66
4.1.5 Kependudukan dan Mata Pencaharian
Alih fungsi lahan pertanian yang terus terjadi di wilayah Lembang menjadi permasalahan, karena kegiatan pertanian merupakan sumber mata pencaharian
utama bagi sebagian besar penduduk Kecamatan Lembang 62,62. Keberlangsungan kegiatan pertanian di wilayah ini akan menyangkut nasib
sekitar 22.913 KK atau 83,39 rumah tangga pertanian yang menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian. Disamping itu, sub sektor pertanian hortikultura
ini telah mendominasi kegiatan perekonomian wilayahnya, dengan memberikan kontribusi terbesar pada nilai PDB Kecamatan Lembang 71,82. Tabel 4.8
berikut ini menunjukkan jumlah penduduk Lembang tahun 2008 berdasarkan pemisahan jenis kelamin.
Tabel. 4.8. Jumlah Penduduk Kecamatan Lembang Pebruari 2008
No DESA Jumlah KK
Jumlah Penduduk L
P Jumlah
1 Lembang
5 285 6 730
6 393 13 123
2 Pagerwangi
2 930 3 887
4 203 8 090
3 Mekarwangi
1 909 2 396
2 367 4 765
4 Wangunsari
3 292 4 468
4 355 8 823
5 Kayuambon
2 727 3 673
3 510 7 183
6 Cikahuripan
3 177 4 319
4 152 8 471
7 Gudangkahuripan
4 442 6 119
6 150 12 269
8 Jayagiri
6 003 8 599
8 652 17 251
9 Sukajaya
4 411 5 323
5 085 10 408
10 Cibogo
3 291 4 871
4 725 9 596
11 Cikidang
2 716 3 153
3 164 6 317
12 Cikole
4 646 5 955
5 576 11 531
13 Wangunharja
2 460 3 339
3 340 6 679
14 Cibodas
4 310 4 799
4 717 9 546
15 Suntenjaya
2 492 3 370
3 350 6 720
16 Langensari
3 676 5 255
5 010 10 265
JUMLAH THN 2008 57 740
76 258 74 749
151 007 Jumlah Thn 2006
25 238 65 847
67 090 132 937
Sumber : Monografi Kecamatan Lembang 2006 dan 2008
Penduduk Lembang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, dan pekerja sektor informal buruh, pengemudi. Lebih dari
separuh jumlah keluarga di desa-desa dalam Kecamatan Lembang merupakan rumah tangga yang sumber penghasilannya dari kegiatan pertanian.
Pengecualian terjadi untuk desa Jayagiri dan desa Lembang. Kedua desa ini menjadi pusat pertumbuhan perkotaan di wilayah Lembang sehingga
pemanfaatan ruangnya diarahkan untuk pemerintahan, jasa, perdagangan dan
67 pemukiman. Berdasarkan data monografi 2006, jumlah penduduk Lembang
sebanyak 132.937 jiwa terbagi dalam 25.238 KK. Pertumbuhan penduduk rata- rata adalah 3,47th namun dalam dua tahun terakhir terjadi peningkatan hingga
13,59, menjadi 151.007 jiwa. Penyebabnya adalah terjadi migrasi penduduk dari luar yang pindah ke kecamatan Lembang dengan berbagai alasan terutama
pekerjaan. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan jumlah kepala keluarga dua kali lipat lebih yaitu dari 25.238 KK pada tahun 2006 menjadi 57.740 KK tahun 2008.
Luas kepemilikan lahan oleh petani Lembang sangat sempit, yaitu antara 0,08 - 0,6 Ha. Sebagian petani bahkan tidak memiliki lahan, sehingga terpaksa
menyewa lahan kepada pemiliknya dengan harga sewa Rp 1 jutahath. Dari 30 responden petani di wilayah penelitian Lembang, diketahui bahwa rata-rata usia
petani sayuran berkisar antara 46 th – 55 th. Tabel 4.9 menunjukkan kondisi umum petani dan status kepemilikan lahan sayuran di Lembang.
Tabel 4.9. Kondisi Umum Petani dan Status Kepemilikan Lahan Petani di Kecamatan Lembang
No Kalsifikasi Keterangan
Jumlah Individu orang
1 Usia
35 th – 45 th 46 th – 55 th
55 th 6 20
19 63,3 5 16,7
2 Lokasi lahan
Dusun Cilumber Desa Cibogo Dusun Ciburial Desa Cibogo
Dusun Cibedug Desa Cikole Dusun Cikaremi Desa Cikidang
10 33,3 5 16,7
10 33,3 5 16,7
3 Pendidikan
SD Tidak tamat SMP
25 83,3 5 16,7
4 Status Kepemilikan
lahan Milik sendiri
Sewamilik saudara 25 86,7
5 13,3 5
Luas lahan garapan 0,2 ha 0,2 – 0,5 ha
0,5 Ha 14 46,7
12 40,0 4 13,3
6 Tergabung dalam
kelompok Ya
Tidak 5 16,7
25 83,3 7
Pengalaman berusahatani
sayuran 0 – 10 th
11 – 20 th 20 th
- 6 20
24 80
Sumber : Hasil Wawancara
Usia seseorang biasanya mempengaruhi produktivitas dalam bekerja, semakin tua seseorang biasanya produktivitasnya juga menurun. Terdapat
68 kecenderungan generasi muda mulai meninggalkan usaha di bidang pertanian.
