Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Fisik Wilayah Mod-ADA

138 kawasan lintas kabupaten serta pemberian insentif terutama informasi yang terintegratif dalam penataan kawasan ekonomi, penataan daya dukung lingkungan serta pasar regional; 3 Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya lebih berorientasi pada penciptaan dukungan berupa kebijakan policy melalui penyusunan dan penyempurnaan peraturan perundang-unganan yang bersifat payung, tetapi mengikat dan tegas dalam penerapannya. Selain itu pemerintah pusat memberikan fasilitas penguatan kinerja Usaha Kecil yang berdayasaing dan ramah lingkungan. Berdasarkan pertimbangan tersebut rumusan kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan mineral yang berkelanjutan terdiri atas 2 dua sub model yaitu: 1 Kebijakan pengelolaan lingkungan fisik wilayah Mod-ADA dengan model pengendalian endapan pasir sisa tambang pada aliran sungai PETAS, 2 Kebijakan pengelolaan lingkungan biologik wilayah Mod-ADA dengan model rehabilitasi lahan wilayah Mod-ADA RELAWI.

6.1. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Fisik Wilayah Mod-ADA

Berdasarkan hasil identifikasi struktur model diperoleh model konseptual pengelolaan lingkungan fisik di wilayah Mod-ADA seperti disajikan pada Gambar 58. Model Pengendalian Endapan Pasir sisa tambang pada Aliran Sungai PETAS tersebut memiliki sasaran untuk stabilitas wilayah pengendapan dengan resiko lingkungan yang rendah yang didukung kebijakan manajemen perusahaan dalam pengelolaan lingkungan fisik melalui penyediaan dana operasional. Dalam teknis pelaksanaannya perusahaan pertambangan melibatkan usaha lokal dan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kepedulian pengelolaan lingkungan serta penguatan ekonomi masyarakat. Tanggung jawab perusahaan dalam pemenuhan kepuasan kebutuhan masyarakat dilakukan dengan pengelolaan sumberdaya secara efisien dan bertanggung jawab. Selain itu, adanya kesadaran untuk menjaga keutuhan ekologi dan keanekaragaman hayati dalam aktivitas pertambangan. Kepedulian perusahaan terhadap CSR didasari tiga prinsip dasar atau yang dikenal dengan triple bottom lines, yaitu profit, people dan plannet 3P. Profit yaitu perusahaan tetap berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi 139 yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. People yaitu perusahaan memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Perusahaan berusaha mengembangkan CSR dalam bentuk pemberian beasiswa masyarakat sekitar, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal serta skema perlindungan sosial bagi masyarakat lokal. Plannet perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup yang berkelanjutan dengan mempertahankan keanekaragaman hayati. Kegiatan CSR yang berwawasan lingkungan dilakukan dengan pencegahan penurunan daya dukung lingkungan Suharto 2006. Dalam rangka pengelolaan lingkungan pertambangan mineral yang berkelanjutan, maka diperlukan kebijakan strategis oleh pemerintah pusat dan daerah, perusahaan dan masyarakat lokal. Model kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan tidak saja difokuskan kepada usaha pertambangan tetapi juga kepada masyarakat usaha-usaha pendukung pertambangan serta pemerintah yang berupa kebijakan yang bersifat mengatur regulating dan memfasilitasimempermudah facilitating.

