41 test,
4 event validity, 5 test extreme condition, 6 face validity, 7 faxed values,
8 historical data validation, 9 historical method, 10 internal validity, 11 multistage validity, 12 operational graphic, 13 parameter variability-
sensitivity analysis, 14 predictive validation, 15 traces and 16 turing test.
2.6. Pertambangan Informal PI
Pertambangan rakyat menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 merupakan suatu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua
golongan A, B dan C yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong royong dengan peralatan sederhana untuk pencarian sendiri.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01 P201M.PE1986, pertambangan rakyat adalah usaha pertambagna bahan
galian strategis golongan A dan vital golongan B yang dilakukan oleh rakyat setempat yang bertempat tinggal di daerah bersangkutan untuk penghidupan
sendiri sehari-hari yang diusahakan dengan peralatan sederhana. Tujuan pelaksanaan peraturan tersebut adalah:
1 Mencegah adanya pertambangan rakyat secara liar dengan sistem penambangan yang merusak keseimbangan lingkungan.
2 Menghilangkan sistem ijon. 3 Mengarahkan dan membina dalam wadah koperasi pertambangan
rakyat atau koperasi unit desa. 4 Agar diketahui bahwa suatu usaha pertambangan rakyat hanya dapat
dilaksanakan oleh rakyat setempat dengan cara yang sederhana. Dalam pelaksanaannya pertambangan rakyat memperoleh kuasa
pertambangan sesuai dengan kententuan Peraturan Pemerintah RI No.75 tahun 2001 mengenai kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan
dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan. Oleh karena itu, menurut Salim 2005, pertambangan rakyat harus memiliki izin dengan jangka waktu
paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang kembali jika masa izin sudah habis. Namun demikian, izin pertambangan rakyat dapat dicabut dengan alasan
sebagai berikut: 1 kondisi pertambangannya membahayakan bagi lingkungan hidup dan
keselamatan rakyat setempat, 2 terjadi persengketaan hak milik tanah yang tidak dapat diselesaikan,
42 3 tidak memenuhi petunjuk-petunjuk maupun persyaratan-persyaratan
yang telah diberikan oleh pejabat yang berwewenang, 4 endapan bahan galian sudah habis atau sudah sulit diperoleh,
5 untuk kepentingan negara. Pertambangan rakyat yang berupa Pertambangan Informal yang dulu
dikenal dengan sebutan PETI Pertambangan Tanpa Izin adalah usaha pertambangan yang dilakukan oleh perseorangan, sekelompok orang, atau
perusahaanyayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memilki izin dari instansi pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, izin, rekomendasi, atau bentuk apapun yang diberikan kepada perseorangan, sekelompok orang, atau perusahaanyayasan oleh instansi
pemerintah di luar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat dikategorikan sebagai PETI Sumantri 2007. Menurut Herman 2007,
pertambangan tanpa izin dapat diartikan sebagai usaha pertambangan atas segala jenis bahan galian dengan pelaksanaan kegiatannya tanpa dilandasi
aturanketentuan hukum pertambangan resmi Pemerintah Pusat atau Daerah. Mengingat kegiatan pertambangan informal yang tidak menerapkan kaidah
pertambangan secara benar good mining practice dan hampir tidak tersentuh hukum, sementara di sisi lain bahan galian bersifat tak terbarukan non
renewable resources dan dalam pengusahaannya berpotensi merusak
lingkungan potential polluter, maka yang terjadi kemudian adalah berbagai dampak negatif yang merugikan permerintah dan juga masyarakat luas dan
generasi mendatang. Kerusakan lingkungan, pemborosan sumberdaya mineral, dan kemerosotan moral merupakan contoh dari dampak negatif yang merugikan
Pemerintah, masyarakat luas dan generasi mendatang Sumantri 2007. Pertambangan juga selalu dikaitkan dengan degradasi lingkungan. Jika
aktivitas pertambangan besar didukung dengan manajemen lingkungan secara tepat, tetapi pertambangan skala kecil khususnya pertambangan tanpa ijin tidak
melakukan pengendalian lingkungan. Beberapa dampak lingkungan yang serius yang telah ditelusuri termasuk degradasi lahan, ketidakstabilan lahan, kerusakan
habitan flora dan fauna, kotaminasi air sungai dan air tanah dan penurunan kesehatan terjadi karena ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan
Manaf 1999.
43 Khusus bagi Pemerintah, dampak negatif itu ditambah pula dengan
kerugian akibat kehilangan pendapatan dari pajak dan pungutan lainnya, biaya untuk memperbaiki lingkungan, pelecehan terhadap kewibawaan, dan kehilangan
kepercayaan dari investor asing yang menjadi tulang punggung pertumbuhan sektor pertambangan nasional. Akhirnya Indonesia kehilangan salah satu
andalan untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi, serta kehilangan kesempatan untuk menurunkan angka pengangguran.
