaya Pertanian) di Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor (1987). Selanjutnya penulis mendapatkan beasiswa dari PT. Freeport Indonesia (PTFI) untuk menyelesaikan pendidikan S2 dengan spesialisasi

Environmental Management pada The University of Southern Queensland (2005) di Australia dan beasiswa yang sama untuk pendidikan S3 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di IPB (2005 – sekarang).

Selain itu penulis juga mengikuti pendidikan informal/diklat antara lain: mengikuti Job Training and Comparative Study di Belgia, Belanda, dan Perancis dalam bidang budidaya jamur kancing (1988); kursus AMDAL A di Universitas Indonesia (1997); Workshop Participatory Rural Appraisal and Logical Framework Analysis di Jakarta (1999); kursus “Cross Cultural Management" oleh The World Trade Institute-Jakarta (2000): “Community Development Short Course for Oil, Gas, and Mines Industry, Center of Human Resource and Environmental Research” dari Universitas Indonesia (2002); Manajemen Resiko oleh LPPM-Jakarta (2004); kursus “Senior Operational Inspector” dari Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral-Jakarta (2004); dan kursus Rencana Penutupan Tambang oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Mineral dan Batubara di Bandung (2006). Penulis juga aktif berpartisipasi pada lokakarya dan seminar yang terkait dengan pertambangan, penutupan tambang, CSR, dan Pengembangan Masyarakat (2000 -2008)

Riwayat penugasan dan jabatan penulis antara lain: Wakil Manajer Proyek Perencanaan dan Pengembangan PT. Baros Mushroom Industry ( 1987 – 1989); Reporter /Kontributor pada Majalah Tumbuh, Citra Agribusiness Indonesia (1990 – 1991); Manager Kebun PT Insan Krida Utama (1989 – 1994); dan bekerja pada PT Freeport Indonesia dengan jabatan terakhir sebagai General Superintendent Pembangunan Berkelanjutan (1994 - 2008). Penulis berperan dalam membuat konsep, membangun dan mengembangkan program Pengembangan Masyarakat PTFI serta berperan dalam mendirikan dan memberikan penguatan kelembagaan LSM lokal di Mimika, LPMAK (Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro) sebagai pengelola Dana Kemitraan PTFI (2000-2005).

Karya ilmiah yang dipresentasikan dalam National Conference on Management Research di Universitas Hasanudin di Makasar berjudul “Strategic management of community development on mining industry for Long-term business sustainability and to contribute sustainable development (Case study: Community development program of PT Freeport Indonesia)” (2008). Sebagai speaker/fasilitator pada : Systems design of mineral mine closure in Indonesia that contributes on sustainable development”. Mining Colloquium 2007, di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung (2007). Pada saat bertugas di Papua, penulis juga aktif menjadi fasilitator program pengembangan masyarakat dan penguatan kapasitas kelembagaan untuk lembaga-lembaga swadaya masyarakat di desa-desa di wilayah Kabupaten Mimika dan beberapa kabupaten tetangga dari Mimika.


(14)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xxvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 6

1.3. Manfaat Penelitian ... 6

1.4. Kerangka Pemikiran ... 7

1.5. Perumusan Masalah ... 13

1.6. Nilai Kebaruan (Novelty) ... 18

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 19

2.1. Dasar Kerja Pengelolaan Pertambangan ... 19

2.2. Pertambangan dan Kesejahteraan Rakyat ... 20

2.3. Karakteristik Kegiatan Pertambangan ... 22

2.4. Definisi, Konseptual dan Tujuan Penutupan Tambang ... 23

2.5. Pandangan Internasional tentang Penutupan Tambang ... 25

2.6. Dampak-Dampak Penutupan Tambang ... 27

2.7. Penutupan Tambang dan Perencanaan Pembangunan Regional... 32 2.8. Pengelolaan Tailing dan Air Asam Tambang Saat Penutupan Tambang ... 33 2.9. Rehabilitasi dan Reklamasi pada Tanah Tailing ... 36

2.10. Pengelolaan Sumberdaya Tambang Berkelanjutan ... 38

2.11. Indikator-Indikator Pembangunan Berkelanjutan ... 46

2.12. Penutupan Tambang dan Pembangunan Berkelanjutan ... 53

2.12.1. Kinerja Keberlanjutan Ekonomi ... 53

2.12.2. Kinerja Keberlanjutan Sosial ... 53

2.12.3. Kinerja Keberlanjutan Lingkungan ... 54


(15)

2.14. Penelitian-Penelitian Penutupan Tambang ... 59

2.15. Alat-Alat Analisis Penelitian ... 60

2.15.1. Analisis Faktor Resiko Penutupan ... 60

2.15.2. Pendekatan Sistem ... 62

2.15.3. Disain dan Model... 63

2.15.4. Proses Hierarki Analitik ... 64

2.15.5. Analisis Patok Duga (Benchmarking) ... 66

2.15.6. Metode Perbandingan Eksponensial ... 67

2.15.7. Teknik Permodelan Interpretasi Struktural ... 67

BAB III. METODE PENELITIAN ... 70

3.1. Tempat dan Waktu... 70

3.2. Rancangan Penelitian ... 70

3.3. Jenis data dan peubah yang diamati... 70

3.3.1. Jenis data dan peubah yang diamati untuk tujuan (1).... 70

3.3.2. Jenis data dan peubah yang diamati untuk tujuan (2).... 72

3.3.3. Jenis data dan peubah yang diamati untuk tujuan (3).... 72

3.3.4. Jenis data dan peubah yang diamati untuk tujuan (4).... 73

3.3.5. Jenis data dan peubah yang diamati untuk tujuan (5).... 75

3.4. Teknik pengumpulan data dan kerangka penetapan responden ... 75

3.4.1. Teknik pengumpulan data dan kerangka penetapan responden untuk tujuan (1)... 75

3.4.2. Teknik pengumpulan data dan kerangka penetapan responden untuk tujuan (2) ... 76

3.4.3. Teknik pengumpulan data dan kerangka penetapan responden untuk tujuan (3) ... 76

3.4.4. Teknik pengumpulan data dan kerangka penetapan responden untuk tujuan (4) ... 77

3.4.5 Teknik pengumpulan data dan kerangka penetapan responden untuk tujuan (5) ... 77

3.5. Teknik analisis data... 78

3.5.1. Teknik analisis data untuk tujuan (1)... 78

3.5.2. Teknik analisis data untuk tujuan (2) ... 81

3.5.3. Teknik analisis data untuk tujuan (3) ... 83

3.5.4. Teknik analisis data untuk tujuan (4) ... 85


(16)

xvi

BAB IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 86

4.1. Gambaran Umum Kebijakan Penutupan Tambang ... 86

4.1.1. Perkembangan Kebijakan Penutupan Tambang di Indonesia ... 85

4.1.2. Kebijakan-Kebijakan Penutupan Tambang di Negara lain ... 92 4.2. Gambaran Umum Kabupaten Mimika... 98

4.2.1. Kondisi Fisik Alam... 100

4.2.2. Kependudukan dan Sosial... 104

4.2.3. Ekonomi Wilayah ... 112

4.2.4. Sistem Transportasi... 119

4.2.5. Rencana Tata Ruang Kabupaten Mimika... 122

4.2.6. Potensi Wilayah dan Komoditas Unggulan... 122

4.3. Gambaran Umum Kegiatan PT Freeport Indonesia ... 126

4.3.1. Kegiatan Operasi Penambangan ... 126

4.3.2. Pengaruh Lingkungan Hidup dan Kegiatan Pengelolaannya ... 131 4.3.3. Pengaruh Sosial dan Kegiatan Pengelolaannya... 134

4.3.4. Pengaruh Ekonomi dan Kegiatan Pengelolaannya... 138

4.3.5. Kegiatan PTFI Terkait Penutupan Tambang ... 139

4.3.6. Kegiatan PTFI Menuju Pembangunan Berkelanjutan .... 141

BAB V. INDIKATOR-INDIKATOR KEBERLANJUTAN BAGI PENUTUPAN TAMBANG PTFI... 143 5.1. Indikator-Indikator Keberlanjutan Berdasarkan Analisis Faktor Resiko Penutupan dan Prinsip-Prinsip PB... 143 5.2. Atribut Keberlanjutan Berdasarkan Pendapat PPK... 145 5.2. 1. PPK Penutupan Tambang PTFI ... 145 5.2.2. Faktor-Faktor Penting dan Strategis Penutupan

Tambang Menurut PPK ...

147

5.3. Penentuan Indikator-Indikator Keberlanjutan Penutupan Tambang PTFI ...

149

BAB VI. FAKTOR-FAKTOR PENGGERAK KUNCI PENUTUPAN

TAMBANG PTFI BERKELANJUTAN...


