76
4.2. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Mod-ADA
Modified Ajkwa Deposition Area Mod-ADA atau modifikasi daerah
pengendapan Ajkwa adalah daerah yang direkayasa dan dikelola untuk pengendapan limbah pertambangan mineral tembaga yang berupa pasir sisa
tambang. Aliran air di lokasi pengendapan diteruskan ke daerah muara sampai dengan laut Arafura seperti ditunjukkan pada Gambar 16. Pengelolaan pasir sisa
tambang dan sungai merupakan salah satu upaya untuk pengendalian kualitas air, pengaturan aliran dan pengendapan pasir sisa tambang agar tidak terjadi
degradasi lingkungan wilayah pengendapan. Lahan yang digunakan sebagai daerah pengendapan Mod-ADA seluas
kurang lebih 230 km
2
yang dibatasi oleh tanggul barat dan timur. Pada akhir masa pertambangan, ketinggian tanggul diperkirakan mencapai 20-25 m pada
daerah-daerah dengan
pengendapan paling
tinggi. Namun
rata-rata pengendapan terjadi pada ketinggian tanggul tidak melebihi 5-10 m PTFI 2006.
Oleh karena itu, dilakukan evaluasi terhadap jumlah sedimen yang diendapkan dan ditransportasikan melalui Mod-ADA. Evaluasi didasarkan pada perkiraan
debit aliran dan pengukuran banyaknya konsentrasi sedimen yang tersuspensi yang dialirkan melalui saluran keluar timur dari Mod-ADA dan saluran keluar
barat. Pembangunan bronjong gabion groundsill layer pertama pada tahun 2006 meningkatkan pengendapan secara signifikan. Sejak Januari 1997 setelah
selesai pembangunan tanggul timur dan terbatasinya semua aliran ke arah muara Sungai Ajkwa, secara kumulatif telah terendapkan sekitar 85 persen
sedimen di dalam Mod-ADA PTFI 2007. Jumlah pasir sisa tambang yang mencapai 230.000 ton per hari dengan
aliran yang terus menerus dapat menyebabkan perubahan kondisi air dan tanah di daerah pengendapan. Untuk itu, dalam kaitan pelaksanaan RKL-RPL,
perusahaan pertambangan melakukan pemantauan lingkungan daerah dataran rendah, dimana pasir sisa tambang diendapankan. Kegiatan pemantauan
lingkungan diantaranya dilakukan untuk pemantauan kualitas air permukaan seperti air sungai dan muara, serta kualitas air tanah sumur sumber air.
77 Gambar 16. Citra satelit daerah Mod-ADA pada September 2007 PTFI 2007.
Selain itu, pertambangan PTFI berada di daerah dengan rata-rata curah hujan yang tinggi, yaitu sebesar 6.793 mm. Sepanjang tahun 2007 jumlah hari
hujan di daerah pertambangan sebesar 338 hari, dataran tinggi adalah 348 hari, dataran rendah sebesar 319 hari dan daerah pelabuhan Amamapare selama 235
78 hari Tabel 9. Suhu udara di daerah pertambangan berkisar antara 1
o
C sampai 12,8
o
C dengan rata-rata 5,8
o
C. Tabel 9. Curah hujan dan suhu udara di daerah pertambangan PTFI 2007
Stasiun Total curah hujan mm
Suhu udara
o
C
Daerah tambang 253,4
6,0 Pabrik pengolahan bijih
388,2 11,1
MP50 1.147,8
21,4 Kuala Kencana
700,8 26,4
Timika 448,6
26,4 Pelabuhan Amamapare
134,6 27,5
MP21 226,6
27,1
Sumber: PTFI 2007
Dalam RKL-RPL tahun 2007, pengelolaan dan pemantauan kualitas air dilakukan pada sungai pengaliran pasir sisa tambang di dataran rendah, yaitu: 1
hilir Sungai Ajkwa yang dialiri pasir sisa tambang, 2 hilir Sungai Minajerwi sebelum bertemu dengan Sungai Ajkwa yang pernah dialiri pasir sisa tambang