Menurut Sumantri 2007 dan Herman 2007, menyatakan bahwa faktor pendorong kehadiran pertambangan informal dapat dikelompokkan menjadi:
1 Faktor Sosial, keberadaan penambang tradisional oleh masyarakat
setempat yang telah berlangsung secara turun-temurun; hubungan yang kurang harmonis antara pertambangan resmi atau berizin dengan
masyarakat setempat; serta penafsiran keliru tentang reformasi yang diartikan sebagai kebebasan tanpa batas.
2 Faktor Hukum, ketidaktahuan masyarakat terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku dibidang pertambangan; kelemahan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan, yang antara lain tercermin
dalam kekurang berpihakan kepada kepentingan masyarakat luas dan tidak adanya teguran terhadap pertambangan resmi atau berizin yang tidak
memanfaatkan wilayah usahanya lahan tidur; kelemahan dalam penegakan hukum dan pengawasan.
3 Faktor Ekonomi, keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha
yang sesuai dengan tingkat keahlian atau ketrampilan masyarakat bawah; kemiskinan dalam berbagai hal, miskin secara ekonomi, pengetahuan, dan
ketrampilan; keberadaan pihak ketiga yang memanfaatkan kemiskinan untuk tujuan tertentu, yaitu penyandang dana cukong, backing oknum
aparat dan LSM; krisis ekonomi berkepanjangan yang melahirkan pengangguran terutama dari kalangan masyarakat bawah. Penemuan
cadangan baru oleh perusahaan tambang resmi atau berizin.
44 Aktivitas pertambangan tersebut dapat menyebabkan dampak negatif
sebagai berikut: 1
Kehilangan Penerimaan Negara Dengan status yang tanpa izin, maka otomatis usaha pertambangan
tersebut tidak terkena kewajiban untuk membayar pajak dan pungutan lainnya kepada negara. Menurut perhitungan, kerugian negara atas tidak
terpungutnya pajak dari pertambangan informal diperkirakan mencapai Rp. 315,1 milyar per tahun. Jumlah ini dipastikan akan membengkak jika
memperhitungkan penerimaan negara dari sektor lain yang mendukung kegiatan pertambangan informal multiplier effect dan tidak dapat dipungut
oleh negara. 2
Kerusakan Lingkungan Hidup Pada perusahaan tambang resmi atau berizin dibebani kewajiban untuk
melaksanakan program pengelolaan lingkungan melalui AMDAL, faktor lingkungan hidup tetap menjadi masalah krusial yang perlu mendapat
pengawasan intensif. Dengan kegiatan pertambangan informal yang nyaris tanpa pengawasan, dapat dibayangkan kerusakan lingkungan hidup yang
terjadi. Terlebih lagi, para pelaku pertambangan informal praktis tidak mengerti sama sekali tentang pentingnya pengelolaan lingkungan hidup,
sehingga lahan subur dapat berubah menjadi hamparan padang pasir yang tidak dapat ditanami akibat tertimbun limbah penambangan dan
pengolahan. 3
Kecelakaan Tambang Dari aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3, kegiatan
pertambangan informal telah menimbulkan kecelakaan tambang yang memakan korban luka-luka dan meninggal dunia, serta berbagai penyakit.
Memang tidak ada laporan resmi tentang jumlah korban, baik yang luka, cacat, maupun meninggal dunia, namun diperkirakan cukup banyak. Hai ini
dapat diprediksi dari berita di berbagai media cetak, baik lokal maupun nasional, yang memberitakan kecelakaan tambang.
4 Iklim Investasi Tidak Kondusif
Tertarik tidaknya investor untuk menanamkan modalnya disektor pertambangan, bukan semata-mata, dilihat dari sisi geologis, namun
dipengaruhi juga dari stabilitas politik dan ekonomi yang mampu
45 memberikan jaminan kepastian hukum. Dua faktor terakhir inilah yang kini
tengah mengalami batu ujian di Indonesia menyusul maraknya pertambangan informal di berbagai wilayah, sebab telah mengakibatkan
iklim investasi menjadi tidak kondusif dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Menurut hasil beberapa studi, sebelum terjadi krisis ekonomi dan politik, sudah diidentifikasi bahwa dalam segi kepastian hukum dan keamanan
investasi, Indonesia dinilai lebih rendah dibanding kompetitor terdekatnya Cina. Dengan terjadinya krisis ekonomi dan politik yang berkepanjangan,
serta disusul oleh penjarahan pertambangan informal terhadap wilayah pertambangan berizin, maka dapat dipastikan Indonesia berada pada
peringkat bawah sebagal negara berisiko tinggi untuk berinvestasi high country risk
. 5
Pemborosan Sumberdaya Mineral Teknologi penambangan dan pengolahan yang dilakukan oleh
pertambangan informal secara umum sangat sederhana, sehingga perolehannya recovery sangat kecil sekitar 40, baik sisa cadangan
yang masih tertinggal di dalam tanah maupun limbah hasil pengolahan tailing, yang masing-masing sebesar 60, sangat sulit untuk ditambang
