9 1
Kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan mineral, khususnya di wilayah Mod-ADA belum berjalan secara efektif dan terpadu sehingga
menyebabkan terjadinya kerawanan lingkungan dan kelestarian sumber daya alam di wilayah tersebut.
2 Sintesa berbagai faktor yang mendukung kebijakan pengelolaan
lingkungan pertambangan mineral di wilayah Mod-ADA belum ditemukenali sehingga dapat menimbulkan persoalan dalam perumusan model
kebijakan pengelolaan lingkungan yang tepat dan terpadu.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan model konseptual kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan mineral berdasarkan konsep
pembangunan berkelanjutan dan faktor-faktor pendukung yang terdapat di wilayah pengelolaan limbah Mod-ADA di Kabupaten Mimika, Papua. Tujuan
khusus untuk mendukung perumusan model adalah: 1 Menganalisis situasi sistem pengelolaan limbah tambang mineral di wilayah
Mod-ADA Kabupaten Mimika, Papua. 2 Memunculkan dan mensintesis asumsi dasar yang mendukung model
kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan mineral di wilayah Mod- ADA melalui pendekatan system thinking.
3 Merumuskan struktur
model kebijakan
pengelolaan lingkungan
pertambangan mineral dengan pemodelan sistem.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis bagi Pemerintah, Perusahaan swasta dan masyarakat setempat maupun
secara teoritis sebagai berikut: 1 Manfaat Praktis. Bagi Pemerintah dalam hal rekomendasi alternatif
kebijakan pengelolaan limbah pertambangan mineral di Indonesia yang lebih baik; bagi Perusahaan swasta dalam hal rekomendasi untuk
melakukan Rencana Pengelolaan Lingkungan RPL yang tepat dan terkoordinasi dengan Pemerintah Daerah setempat. Bagi masyarakat
setempat, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk
10 meningkatkan kelestariaan pemanfaatan sumber daya mineral dan
pengelolaan lingkungan hidup berbasis masyarakat. 2 Manfaat Teoritis. Sebagai kajian ilmu sistem dalam pengembangan model
konseptual kebijakan publik dalam operasionalisasi pertambangan mineral secara berkelanjutan, khususnya terkait dengan penanganan limbah dan
upaya pemberdayaan masyarakat.
1.5. Novelty
Kebaruan dari penelitian pemodelan kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan mineral adalah:
1 Rumusan model pengelolaan lingkungan untuk pengendalian dampak
limbah pertambangan mineral melalui integrasi model pengelolaan lingkungan fisik dan model pengelolaan lingkungan biologik yang didukung
dengan upaya pemberdayaan masyarakat. 2
Rumusan mekanisme arahan kebijakan CSR dalam pengembangan corporate social and environmental responsibility
CSER perusahaan pertambangan terhadap kepedulian lingkungan melalui manajemen
konsensus para pemangku kepentingan dengan evaluasi periodik Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan
RKL-RPL. 3
Penerapan prinsip keberlanjutan COMHAR yaitu pengambilan keputusan yang baik, menghargai integritas ekologi dan keanekaragaman hayati,
kepuasan kebutuhan manusia dengan efisiensi penggunaan sumberdaya serta keadilan sosial dalam perumusan model kebijakan strategi
pengelolaan lingkungan.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Pertambangan Mineral
Mineral atau bahan galian merupakan bahan tambang yang ditemukan di alam selain minyak dan gas bumi. Bahan galian dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu mineral energi batubara dan gambut, mineral logam bijih emas, tembaga, perak, dan bijih lainnya dan mineral industri kapur, zeolit maupun bentoit.
Dengan demikian, definisi mineral adalah senyawa anorganik alam yang memiliki komposisi kimia dan struktur atom tertentu, seperti galena PbS, sfalerit ZnS,
kasiterit SnO
2
Husaini 2007. Menurut Salim 2005, dalam Undang-Undang No.11 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan disebutkan
bahwa bahan galian adalah unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan-
endapan alam. Indonesia memiliki berbagai macam mineral dengan potensi endapan yang
relatif besar dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Untuk meningkatkan nilai ekonomi bahan mineral tersebut perlu dilakukan pengolahan dengan
memanfaatkan perbedaan sifat-sifat fisika atau kimianya. Cara fisika digunakan untuk memisahkan komponen pengotor dari mineral berharganya tanpa terjadi
perubahan kimia struktur kristal. Sifat-sifat fisika yang dimiliki mineral meliputi: ukuran butir, berat jenis, permukaan, kemagnetan, konduktifitas listrik dan sifat
optik. Pengolahan mineral cara kimia dilakukan dengan reaksi-reaksi kimia untuk melarutkan komponen pengotor yang terkandung dalam mineral, dapat juga yang
dilarutkan justru mineral berharganya. Hal ini sangat tergantung pada jenis dan karakteristik mineral dan tujuan penggunaannya Husaini 2007.