(17)

6.1. Struktur Faktor Penggerak Kunci Penutupan Tambang Berkelanjutan...

152

6.1.1. Elemen Sektor Masyarakat yang Terpengaruh ... 152

6.1.2. Elemen Elemen Kebutuhan dari Program... 156

6.1.3. Elemen Elemen Kendala Utama... 158

6.1.4. Elemen Tujuan dari Program... 162

6.1.5. Elemen Tolok Ukur untuk Menilai Setiap Tujuan Program... 165 6.2. Faktor-faktor Penggerak Kunci Sistem Penutupan Tambang PTFI Berkelanjutan ... 168 BAB VII FAKTOR-FAKTOR KUNCI PENENTU KEBERHASILAN PENUTUPAN TAMBANG BERKELANJUTAN... 172

7.1. Penentuan Negara Target Patok Duga ... 172

7.2. Penentuan Faktor-Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Penutupan Tambang dan Nilai Bobot Setiap Faktor... 174

7.3.Penentuan Rangking Indonesia dan Negara Target Patok Duga... 176

7.4. Faktor-Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Penutupan Tambang Berkelanjutan yang Akan Diterapkan Di Indonesia.. 178

7.5. Strategi Implementasi Faktor Kunci Penentu Keberhasilan Penutupan Tambang ... 179

BAB VIII. KOMPONEN-KOMPONEN DOMINAN DALAM PERENCANAAN PENUTUPAN TAMBANG BERKELANJUTAN... 185

8.1. Hasil Pembobotan pada Setiap Komponen... 186

8.1.1. Pembobotan Komponen Aktor dalam Penutupan Tambang ... 186

8.1.2. Pembobotan Komponen Aspek dalam Penutupan Tambang ... 188

8.1.3. Pembobotan Komponen Faktor-Faktor dalam Penutupan Tambang ... 190

8.1.4. Pembobotan Komponen Tujuan-Tujuan dalam Penutupan Tambang ... 190

8.1.5. Pembobotan Komponen Alternatif dalam Penutupan Tambang ... 191

8.2. Strategi Implementasi Komponen Dominan Penutupan Tambang... 193


(18)

xviii BAB IX. SISTEM DINAMIK PENUTUPAN TAMBANG MINERAL YANG

BERKELANJUTAN... 196

9.1. Analisis Kebutuhan Sistem... 196

9.2. Formulasi masalah... 197

9.3. Identifikasi sistem... 197

9.3.1. Sub Model Sosial... 201

9.3.2. Sub Model Lingkungan... 204

9.3.3. Sub Model Ekonomi... 206

9.4. Validasi Model... 209

9.4.1. Validasi Struktur Model... 209

9.4.2. Validasi Kinerja... 212

9.5. Simulasi Model Berdasarkan Kondisi Saat Ini... 213

9.5.1. Simulasi Sub Model Sosial... 214

9.5.2. Simulasi Sub Model Lingkungan... 219

9.5.3. Simulasi Sub Model Ekonomi... 221

BAB X. SKENARIO DAN ARAHAN KEBIJAKAN PENUTUPAN TAMBANG BERKELANJUTAN... 230

10.1. Rasionalisasi Pembuatan Skenario Penutupan Tambang Berkelanjutan... 230 10.2. Skenario-Skenario Penutupan Tambang PTFI Berkelanjutan 234 10.2.1. Skenario MKMB pada SaPeT... 235 10.2.2. Skenario Pesimis... 236

10.2.3. Skenario Moderat... 237 10.2.4. Skenario Optimis... 238 10.2.5. Skenario Sangat Optimis... 239 10.3. Arahan Kebijakan dan Strategi Implementasi Setiap Skenario Terpilih... 240 10.3.1. Pilihan Kebijakan Pertama: Skenario Sangat Optimis Aplikasi 2012... 241 10.3.2. Pilihan Kebijakan Kedua: Skenario Sangat Optimis Aplikasi 20110... 247

10.3.3. Pilihan Kebijakan Ketiga: Skenario Sangat Optimis Aplikasi 2022... 252

10.3.4. Pilihan Kebijakan Empat: Skenario Optimis Aplikasi 2012... 255

10.4. Operasionalisasi Arahan Kebijakan Penutupan Tambang Mineral Berkelanjutan... 263


(19)

10.5. Disain Sistem Generik Penutupan Tambang Berkelanjutan

dan Penerapannya... 266

BAB XI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 271

11.1. Kesimpulan... 271

11.2. Saran... 273

DAFTAR PUSTAKA ... 275

DAFTAR ISTILAH (GLOSSARY)... 285


(20)

xx

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Perusahaan tambang di Indonesia yang telah memasuki tahap penutupan mulai tahun 1986 dan selesai pada

tahun 2004 ... 8 2 Tingkat resiko penutupan tambang pada beberapa tempat

penambangan (Laurence, 2003) ... 28 3 Indikator-indikator kinerja Tiga Pilar Pembangunan

Berkelanjutan (diadopsi dari GRI, 2006) ... 46 4 Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (MMSD,

2002) ... 51 5 Ringkasan kunci keberlanjutan untuk sektor

pertambangan dan mineral (Azapagic, 2004)... 52 6 Peranan PPK selama siklus hidup tambang, termasuk

pada saat penutupan tambang (World Bank dan IFC,

2002)... 59 7 Tujuan penelitian, jenis data, teknik analisis yang dipakai

dan keluarannya... 71 8 Identifikasi PPK, peranan dan kekuatan pengaruh dalam

menuju SaPeT PTFI... 79 9 Sub elemen sektor masyarakat yang terpengaruh... 81 10 Matriks Interaksi Tunggal Terstruktur (Structural Self

Interaction Matrix/SSIM) faktor-faktor penggerak kunci desain sistem penutupan tambang yang berkelanjutan

untuk Elemen Sektor Masyarakat yang Terpengaruh... 82 11 Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala

perbandingan Saaty pada AHP (Marimin, 2004)... 85 12 Rata-rata curah hujan, hari hujan, kelembaban udara,

kecepatan angin, tekanan udara, dan suhu udara minimum dan maksimum di Kabupaten Mimika pada

tahun 2005... 105 13 Proyeksi penduduk Kabupaten Mimika dan beberapa

distrik contoh tahun 2006 – 2041... 105 14 Jenis mata pencaharian di Kabupaten Mimika antara

laki-laki dan perempuan ... 108 15 Karakteristik distrik, jumlah anak usia pendidikan dasar

dan fasilitas pendidikan di Kabupaten Mimika pada tahun

2006... 109 16 Sarana kesehatan di Kabupaten Mimika pada tahun 2006. 110 17 Tenaga kesehatan yang tinggal di setiap distrik pada


(21)

18 Sepuluh penyakit pembunuh di RSMM untuk pasien rawat

jalan dan rawat inap pada tahun 2006... 111 19 PDRB Kabupaten Mimika atas dasar harga yang berlaku

dirinci menurut lapangan usaha tahun 2001 – 2005 (dalam

jutaan rupiah)... 113 20 Luas panen, produksi dan produksi rata-rata tanaman

bahan makanan di Kabupaten Mimika tahun 2005... 114 21 Perkembangan produksi daging di Kabupaten Mimika

tahun 2001-2005... 115 22 Luas hutan di Kabupaten Mimika sesuai dengan jenisnya

tahun 2003 – 2005... 116 23 Persentase luas wilayah operasi PTFI dibandingkan luas

wilayah Kabupaten Mimika, Pulau Papua, dan Negara

Indonesia... 117 24 Potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan

Kabupaten Mimika pada tahun 2002 – 2006... 118 25 Panjang jalan di Kabupaten Mimika dirinci menurut status

jalan, kondisi jalan dan permukaan jalan pada tahun 2000

– 2005... 120 26 Kontribusi Pendanaan PM PTFI terhadap industri

pertambangan (dalam US$ Juta)... 136 27 Pendanaan Program PM PTFI pada tahun 2006 sampai

Bulan Oktober... 136 28 Alokasi Dana Kemitraan PTFI dari tahun 1996 – 2006... 137

29 Dampak ekonomi dan fiskal PTFI kepada negara, Provinsi

Papua, dan Kabupaten Mimika tahun 2001 – 2007... 139 30 Hasil analisis Faktor Resiko Penutupan (CRF) pada

rencana penutupan tambang PTFI... 143 31 Identifikasi PPK, peranan dan kekuatan pengaruh dalam

menuju SaPeT PTFI di Kab. Mimika yang mendukung

pencapaian PB... 146 32 Faktor-faktor strategis penutupan tambang PTFI menurut

PPK... 148 33 Hasil perhitungan MPE untuk atribut-atribut yang

menentukan indikator-indikator keberlanjutan pada

penutupan tambang PTFI... 149 34 Indikator-indikator keberlanjutan lingkungan, sosial, dan

ekonomi dengan nilai MPE tertinggi pada penutupan

tambang PTFI... 151 35 Sub elemen pada elemen sektor masyarakat yang

terpengaruh... 153 36 Hasil matriks reachability dan interpretasi dari elemen


(22)

xxii 37 Sub elemen kebutuhan dari program... 156 38 Hasil matriks reachability dan interpretasi dari elemen

kebutuhan dari program... 157 39 Sub elemen kendala utama program... 159 40 Hasil matriks reachability dan interpretasi dari elemen

kendala utama program... 160 41 Sub elemen tujuan program...