sebelum tahun 1997, 3 bekas anak Sungai Ajkwa yang menerima aliran pasir sisa tambang dalam jumlah sedikit, 4 hilir Sungai Kamora sebagai sungai acuan,
5 hilir Sungai Minajerwi, pernah dialiri pasir sisa tambang pada tahun 1990 hingga Januari 1997, 6 hilir Sungai Mawati sebagai sungai acuan, dan 7 hilir
Sungai Otakwa sebagai sungai acuan. Hasil pemantauan kualitas air sungai yang dialiri pasir sisa tambang dan
sungai acuan berdasarkan RKL-RPL tahun 2007 disajikan pada Lampiran 23 dan Lampiran 24. Pengaliran pasir sisa tambang di sungai menyebabkan perubahan
kualitas air sampai ambang batas tertentu. Perubahan kualitas air dipengaruhi oleh derajat keasaman yang dinyatakan dalam satuan pH. Makin rendah nilai pH,
makin tinggi derajat keasamannya, sedangkan pH 7 menunjukkan netral dan pH diatas 7 bersifat basa Sumarwoto 2004. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas
air sungai yang dialiri pasir sisa tambang pada Gambar 17 terlihat bahwa nilai pH air dalam kategori normal, karena masih di antara ambang batas baku mutu air
menurut Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
79
5.00 6.00
7.00 8.00
9.00 10.00
2005 2006
2007
Tahun p
H
Batas bawah Batas atas
Baku Mutu batas bawah Baku Mutu Batas atas
Gambar 17. pH air sungai aliran pasir sisa tambang Padatan tersuspensi total dalam air sungai yang dialiri pasir sisa tambang
dan sungai acuan disajikan pada Lampiran 23 dan Lampiran 24. Berdasarkan RKL-RPL tahun 2007, di lokasi pemantauan kisaran padatan tersuspensi total
untuk batas atas lebih besar nilai baku mutu air, sedangkan pada sungai acuan nilainya berkisar antara lebih kecil 1 mgl sampai dengan 731 mgl dari nilai baku
mutu air. Hal ini disebabkan adanya limbah pasir sisa tambang yang memiliki ukuran partikel kecil sekitar 2-63 µm. Dengan ukuran partikel tersebut pasir sisa
tambang perlu dilakukan pengendapan agar tidak terbawa ke daerah estuari. Adanya lumpur di daerah perairan menyebabkan penurunan laju fotosintesis
fitoplankton. Karena fitoplankton merupakan permulaan rantai makanan dari seluruh mata rantai makanan perairan terpengaruh, sehingga keseimbangan
habitat terganggu secara fisik dan biologik. Salah satu logam terlarut dalam air yang berbahaya adalah Arsen As.
Pada lokasi pemantauan kandungan logam Arsen lebih kecil 0,002 mgl sampai dengan 0,008 mgl lebih kecil dari nilai baku mutu air, demikian juga pada sungai
acuan Lampiran 24 nilainya berkisar antara lebih kecil 0,002 mgl sampai dengan 0,005 mgl. Kandungan logam lainnya seperti raksa merkuri juga
terdapat dalam air sungai pasir sisa tambang tetapi dengan jumlah yang kecil di bawah baku mutu. Merkuri biasanya banyak digunakan dalam pertambangan
informal untuk mengikat emas dalam bentuk amalgam. Prosesnya dilakukan dengan pemanasan agar mineral berharga dalam amalgam terpisah dari bahan
pengotornya. Dalam air sungai yang dialiri dengan pasir sisa tambang
80 menunjukkan bahwa kandungan raksa lebih kecil dari 0,0003 mgl. Nilai tersebut
jauh lebih kecil dari baku mutu sebesar 0,002 mgl. Berdasarkan hasil wawancara dengan pertambangan informal tidak ditemukan upaya penggunaan
raksa merkuri untuk penambangan emas di sungai aliran pasir sisa tambang. Menurut Sumarwoto 2004 merkuri dapat mengakibatkan gangguan kesehatan.