Pada umumnya pengolahan mineral didahului dengan proses pengecilan ukuran untuk mendapatkan derajat liberasi yang tinggi agar pemisahan
komponen pengotor dan mineral berharganya berlangsung dengan baik. Oleh karena itu diperlukan kajian bahan baku raw material study sebelum
pengolahan mineral lebih lanjut. Kajian bahan bahan baku bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia mineral, antara lain: komposisi mineral,
keterkaitan antar mineral, ukuran butir, berat jenis, kerapatan, porositas, luas permukaan dan komposisi kimia. Selama proses pengolahan mineral tetap
dilakukan kajian bahan baku karena adanya perubahan kondisi dalam bahan baku yang berpengaruh terhadap kondisi proses pengolahannya Husaini 2007.
12 Akibat proses pengecilan ukuran dan pemisahan komponen pengotor dan
mineral berharganya dihasilkan konsentrat mineral dan tailing. Tailing atau pasir sisa tambang merupakan batuan alami halus yang tetap tersisa setelah
pengambilan mineral berharga yang mengandung tembaga, emas, perak atau jenis lainnya. Pasir sisa tambang tersebut terdiri atas 50 persen fraksi pasir halus
dengan diameter sekitar 0,075 - 0,4 mm dan 50 persen lagi terdiri dari fraksi lempung dengan diameter kurang dari 0,075 mm Lampiran 38. Anonim 1996a
menyebutkan bahwa senyawa-senyawa minerologis utama yang terkandung dalam pasir sisa tambang antara lain felspar, klorit, piroksen, dan aluminosilikat
tak aktif inert, sedangkan beberapa sifat kimia pasir sisa tambang disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Sifat kimia fraksi pasir sisa tambang pada emas dan tembaga
Parameter Kisaran konsentrasi mgl
pH Lab 8,4 - 8,5
Klorida 800 – 2900
Sulfat 140 – 200
Total karbon organik 4,9 - 6,7
Perak 0,01
Aluminum 0,10
Arsen 0,0020 – 0,0037
Kalsium 60 – 170
Kadmium 0,005
Tembaga 0,010
Krom 0,010
Besi 0.030
Merkuri 0,0020
Timbal 0,005
Magnesium 3,6 – 16
Nikel 0,020
Selenium 0,0020 – 0,0031
Seng 0,020
Natrium 45 - 360
Kalium 23 – 48
Sumber : Anonim 1996a
Selain itu, pasir sisa tambang yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan mineral dapat terjadi proses pembentukan Air Asam Batuan AAB. Dalam
rangka menekan atau mencegah terjadinya pembentukan AAB perusahaan pertambangan secara berkala melakukan pengujian dan pemantauan kandungan
logam dalam sedimen pasir sisa tambang yang terdapat dilokasi aliran limbah pasir sisa tambang. Berdasarkan pemantauan kandungan logam dalam sedimen
13 beberapa muara dan sungai di Kabupaten Mimika Lampiran 31, menunjukkan
bahwa hilir Sungai Ajkwa yang dialiri dengan pasir sisa tambang dan bekas anak Sungai Ajkwa dengan aliran pasir sisa tambang yang sedikit masih memiliki
kandungan Ag berturut-turut sebesar 1,94 mgkg berat kering dan 1,68 mgkg berat kering. Demikian juga untuk kandungan logam Cu, kedua aliran sungai
tersebut relatif besar dibandingkan dengan sungai kontrol hingga mencapai 1.050 mgkg berat kering PTFI 2007.
Dewasa ini, pembangunan dan pengembangan pertambangan yang tidak terkendali dapat meningkatkan pencemaran udara dan perairan, khususnya air
sungai oleh logam-logam berat, yaitu Cd, Hg, Cr, Pb, Ni, Cu, Zn, dan Fe. Beberapa dari logam berat juga merupakan unsur mikro, yaitu Cu, Zn, dan Fe.
Selain pencemaran udara, logam berat juga dapat mencemari tanah melalui gaya gravitasi dan terbawa air hujan. Penelitian dampak pencemaran logam
berat terhadap tanaman memang belum seintensif bahan organik dan unsur hara makro dan mikro. Akan tetapi, pencemaran logam berat dapat mengakibatkan
terakumulasinya logam berat di dalam tanah yang berbahaya bagi makhluk hidup.