162 42 Hasil matriks reachability dan interpretasi dari elemen

tujuan program... 163 43 Sub elemen tolok ukur untuk menilai setiap tujuan

program... 166 44 Hasil matriks reachability dan interpretasi dari tolok ukur

untuk menilai setiap tujuan program ... 166 45 Atribut faktor-faktor kunci penentu keberhasilan... 175 46 Matrik evaluasi faktor-faktor kunci penentu keberhasilan

penutupan tambang mineral yang berkelanjutan

menggunakan metode MPE ... 176 47 Kesenjangan nilai kriteria kunci penentu keberhasilan

penutupan tambang mineral yang berkelanjutan Indonesia

dengan dua negara target patok duga... 178 48 Kontribusi Pendanaan PM PTFI terhadap industri

pertambangan... 181 49 Analisis kebutuhan PPK dalam sistem penutupan

tambang berkelanjutan... 196 50 Data hasil validasi model penutupan tambang PTFI

berkelanjutan... 213 51 Faktor-faktor penggerak kunci penutupan tambang PTFI

berdasarkan hasil analisis ISM... 230 52 Strategi implementasi faktor-faktor kunci penentu

keberhasilan penutupan tambang yang perlu diterapkan... 231 53 Aktor, aspek, faktor, dan tujuan-tujuan serta

alternatif-alternatif keputusan yang dominan dalam perencanaan

penutupan tambang berkelanjutan... 232 54 Perubahan kondisi faktor penggerak kunci penutupan

tambang berkelanjutan PTFI... 233 55 Lima skenario untuk menuju penutupan tambang PTFI

berkelanjutan... 234 56 Penerapan Lima skenario untuk menuju penutupan

tambang PTFI berkelanjutan... 235 57 Urutan skenario menuju penutupan tambang mineral PTFI


(23)

58 Persentase peningkatan beberapa aspek dan variabel penting setelah aplikasi skenario pertama dibandingkan

kondisi semula... 245 59 Persentase peningkatan beberapa aspek dan variabel

penting setelah aplikasi skenario kedua dibandingkan

kondisi semula... 251 60 Persentase peningkatan beberapa aspek dan variabel

penting setelah aplikasi skenario ketiga dibandingkan

kondisi semula... 255 61 Persentase peningkatan beberapa aspek dan variabel

penting setelah aplikasi skenario keempat dibandingkan

kondisi semula... 260 62 Matriks proses penyusunan disain sistem penutupan


(24)

xxiv

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Ilustrasi penutupan tambang yang berkelanjutan

(dikembangkan dari Soelarno, 2007) ... 11 2 Formulasi dan pemecahan masalah penelitian ... 17 3 Pengeluaran eksploitasi Indonesia dibandingkan negara

lain pada tahun 2004 (MEG dalam PWC, 2006) ... 21 4 Konseptual penutupan tambang secara tradisional dan

berkelanjutan (diolah dari van Zyl, 2005) ... 25 5 Pengaruh-pengaruh penutupan tambang pada ekonomi,

sosial, dan bio-geofisik (Warhurst, 2000) ... 30 6 Aplikasi dari kerangka kerja pengelolaan tailing melalui

siklus hidup (MAC, 1998) ... 34 7 Konsep pemanfaatan ModADA PTFI tahap pasca

tambang (PT Freeport Indonesia, 2005) ... 38 8 Struktur hirarki penentuan disain penutupan tambang

berkelanjutan... 73 9 Struktur hirarki penentuan disain penutupan tambang

berkelanjutan... 74 10 Perbandingan potensi kebijakan dan potensi mineral

Indonesia di antara negara lain (Basri, 2006)... 92 11 Tingkat penerapan PB pada kerangka hukum dan

kebijakan sektor pertambangan di beberapa negara

(ESMAP et al., 2005)... 95 12 Peta wilayah penelitihan di Kabupaten Mimika, Provisi

Papua ... 99 13 Gambar Daerah Operasi PTFI dari Dataran Tinggi sampai

Di Dataran Rendah ... 130 14 Daerah Kontrak Karya blok A dan blok B PTFI ... 132 15 Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen sektor

masyarakat yang terpengaruh program... 154 16 Diagram model ISM dari elemen sektor masyarakat yang

terpengaruh program... 155 17 Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen

kebutuhan dari program... 157 18 Diagram model ISM dari elemen kebutuhan dari program.. 158 19 Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen kendala

utama program... 160 20 Diagram model ISM dari elemen kendala utama program.. 161 21 Matriks Driver Power-Dependence untuk elemen tujuan


(25)

22 Diagram model ISM dari elemen tujuan program... 165 23 Matriks Driver Power-Dependence untuk tolok ukur untuk

menilai setiap tujuan program... 167 24 Diagram model ISM dari elemen tolok ukur untuk menilai

setiap tujuan program... 168 25 Diagram hirarki AHP keunggulan Penutupan Tambang

Berkelanjutan Suatu Negara... 173 26 Diagram hirarki AHP dalam disain sistem penutupan

tambang berkelanjutan... 186 27 Nilai setiap komponen aktor pada penutupan tambang... 187 28 Nilai bobot aspek-aspek penutupan tambang hasil analisis

AHP... 188 29 Diagram pohon hasil AHP level aktor dan aspek disain

sistem penutupan tambang berkelanjutan... 189 30 Nilai bobot faktor-faktor penutupan tambang hasil analisis

AHP... 190 31 Nilai bobot komponen tujuan penutupan tambang hasil

analisis AHP... 191 32 Diagram hasil AHP dan bobot masing-masing alternatif

kebijakan dalam disain sistem penutupan tambang

berkelanjutan ... 192 33 Diagram kotak hitam (input-output) disain penutupan

tambang mineral berkelanjutan... 198 34 Diagram sebab akibat (Causal Loop) Model Penutupan

Tambang PT. Freeport Indonesia... 200 35 Diagram sebab akibat (Causal Loop) Sub Model Sosial

pada penutupan tambang PT. Freeport Indonesia... 202 36 Diagram Alir Sub Model Sosial pada penutupan tambang

PT. Freeport Indonesia... 203 37 Diagram sebab akibat (Causal Loop) Sub Model

Lingkungan pada penutupan tambang PT. Freeport

Indonesia... 205 38 Diagram Alir Sub Model Lingkungan pada penutupan

tambang PT. Freeport Indonesia... 206 39 Diagram sebab akibat (Causal Loop) Sub Model Ekonomi

pada penutupan tambang PT. Freeport Indonesia... 207 40 Diagram Alir Sub Model Ekonomi pada penutupan

tambang PT. Freeport Indonesia ... 208 41 (a) Pertumbuhan Penduduk; (b) Fluktuasi perkembangan

penduduk akibat factor-faktor yang berpengaruh... 215 42 Kontribusi Community Development PTFI... 216 43 Perkembangan jumlah penduduk berdasarkan tingkat


(26)

xxvi 44 Potensi konflik dan kejadian konflik... 218 45 Luas hutan di Kabupaten Mimika sampai SaPeT PTFI dan

setelahnya... 219 46 Pencemaran lingkungan dan kualitas lingkungan... 221 47 Nilai manfaat tambang dan jumlah penambangan... 222 48 Kontribusi PTFI dan sektor lain terhadap PDRB Mimika... 223 49 Kontribusi PTFI dan sektor lain terhadap APBD Mimika... 224 50 Perkembangan NHTMT, MT, dan NMTR (Rt2MT) mulai

tahun 2002-2041... 226 51 Hubungan NMT, Rt2MT, dan NHTMT (total)... 227 52 Hubungan NMT, Rt2MT, dan NHTMT PTFI bagi Kab.