Penambangan emas dapat mengalami keracunan uap merkuri dan merkuri anorganik. Uap merkuri merusak sistem syaraf dan ginjal serta dalam dosis yang
tinggi merkuri anorganik dapat menyebabkan kematian. Pemantauan kualitas air juga dilakukan di lokasi muara yang dialiri pasir
sisa tambang. Lokasi pemantauan menurut RKL-RPL 2007 meliputi muara Sungai Ajkwa dan Minajerwi yang pernah dialiri pasir sisa tambang serta muara
acuan di lokasi muara Tipoeka, Kamora, Mawati dan Otakwa. Berdasarkan hasil pemantauan tiga tahun terakhir seperti disajikan dalam Lampiran 26 dan
ditunjukkan pada Gambar 18. Kualitas air muara belum ada ketentuan yang baku. Jika nilai pH air muara sungai pasir sisa tambang dibandingkan dengan
ambang batas menurut PP No.82 tahun 2001 mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, nilai tersebut masih sesuai ketentuan.
Demikian juga, untuk kandungan tembaga terlarut dalam air muara sungai pasir sisa tambang belum ada ketentuan ambang batasnya. Hasil pemantauan
menunjukkan kandungan tembaga terlarut mencapai 0,025 mgl, sedangkan pada air muara acuan mencapai 0,0098 mgl jauh lebih kecil dari baku mutu air.
5.00 6.00
7.00 8.00
9.00 10.00
2005 2006
2007
Tahun p
H
Batas bawah Batas atas
Batas bawah baku mutu Batas atas baku mutu
Gambar 18. pH air muara pasir sisa tambang
81 Tujuan pengelolaan pengendapan pasir sisa tambang di lokasi yang sudah
ditentukan peruntukannya, yaitu Mod-ADA adalah mengkondisikan proses pengendapan terjadi di lokasi yang ditentukan tersebut. Air aliran sungai dapat
diteruskan sampai muara menuju ke lautan dengan kandungan polutan yang minimal sesuai ketentuan yang berlaku. Pada pemantauan muara sungai pasir
sisa tambang Gambar 19 terlihat bahwa padatan tersuspensi total lebih kecil dari baku mutu air, demikian juga di lokasi muara acuan pada tahun 2006
mencapai 105 mgl.
- 200
400 600
800 1,000
1,200
2005 2006
2007
Tahun P
a d
a ta
n t
e rs
u s
p e
n s
i to
ta l
m g
L
Batas bawah Batas atas
Baku Mutu
Gambar 19. Padatan tersuspensi total dalam air muara sungai pasir sisa tambang
Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan
kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan. Pelestarian fungsi air perlu dilakukan dengan pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis.
Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001, kualitas air tawar dikelompokan menjadi 4 kelas. Dalam kasus pengelolaan kualitas air di lokasi pertambangan mineral,
Kabupaten Mimika-Papua, acuan kualitas air pada kelas 2 yaitu air yang digunakan untuk perikanan, peternakan, perkebunan dan rekreasi.
Selain itu, penggunaan air untuk minum harus memenuhi kualitas dengan baku mutu yang lebih ketat. Pemantauan pasokan air minum di daerah dataran
rendah didasarkan pada baku mutu kualitas air bersih menurut Peraturan Menteri
82 Kesehatan RI No.416MENKESPERIX1990. Berdasarkan ketentuan tersebut,
kualitas air bersih sumur pemasok air minum untuk karyawan perusahaan pertambangan memiliki rata-rata pH di antara 6,5 – 9 Gambar 20.
Menurut RKL-RPL tahnu 2007, padatan terlarut total tidak melebihi ambang batas baku mutu air bersih sebesar 1.500 mgl. Hal ini berarti sumber air
minum karyawan tidak tercemar oleh partikel tanah yang berasal dari erosi atau partikel-partikel pasir sisa tambang Gambar 21.