Para pemuda lebih memilih bekerja di pabrik, hotel atau restoran dibandingkan meneruskan usaha orang tuanya menanam sayuran.
Pengaruh perkembangan kota Bandung yang sangat cepat menyebabkan wilayah Lembang menjadi komersial seperti halnya di perkotaan. Karakteristik
usahatani yang dilaksanakan oleh petani Lembang pun terpengaruh oleh perkembangan kota Bandung yang semakin meluas ke arah utara. Daerah yang
semula merupakan desa pertanian, semakin berubah menjadi daerah urban yang kompleks permasalahannya.
Lokasi Lembang yang terletak pada jalur utama yang menghubungkan Bandung dengan Subang, ternyata tidak selalu menguntungkan bagi petani. Hal-
hal yang seharusnya tidak menjadi masalah, seperti misalnya akses terhadap informasi dan pasar ternyata tetap menjadi kendala bagi petani. Selama ini
petani mengandalkan para bandar sayuran untuk memasarkan hasil produksinya sekaligus menjadi sumber informasi mengenai perkembangan harga produk dan
input produksi. Petani menentukan jenis sayuran yang akan ditanam berdasarkan
informasi bandar mengenai pasar, ketersediaan air pada saat musim tanam, kemudahan dalam perawatan tanaman dan perkiraan harga sayuran 1 – 2 bulan
mendatang. Kelompok tani tidak aktif, sehingga kegiatan usahatani dilakukan sendiri-sendiri. Beberapa kerugian yang dialami oleh petani karena tidak
tergabung dalam kelompok, antara lain : 1. Informasi pasar sering salah.
2. Modal terbatas sehingga sangat tergantung pada pinjaman dari bandar tengkulak.
3. Harga jual ditentukan oleh bandar. 4. Informasi terhadap teknologi baru sangat terbatas.
Tabel 4.10 berikut ini menjelaskan perbedaan karakter dalam melakukan usahatani antara petani di dusun Ciburial yang masih memiliki kelompok tani
aktif, dengan dusun Cilumber yang tidak tergabung dalam kelompok tani. Ke dua dusun tersebut terdapat dalam desa yang sama yaitu Cibogo. Berdasarkan
keterangan dalam Tabel 4.10, dapat diketahui bahwa petani yang tergabung dalam kelompok akan memperoleh keuntungan usahatani yang lebih besar
dibandingkan petani bukan anggota kelompok.
69 Tabel 4.10 Karakteristik Pertanian Lahan Miring di Desa Cibogo
No Karakter Dusun Ciburial
Dusun Cilumber
1 Kemiringan lereng
40 40
2 Pola budidaya
Tumpang sari dan pergiliran tanaman dalam
satu petak Monokultur dalam satu
petak 3
Tindakan konservasi Terasering, Mulsa plastik,
tanaman pagar Terasering, Mulsa
plastik tanaman pagar 4
Arah guludan Mengikuti kontur
Memotong kontur 5
Bencana lonsor Tidak pernah
Sering, tetapi tidak luas 6
Warna air pada parit di bagian bawah
Jernih tidak hujan Agak Keruh hujan
Agak keruh tidak hujan Sangat keruh hujan
7 Sumbermata air
Banyak Sedikit, sangat
mengandalkan curah hujan
8 Pemasaran
Langsung ke Supplier CV BimandiriKemfarmPutri
Segar atau ke Bandar Melalui Bandar
9 Cara pemasaran
Sendiri-sendiri Sendiri-sendiri
10 Jenis tanaman
Lettuce tanaman utama, Zukini, Tomat, Bawang
Daun, Siobak, Daun ketumbar, Cabe, Brokoli
tergantung pesanan Tomat, Kubis, Kembang
kol, Cabe merah, Kentang
11 Fungsi kelompok tani
Sarana belajar dan berbagi ilmu
Tidak aktif 12
Pupuk Pupuk kandang, pupuk
kimia Pupuk kandang, pupuk
kimia 13
Sumber bahan organik Kotoran Sapi dan Ayam
yang dikomposkan secara bersama-sama
Membeli pukan yang sudah jadi
14 Masa tanam
Sepanjang tahun Pada saat musim hujan
2-3 kali 15
Pinjaman dalam bentuk uang
Tidak ada Ada, kepada BPR PNM
16 Pinjaman dalam bentuk
saprodi Benih kepada bandar
Benih kepada bandar 17
Luas bidang olah 0,08 ha - 0,2 ha
0,07 ha - 0,3 ha Sumber : Hasil wawancara
Selain kelompok tani yang tidak aktif, petugas penyuluh lapangan PPL di wilayah Kecamatan Lembang sudah lama tidak melaksanakan tugas
sebagaimana mestinya Koordinator PPL tingkat Kecamatan mengalami kesulitan untuk menggerakkan kembali anggotanya dengan alasan komunikasi
macet dan usia PPL yang sudah tidak muda lagi. Belajar dari kelompok tani di desa lain di luar wilayah pengamatan dusun
