105 sosial kemasyarakatan melalui peran aktif masyarakat dalam pengelolaan dan
kepedulian lingkungan serta pendidikan berusaha untuk menumbuhkan kemandirian masyarakat lokal didukung oleh lembaga keuangan mikro untuk
kegiatan lingkungan dan CSR Kemp 2001; O’Regan Richard 2006.
5.2. Asumsi Model Kebijakan
Dalam pemodelan kebijakan, perihal yang tidak dapat diselesaikan digunakan sebagai asumsi, baik yang berupa kendala, faktor penghambat,
kondisi yang tidak mungkin dapat dirubah serta perihal kesepakatan para stakeholder
. Asumsi-asumsi dasar pengembangan kebijakan diperoleh dari FGD yang dilakukan dengan 1 praktisi pertambangan, 2 praktisi lingkungan, 3
pakar-pakar dari perguruan tinggi, 4 tim teknis manajemen lingkungan perusahaan pertambangan, serta 5 lembaga terkait dari pemerintah.
Hasil identifikasi faktor pengembangan kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan dibahas dalam diskusi pakar untuk menyusun asumsi-asumsi
dasar yang digunakan dalam penyusunan model kebijakan. Asumsi-asumsi alternatif dikelompokkan dalam tiga aspek, yaitu aspek ekologi, ekonomi dan
sosial kemasyarakatan. Dalam diskusi pakar ditentukan nilai kepentingan dan kepastian dengan mengacu pada pertanyaan yang meliputi: 1 seberapa penting
pengaruh asumsi tersebut terhadap keberhasilan atau kegagalan, dan 2 seberapa besar keyakinan bahwa asumsi yang dimunculkan dapat dibenarkan
dan dipastikan keberhasilannya. Hasil penilaian setiap partisipan digabungkan dengan menghitung rata-rata geometris dari setiap pernyataan sehingga
diperoleh tingkat kepentingan dan kepastian asumsi dasar seperti disajikan pada tabel berikut.
Hasil FGD terhadap asumsi model kebijakan pengelolaan pertambangan mineral dengan menggunakan teknik SAST diperoleh asumsi-asumsi dasar
alternatif terkait aspek ekologi, ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Gambar 33 menunjukkan tingkat pengaruh dan kepastian asumsi terhadap keberhasilan
model, pada kuadran II dengan kepentingan dan kepastian yang tinggi disintesa lebih lanjut untuk identifikasi asumsi-asumsi yang paling strategis, yaitu: 1
Perusahaan pertambangan memiliki kegiatan pengelolaan lingkungan yang baku dan suksesi alami merupakan kegiatan pengelolaan lingkungan dalam reklamasi
selama operasional pertambangan sintesa A, B, D, serta 2 Keterbukaan informasi kegiatan pengelolaan lingkungan dan alokasi dananya serta adanya
106 kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam pengelolaan lingkungan
sintesa C, F, J. Tabel 22. Asumsi-asumsi kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan
mineral yang berkelanjutan
Aspek Kode
Alternatif Asumsi Tingkat
Kepentingan x
Tingkat Kepastian
y
Ekologi A
Perusahaan pertambangan memiliki kegiatan pengelolaan
lingkungan yang baku 3
2
B Suksesi alami juga merupakan
kegiatan pengelolaan lingkungan 3
2
C Adanya keterbukaan informasi
kegiatan pengelolaan lingkungan 1
1
D Reklamasi dilakukan selama
operasional pertambangan 3
2
Ekonomi E Tersedia dana pengelolaan
lingkungan yang cukup 3
-2
F Adanya keterbukaan alokasi dana
pengelolaan lingkungan 1
1
G Kondisi infrastruktur daerah yang
baik 3
-2
Sosial H
Kesiapan dan ketersediaan SDM lokal untuk terlibat dalam setiap
program 3
-1
I Adanya jaminan keamanan
pelaksanaan program 2
-1
J Kesadaran masyarakat untuk
selalu menjaga lingkungan 1
1
K Jaminan legalitas usaha oleh
pemerintah pusat dan daerah 3
-1
Asumsi-asumsi yang terletak pada kuadran IV dengan tingkat kepentingan yang tinggi tetapi memiliki ketidakpastian dengan sintesa sebagai berikut: 1
Ketersediaan dana pengelolaan lingkungan dan kondisi infrastruktur daerah sintesa E, G, 2 Kesiapan dan ketersediaan SDM lokal untuk terlibat dalam
program pemberdayaan masyarakat serta adanya jaminan legalitas usaha oleh pemerintah pusat dan daerah sintesa H, K, dan 3 Jaminan keamanan dalam
pelaksanaan program-program sintesa I.
107
-3 -2
-1 1
2 3
-3 -2
-1 1
2 3
I II
III IV
Paling Tidak Pasti Paling Pasti
P a
lin g
T id
a k
P e
n tin
g P
a lin
g P
e n
tin g
C,F,J A,B,D
I H,K
E,G
Gambar 33. Peta kuadran asumsi Asumsi-asumsi dasar dengan tingkat kepentingan dan kepastiannya yang
dimunculkan dalam FGD I tersebut digunakan sebagai dasar penyusunan model kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan mineral yang berkelanjutan.
5.3. Strukturisasi Elemen Model Pengelolaan Lingkungan Fisik