6.1.1. Kebijakan Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Fisik

Kebijakan pengelolaa lingkungan fisik wilayah Mod-ADA oleh perusahaan pertambangan dilakukan melalui upaya pengelolaan lingkungan fisik secara terpadu dengan kegiatan pembelokan aliran pasir sisa tambang river training di aliran sungai, pemantapan tanggul dan pembuatan gabion. Ketiga kegiatan tersebut dilakukan secara berkelanjutan selama masa pertambangan Gambar 57. Kebijakan perusahaan tersebut didukung kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pembinaan masyarakat dan pendampingan usaha penunjang aktivitas pertambangan dan pengelolaan lingkungan. Pembiayaan pembinaan dan program pengembangan ekonomi diberikan oleh perusahaan pertambangan sebagai implikasi kegiatan CSR dalam bentuk dana operasional dan dana kemitraan. Dengan CSR perusahaan tidak hanya memperoleh keuntungan ekonomi tetapi juga keuntungan sosial yang tidak ternilai. Berdasarkan UU No.25 tahun 2000 mengenai program pembangunan nasional yang mengarahkan industri energi dan sumberdaya mineral untuk memprioritaskan usaha yang mendukung community development dalam bentuk CSR. Demikian juga, menurut UU No.10 tahun 2004 tentang pembentukan 140 peraturan perundang-undangan, dalam salah satu pasal menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan daerah. Untuk itu, peran serta masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan dapat berfungsi sebagai kontrol dan memberikan umpan balik agar pengambilan kebijakan secara tepat. Mengacu pada konsep keberlanjutan COMHAR, yaitu pengambilan keputusan secara tepat, kebijakan pengelolaan lingkungan fisik Mod-ADA melalui optimalisasi dana CSR yang saat ini masih belum mencapai sasaran. Kurang optimalnya dana CSR disebabkan adanya informasi kebijakan perusahaan yang kurang jelas dan pendampingan yang berorientasi pada target jangka pendek. Upaya optimalisasi dilakukan dengan transparansi informasi melalui sistem informasi yang efektif. Menurut Eriyatno 1999 dan Sofyar 2004, sistem informasi yang efektif sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan manajemen yang efektif melalu rekayasa sistem informasi manajemen. Sistem informasi manajemen tersebut sebagai pengendali rangkaian kegiatan lembaga yang diharapkan menjadi sumber untuk mengarahkan pengembangan organisasi di masa mendatang. Pembentukan sistem dan jalur informasi memungkinkan terjadinya keterpaduan yang tumbuh melalui proses buttom up. Pertukaran informasi terjadi antara pelaksana pembina teknis terkait dari divisi pengelolaan lingkungan serta pengembangan masyarakat di wilayah kerja perusahaan pertambangan. Secara bertahap akan mendorong terjadinya kerjasama cooperation antara masyarakat atau UMK lokal, perusahaan pertambangan dan pemerintah serta pihak lainnya terhadap upaya pengelolaan lingkungan. Keberhasilan kerjasama antar pihak dapat menumbuhkan koordinasi terhadap kegiatan pengelolaan lingkungan dan upaya pemberdayaan masyarakat, termasuk usaha ekonomi masyarakat lokal yang prospektif. Semua pihak dapat berkoordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi kebijakan pemerintah dan perusahaan. Koordinasi yang efektif terhadap pelaksanaan kebijakan diharapkan dapat berkembang menjadi arahan integrasi atau keterpaduan kebijakan pengelolaan lingkungan yang didukung oleh upaya pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi CSR. Oleh karena itu, untuk pengambilan keputusan secara tepat diperlukan sikap transparansi, akuntabel dan kejujuran dari semua pelaku. Data dan informasi dalam pengambilan 141 keputusan memberikan gambaran yang dapat menumbuhkan tahap perkembangan manajemen yang efektif. Perusahaan Pertambangan Pusat Pelatihan Pusat Pengamatan Lingkungan Bank Lembaga Masyarakat Lokal LML CSR UMK Konstruksi Masyarakat Lokal Pengendalian Aliran Pasir Sisa Tambang River Traininig Sistem Gabion Tanggul Stabilitas wilayah pengendapan dengan resiko pencemaran yang rendah Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Dinas Teknis LSM Dana Operasional Dana Kemitraan Pertimbangan Pengawasan Pengawasan Eksternal evaluasi Pengawasan Independen P e n g a w a sa n In te rn a l pembinaan pembinaan Pendampingan Pembiayaan Pengawasan Independen pendampingan regulasi regulasi Evaluasi Kontrak kerja pembinaan Gambar 57. Model Pengendalian Endapan Pasir sisa tambang pada Aliran Sungai PETAS Pendanaan dalam upaya pengelolaan lingkungan tidak selalu dianggap sebagai biaya cost center tetapi juga belum dianggap sebagai investasi yang menghasilkan keuntungan profit center. Oleh karena itu, kebijakan perusahaan pertambangan perlu mengalokasikan anggaran biaya operasionalnya dalam dua kategori, yaitu dana operasional dan dana kemitraan. Dana operasional dikelola oleh perusahaan secara langsung untuk kegiatan pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat, sedangkan dana kemitraan dikelolakan oleh Lembaga Masyarakat Lokal LML, dalam studi kasus ini dikelola oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro LPMAK. Pemerintah daerah berperan dalam pengawasan lembaga pengelolaa dana kemitraan tersebut, agar program yang direncanakan perusahaan sebagai komitmen dapat terlaksana sesuai dengan rencana. Berkaitan dengan pelaksanaan CSR pemerintah dalam pengawasannya secara tegas menentukan batasan tanggung jawab perusahaan pertambangan, 142 sehingga sasaran pengelolaan lingkungan untuk menjaga keutuhan ekologi wilayah pengendapan pasir sisa tambang tercapai dengan resiko pencemaran yang minimal.