Pencemaran logam berat tersebut perlu diupayakan pengendaliannya agar tidak terjadi akumulasi yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman atau
masuk ke dalam air tanah. Pengendalian dapat dilakukan dengan menciptakan kondisi tanah, yang menyebabkan logam berat tidak mobil immobile atau
menjadi tidak mudah larut. Hal ini dapat dicapai dengan penambahan kapur dan bahan organik ke dalam tanah yang dapat meningkatkan reaksi pH tanah dan
koloid-koloid tanah. Reaksi tanah yang alkalis dapat menurunkan kelarutan logam berat, sedangkan koloid-koloid tanah akan menyerap logam berat
sehingga mobilitasnya berkurang. Dengan demikian, akumulasi logam berat dalam larutan tanah dapat
ditekan atau dikurangi dan sekaligus juga mencegah dampak negatifnya terhadap makhluk hidup, termasuk manusia. Apabila konsentrasi logam berat
melebihi ambang batas yang dapat ditolerir oleh tanaman, maka logam berat menjadi racun bagi tanaman dan mengganggu proses metabolismenya. Gejala
tanaman atau tumbuhan yang keracunan logam berat, antara lain terjadi klorosis pada daun, fungsi akar terganggu, daun menjadi layu atau kering dan
pertumbuhan terhambat menjadi kerdil.
14 Kegiatan pengolahan bahan tambang mineral mencakup kegiatan
pemisahan bahan tambang dari tanah dan penyimpanannya. Dari dua kegiatan tersebut, kegiatan yang paling banyak mempengaruhi lingkungan perairan
adalah kegiatan pemisahan bahan tambang dari tanah. Dalam pemisahan tersebut dilakukan proses pemecahan, pencucian dan pemisahan. Proses
pemecahan dilakukan terhadap batuan besar yang mengandung bahan tambang menjadi bongkahan-bongkahan kecil. Tahap selanjutnya dilakukan pencucian
dengan menggunakan air dan dilakukan pemisahan bahan tambang dari batuan atau tanah Darmono 2001; Achmad 2004.
Hal tersebut berakibat buangan hasil cucian bahan tambang dan batuantanah hasil pemisahan bahan tambang masuk dalam lingkungan perairan
sungai. Pasir sisa tambang tersebut harus disimpan dibuang ke tempat tertentu dengan terkendali. Pembuangan di tempat yang tidak tepat dapat
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan perairan. Jika pembuangan pasir sisa tambang dilakukan di tempat terbuka dan mempunyai kemiringan yang
curam sangat berbahaya. Jika terjadi hujan lapisan pasir sisa tambang tersebut dapat terbawa masuk ke perairan laut. Di dalam air, selain akan meningkatkan
nilai kekeruhan dan muatan padatan tersuspensi, juga dapat mempengaruhi kualitas kimia laut yang bersangkutan. Hal ini disebabkan adanya senyawa
logam berbahaya di dalam pasir sisa tambang tersebut. Akibat lanjutannya, terjadi penurunan kualitas air dan gangguan biota air Soehoed 2002.
Buangan pasir sisa tambang ke perairan laut juga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas air laut, diantaranya peningkatan nilai kekeruhan,
kandungan muatan padatan tersuspensi, serta peningkatan kandungan senyawa kimia berbahaya. Contoh kasus yang terjadi dari pengaruh pasir sisa tambang
tambang terhadap ekosistem laut adalah pertambangan emas di Pulau Misima Papua Nugini. Selama 15 tahun, telah dihasilkan 200.000 m
3
sedimen yang masuk ke dalam laut, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kekeruhan
dan pendangkalan di laut. Dampak lanjutan yang timbul dari penurunan kualitas air laut adalah berupa
gangguan terhadap biota laut. Dengan meningkatnya parameter kekeruhan dan padatan tersuspensi, dapat mengakibatkan gangguan langsung terhadap biota
dan juga dapat menurunkan penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom perairan laut. Gangguan langsung terhadap biota laut terutama terjadi pada biota bentik
benthos, yaitu biota yang berhabitat di dasar perairan. Buangan pasir sisa
15 tambang akan mengubur habitat benthos sehingga dapat mengakibatkan
kematian masal. Selain itu, peningkatan nilai kekeruhan dan padatan tersuspensi dapat menyebabkan tertutupnya organ makan benthos sehingga dapat terjadi
kematian. Akibat lanjutan dari terganggunya biota benthos juga dapat mengenai kehidupan ikan pengkonsumsi benthos. Dengan hilangnya makanan utamanya
benthos ikan-ikan tersebut akan mati atau migrasi ke tempat lain. Jika hal tersebut terjadi, dapat mengakibatkan penurunan produksi perikanan, terutama
perikanan demersal ikan dasar. Gangguan tidak langsung juga dapat mengenai habitat penting, seperti terumbu karang. Partikel tersuspensi akan mengendap
dan menutupi hewan-hewan karang serta menyebabkan kematian. Gangguan lanjutan lainnya dari peningkatan kekeruhan air adalah
penurunan penetrasi cahaya matahari ke kolom air. Apabila penetrasi cahaya matahari terganggu, akan terjadi gangguan keseimbangan berbagai proses
kimiawi dan biologis perairan laut. Cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup nabati untuk proses fotosintesa. Gangguan proses fotosintesa
menyebabkan produktivitas
fitoplankton berkurang,
sehingga akan
mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah oksigen terlarut dalam laut. Hal tersebut akan mengakibatkan gangguan yang berkepanjangan. Seperti diketahui,
bahwa kehadiran oksigen sangat diperlukan oleh biota air, baik untuk respirasi maupun untuk berbagai proses kimiawi air lainnya.
