Kerjasama dengan Perhutani Kecamatan Dongko

88 berbagai jenis tanaman sebelum paham betul teknik budidaya dan pengolahan pasca panen yang tepat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dalam dua tahun terakhir, tanaman nilam Pogostemon cablin dan kakao menjadi andalan penghasilan bagi masyarakat Dongko. Petani menjual daun dan ranting nilam kering ke pabrik penyulingan nilam yang terdapat di Kecamatan seharga Rp. 8.000 – Rp. 15.000kg tergantung kualitas daunnya. Sedangkan biji kakao kering matahari laku dijual Rp. 18.000 – Rp. 20.000kg di pasar Kecamatan. Maraknya bisnis minyak nilam membuat para pengusaha lokal meningkatkan jumlah alat penyulingan. Tidak kurang dari 100 ketel penyuling minyak nilam yang terdapat di Kecamatan Dongko, setiap ketel mampu menghasilkan 2,5 kg minyak nilam dari 1 kwintal daun kering per harinya. Harga minyak nilam di tingkat Kecamatan berfluktuasi dengan rata-rata Rp. 750.000kg. Jika kualitas daunnya bagus, maka minyak yang dihasilkan akan lebih banyak dan lebih berkualitas sehingga harganya bisa mencapai Rp. 1.000.0000kg.

4.2.5 Kerjasama dengan Perhutani

Pengelolaan hutan oleh Perhutani di wilayah BKPH Dongko sedang berkonflik dengan sebagian masyarakat yang tinggal disekitar hutan. Wilayah konflik terdapat di desa Ngerdani dan Pringapus. Perselisihan antara Perhutani dengan masyarakat dapat terjadi, karena oknum aparat desa melegalkan kepemilikan lahan masyarakat yang diakui oleh Perhutani sebagai bagian dari hutan milik negara. Hingga penelitian ini dilakukan, perselisihan tersebut belum dapat diselesaikan. Kedua belah pihak dalam posisi status quo sambil menunggu keputusan pengadilan. Belajar dari pengalaman tersebut membuktikan bahwa kebijakan kicking out farmers of forest sudah tidak dapat dilakukan, terutama untuk hutan di daerah padat penduduk seperti wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur. Sikap yang kurang simpatik dari pengelola hutan berpotensi menimbulkan konflik sosial yang dapat merugikan banyak pihak. Dari total lahan hutan negara seluas 7.274,6 ha di wilayah BKPH Dongko, seluas 1.313,3 ha adalah hutan lindung. Sisanya seluas 5.961,3 ha areal hutan produksi telah di PHBM-kan. Tanaman utama yang ditanam di hutan produksi adalah pinus Pinus mercusii. Masyarakat dapat memanfaatkan lahan dibawah tegakan utama untuk tanaman semusim selama tajuk pinus belum menutupi permukaan tanah dari sinar matahari. 89 Selama dua tahun ini masyarakat maupun Perhutani sudah mulai merasakan manfaat dari kerjasama tersebut. Masyarakat jelas memperoleh keuntungan dari hasil produksi tanaman sedangkan Perhutani terhindar dari penyerobotan tanah hutan negara untuk kepemilikan pribadi. Bersamaan dengan itu, tingkat pencurian kayu juga menurun drastis. Prof. Dr. Kurniatun Hairiah, guru besar biologi tanah dari Faperta Brawijaya 2008 menegaskan bahwa untuk menyelesaikan konflik antara Perhutani dengan masyarakat di KPH wilayah Jawa Timur seharusnya menyatukan tiga persepsi dari tiga kelompok yang berbeda yaitu masyarakat, pejabat pembuat keputusan Perhutani dan Pemerintah dan ilmuwan. Ketiga kelompok tersebut diyakini telah mengalami kesenjangan dalam memahami ekologi hutan. Hutan di wilayah KPH Jawa Timur sebagian besar di pegunungan dengan lahan berlereng dan memiliki fungsi sebagai daerah tangkapan air. Salah satu alternatif solusi yang ditawarkannya adalah tidak harus setiap lereng dihutankan, pada batas-batas kemiringan yang masih diperbolehkan 25, lereng dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat setempat. Selanjutnya memperhatikan kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani baik di lahan milik maupun lahan Perhutani yang di kelola melalui pengelolaan hutan bersama masyarakat PHBM. Seperti pada umumnya masyarakat di daerah yang tanahnya kurang subur, petani Dongko adalah manusia tangguh yang tidak pernah menyerah. Setelah puluhan tahun makmur oleh produksi cengkeh kelas 1 satu dan hancur pada akhir tahun 1980-an, petani terus mencoba menanam berbagai jenis tanaman untuk mengembalikan perekonomian mereka. Namun demikian, tingkat keberhasilan yang diperoleh belum maksimal karena keterbatasan informasi dan kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dalam penyediaan bibit. Petani menanam berbagai jenis tanaman tersebut di lahan pekarangan, seperti: kakao Theobroma cacao, kelapa Cocos nucifera, cengkeh Eugenia aromatica, alpukat Persea americana, nangka Artocarpus heterophyllus, kelengkeng Euphoria longana, beberapa jenis pakan gliricidia Gliricidia sepium, lamtoro Leucaena glauca dan kaliandra Calliandra callothyrsus serta tanaman kayu seperti mindi Melia azedarach dan mahoni Swietenia mahagoni dan sengon Albazia falcataria. Di lahan PHBM, sebagian besar petani lebih memilih untuk menanam jagung Zea mays atau ubi kayu Manihot esculenta. Meskipun paham bahwa tindakan tersebut berisiko menimbulkan erosi sekaligus mengurangi kemampuan 90 tanah untuk meresapkan air hujan, petani tetap memilih menanam ubi kayu dan jagung. Menyadari bahwa kesempatan memanfaatkan lahan di bawah tegakan pinus tidak lebih dari 5 tahun petani cenderung mengambil sikap yang pragmatis. Kebutuhan bahan pangan dan kemudahan dalam budidaya, menguatkan keputusan petani untuk memilih jagung dan ubi Kayu. Hanya sebagian responden yang mengkombinasikan tanaman pangan dengan tanaman kayu kayu atau pakan ternak. Tanaman pakan seperti kaliandra, gliricidia, rumput gajah Glycidia maculata dan setaria Setaria sp., ditanam di lahan-lahan yang sudut kemiringannya besar curam. Petani yang mendapatkan lahan kerjasama berbatasan dengan sumber air atau aliran sungai, menanam pohon kluwakpucung Pangium edule atau tanaman buah seperti durian Durio zibethinus. Kedua jenis tanaman ini memiliki akar yang kuat dan dalam, sehingga mampu menyerapkan air hujan dalam jumlah banyak ke dalam tanah. Daun-daun yang berguguran dapat melembabkan permukaan tanah dan menjadi sumber bahan organik yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah.

4.3. Manajemen Pengendalian Sistem Usahatani Lahan Dataran Tinggi