Mimika(NHTMTMMK) serta NHTMT (total)... 229 53 Hasil simulasi skenario pesimis pada kelima tahun aplikasi

hubungannya dengan Rt2MT... 236 54 Hasil simulasi skenario moderat pada kelima tahun

aplikasi hubungannya dengan Rt2MT... 237 55 Hasil simulasi skenario optimis pada kelima tahun aplikasi

hubungannya dengan Rt2MT... 239 56 Hasil simulasi skenario sangat optimis pada kelima tahun

aplikasi hubungannya dengan Rt2MT... 240 57 Perkembangan pencemaran dan kualitas lingkungan di

Kab. Mimika sebelum dan setelah skenario sangat optimis

2012... 243 58 Perkembangan pencemaran dan kualitas lingkungan di

Kab. Mimika sebelum dan setelah skenario sangat optimis

2017... 249 59 Perkembangan pencemaran dan kualitas lingkungan di

Kab. Mimika sebelum dan setelah skenario sangat optimis

2022... 253 60 Perkembangan pencemaran dan kualitas lingkungan di

Kab. Mimika sebelum dan setelah skenario optimis 2012.. 258 61 Perkembangan kontribusi PTFI dan sektor lain pada

APBD Kab. Mimika sebelum dan setelah setiap skenario

diterapkan... 262 62 Model umum disain sistem penutupan tambang


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Gambar saat melakukan FDG ………... 294 2 Data validasi model penutupan tambang berkelanjutan... 295 3 Kependudukan di Kabupaten Mimika 2002 – 2050

(prakiraan)... 297 4 Kontribusi Community Development (Dana Kemitraan

PTFI)... 298 5 Perkembangan jumlah penduduk berdasarkan tingkat

pendidikan... 299 6 Persentase jumlah penduduk berdasarkan tingkat

pendidikan... 300 7 Pencemaran Lingkungan, Kualitas Lingkungan dan

Penutupan Hutan... 301 8 Nilai manfaat tambang dan jumlah penambangan... 302 9 Kontribusi PTFI dan sektor lain terhadap PDRB Mimika... 303 10 Kontribusi PTFI dan sektor lain terhadap APBD Mimika... 304 11 Perbandingan NHTMT dengan NHTMT Kabupaten Mimika. 305 12 NHTMT untuk masing-masing tahun aplikasi pada skenario

pesimis... 306 13 NHTMT untuk masing-masing tahun aplikasi pada skenario

moderat... 307 14 NHTMT untuk masing-masing tahun aplikasi pada skenario

optimis... 308 15 NHTMT untuk masing-masing tahun aplikasi pada skenario

sangat optimis... 309 16 Perubahan faktor-faktor penggerak kunci menuju skenario

sangat optimis 2012... 310 17 Perubahan faktor-faktor penggerak kunci menuju skenario

sangat optimis 2016... 317 18 Perubahan faktor-faktor penggerak kunci menuju skenario

sangat optimis 2022... 324 19 Perubahan faktor-faktor penggerak kunci menuju skenario


(28)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertambangan mempunyai manfaat sangat penting bagi pembangunan, modernisasi, dan pertumbuhan ekonomi khususnya bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Manfaat itu akan terhenti ketika penambangan memasuki tahap penutupan. Penutupan tambang oleh World Bank dan IFC (2002) diistilahkan sebagai it’s not over when it’s over. Mengapa disebut demikian? Karena kemungkinan bencana lingkungan dapat muncul sewaktu-waktu walaupun penutupan tambang telah selesai ditutup dan memasuki saat pasca tambang. Kota bekas tambang dapat berubah menjadi “kota hantu” (ghost town), sebab kegiatan ekonomi, sosial dan keamanan lingkungan tidak dapat mendukung lagi keberlanjutan pembangunan dan kehidupan masyarakat disana. Dampak ini, akhirnya menjadi beban masyarakat, daerah atau negara dimana tambang itu dioperasikan. Di negara-negara berkembang, dampak penutupan akan makin parah karena mereka tidak mempunyai atau mempersiapkan diri untuk membangun kegiatan ekonomi lain sebagai pengganti pendapatan dari tambang. Selain itu, karakteristik kegiatan pertambangan di Asia ditandai dengan pengelolaan lingkungan yang buruk (Burke, 2006). Kegiatan pertambangan juga merupakan salah satu penyebab degradasi lahan yang utama (Sitorus, 2004b). Pembentukan lahan akhir merupakan salah satu faktor penting untuk mendukung kegiatan ekonomi lain setelah penutupan atau pasca tambang (van Zyl, 2005).

Paradigma pengelolaan tambang, termasuk kegiatan penutupan telah mengalami banyak pergeseran. Seabad yang lalu ketika pertambangan mengambil habis bijih tambang dan produksi terhenti maka tambang ditutup seadanya dan ditinggalkan (World Bank dan IFC, 2002). Di Australia ada 500 bekas tambang, di Kanada ada 10.139 dan di USA sebanyak 557.650 bekas tambang yang ditinggalkan begitu saja setelah nilai ekonomi bahan tambangnya berakhir atau tidak layak terus ditambang (IIED dan WBCSD, 2002). Namun demikian, sejak konsep Pembangunan Berkelanjutan (PB) atau Sustainable Development dicetuskan oleh WCED (1987) dan kemudian pula didorong oleh Deklarasi Rio (Rio Earth Summit) tahun 1992, fokus perhatian global tertuju pada keberlanjutan dan publik menginginkan PB dilengkapi dengan informasi mengenai kinerja-kinerja sosial, ekonomi dan lingkungan (McAllister et al., 1999). Secara mengejutkan, hanya perusahaan-perusahaan pertambangan yang proaktif dalam merespon pergeseran


(29)

2

paradigma ini (Mudd, 2007). Sejak tahun 1995 terjadi peningkatan penelitian yang menyarankan indikator-indikator PB yang relevan untuk pelaporan isu-isu keberlanjutan (sustainability reports) pada industri pertambangan (Azapagic, 2004). Terkait dengan penutupan, Kunanayagam (2006) mengatakan bahwa kurang lebih 15 tahun yang lalu rencana penutupan tambang masih mencakup aspek-aspek perekayasaan dari penyerahan daerah operasi dan aspek-aspek yang terkait pada teknik perbaikan lingkungan saja. Tetapi, pada akhirnya perusahaan-perusahaan pertambangan terkemuka mempelopori perlunya penutupan tambang dilakukan melalui sebuah pendekatan terpadu (sosial, lingkungan hidup, kerekayasaan, dan keuangan).

Kerangka penerapan PB di pertambangan adalah bagaimana sektor ini berkontribusi kepada kemakmuran dan kesejahteraan manusia pada saat ini tanpa mengurangi potensi dari generasi mendatang untuk melakukan hal yang sama (MMSD, 2002). Namun mengaplikasikan prinsip-prinsip PB pada industri pertambangan, termasuk pada kegiatan penutupan tambang tidaklah mudah dan ada masalah. Selain berpengaruh pada kenaikan biaya kegiatan lingkungan hidup dan sosial perusahaan, terlebih bagi perusahaan dengan pengembalian modal terbatas (Humphreys, 2001), alasan lainnya adalah: (1) secara intrinsik bahan tambang itu sendiri tidak berkelanjutan (unsustainable) sehingga bagaimana generasi mendatang dapat memenuhi kebutuhan bahan tambang yang sama (Mudd, 2007); (2) keberhasilan penerapan PB ditentukan oleh penerapannya pada seluruh siklus hidup tambang (Batista, 2000; ANZMEC dan MCA, 2000; AGDITR, 2006; Saeedi et al., 2006; Mugonda, 2006); (3). di negara berkembang regulasi penutupan tambang hanya sebatas tahap embrio dan persyaratan dari pemerintah kadangkala harus dinegosiasikan sebelum menyelesaikan rencana penutupan tambang (Kunanayagam, 2006); dan (4) masih adanya perbedaan yang menyolok tentang konsep dan tujuan penutupan tambang yang berkelanjutan.

CCC dan UNEP (2001), Hoskin (2002), dan van Zyl (2005) menyatakan tujuan penutupan tambang adalah untuk mencapai kestabilan, keamanan bagi manusia dan hewan, pemulihan untuk keindahan lansekap dan meniadakan resiko, dan peningkatan nilai ekonomi dari pembentukan lahan akhir serta meningkatkan citra perusahaan. Tujuan tersebut oleh Kempton (2003) disebut sebagai tujuan tradisional dari penutupan tambang. Tujuan berkelanjutan dari penutupan tambang menurut Kempton (2003) adalah untuk proteksi pada kesehatan manusia dan ekologi, meminimisasi beban abadi pada lingkungan dan mencari penyelesaian yang permanen.


(30)

3

Konsep-konsep tujuan penutupan tambang tersebut semuanya tidak membicarakan tentang keberlanjutan sosial-ekonomi ketika operasi berakhir. Sementara itu, Robertson dan Shaw (1999) berpendapat tentang penutupan tambang yang mendukung PB dan tetap berkontribusi pada keberlanjutan sosial-ekonomi setempat. Juga, MMSD (1999), World Bank dan IFC (2002), dan Strongman (2002) menyatakan bahwa penerapan konsep PB pada penutupan tambang adalah adanya keberlanjutan manfaat dan nilai-nilai tambang yang terus dirasakan setelah penutupan tambang. Namun demikian, tidak satupun konsepsi tersebut menjelaskan tentang rancangan keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang seharusnya dibangun pada saat penutupan tambang (SaPeT), sehingga tambang tetap dapat terus berkontribusi pada PB walau telah digantikan oleh sektor non-tambang.