Ciburial, sebenarnya kelompok tani dapat tetap aktif meskipun tanpa bimbingan PPL. Media kelompok digunakan sebagai sarana belajar dan saling bertukar
informasi sekaligus penghubung yang mendekatkan hasil panen anggotanya kepada pedagang besar supplier. Anggota kelompok akan mendapatkan
70 kemudahan dalam penjualan, harga yang wajar dan bantuan benih sayuran
berkualitas dari supplier tersebut. Petani Lembang merasakan terjadinya penurunan kesuburan tanah
akibat hilangnya lapisan tanah permukaan akibat proses erosi. Untuk mencegah penurunan produktivitas yang merugikan, petani menambahkan rata-rata 100
karung berukuran 30 kg pupuk kandang dari kotoran ayam dan 100 karung pupuk kandang kotoran sapi untuk lahan seluas 0,2 ha. Biaya yang dikeluarkan
untuk membeli pupuk kandang ditambah biaya angkut saat ini sebesar Rp. 8000karung. Minimal sebesar Rp 1.600.000 harus disediakan setiap empat
bulan sekali. Lahan pertanian di Lembang adalah lahan miring yang dibuat berteras.
Sayuran dibudidayakan secara monokultur pada guludan-guludan yang posisinya searang kemiringan lereng. Bentuk seperti ini menyebabkan air akan mengalir
cepat ke bagian bawah dengan membawa materi tanah permukaan. Petani melakukan hal tersebut secara sengaja untuk mencegah terjadinya genangan air
yang dapat menyebabkan pembusukan akar tanaman. Setelah guludan dibuat dan bahan organik ditambahkan, petani menutup
lahannya menggunakan mulsa plastik. Perlakuan ini bertujuan untuk mencegah media tanam bagi sayuran terkikis oleh erosi, mempertahankan kelembaban
tanah dan menekan serangan hama penyakit. Tambahan biaya yang diperlukan untuk pembelian mulsa bagi lahan seluas 0,2 ha, sebesar Rp. 800.000. Mulsa
tersebut dapat dimanfaatkan selama 4 - 6 bulan. Pengikisan lapisan tanah atas yang subur top soil dan pencucian hara
akibat aliran air dipermukaan tanah, akan mengakibatkan kerusakan fisik, kimia dan biologi tanah. Dampak yang dirasakan oleh petani adalah meningkatnya
dosis pemakaian pupuk organik dan pupuk kimia dari tahun ke tahun. Tidak hanya penggunaan pupuk yang meningkat, aplikasi pestisida juga dirasakan
semakin intensif. Tanaman slada lettuce misalnya, harus disemprot fungisida setiap minggu sampai berumur 6 minggu. Pada hari ke 20 mulai dilakukan
penyemprotan insektisida dengan dosis 0,25 liter insektisida yang dicairkan dengan 1 liter air. Penyemprotan dengan pestisida diulang setiap minggu hingga
tanaman berumur 38 hari 2 hari sebelum panen. Para petani yang tergabung dalam kelompok tani Sadaki pimpinan bapak
Lili Carli mensiasati besarnya biaya produksi untuk pupuk dan pestisida dengan cara menanam sayuran secara tumpang sari. Misalnya slada lettuce menjadi
71 tanaman utama, setelah berumur 20 hari dilakukan penanaman bawang daun
dan siombak secara bersamaan. Terdapat lebih dari 10 pola tumpangsari yang dapat dilakukan secara bergantian.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui terdapat kesenjangan antara keinginan dan kemampuan petani sebagai pemilikpengolah lahan dengan
pendapat ahli, pemerintah maupun pihak Perhutani mengenai konservasi di lahan-lahan yang rawan erosi. Petani memiliki banyak keterbatasan seperti
biaya, tenaga dan luasan lahan, sehingga sulit jika harus melaksanakan perlakuan-perlakuan teknis seperti pembuatan bangunan penahan longsor,
saluran-saluran permanen atau mengikuti larangan menanam di lahan miring. Sementara itu peraturan dibuat untuk melindungi seluruh masyarakat dari
dampak yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan yang terjadi. Oleh karena itu diperlukan alternatif solusi lain yang bersifat win-win solution. Solusi tersebut
harus sesuai dengan kemampuan petani, tidak melanggar peraturan yang berlaku dan fokus pada penyelesaian masalah di lingkungan setempat.
4.1.6 Kerjasama dengan Perhutani