Penurunan kualitas air akibat pembuangan pasir sisa tambang yang selanjutnya akan mengakibatkan pula gangguan terhadap berbagai jenis biota
yang ada di dalam laut akan mengakibatkan dampak lanjutan terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
Perubahan sifat kimia laut akan pembuangan pasir sisa tambang akan mengakibatkan kematian organisme laut seperti ikan, kerang-kerangan dan
sebagainya. Peningkatan nilai kekeruhan dan muatan padatan tersuspensi dalam perairan laut juga dapat mengakibatkan tersumbatnya alat pernapasan biota laut
insang ikan, sehingga ikan tersebut dapat mati lemas asphyxia. Pada tingkat kekeruhan yang tinggi, partikel sedimen juga dapat menimbulkan kerusakan
habitat permukaan ikan dan kerusakan ikan. Selain dampak berupa terjadinya kekeruhan, pembuangan pasir sisa
tambang juga dapat mengakibatkan peningkatan bahan-bahan pencemar lainnya seperti FeS
2
, H
2
SO
4
dan sebagainya. Peningkatan bahan-bahan pencemar tersebut akan mengakibatkan gangguan terhadap biota laut yang selanjutnya
16 akan
mempengaruhi kesehatan
manusia. Sebagai
contoh kegiatan
penambangan batubara terutama yang ditambang di bawah tanah, akan dihasilkan limbah cair yang sangat asam. Tingginya kandungan asam
disebabkan oleh proses oksidasi pirit FeS
2
menjadi asam sulfat H
2
SO
4
, besi sulfat FeSO
4
dan Fe
2
SO
4
. Cairan dan lumpur yang sangat asam tersebut memiliki nilai pH antara 2-3. Pada kondisi perairan dan limbah bernilai pH
rendah, berbagai senyawa logam berbahaya mudah larut dalam air. Begitu pula dengan daya racun amoniak yang akan meningkat jika dalam kondisi keasaman
rendah. Jika hal tersebut terjadi, akan sangat membahayakan kehidupan biota dan manusia pengguna air laut tersebut. Rendahnya nilai pH limbah tersebut,
selain dapat meningkatkan daya racun berbagai zat dan senyawa toksik di perairan, juga dapat secara langsung mematikan biota laut Soehoed 2002.
2.2. Manajemen Pengelolaan Pasir Sisa Tambang
Petunjuk fasilitas penanganan pasir sisa tambang merupakan suatu petunjuk yang tepat untuk keamanan dan tanggung jawab lingkungan. Petunjuk
tersebut berfungsi sebagai informasi keamanan dan tanggung jawab manajemen lingkungan, membantu perusahaan dalam pengembangan sistem penanganan
pasir sisa tambang dan memperbaiki konsistensi penerapan prinsip teknik dan fasilitas penanganan pasir sisa tambang. Perbaikan petunjuk prinsip penanganan
pasir sisa tambang harus secara kontinyu dilakukan dalam operasional pertambangan, keamanan dan kinerja lingkungan yang didukung oleh evaluasi
secara periodik MAC 1998. Oleh karena itu harus diperhatikan perihal pokok dalam penanganan pasir sisa tambang seperti disajikan pada Gambar 1.
Menurut Chammas et al., 1999 reklamasi pasir sisa tambang tailing adalah sangat tergantung pada kekhasan lokasi tambang dan beberapa faktor
seperti iklim, sifat fisik dan kimia pasir sisa tambang, kemampuan tanah penutup dan persyaratan pokok untuk kegiatan reklamasi seperti penetrasi oksigen atau
air yang minim, tingkat erosi rendah dan penggunaan lahan reklamasi yang khusus. Untuk itu diperlukan empat strategi dalam kegiatan reklamasi, yaitu: 1
secara langsung menutup keasaman pasir sisa tambang dengan tanah penutup yang tipis, 2 membuang atau menetralkan partikel keasaman permukaan pasir
sisa tambang sebelum penempatan tanah penutup, 3 penghambat resapan air dan pergerakan larutan secara kimia dan fisik dinetralisir dan 4 pembangunan
teras penetral pasir sisa tambang di bawah tanah penutup.
17 Gambar 1. Elemen penanganan pasir sisa tambang MAC 1998
2.3. Pembangunan Pertambangan yang Berkelanjutan