25 pemeliharaan bendungan, pendalaman sungai dan saluran air serta situ
penampungan air, karena erosi yang berasal dari dataran tinggi akan meningkat. Menurut Sitorus 2004, penurunan produktivitas usahatani lahan kering
dataran tinggi tersebut karena adanya kendala dalam pemanfaatannya untuk pertanian yaitu: 1 kendala fisik-relief dengan lereng curam berbukit sampai
bergunung yang peka terhadap erosi dan longsor, 2 berkurangnya kesuburan tanah karena erosi sehingga terjadi penurunan produktivitas lahan, 3 kendala
sosial budaya keluarga petani yang mempunyai sifat individualisme yang tinggi. Konsekuensi logis dari keadaan tersebut adalah degradasi lahan terus berlanjut
diakibatkan oleh erosi dan eksploitasi lahan secara berlebihan. Memperhatikan kendala tersebut, maka pengembangan pertanian di lahan pegunungan perlu
memperhatikankan beberapa hal utama, yaitu: kondisi sosial ekonomi petani, karakteristik lahan berlereng, kesesuaian jenisvarietas yang akan dikembangkan
dan teknik konservasi yang harus dilaksanakan. Penelitian Dasiharjo 2004 menunjukkan bahwa kegiatan usahatani di
daerah hulu sungai Cikapundung Jawa Barat sampai tahun 2004 masih cukup menguntungkan dengan BC-ratio 3,33, tetapi untuk jangka panjang apabila tidak
dilakukan tindakan konservasi akan menurunkan pendapatan usahatani seiring dengan semakin tipisnya lapisan tanah permukaan. Pujiharti 2007,
merekomendasikan teknologi untuk pengelolaan lahan kering berkelanjutan adalah pola usaha tanaman-ternak sapi yang menerapkan pola pergiliran
tanaman, penggunaan pupuk berimbang dan menggunakan pupuk kandang. Alternatif lain yang ditawarkan yaitu membangun tampungan-tampungan
air reservoirs di lahan miring untuk menampung air hujan dan air limpasan dari permukaan yang lebih tinggi Gatot et al., 1999. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dengan adanya tempat penampungan air tersebut, petani dapat menanam dua kali lebih sering dan jenis tanaman yang ditanam dapat diganti
dengan tanaman-tanaman yang bernilai ekonomi tinggi seperti cabe, bawang atau semangka. Selain itu, air dari tampungan juga dapat dimanfaatkan untuk
ternak dan perikanan darat.
2.3.3. Low External Input for Sustainable Agriculture LEISA
Sistem usaha budidaya pertanian secara umum adalah sebagai suatu penataan kegiatan usaha yang dikelola berdasarkan kemampuan lingkungan
fisik, biologis, dan sosio ekonomi serta sesuai dengan tujuan, kemampuan dan sumber daya yang dimiliki petani Shaner et al., 1982. Setiap usahatani
26 memerlukan input produksi yang berasal dari bahan kimia sintetik dan dari bahan
alami. Berdasarkan input produksi yang digunakan, sistem usahatani dapat dikategorikan dalam 4 kelompok yaitu : 1 pertanian tradisional, dimana hanya
menggunakan input produksi yang tersedia dari tempat usaha saja, 2 pertanian modern dicirikan oleh penggunaan varietas unggul disertai input produksi dari
luar tempat usaha, seperti pupuk dan pestisida sintetik, 3 pertanian dengan input eksternal rendah Low External Input for Sustainable Agriculture = LEISA
dengan prinsip mengoptimalkan interaksi antara input produksi dengan unsur- unsur agroekosistem, 4 pertanian organik, merupakan bentuk usahatani yang
tidak menggunakan sama sekali bahan kimia sintetik dan mengandalkan sepenuhnya penggunaan bahan organik
alami, termasuk fosfat alam, tepung kapur dan lainnya FAO, 2000.
Pemanfaatan lahan dataran tinggi untuk tanaman semusim secara intensif sepanjang tahun perlu diimbangi dengan pemberian pupuk organik yang
memadai untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah yang banyak hilang akibat erosi dan dekomposisi. Tanpa bahan organik kesuburan tanah
akan menurun meskipun pupuk anorganik diberikan dalam takaran yang melebihi dosis anjuran Karama et al., 1990.
Pemanfaatan pupuk kandang untuk meningkatkan produksi pertanian juga telah dilakukan oleh petani Lembang dan Dongko. Namun pupuk kandang
yang dibeli petani dari toko saprodi memiliki beberapa kelemahan seperti : harganya mahal, kualitasnya tidak selalu bagus dan ketersediaannya tidak
terjamin. Mengingat terbatasnya pupuk kandang dan pentingnya penambahan bahan organik bagi usahatani di wilayah penelitian maka pemanfaatan sumber
bahan organik dari sumberdaya pertanian in situ harus dikembangkan Sudiarto dan Gusmaini, 2004.
Pada saat ini petani selalu menggunakan pupuk organik dikombinasikan dengan pupuk buatan. Untuk mendapatkannya petani mengandalkan pedagang
saprodi atau sumber dari luar agroekosistemnya. Petani telah memahami bahwa produksi dan mutu tanaman secara umum dipengaruhi oleh : 1 jenis varietas
yang ditanam, 2 penyediaan unsur hara pemupukan, dan 3 perlindungan tanaman terhadap OPT Pribadi dan Rahardjo, 2007. Oleh karena itu
penerapan teknologi LEISA harus segera dilakukan agar ketergantungan petani terhadap input produksi terutama pupuk dan pestisida yang berasal dari luar
dapat diturunkan.
