97 10 orang dengan aktivitas pertambangan di wilayah pengendapan Mod-ADA
yang tertutup untuk masyarakat umum. Dengan menggunakan peralatan sederhana seperti ember, selang, kualiwajan, sekop, papan dan kain karpet
dihasilkan pasir emas rata-rata 2 gram per hari penambang informal memperoleh pendapatan yang besar dengan net BC sebesar 5,5 Lampiran 10.
Menurut Ghose dan Surendra 2007, Pertambangan Informal Small Scale Mining
tersebut selain mengganggu lingkungan juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitarnya. Dengan demikian aktivitas usaha tersebut
seyogyanya tidak dihentikan karena dapat menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan. Pembinaan dan penataan dengan pendekatan manajemen
konsensus diharapkan dapat mengatasi konflik yang mungkin terjadi.
4.5. Sosial Kemasyarakatan
Berdasarkan hasil FGD ditemukan permasalahan dan perihal yang terkait dengan kegiatan penanganan Pasir sisa tambang, diantarnya adanya indikasi
pencemaran sungai yang disebabkan oleh kegiatan PI dalam mengolah Pasir sisa tambang, partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan pengelolaan
lingkungan masih kurang, penegakan peraturan pengelolaan lingkungan pertambangan yang belum terarah, ketergantungan yang sangat tinggi kepada
perusahaan tambang, penyebaran informasi lebih banyak dilakukan oleh perusahaan tambang, serta adanya persaingan antar kelompok masyarakat.
Oleh karena itu, perusahaan pertambangan bersama dengan kelompok masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan seperti Lembaga Pengembangan
Masyarakat Amungme dan Kamoro LPMAK dan Yayasan Bina Utama Mandiri YBUM melakukan pembinaan dan bantuan dana untuk pengembangan usaha
dan pembinaan kemandirian masyarakat. Berdasarkan hasil survai lapangan teridentifikasi peran serta masyarakat di sekitar pertambangan, diantaranya yaitu:
1 pemberdayaan masyarakat dengan melaksanakan proyek reklamasi yang dikelola oleh perusahaan setempat sebanyak 31 UMK, 2 terlibat dalam program
pembinaan lingkungan yang diselenggarakan oleh perusahaan tambang, serta 3 motivasi yang tinggi untuk terlibat dalam berbagai kegiatan pengelolaan
lingkungan. Untuk mengurangi tekanan migrasi penduduk di daerah lereng yang tidak
layak untuk tempat tinggal, maka perusahaan pertambangan bekerja sama dengan Pemda dan masyarakat setempat mengadakan program pemindahan
98 masyarakat dari daerah-daerah tersebut ke daerah yang lebih layak di SP IX dan
SP XII dengan mengunakan pola transmigrasi. Untuk menjamin kesinambungan ekonomi masyarakat yang dipindahkan,
maka disiapkan program ekonomi yang mampu melibatkan masyarakat tersebut dalam aktifitas ekonomi. Melalui Yayasan Jayasakti Mandiri memberi pembinaan
keterampilan produksi ternak di Satuan Pemukiman SP IX dan SP XII. Saat ini jenis ternak yang dikembangkan antara lain: ayam potong, ayam penelur, itik dan
babi. Program ini telah menciptakan peluang kerja bagi penduduk, sekaligus memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam berwirausaha di bidang
perternakan. Selain itu untuk menjalin kerjasama dengan masyarakat dikembangkan
program pola kemitraan dengan masyarakat setempat. Pihak yayasan memberikan pelatihan dan berbagai bantuan non-teknis kepada masyarakat
yang ingin mengembangkan usaha peternakan secara mandiri. Yayasan juga membeli produksi yang dihasilkan oleh peternak mitra tersebut.
Program pemberdayaan masyarakat yang telah dikembangkan mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal, meskipun masih belum
signifikan. Gambar 30 menunjukkan tingkat kesempatan kerja masyarakat lokal yang cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2005, penyerapan tenaga
kerja masyarakat lokal mencapai 2.369 tenaga kerja atau sekitar 20, sedangkan pada tahun 2007 lebih dari 50 persen. Penyerapan tenaga kerja UKM
binaan juga cenderung mengalami peningkatan Gambar 31
2369 2646
2810 9289
7537 2371
20 40
60 80
100
2005 2006
2007
Tahun
Lokal Non-lokal
Gambar 30. Kesempatan kerja
99
200 400
600 800
1,000 1,200
1,400 1,600
1,800 2,000
2003 2004
2005 2006
2007
Tahun J
u m
la h
o ra
n g
Gambar 31. Penyerapan tenaga kerja pada UKM binaan
4.6. Pelaksanaan Kebijakan Lingkungan Pertambangan