Sebuah penutupan tambang memerlukan teknologi yang tepat. Sebab bila tidak, munculnya sisa-sisa kerusakan lingkungan setelah pekerjaan reklamasi dan penutupan tambang selesai sangat tergantung dari pengembangan dan teknik-teknik reklamasi yang dipilih (Robertson dan Shaw,1998). Kegiatan penutupan juga memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk pemulihan yang bersifat fisik bentang alam, penyelesaian masalah tenaga kerja dan masalah lainnya. Sebagai contoh, sebuah industri batu-bara muda di Jerman memerlukan biaya lebih dari 5 milyar dollar Amerika untuk rehabilitasi daerah tambang, stabilisasi tempat pembuangan limbah yang luas, pembongkaran dari fasilitas dan peralatan pendukung. Di Polandia penutupan satu sampai tiga tambang batu bara memerlukan biaya 500 juta dollar Amerika untuk uang pesangon 100 orang pekerja dan 1,5 milyar dollar Amerika untuk kegiatan penutupan fisik (World Bank dan IFC, 2002).

Pemerintah Indonesia belum mempunyai regulasi khusus tentang penutupan tambang sampai tahun 2007 (Soelarno, 2007). Regulasi penutupan tambang baru ditetapkan oleh pemerintah pada tanggal 29 Mei 2008 melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor: 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, Walaupun demikian, pada tahun sebelumnya, absennya regulasi ini menimbulkan masalah yang berat tidak hanya pada perusahaan namun juga bagi pemerintah terlebih lagi masyarakat setempat. Sebagai contoh, PT NMR (Newmont Minahasa Raya) di Minahasa, Sulawesi Utara yang pada tahun 2005 dilakukan penutupan telah menuai banyak persoalan dengan masyarakat setempat. Ketersediaan kebijakan dan perangkat hukum yang menentukan praktek penutupan dan reklamasi tambang makin dipersyaratkan secara internasional untuk dipenuhi (Joyce dan Thomson, 2000) dan disana juga tersedia indikator-indikator dan


(31)

standar-4

standar kriteria dalam kegiatan penutupan tambang yang akan dilakukan oleh perusahaan, masyarakat dan pemerintah (Hoskin, 2002).

Kegiatan penutupan tambang juga memerlukan keterlibatan Para Pemangku Kepentingan (stakeholder) atau disingkat PPK selama siklus hidup tambang, Di Indonesia keterlibatan PPK ini masih rendah, khususnya pemerintah daerah dan pusat dalam memimpin kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi lain selain dari tambang jauh sebelum masa penutupan tambang. Absennya keterlibatan PPK ini merupakan salah satu pemicu terjadinya konflik di hampir semua daerah pertambangan. Keterlibatan PPK dalam perencanaan penutupan tambang serta pembuatan keputusan merupakan hal yang kritis dalam pencapaian penyelesaian penambangan dan keberlanjutan hasil-hasil (AGDITR, 2006).

Tantangan-tantangan industri tambang kedepan adalah menerapkan PB pada seluruh siklus hidup tambang, pengembangan teknologi yang ramah lingkungan melalui penerapan produksi bersih, dan membangun kemampuan untuk memelihara keseimbangan antara keuntungan dan perlindungan lingkungan hidup (Moore dan Noller, 2000). Juga, perusahaan dituntut harus memiliki tanggung jawab etika (ethical responsibility) dalam berkontribusi pada pelestarian, memastikan kehadirannya memberikan manfaat nyata kepada ekosistem, dan daerah yang ditinggalkannya akan berkondisi lebih baik dibandingkan dengan sebelum ditambang (Sweeting, 2000). Bagi Indonesia selain tantangan tersebut, tantangan lainnya adalah pencapaian tujuan-tujuan pembangunan milinium (Millennium Development

Goals/MDGs): pengentasan kemiskinan dan kelaparan, pencapaian kebutuhan

pendidikan dasar, memastikan lingkungan hidup berkelanjutan, dan lainnya.

Untuk menjawab permasalahan dan tantangan-tantangan di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan studi kasus pada Rencana Penutupan Tambang (RPT) PT Freeport Indonesia (PTFI). Alasannya adalah: pertama, kontribusi PTFI pada tahun 2007 pada PDRB Kabupaten Mimika adalah 95,56 % dan pada PDRB Propinsi Papua sebesar 44,87 % serta berkontribusi pada kegiatan pengembangan masyarakat setempat sebesar 76,74 juta Dolar Amerika pada tahun yang sama (LPEM-FEUI, 2008). Kedua, tingkat faktor resiko penutupan (The Closure Risk

Factor /CRF ) tambang PTFI masuk dalam kategori “ekstrim” (Laurence 2001, 2006).

Sehubungan dengan kontribusi yang besar dan resiko penutupan tambang PTFI yang ekstrem maka diperlukan sebuah RPT yang komprehensif dan terpadu yang dapat diterapkan. Sebab apabila tidak mempunyai RPT yang tepat maka kota Timika dan sekitarnya dapat menjadi kota hantu. Selain itu, regulasi tentang reklamasi dan penutupan tambang di Indonesia baru ditetapkan pada tahun 2008


(32)

5

yang mana masih berfokus pada prosedur dan teknis kegiatan reklamasi dan penutupan tambang namun belum menyentuh bagaimana cara membangun keberlanjutan setelah tambang berakhir. Dengan demikian pertanyaannya adalah bagaimana proses membangun atau menyusun disain sistem penutupan tambang agar terjadi keberlanjutan pembangunan dan penghidupan masyarakat ketika sebuah perusahaan tambang selesai beroperasi?

Pembuatan RPT seperti melakukan tindakan-tindakan, dan mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang dapat terukur keberhasilannya selama masa operasi tambang akan mendorong kesuksesan akhir penutupan tambang dan dapat menyediakan kepastian bagi pengembangan potensi yang akan datang untuk ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat (IIED dan WBCSD, 2002). Dengan demikian sebuah RPT yang berkelanjutan diasumsikan sebagai RPT yang telah menerapkan prinsip-prinsip, mempunyai indikator-indikator dan standar-standar serta kriteria PB yang majemuk sehingga tujuan keberlanjutan manfaat sosial-ekonomi dan perlindungan pada kesehatan manusia dan lingkungan dapat tercapai secara berkesinambungan.

Untuk menyelesaikan tantangan-tantangan dari penerapan PB diperlukan sebuah pendekatan sistem, yang berfokus pada pengamatan dan pemahanan hubungan-hubungan antara bagian-bagian didalam sistem dan keseluruhan fungsi sistem secara terintegrasi (Laurence, 2001; Azapagic dan Perdan, 2005). O’Regan dan Moles (2006) menggunakan sistem dinamik untuk membuat model interaksi antara faktor-faktor lingkungan dan ekonomi pada industri pertambangan. Sebuah persoalan yang dikaji dengan menggunakan teori sistem bila persoalan itu memenuhi karakteristik: komplek, probabilistik, dan dinamis (Eriyatno dan Sofyar, 2007). Persoalan penutupan tambang memenuhi ketiga karakteristik itu. Dengan demikian, dalam penelitian ini metode pendekatan sistem yang dipakai adalah:

pertama, Hard System Methodology (HSM) yaitu sistem dinamik. Kedua, Soft

System Methodology (SSM) yang berupa: ISM (Interpretative Structural Modeling),

AHP (Analitical Hierarchy Process), analisis patok duga (benchmarking analysis), dan MPE (Metode Perbandingan Eksponensial).

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah menyusun disain sistem penutupan tambang mineral berkelanjutan dalam bentuk skenario-skenario menuju keberlanjutan pembangunan dan kehidupan masyarakat di Kabupaten Mimika pada


(33)

6

SaPeT PTFI. Tujuan utama tersebut dirinci kedalam lima tujuan antara sebagai berikut:

1. Mengetahui indikator-indikator keberlanjutan untuk merumuskan keberlanjutan pada SaPeT PTFI

2. Mengetahui faktor-faktor penggerak kunci yang dapat digunakan untuk menentukan keberlanjutan pembangunan dan penghidupan masyarakat di Kabupaten Mimika

3. Mengetahui faktor-faktor kunci penentu keberhasilan penutupan tambang berkelanjutan berdasarkan pada praktek-praktek terbaik yang dikembangkan negara lain.