5 6
7 8
9 10
2005 2006
2007
Tahun p
H
Batas bawah Batas atas
Baku mutu batas bawah Baku mutu batas atas
Gambar 20. pH air sumur pemasok air minum karyawan
5 205
405 605
805 1,005
1,205 1,405
1,605
2005 2006
2007
Tahun P
a d
a ta
n t
e rl
a ru
t to
ta l
m g
L
Batas bawah Batas atas
Baku Mutu
Gambar 21. Padatan terlarut total dalam air sumur pemasok air minum karyawan Perusahaan pertambangan juga harus memiliki komitmen menjaga
kualitas air kebutuhan masyarakat sekitar dengan pemantauan sumber air
83 minum masyarakat. Lokasi pemantauan dilakukan di sumur artesis di Desa
Iwaka, Nayaro dan Banti. Berdasarkan pemantauan pH sumur pengamatan Gambar 22 menunjukkan bahwa batas bawah kisaran analisis lebih kecil dari
baku mutu, sedangkan batas atas berada di antara baku mutu air. Hal ini berarti kualitas air sumber air minum masyarakat bersifat asam yang dapat
menyebabkan kerusakan biologik kehidupan organisme yang peka tehadap pH. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengapuran untuk meningkatkan pH menjadi
normal.
5.00 6.00
7.00 8.00
9.00 10.00
2005 2006
2007
Tahun p
H
Batas bawah Batas atas
Batas bawah baku mutu Batas atas baku mutu
Gambar 22. pH sumber air bagi masyarakat Padatan terlarut total sumber air bagi masyarkat lebih kecil dari baku mutu
air Gambar 23. Lampiran 24 menunjukkan parameter kualitas air sumur secara keseluruhan dalam kondisi layak, tetapi tingkat kekeruhannya lebih besar dari
baku mutu yang dipersyaratkan. Dengan demikian diperlukan teknologi filtrasi dan penjernihan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik.
Pasir sisa tambang yang diendapkan di Mod-ADA mengandung komponen yang dapat membentuk air asam tambang. Hal ini dapat terjadi jika kemampuan
pasir sisa tambang membentuk asam lebih tinggi daripada kemampuan untuk menetralkan asam, maka pasir sisa tambang akan berpotensi menurunkan pH air
dan meningkatkan kandungan logam-logam terlarut dalam air. Pengangkutan pasir sisa tambang melalui sistem sungai Agawagon,
Otomona dan Ajkwa dapat merubah pola aliran sungai dan mengakibatkan terjadinya erosi badan sungai serta meninggikan permukaan air tanah. Akibat
peninggian tersebut dapat menyebabkan banjir, sehingga sistem tanggul sangat
84 diperlukan. Perubahan air tanah akibat perembesan air dari daerah
pengendapan dapat terjadi dan mengakibatkan pencemaran air tanah dan air permukaan karena adanya air asam batuan.
5 205
405 605
805 1005
1205 1405
1605
2005 2006
2007
Tahun P
a d
a ta
n t
e rl
a ru
t to
ta l
m g
L
Batas bawah Batas atas
Baku Mutu
Gambar 23. Padatan terlarut total dalam sumber air bagi masyarakat Hasil pemantauan kualitas air tanah terhadap sumur-sumur di sepanjang
sisi tanggul barat dan timur disajikan pada Lampiran 23. Pada tahun 2005 dan 2006 pH air tanah sekitar tanggul Mod-ADA Gambar 24 batas bawah hasil
analisis lebih kecil dari baku mutu air. Hal ini mengindikasikan bahwa air sekitar tanggul bersifat asam akibat perembesan tanggul tersebut. Pada tahun 2007
terlihat terjadi peningkatan pH air sekitar tanggul, artinya upaya pengelolaan pasir sisa tambang dengan sistem tanggul berjalan dengan baik.
