Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Biologik Wilayah Mod-ADA

143 lingkungan dengan nilai tambah yang lebih sehingga ketergantungan masyarakat dan kemandirian UMK lokal dapat tumbuh dan berkembang. Dengan dukungan lembaga keuangan mikro, UMK lokal dapat mengakses dana-dana internal yang berupa dana CSR perusahaan pertambangan maupun dana berbantuan lainnya. Mekanisme penyaluran mechanism distribution pembiayaan dari lembaga keuangan mikro yang tepat sasaran diharapkan dapat mengembangkan UMK lingkungan untuk berusaha dan berperan dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. Selian orientasi kepedulian lingkungan, UMK lokal di wilayah sekitar pertambangan mineral diarahkan pada peningkatan kesejahteraan melalui usaha-usaha yang layak. Berdasarkan survey lapangan, usaha pakan ternak merupakan salah satu contoh usaha yang layak dan dapat dikembangkan di wilayah pengendapan Mod-ADA. Dengan demikian, wilayah Mod-ADA dari aspek ekonomi memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sentra produksi, sehingga secara tidak langsung nilai tambah dapat diterima UMK lokal. Peningkatan nilai tambah secara berkelanjutan memiliki pengaruh ganda terhadap perekonomian masyarakat lokal sehingga kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dapat dibangun. Hal ini menjadi arahan dalam pemberdayaan masyarakat terhadap upaya-upaya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

6.2. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Biologik Wilayah Mod-ADA

Adanya aliran pasir sisa tambang secara kontinyu selama aktivitas pertambangan dapat mengakibatkan perubahan biologik di wilayah Mod-ADA. Berbagai tanaman hutan tropis mengalami kerusakan karena sebagian wilayahnya menjadi area pengendapan. Tanah penutup yang banyak mengandung unsur hara tertutup endapan pasir sisa tambang, sehingga terjadi penurunan kesuburan tanah yang berakibat tanaman lokal dan perintis juga mengalami kerusakan. Oleh karena itu, pemulihan kondisi lahan endapan pasir sisa tambang sebagai upaya untuk menjaga keutuhan ekologi dan keanekaragaman hayati di wilayah pengendapan tersebut tidak hanya dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Namun peran serta masyarakat lokal sangat diperlukan sehingga perusahaan pertambangan bersama pemerintah melalui program CSR melakukan pembinaan kepedulian lingkungan dan pengembangan usaha 144 produktif untuk mengalihkan kegiatan pertambangan informal yang tidak terkendali. Dengan demikian, model pengelolaan lingkungan biologi yang melibatkan masyarakat dirumuskan dalam Program Rehabilitasi Lahan Wilayah Mod-ADA RELAWI seperti disajikan pada Gambar 58. Berdasarkan model tersebut, hubungan pemerintah sebagai penentu kebijakan menetapkan status Pertambangan Informal melalui upaya registrasi usaha. Untuk mendukung ketetapan tersebut kebijakan perusahaan diarahkan pada pembinaan UMK lokal sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Dukungan lembaga penelitian sangat diperlukan dalam upaya pendidikan lingkungan dan pendampingan serta sebagai media pengawasan kegiatan pengelolaan lingkungan. Pengawasan juga dilakukan oleh lembaga independen yang menjadi mediasi hubungan masyarakat dengan stakeholder lainnya. Model RELAWI mengintegrasikan kegiatan pengelolaan lingkungan biologik pertambangan mineral sebagai tanggung jawab perusahaan atas perubahan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh operasional pertambangan. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan lingkungan biologik dilakukan untuk minimalisasi terjadinya degradasi lahan sekaligus pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian lingkungan. Secara umum kebijakan rehabilitasi lahan di wilayah pengendapan pasir sisa tambang terdiri atas kebijakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hayati dan kebijakan untuk mengembalikan lingkungan fisik dan ekologi lahan. Berdasarkan elemen kunci komponen yang terlibat, terlihat bahwa semua lapisan masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap pengelolaan lingkungan berperan penting. Hasil analisis situasional pengelolaan lingkungan pertambangan, komponen yang terlibat langsung adalah perusahaan pertambangan sebagai kuasa usaha, pemerintah pemberi ijin usaha serta masyarakat sekitar pertambangan yang memiliki kepentingan dan kepedulian lingkungan. Dengan demikian kebijakan rehabilitasi lahan digunakan sebagai landasan perusahaan pertambangan dalam operasionalisasi usahanya. 145 Perusahaan Pertambangan Yayasan CSR UMK Pertanian Masyarakat Lokal Pemulihan Lahan Endapan Pasir Sisa Tambang dengan Reklamasi Rehabilitasi Revegetasi Minimalisasi Degradasi Lahan Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Dinas Teknis LSM Pusat Reklamasi Pusat Pengamatan Lingkungan Litbang Perguruan Tinggi Lembaga Masyarakat Lokal LML Bank Pemberdayaan Masyarakat untuk Pelestarian Lingkungan informasi dan penelitian umpan balik informasi Pengawasan Eksternal Pengawasan Independen E v a lu a si Pengawasan Internal kontrak kerja d a n a re k la m a si dana operasional dana kemitraan dana operasional regulasi regulasi pertimbangan pengawasan E v a lu a si Pengawasan Independen Pendampingan Pembiayaan pendampingan p e n e lit ia n Pendampingan D a m p a k p o si tif pembinaan Gambar 58. Model Rehabilitasi Lahan Wilayah Mod-ADA RELAWI