27 Badan dunia FAO 1990 mengumumkan bahwa efisiensi pupuk buatan
terbukti lebih rendah dari yang diprediksikan. Di lahan miring daerah tropis, tingkat kehilangannya pupuk nitrogen mencapai 40 – 50 dari jumlah yang
diaplikasikan. Bila kondisi kurang mendukung, misalnya curah hujan tinggi, kemarau panjang, laju erosi tinggi, kandungan bahan organik rendah, maka
efisiensinya dapat lebih rendah lagi. Besarnya kehilangan pupuk N yang diaplikasi dalam satu musim tanam, diperkirakan sekitar 20 - 40 di India, 37
di California, 68 di Lousiana, 25 di Filipina, dan 52 - 71 di Indonesia Ismunadji dan Roechan, 1988.
Penggunaan bahan-bahan kimia untuk budidaya pertanian dapat berubah menjadi bahan pencemar sebagai akibat penggunaan yang berlebihan atau
tingkat kehilangan yang tinggi. Steenvoorden dalam Nursyamsi et al., 2001 menyatakan bahwa limbah dari lahan pertanian akibat aktivitas pemupukan,
penggunaan pestisida, dan lain-lain, memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap polusi nitrat di dalam air permukaan dan air bawah tanah. Hasil
penelitian yang dilakukan Nursyamsi et al., 2001 terhadap beberapa sumber air tanah air sumur yang berada pada areal pertanian lahan kering tegalan di Sub
DAS Citarik dan Sub DAS Kaligarang menunjukkan bahwa rata-rata kadar nitrat dalam air berturut-turut mencapai 10,61 mgl dan 26,48 mgl. Nilai tersebut
berada di atas nilai ambang batas kadar nitrat air minum yaitu 10 mgl. Penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara berlebihan dalam periode
waktu lama akan meningkatkan penyebaran zat radioaktif dan meninggalkan residu dalam sayuran. Telah diketahui bahwa pupuk TSP dan NPK merupakan
sumber penyebaran zat radioaktif Uranium U-238, Thorium Th-232 dan Kalium K-40 yang berbahaya bagi kesehatan manusia Bowen, 1979. Aplikasi
yang tidak seimbang dari pupuk nitrogen juga akan menyebabkan pengasaman tanah dan menurunkan ketersediaan fosfor bagi tanaman Reijntjes et al., 1992.
Menurut Dariah dan Rachman 2007 daerah aliran sungai DAS merupakan sistem yang berpotensi besar untuk mengalami pencemaran dari
aktivitas di dataran tinggi. Komponen utama dari DAS yang berpotensi untuk tercemar adalah badan air dan tanah, yang selanjutnya akan berpengaruh pula
terhadap kualitas pertanian dan mahluk hidup yang berinteraksi dengan komponen-komponen yang ada dalam sistem daerah aliran sungai atau daerah
yang dipengaruhinya. Sumber pencemar DAS dapat berupa 1 point source PS pollutans, yakni sumber-sumber polutan yang dapat ditentukan dengan jelas
28 dari mana titik atau daerah asalnya, misalnya polutan yang dihasilkan dari
kegiatan industri dan pertambangan; 2 non point source NPS pollutans yakni sumber-sumber polutan yang sulit untuk dikenali secara pasti dari mana polutan
itu berasal. Bahan pencemar yang berasal dari NPS sebagian besar berasal dari
agricultural runoff seperti pestisida, patogen dan pupuk Ritter et al., 2002. Penanggulangan pencemaran NPS relatif lebih sulit dibandingkan dengan
penanggulangan pencemaran PS polutan. Penanggulangan pencemaran PS polutan dapat dilakukan dengan perbaikan prosedur pengolahan limbah yang
akan dialirkan ke sungai atau badan air lainnya. Sedangkan penanggulangan pencemaran NPS hanya dapat dilakukan dengan cara memperbaiki sistem
pengelolaan pertanian yang dilakukan di daerah hulu. Untuk mengatasi pencemaran yang terjadi di lahan pertanian, pemerintah
Austria menetapkan kebijakan pertanian yang ramah lingkungan pada tahun 2003. Mulai tahun 2005, pemerintah memberikan tambahan insentif dana
kepada petani yang dinilai berhasil menjaga kualitas lingkungan sesuai dengan standar yang ditetapkan, menjaga kualitas dan keamanan produk yang
dihasilkan serta menjaga kesehatan ternaknya. Dengan kebijakan tersebut, ternyata negara ini berhasil meningkatkan pendapatan petaninya sekaligus
mempertahankan kualitas lingkungan Schmid dan Sinabell, 2007. Penggunaan pupuk buatan secara intensif dalam waktu lama juga dituduh
memberi andil pada resiko pemanasan global dari pelepasan nitrogen oksida N
2
O. Pada lapisan stratosfer N
2
O akan menipiskan lapisan ozon dan mengganggu kestabilan iklim. Oleh karena itu penerapan teknik LEISA pada
agroekosistem lahan dataran tinggi tidak dapat dihindari lagi. Teknik LEISA akan menurunkan ketergantungan petani terhadap input produksi yang berasal dari
luar sistem sekaligus mengendalikan tingkat pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas pertanian di bagian hulu tersebut. Hal ini sesuai
dengan pendapat Conway dan Pretty 1988, yang menegaskan bahwa sudah saatnya dilakukan upaya untuk meningkatkan penggunaan sumber-sumber
pengganti N dari bahan organik, misalnya dari sampah tanaman, pupuk hijau dan pupuk kandang serta melakukan penanaman leguminose secara bergantian atau
menggunakannya sebagai pohon pelindung.
2.3.4. Kekuatan Modal Sosial Social Capital