5.00 6.00
7.00 8.00
9.00 10.00
2005 2006
2007
Tahun p
H
Batas bawah Batas atas
Batas bawah baku mutu Batas atas baku mutu
Gambar 24. pH air sekitar tanggul Mod-ADA
85 Perusahaan pertambangan juga melakukan pemeliharaan lingkungan fisik
daerah pengendapan Mod-ADA dengan kegiatan utamanya, yaitu pembuatan gabion atau bronjong kawat berisi batu-batuan yang dibangun sebagai
penghambat aliran Pasir sisa tambang Lampiran 40. Berdasarkan wawancara dengan tim tailing and river management project TRMP, diperoleh informasi
bahwa pelaksanaannya ditargetkan 63.700 unit dengan anggaran sebesar US 12,5 juta, sedangkan target pemeliharaan tanggul barat dan timur sepanjang 20
km diperlukan anggaran sebesar US 8-12 juta per tahun dari total panjang tanggul barat 50 km dan tanggul timur sepanjang 54 km. Pencapaian target
pemeliharaan tanggul pada tahun 2007 sekitar 40 persen Tabel 10 dengan rincian biaya pembersihan saluran air dan kolam penampungan air disajikan
pada Lampiran 8. Tabel 10. Analisis biaya pengelolaan lingkungan fisik rehabilitasi
No. Kegiatan
Target Tenaga kerja
orang Biaya efektif
1. Pembersihan
saluran air dan kolam
1.421 ha 6
92.008.641 Rpha 2.
Pembuatan gabionbronjong
63.700 unit 50
12.5000.000 US 3.
Pemeliharaan Tanggul
20 km 250
8.000.000 – 12.000.000
UStahun
Pengelolaan lingkungan fisik juga dilakukan dengan penguatan sistem stabilisasi tanggul. Upaya pengelolaan tanggul tersebut untuk mengurangi tingkat
kerusakan atau kegagalan fungsi tanggul. Pengelolaan stabilitas tanggul dilakukan dengan pembuatan konstruksi tanggul yang kuat dan tahan terhadap
tekanan aliran pasir sisa tambang dan erosi. Menurut Asosiasi Pertambangan Canada The Mining Association of Canada 1998 bahwa petunjuk fasilitas
pengelolaan pasir sisa tambang adalah komplek dan tempat yang khusus, melibatkan pengaturan lingkungan yang unik dan karakteristik fisik.
Untuk itu, kegiatan pengelolaan tanggul dengan peninggian dan pelebaran berfungsi untuk memelihara tinggi permukaan air dan pasir sisa tambang agar
tidak meluap ke luar wilayah pengendapan. Pembuatan konstruksi tanggul dilakukan dengan meninggikan dan melebarkan tanggul serta membuat dan
memperbaiki krib penahan erosi pada kaki tanggul. Selain itu, juga dibuat permeabel dikes
untuk meningkatkan retensi sedimen di wilayah pengendapan.
86 Konstruksi tanggul dibuat dari material padatan dan batu-batuan, sampai
dengan tahun 2007 material yang digunakan mencapai 35,08 juta m
3
yang terdiri atas 20,35 juta m
3
untuk tanggul barat, 14,11 juta m
3
untuk tanggul timur, 0,62 juta m
3
untuk Monitoring Access MA di lokasi pembuatan gabion serta 2,57 juta m
3
untuk perbaikan erosi kecil dan penurunanperluasan tempat pengambilan material PTFI 2007. Peningkatan konstruksi tanggul juga dilakukan dengan
penanaman rumput Phragmintes karka sp yang dapat menahan erosi dan meningkatkan pengendapan Pasir sisa tambang. Untuk meningkatkan
sedimentasi di wilayah pengendapan dibangun gabion konstruksi kawat bronjong dengan arah melintang di antara dua tanggul tanggul barat dan timur
sepanjang 2 km dengan konstruksi setebal 50 cm dan lebar 8 m. Untuk mengoptimalkan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
Mod-ADA, perusahaan pertambangan mengalokasi dana operasional yang tinggi. Gambar 25 menunjukkan bahwa alokasi dana pengelolaan pasir sisa
tambang dan aliran sungai sebesar 14,11 persen serta anggaran pemantauan lingkungan sebesar 3,83 persen dari total anggaran kegiatan lingkungan.
Proporsi anggaran kegiatan lingkungan sebesar 27,62 persen dari total anggaran pengelolaan dan pemantauan lingkungan, rincian alokasi dana kegiatan
lingkungan disajikan pada Lampiran 30.
51.1
1.8 13.9