6.2.1. Kebijakan Rehabilitasi dan Reklamasi

Kebijakan perusahaan pertambangan atau corporate policy untuk rehabilitasi lahan dilakukan dengan pembentukan pusat-pusat pengendalian dan pemantauan lingkungan seperti pusat pengamatan lingkungan dan pusat reklamasi. Pusat pengamatan lingkungan melakukan pemantauan dan pengamatan kondisi lingkungan, baik akibat dampak negatif maupun perencanaan upaya-upaya penanggulangannya. Selain itu juga melakukan koordinasi dengan pengelolaan lingkungan fisik agar pelaksanaan perencanaan lingkungan dapat berjalan efektif. Sebagian besar perusahaan ekstraksi berada di kawasan hutan sehingga menggunakan sebagian kawasan hutan tersebut untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan. Hal ini menyebabkan sebagian atau seluruh habitat hutan mengalami degradasi dan alih fungsi. Untuk itu reklamasi harus dilakukan oleh setiap unit usaha yang berada dalam kawasan tersebut. Kebijakan pemulihan lahan di wilayah operasional pertambangan, khususnya daerah pengendapan dilakukan dengan metode revegetasi pada kelerengan dan daerah pengendapan limbah pasir sisa tambang. Menurut 146 Kuipers 2000 kebijakan ini dilakukan untuk pemantapan ekosistem secara berkelanjutan. Dalam jangka pendek revegetasi dilakukan dengan intensitas yang tinggi dan jangka menengah digunakan untuk pencegahan erosi dan pembentukan komposisi tanah penutup. Kebijakan revegetasi dalam jangka panjang dilakukan untuk memulihkan ekosistem tanaman asli. Berdasarkan analisis kebijakan mengenai program rehabilitasi lahan di wilayah pertambangan ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No.11 tahun 1967 tentang pokok-pokok pertambangan. Menurut undang-undang tersebut tidak dijelaskan ruang lingkup kegiatan reklamasi. Demikian juga berdasarkan Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hanya disebutkan kewajiban perusahaan pemegang ijin pertambangan melakukan reklamasi. Dalam Keputusan Dirjen Pertambangan Umum No.336.K271DDJP1996 hanya disebutkan bahwa perusahaan harus memberikan jaminan reklamasi, namun tidak diuraikan sistem pengelolaannya. Berbeda halnya dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.146Kpts-II1999 mengenai pedoman reklamasi bekas pertambangan yang berada dalam kawasan hutan. Keputusan tersebut dijelaskan lokasi dan ruang lingkup, perencanaan sampai dengan penjelasan mengenai sanksi terhadap perusahaan yang tidak mengikuti pedoman reklamasi tersebut. Dalam Kepmen PE No.1211.K008M.PE95 yang dimaksud Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdayaguna sesuai dengan peruntukkannya. Kebijakan reklamasi ditujukan agar pembukaan lahan untuk pertambangan seoptimal mungkin, dan setelah digunakan segera dipulihkan fungsi lahannya. Reklamasi harus dilaksanakan secepatnya sesuai dengan kemajuan tambang. Reklamasi merupakan bagian dari skenario pemanfaatan lahan pasca tambang. Berdasarkan survey pakar ditemukan bahwa reklamasi tidak saja dilakukan dengan revegetasi dan rehabilitasi tetapi suksesi alami juga merupakan tahapan dalam reklamasi. Menurut Taberima 2007, morfologi tanah yang mengandung pasir sisa tambang menunjukkan perkembangan struktur tanah belum terbentuk maksimal. Pada area suksesi dan area reklamasi masih terjadi proses pedogenesis terutama partikel berlempung dan berdebu kasar. Dengan demikian suksesi alami juga merupakan proses reklamasi. 147 Oleh karena itu, kebijakan reklamasi lahan bekas pertambangan selama operasional dan pasca tambang merupakan upaya mempercepat terjadinya suksesi lahan. Dalam jangka menengah dan jangka panjang suksesi adalah bagian dari reklamasi. Dalam kaitan kebijakan rehabilitasi lahan tersebut, perusahaan dan pemerintah melakukan upaya pemberdayaan dan pembinaan pertambangan informal. Upaya tersebut dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan yang tidak terkendali dari pertambangan informal di wilayah pengendapan. Pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 11tahun 1967 yang berkaitan dengan upaya penghentian semua usaha pertambangan tersebut, dengan pengecualian dapat melanjutkan usahanya apabila berstatus pertambangan rakyat untuk bahan galian intan dan tambang tradisional untuk bahan galian emas. Namun pasal tersebut dirasakan masyarakat sebagai pelanggaran hak atas pemanfaatan sumberdaya alam yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat.

6.2.2. Kebijakan Penumbuhan Kesadaran Lingkungan Melalui CSER

Kebijakan perusahaan pertambangan melalui program CSR melakukan pembinaan dan fasilitasi pertambangan informal untuk diarahkan menjadi UMK pertanian atau UMK lingkungan. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian lingkungan masyarakat serta pembelajaran terhadap rencana penutupan tambang. Berdasarkan pengembangan arahan pelaksanaan CSER perusahaan pertambangan mengoptimalkan dana CSR secara langsung sebagai dana operasional perusahaan dan dana kemitraan yang disalurkan melalui lembaga masyarakat lokal LML. Kebijakan tersebut didukung dengan upaya bersama pemerintah dengan perusahaan pertambangan dan lembaga kemasyarakatan melakukan pembinaan dan pendampingan usaha.

6.3. Kebijakan Strategi Pengelolaan Lingkungan Pertambangan