4. Mengetahui komponen-komponen yang dominan dalam perencanaan penutupan tambang mineral berkelanjutan

5. Menyusun skenario-skenario keberlanjutan kondisi saat ini, menjelang, dan pada saat penutupan tambang.

1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk peningkatan pengelolaan manfaat pertambangan secara berkelanjutan bagi pemerintah dan masyarakat setempat walaupun industri tambang telah selesai beroperasi, Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi ilmu pengetahuan. Berkontribusi pada pengembangan studi-studi tentang pengelolaan SDA dalam bidang pertambangan dan memberikan pemikiran serta pondasi ilmiah pada RPT, khususnya bagi tambang mineral.

2. Bagi Para Pemangku Kepentingan (PPK), antara lain:

· Pada tingkat nasional, masukan bagi perancangan kebijakan dan regulasi pengelolaan industri tambang berkelanjutan, khususnya dalam RPT berkelanjutan

· Pada tingkat daerah, Pemda Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika

diperoleh indikator-indikator dan skenario-skenario keberlanjutan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika dalam mempersiapkan menghadapi berakhirnya operasi PTFI

· Bagi PTFI akan memperoleh informasi tentang rancangan-rancangan keberlanjutan penutupan tambang yang dapat digunakan dasar untuk meningkatkan fokus pengelolaan manfaat tambang selama periode operasi saat ini


(34)

7

1.4. Kerangka Pemikiran

Dalam konteks pembangunan berkelanjutan (PB), perumusan tujuan-tujuan penutupan tambang berkelanjutan baru sebatas kerangka konsep dan teoritis seperti yang dikembangkan oleh Robertson (1990), Robertson dan Shaw (1999), MMSD (1999, 2002), World Bank dan IFC (2002), Strongman (2002), Kempton (2003), Azapagic (2004), dan Kunanayagam (2006) menyatakan bahwa penutupan tambang yang berkelanjutan adalah apabila manfaat tambang tetap secara terus menerus dirasakan walaupun industri tambang telah selesai beroperasi. Artinya, masyarakat setempat dan PPK lain tetap terus mendapatkan manfaat ekonomi-sosial dan perlindungan lingkungan seperti yang didapatkan mereka saat tambang masih beroperasi. Namun, sering kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya, manfaat-manfaat itu terhenti, bahkan menyisakan kerusakan lingkungan yang berat dan memerlukan penanganan yang tidak mudah serta murah. Contoh yang ekstrim Indonesia adalah Pulau Bangka dan Singkep yang saat ini telah menjadi daerah mati. Pulau Bangka dan Singkep yang saat tambang timah beroperasi mempunyai kehidupan bergairah, namun setelah bahan tambangnya habis dikuras, habis juga aktifitas kehidupan masyarakat disana, terutama di Pulau Singkep.

Pengalaman penutupan tambang lain di Indonesia ditampilkan pada Tabel 1. Perkembangan terakhir terhadap kondisi ekonomi dan sosial di daerah-daerah dimana tambang tersebut dioperasikan sebelumnya adalah belum terjadi keberlanjutan manfaat sosial dan ekonomi seperti ketika tambang tersebut masih beroperasi. Kondisi ini akan bertambah parah jika tambang menjadi sumber pendapatan ekonomi utama disana, karena sumber pendapatan ekonomi dan manfaat sosial sebagai pengganti pendapatan dari tambang belum dipersiapkan sebelumnya.

Tabel 1. Perusahaan tambang di Indonesia yang telah memasuki tahap penutupan mulai tahun 1986 dan selesai pada tahun 2004.

Perusahaan Perusahaan Lokasi Mulai Selesai Produksi

Induk Operasi Penutupan Tahunan

PT.Prima Lirang Mining Billiton – Gencor Ltd

Pulau Wetar, NTT

1986 1999 8.790 Kg PT. Barisan Tropical

Mine

Leverton Gold NL Bengkulu 1997 2000 2.450 Kg. PT. Indo Muro Kencana Aurora Gold Ltd Kalimatan

Selatan

1994 2002 5.620 Kg PT. Gosowong

Halmahera

Newcrest Mining Ltd

Maluku Utara


(35)

8

PT. Newmont

Minahasa Raya

Newmont Gold USA

Sulawesi Utara

1996 2004 7.160 Kg PT. Kelian Equatorial Rio Tinto Indonesia Kalimantan

Timur

1992 2004 11.670 Kg PT. Kendilo Coal BHP-Billiton Plc. Kalimantan

Timur

1993 2002 956.750 Ton Sumber: Mulyono (2001) dalam Cesare dan Maxwell (2003).

Selain pentingnya keberlanjutan manfaat-manfaat sosial dan ekonomi, keberlanjutan perlindungan lingkungan setelah tambang berakhir adalah sangat penting juga. Sebab, jika tidak tertangani secara tepat, munculnya sisa-sisa pencemaran lingkungan bisa dapat membahayakan kesehatan dan keamanan masyarakat dimana tambang dioperasikan sebelumnya. Seperti air asam batuan (AAB) atau air asam tambang yang bila telah mencemari lingkungan akan memerlukan waktu 3000 tahun untuk penanganannya dan AAB merupakan sebuah tantangan yang menakutkan (berat) dan hingga saat ini belum ada penyelesaian yang sifatnya global (Kempton, 2003).

Sebuah model praktek terbaik penutupan tambang yang disebut oleh World Bank dan IFC (2002) adalah penutupan Pertambangan Sullivan di Kanada pada tahun 2001. Pemerintah setempat, Distrik Kimberley memimpin untuk mencari kegiatan apa yang dapat dijadikan sumber pendapatan ekonomi sebagai pengganti sektor tambang yang merupakan sumber pendapatan utama kala itu. Kegiatan pencarian ini dilakukan 20 tahun sebelum masa penutupan tambang. Akhirnya mereka berhasil menemukan bahwa kegiatan turisme sebagai penggantinya. Namun, pada tahun 2007 dilaporkan bahwa telah terjadi kecelakaan yang diakibatkan munculnya gas asing yang beracun yang membuat pingsan petugas saat melakukan monitoring dan evaluasi di daerah bekas tambangnya.

Dari kerangka hukum dan kebijakan, sebelum tahun 2008 kuartal kedua, tidak ada landasan hukum yang dijadikan pedoman penutupan tambang di Indonesia. Regulasi-regulasi yang dapat dijadikan pedoman dalam penutupan tambang adalah UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan pada pasal 30; Kep Men No 1211.k/008/M.PE/1995 tentang Penanggulangan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum, pada Bab IV-Pasca Tambang; dan PP 75 tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas PP 32 tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Regulasi tersebut ditambah dengan kesepakatan PPK yang dijadikan dasar pembuatan dan pelaksanaan RPT saat ini. Contoh penutupan tambang Kelian Equatorial Mining (KEM) pada mulai tahun 1992 dan selesai tahun 2004 dilaksanakan hanya berdasarkan standar-standar, indikator


(36)

9

kinerja, dan kriteria-kriteria yang dihasilkan dari kesepakatan semua PPK disana melalui pembentukan Komite Pengarah Penutupan Tambang (Kunanayagam, 2006).

Absennya hukum tentang penutupan tambang, berarti absennya tangggung jawab, kriteria dan standar untuk kegiatan rehabilitasi yang mesti dilaksanakan dan dikelola oleh perusahaan, pemerintah, dan masyarakat (Hoskin, 2002). Kunanayagam (2006) melaporkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang belum memiliki regulasi penutupan tambang. Batista (2000) menyatakan bahwa pertambangan dalam kontek PB harus memadukan kriteria keberlanjutan kedalam seluruh tahap dari proyek pertambangan mulai dari eksplorasi sampai pada pengembangan, pengoperasian, dan ekstraksi, penutupan dan setelah tambang berakhir. AGDITR (2006) menyatakan bahwa sebuah kebijakan penutupan/penyelesaian tambang akan menetapkan aspirasi dan arahan tingkat tinggi yang diperlukan perusahaan untuk penutupan tambang. Biasanya kebijakan ini memuat komitmen tentang proses penutupan, keterlibatan PPK, minimalisasi resiko terhadap lingkungan, memenuhi persyaratan peraturan, aspirasi sosial dan masyarakat, serta upaya penyempurnaan yang berkesinambungan. Kekosongan regulasi penutupan tambang juga menjadi salah satu penyebab penurunan investasi di sektor pertambangan ini. PWC (2006) melaporkan bahwa sampai Bulan Desember 2005, Indonesia tidak ada kemajuan baru yang signifikan terkait dengan prioritas memperbaiki kondisi investasi yang dicanangkan pemerintah tahun 2004, khususnya dalam hal menjamin keadilan dalam investasi kepemilikan asing dan penutupan tambang.