6.1.2. Kebijakan Usaha Mikro dan Kecil UMK Lingkungan

Aktivitas pertambangan informal di sekitar wilayah pengendapan, secara ekologi mengganggu suksesi lahan, serta adanya resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Namun, aktivitasnya tidak dapat dihentikan secara mendadak, karena dapat menimbulkan kerawanan sosial. Oleh karena itu diperlukan ketentuan dalam bentuk kebijakan yang dapat mengatur kegiatan pertambangan informal tersebut melalui penciptaan usaha alternatif yang layak. Kebijakan pemerintah daerah diarahkan untuk pembinaan usaha melalui upaya penataan UMK. Hal ini dikaitkan dengan lokasi pertambangan yang tertutup untuk aktivitas usaha. Pemerintah daerah bersama dengan perusahaan pertambangan melakukan pelatihan atau pembinaan mengenai manajemen pengelolaan lingkungan sebagai suatu usaha produktif dalam rangka mendukung upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan. Upaya tersebut dilakukan bersama-sama masyarakat lokal. Upaya ini diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian masyarakat dan sebagai persiapan masa penutupan tambang. Pembinaan usaha yang dilakukan perusahaan dengan dukungan pemerintah daerah sebagai salah satu upaya mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap perusahaan tambang. Perusahaan tetap melaksanakan komitmennya untuk turut serta dalam pemberdayaan tetapi melalui pengembangan ekonomi masyarakat lokal yang didukung dengan lembaga keuangan mikro yang berkelanjutan. Menurut Syukur 2003, dukungan lembaga keuangan mikro untuk mengatasi persoalan lingkungan dan pengembangan masyarakat sangat terkait dengan bentuk atau skim kredit terhadap sumber-sumber pembiayaan. Keberlanjutan pembiayaan financial sustainability merupakan kemampuan lembaga keuangan kredit dan tabungan untuk mempertahankan atau meningkatkan aliran manfaat benefit, menyalurkan melalui dana-dana yang diciptakan secara internal. Kebijakan lembaga keuangan mikro untuk penyaluran dana-dana internal perlu dikaitkan dengan usaha-usaha yang memiliki orientasi dan peran serta dalam pengelolaan lingkungan. Hal ini dapat menumbuhkan usaha baru berbasis 143 lingkungan dengan nilai tambah yang lebih sehingga ketergantungan masyarakat dan kemandirian UMK lokal dapat tumbuh dan berkembang. Dengan dukungan lembaga keuangan mikro, UMK lokal dapat mengakses dana-dana internal yang berupa dana CSR perusahaan pertambangan maupun dana berbantuan lainnya. Mekanisme penyaluran mechanism distribution pembiayaan dari lembaga keuangan mikro yang tepat sasaran diharapkan dapat mengembangkan UMK lingkungan untuk berusaha dan berperan dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. Selian orientasi kepedulian lingkungan, UMK lokal di wilayah sekitar pertambangan mineral diarahkan pada peningkatan kesejahteraan melalui usaha-usaha yang layak. Berdasarkan survey lapangan, usaha pakan ternak merupakan salah satu contoh usaha yang layak dan dapat dikembangkan di wilayah pengendapan Mod-ADA. Dengan demikian, wilayah Mod-ADA dari aspek ekonomi memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sentra produksi, sehingga secara tidak langsung nilai tambah dapat diterima UMK lokal. Peningkatan nilai tambah secara berkelanjutan memiliki pengaruh ganda terhadap perekonomian masyarakat lokal sehingga kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dapat dibangun. Hal ini menjadi arahan dalam pemberdayaan masyarakat terhadap upaya-upaya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

6.2. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Biologik Wilayah Mod-ADA