atau diolah kembali karena kondisinya sudah rusak idle resources. Disamping itu, karena pertambangan informal hanya menambang
cadangan berkadar tinggi, maka cadangan berkadar rendah menjadi tidak ekonomis untuk ditambang. Padahal jika penambangan dilakukan secara
benar good mining practice, cadangan berkadar rendah sebenarnya ekonomis untuk ditambang apabila dicampur mixing dengan cadangan
berkadar tinggi sepanjang sesuai cut off grade yang telah ditentukan. 6
Pelecehan Hukum Kegiatan pertambangan informal telah menimbulkan indikasi buruk bagi
upaya penegakan dan supremasi hukum di Indonesia. Hukum memang sulit atau mustahil diberlakukan di wilayah-wilayah pertambangan informal,
sebab aparat penegak hukum sendiri seringkali harus berhadapan dengan kelompok masyarakat yang tidak mengerti hukum, karena berbagai
alasan. Dampak negatif lebih buruk yang muncul kemudian adalah keengganan pengusaha untuk berusaha sesuai peraturan perundang-
46 undangan yang berlaku, sehingga menutup peluang bagi Pemerintah
untuk menumbuhkan sektor perekonomian secara menyeluruh. 7
Kerawanan Sosial Hampir semua lokasi kegiatan pertambangan informal, gejolak sosial
merupakan peristiwa yang kerap terjadi, baik antara perusahaan resmi dengan pelaku pertambangan informal, antara masyarakat setempat
dengan pelaku pertambangan informal pendatang, maupun diantara sesama
pelaku pertambangan
informal sendiri
dalam upaya
mempertahankan kepentingan masing-masing. Masyarakat bawah, yang seringkali menjadi korban dari penyandang dana penadah dan oknum
aparat, mengakibatkan kehidupan mereka sangat rawan terhadap munculnya gejolak sosial.
Mengacu kepada kategori pertambangan skala kecil menurut Aspinall 2001 dari Mining Minerals and Sustainable Development MMSD, khususnya
untuk bahan galian emas di Indonesia ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 4. Kategori pertambangan skala kecil dan pertambangan informal
Status Jenis
Jumlah pekerja orang
Modal
1. Koperasi Unit Desa KUD 20.000
Relatif kecil Memiliki izin usaha
dari Pemerintah PusatDaerah
2. Pertambangan Rakyat 1.000
Pertambangan tanpa izin atau pertambangan informal
yang dilakukan oleh : 1. Penambang tradisional
setempat. 5.000
Tanpa modal 2. Penambang tradisional
dari luar daerah. 15.000
Relatif besar Tanpa izin usaha
3. Penambang tradisional setempat dan luar
daerah,dengan penyandang dana dari
luar daerah. 60.000
Besar
Menurut Herman 2007 status usaha pertambangan tradisional tanpa izin dapat ditingkatkan menjadi usaha pertambangan skala kecil sebagai
pertambangan informal melalui langkah-langkah pendekatan berikut: 1
Rasionalisasi, yaitu upaya untuk mengantisipasi dampak negatif dari pertambangan dengan munculnya pasar perdagangan gelap dan
kerusakan lingkungan. Segi positifnya adalah penciptaan lapangan kerja
47 dan peningkatan pendapatan masyarakat dari hasil penjualan produk
pertambangan. 2
Pengaturan pengembangan pertambangan skala kecil, melalui pengujian penerapan peraturan pertambangan di daerah otonom dalam mendukung
tujuan nasional.
Secara keseluruhan
peraturan mengakomodir
penambangan bahan galian untuk tujuan komersil dan perorangan, dengan tujuan mengantisipasi kemungkinan pemanfaatan bahan galian
tersebut oleh pemilik lahan. 3
Peraturan tentang lingkungan. Pengajuan usaha pertambangan informal sebagai pertambangan skala kecil harus menyertakan rencana
perlindungan terhadap lingkungan dan disahkan sebelum surat izin usaha dikeluarkan; apabila perlu mencantumkan ketentuan tentang penyisihan
dana untuk penanggulangan kerusakan lingkungan dan pegenaan pajak untuk rehabilitasi daerah-daerah bekas penambangan.
4 Keselamatan kerja dan kesehatan, melalui upaya penerapan peraturan
umum tentang keselamatan kerja dan penjagaan kesehatan selama melakukan usaha pertambangan.
5 Pemasaran, melalui upaya pengawasan pemerintah daerah terhadap
penjualan atau izin perdagangan produk pertambangan sebagai bagian dari usaha pertambangan.
6 Penerapan sanksi terhadap pemegang izin usaha atau pelaku usaha yang
tidak mematuhi peraturan, berkisar dari pembatalan izin usaha hingga hukuman dendapenjara.
7 Penerapan sistem pemberian izin berdasarkan strata atau kedalaman
penambangan, pengaturan izin usaha kelompok atau asosiasi atau kemitraan, jenis atau nama bahan galian, pemberian izin terpisah dan
tunggal, sistem nasional atau otonomi. 8
Ketentuan lain yang terdiri atas lama berlaku izin usaha, luas wilayah pertambangan dan pemindahan kepemilikan.
2.7. Pemberdayaan Masyarakat