Walaupun akhirnya, pada bulan Mei tahun 2008 pemerintah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor: 18 menetapkan peraturan tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Namun peraturan inipun masih berorientasi pada perbaikan fisik belum berfokus atau mendorong terjadinya keberlanjutan manfaat sosial dan ekonomi setelah tambang berakhir. Hal ini dapat berakibat pada pelaksanaan RPT yang dibuat oleh perusahaan tambang walaupun telah dikonsultasikan kepada PPK untuk mendapatkan tanggapan, saran, pendapat dan pandangan mereka, belum dapat menyelesaikan persoalan yang mendasar, yakni keberlanjutan manfaat-manfaat sosial dan ekonomi setelah tambang selesai beroperasi.

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dan mencapai keberlanjutan maka manfaat tambang yang berasal dari eksploitasi bahan tambang perlu ditransformasikan pada kegiatan-kegiatan pembangunan yang dapat menggantikan nilai manfaat bahan tambang mulai saat ini sampai ketika SaPeT tiba dan


(37)

10

setelahnya. Kegiatan pembangunan tersebut dapat ditunjukan dengan sebuah nilai kegiatan yang dalam penelitian ini sebut sebagai “nilai hasil transformasi manfaat tambang (NHTMT)”.

Konsep dan prinsip-prinsip PB antara lain mensyaratkan adanya keadilan antar dan inter generasi. Karena bahan tambang secara intrinsik unsustainable (Mudd, 2007) dan konsep penutupan tambang berkelanjutan bertujuan adanya keberlanjutan manfaat sosial dan ekonomi sampai setelah tambang berakhir dioperasikannya maka diperlukan sebuah nilai yang menggambarkan adanya keberlanjutan ini. Dalam penelitian ini, nilai keberlanjutan tersebut ditunjukkan dengan apa yang dinamakan sebagai “Nilai Manfaat Tambang Rata-Rata (NMTR). NMTR ini merupakan nilai rata-rata dari bahan tambang selama umur tambang beroperasi. Dengan demikian NMTR merupakan sebuah garis lurus horisontal dari sejak tambang menghasilkan sampai operasi berakhir dan setelahnya. Garis lurus tersebut dinamakan juga sebagai “garis keberlanjutan”. Garis keberlanjutan juga dapat mewakili nilai-nilai keberlanjutan manfaat tambang yang dihasilkan oleh bahan tambang saat tambang masih beroperasi maupun manfaat tambang yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan hasil transformasi manfaat tambang setelah tambang ditutup.

Keberlanjutan manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan-kegiatan pembangunan hasil transformasi manfaat tambang baik pada saat tambang masih beroperasi maupun setelahnya dapat terjadi apabila NHTMT bertemu/memotong atau melampaui garis keberlanjutan atau NMTR. Untuk mempermudah penjelasan sebelumnya, dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1, yang mana telah disesuaikan dengan siklus hidup tambang dari PTFI sebagai studi kasus dalam penelitian ini. PTFI mulai beroperasi sejak tahun 1972 dan masa penutupan tambangnya akan tiba tahun 2041, apabila termasuk perpanjangan dua kali 10 tahun.


(38)

11

Gambar 1. Ilustrasi penutupan tambang berkelanjutan (dikembangkan dari Soelarno, 2007)

Pada Gambar 1 menjelaskan bahwa keberlanjutan dan ketidak berlanjutan pada SaPeT ditentukan berapa NHTMT yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilaksanakan saat ini sampai SaPeT PTFI, apakah NHTMT setara atau di atas/di bawah dari nilai manfaat tambang rata-rata (NMTR) hasil eksploitasi bahan tambang selama masa operasi. Apabila NHTMT setara dengan NMTR pada SaPeT PTFI maka kondisi keberlanjutan tercapai, yaitu pada titik A. Titik-titik yang berada diantara titik A dan C merupakan titik-titik ketidak berlanjutan pada SaPeT, karena mempunyai NHTMT lebih kecil dari NMTR. Apabila jarak titik A ke arah titik C makin jauh, kondisi ketidakberlanjutan makin parah. Titik-titik ini merupakan kondisi yang tidak diharapkan terjadi, sebab bila terjadi Timika akan menjadi kota mati. Sebaliknya, titik-titik yang berada diantara titik A dan titik B merupakan titik-titik keberlanjutan. Makin jauh jarak antara titik A ke arah titik B, berarti kondisi keberlanjutan makin meningkat dan baik. Ini merupakan kondisi yang akan dirumuskan dan merupakan tujuan akhir dari penelitian ini, termasuk bagaimana menentukan kondisi keberlanjutan saat ini (2007) dan menyusun skenario-skenario keberlanjutan pada SaPeT PTFI, yaitu titik-titik yang berada diantara titik A dan titik B.

Untuk mendapatkan skenario-skenario penutupan tambang berkelanjutan, komponen-komponen, aspek-aspek, atau faktor-faktor yang dianalisis, meliputi:

1. Komponen-komponen sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup pada kondisi saat ini dianalisis dengan menggunakan analisis Resiko Penutupan Tambang (CRF)


(39)

12

indikator-indikator keberlanjutan dari ketiga komponen itu. Indikator-indikator keberlanjutan ini menjadi masukan untuk menentukan faktor penggerak kunci menuju penutupan tambang berkelanjutan. Hasil analisis ini menjadi masukan (input terkontrol) dalam analisis sistem dinamik untuk menyusun skenario-skenario penutupan tambang berkelanjutan.

2. Kriteria atau faktor-faktor kunci penentu keberhasilan penutupan tambang yang berkelanjutan yang merupakan hasil praktek-praktek terbaik yang dikembangkan oleh negara target patok duga (benchmark) pada kegiatan penutupan tambangnya, dengan menggunakan analisis patok duga. Hasil analisis ini menjadi masukan dalam menyusun skenario-skenario penutupan tambang berkelanjutan.

3. Multi faktor terkait dengan aspek-aspek lingkungan hidup, sosial, ekonomi, hukum dan kelembagaan, dan teknologi dan biaya penutupan tambang, yang merupakan komponen-komponen paling dominan pada kondisi yang ideal dalam penutupan tambang berkelanjutan. Analisis AHP digunakan untuk mengkaji pendapat para pakar.

4. Komponen-komponen lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kondisi saat ini yang merupakan hasil pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) seperti yang dilaporkan oleh PTFI serta melakukan analisis situasional terhadap kondisi dan keadaan Kabupaten Mimika kondisi saat ini. Semua data dan informasi yang hasilkan menjadi masukan dalam melakukan analisis sistem dinamik untuk menentukan keberlanjutan kondisi saat ini, menjelang, dan SaPeT PTFI.

Hasil akhir dari penelitian ini berupa disain penutupan tambang mineral berkelanjutan yang terdiri dari pilihan-pilihan skenario terbaik menuju menuju keberlanjutan pembangunan dan penghidupan masyarakat di Kabupaten Mimika pada SaPeT PTFI. Disain ini juga dilengkapi dengan strategi-strategi implementasi sebagai masukan utama bagi PPK.

1.5. Perumusan Masalah

Perumusan masalah penelitian dimulai dengan pertanyaan penelitian (research

question) yaitu apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan penutupan

tambang berkelanjutan dan faktor-faktor apa yang seharusnya dibangun untuk menciptakan keberlanjutan pembangunan dan penghidupan masyarakat di Kabupaten Mimika pada SaPeT PTFI dan setelahnya?


(40)

13

Untuk mencapai penutupan tambang berkelanjutan dapat dilakukan dengan mengintegrasikan dan mengorganisasikan semua faktor-faktor yang saling terkait, antara lain: potensi-potensi daerah, kebutuhan PPK, dan penyelesaian dari permasalahan yang ada serta praktek-praktek terbaik penutupan tambang yang dikembangkan negara lain. Potensi daerah dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang akan terjadi pada SaPeT PTFI. Potensi daerah dapat berupa kemajuan-kemajuan yang dihasilkan dari kegiatan pembangunan pada saat tambang beroperasi (kondisi saat ini) atau SDA yang belum dimaksimalkan pemanfaatannya. Disisi lain hasil pembangunan tersebut juga harus dapat dikembangkan dan sejalan untuk mencapai penutupan tambang yang berkelanjutan tersebut. Berikut ini adalah potensi-potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Mimika dan permasalahan yang ada terkait dengan penutupan tambang PTFI:

a. Dalam aspek ekonomi, sampai saat ini kontribusi PTFI bagi pembangunan di Kabupaten Mimika dan di Papua sangat nyata. Contoh, pada tahun 2007, persentase kontribusi PTFI pada PDRB Kabupaten Mimika adalah 95,56 % dan pada PDRB Propinsi Papua sebesar 44,87 %. Persentase kontribusi PTFI pada tahun yang sama pada APBD Kabupaten Mimika adalah 74,32 % dan pada APBD Provinsi Papua sebesar 6,35 %. Permasalahan yang timbul pada SaPeT PTFI adalah kontribusi ekonomi ini pasti akan terhenti dan bila sektor non-tambang belum siap untuk menggantikan sebagai sumber ekonomi baru. Demikian pula, kegiatan bisnis pemasok ke PTFI dapat terhenti. Masalah yang akan timbul antara lain: kehilangan pendapatan daerah dan masyarakat, berkurangnya kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur umum di Mimika, kehilangan permintaan untuk pemasok, kehilangan permintaan tenaga kerja terampil, nilai rumah dan lahan di Mimika dapat menurun, dan kehilangan-kehilangan sumber ekonomi lainnya. Potensi yang dapat dikembangkan adalah potensi perikanan laut dan darat, potensi kehutanan dan perkebunan, dan kemungkinan adanya sumber tambang baru. Mimika juga mempunyai lahan hutan tanaman sagu yang luas di Papua, yang dapat digunakan sebagai sumber pangan alternatif dan jangka panjang. Di Mimika juga memiliki potensi alam yang memungkinkan untuk membangun pembangkit listrik tenaga air, mengingat adanya curah hujan yang tinggi dan perbedaan ketinggian tempat di dataran tinggi dan di dataran rendah yang menyolok. Beberapa tempat diantaranya memiliki air terjun alami yang bisa dimanfaatkan sebagai pemasok listrik.

b. Dalam aspek sosial, PTFI juga berkontribusi sangat nyata pada kegiatan pengembangan masyarakat setempat dilihat dari segi penyediaan dana dan juga


(41)

14

penyelenggaraan kegiatan pengembangan masyarakat yang didukung oleh karyawan PTFI yang berkualitas. PTFI juga sebagai lembaga donor utama dengan menyediakan Dana Kemitraan untuk Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK), yakni sebesar satu persen dari pendapatan kotor PTFI setiap tahun. LPMAK mengelola program pendidikan, kesehatan dan ekonomi serta program pengembangan masyarakat lainnya yang terbesar di Mimika, atau mungkin sampai di Asia Tenggara. Ada dua rumah sakit yang dimiliki LPMAK yang melayani kesehatan kurang lebih separuh dari jumlah penduduk Mimika. Kontribusi PTFI dalam bidang sosial ini untuk program pengembangan masyarakat adalah sebesar 76,74 juta Dolar Amerika pada tahun 2007 (LPEM-FEUI, 2008). Permasalahan yang timbul pada SaPeT PTFI adalah kontribusi pada program dan pelayanan sosial ini pasti akan terhenti dan bila lembaga lain non-PTFI, termasuk Pemerintah Daerah (PEMDA) Mimika dan lembaga pengembangan masyarakat lainnya belum siap untuk menyelenggarakan keberlanjutan program sosial saat ini dan juga karena adanya keterbatasan ketersediaan dana maka kehidupan di Kabupaten Mimika, khususnya pelayanan sosial bisa memburuk dan terhenti. Permasalahan yang akan timbul pada SaPeT PTFI, antara lain: kehilangan manfaat kesejahteraan sosial, pengurangan manfaat pendidikan dan pelayanan kesehatan, kehilangan hak untuk mengorganisasikan (terutama bagi organisasi yang mendapat dana utama dari PTFI ) dan lainnya. Potensi yang dapat dikembangkan adalah potensi non-tambang sebagai sumber ekonomi baru, SDM yang sehat dan telah terdidik selama masa operasi tambang sebagai penerus pembangunan, organisasi-organisasi setempat seperti: LPMAK, LEMASA (Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme), dan LEMASKO (Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro) dan organisasi lainnya harus mampu berperan menggantikan fungsi pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PTFI.

c. Dalam aspek lingkungan, ada dua pengaruh utama dari kegiatan PTFI pada lingkungan hidup sekitarnya yaitu air asam batuan (AAB) dari timbunan batuan penutup dan tailing yang merupakan butiran pasir sisa dari hasil pemrosesan bijih. Pengaruh lainnya adalah: kestabilan lereng di daerah tambang dan perubahan topografi, dua lubang besar tambang Ertzberg dan Grasberg-daerah tambang saat ini, menurunnya keragaman hayati baik hewan dan tanaman di daerah-daerah dimana bentang alamnya dibuka, dan menurunnya kualitas udara karena emisi-emisi gas buang dari pabrik pengelolahan, pabrik batu gamping dan instalasi PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Juga terjadinya penurunan


(42)

15

kualitas air di sepanjang Sungai Aghawagon dan Otomona karena digunakan sebagai sarana transportasi tailing dari pabrik pengolahan di dataran tinggi sampai di ModADA, menurunnya kualitas air muara, terjadinya pendangkalan di daerah muara. Pengaruh lainnya adalah hancurnya hutan hujan tropis seluas 230 Km2 akibat digunakan sebagai daerah pengendapan tailing atau ModADA di

dataran rendah. Disamping itu penurunan kualitas lingkungan terjadi di luar daerah perusahaan, khususnya di kota Timika dimana sampah berserakan, saluran drainase yang buruk, dan tidak mempunyai unit pengelolaan limbah. Permasalahan yang mungkin timbul adalah bagaimana kelanjutan untuk mereklamasi atau memulihkan bentang alam yang terganggu tersebut agar tetap mendukung ekosistem atau rencana peruntukan lainnya dari bekas daerah tambang itu. Beberapa potensi yang dapat terus dikembangkan kedepan adalah tata kelola ramah lingkungan pada komplek perumahan karyawan dan perkantoran perusahaan, dimana di setiap unit pemukiman dan perkantoran perusahaan telah tersedia satu unit instalasi pengelolaan air limbah (IPAL). Demikian juga, hasil pelaksanaan reklamasi PTFI baik di daerah tambang, di daerah tailing dan di muara memberikan keyakinan bahwa alam bisa kembali cepat pulih ketika daerah yang terganggu tidak digunakan lagi. Juga, reklamasi dengan metode suksesi alami yang sangat sukses di daerah ModADA, telah terjadi penghutanan kembali secara alami dari daerah yang terganggu. Demikian juga teknologi dan teknik pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan telah memberikan keyakinan bahwa pengelolaan lingkungan pada SaPeT bisa ditangani dengan baik.

Formulasi dan pemecahan masalah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, beberapa kegiatan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis menentukan indikator-indikator keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Analisis ini dilakukan dengan cara: (a) menentukan faktor-faktor resiko penutupan tambang PTFI dengan permodelan Closure Risk Factor (CRF)

dari Laurence (2001, 2006). (b) menentukan indikator-indikator yang penting dan strategis berdasarkan pendapat dari PPK penutupan tambang PTFI. Analisis kebutuhan PPK digunakan untuk mendapatkan indikator tersebut. Daftar panjang dari kedua analisis itu kemudian dianalisis dengan teknik MPE untuk mendapatkan indikator-indikator keberlanjutan.

2. Analisis untuk mengetahui faktor penggerak kunci penutupan tambang yang berkelanjutan dengan menggunakan teknik ISM. Pemilihan elemen dan sub


(1)

332 Gambar Lampiran 19B. Perubahan jumlah dana pengembangan Masyarakat (CD) PTFI dari

2002 – 2041 pada skenario optimis 2012


(2)

333 Gambar Lampiran 19C. Perubahan pendidikan dan presentasenya dari 2002 – 2050 pada

skenario sangat optimis 2012


(3)

334 Gambar Lampiran 19D. Perkembangan konflik menuju SaPeT PTFI pada skenario optimis


(4)

335 Gambar Lampiran 19E. Perkembangan luasan hutan di Kab. Mimika dari 2002 - 2050 pada

skenario sangat optimis 2012

Gambar Lampiran 19F. Perkembangan pencemaran dan kualitas lingkungan di Kab. Mimika dari 2002 - 2050 pada skenario sangat optimis 2012

Tabel Lampiran 19F. Perkembangan pencemaran, kualitas lingkungan, dan luas hutan di Kab. Mimika dari 2002 - 2050 pada skenario sangat optimis 2012


(5)

336 Gambar Lampiran 19G. Perkembangan PDRB Kab. Mimika dari 2002 - 2041 pada skenario

sangat optimis 2012

Tabel Lampiran 19G. Perkembangan PDRB Kab. Mimika dari 2002 - 2041 pada skenario sangat optimis 2012


(6)

337 Gambar Lampiran 19H. Perkembangan APBD Kab. Mimika dari 2002 - 2041 pada skenario

sangat optimis 2012

Tabel Lampiran 19H. Perkembangan APBD Kab. Mimika dari 2002 - 2041 pada skenario sangat optimis 2012