Pentingnya Kemampuan Antisipasi Petani Terhadap Anomali Iklim

31 ternyata berada pada sektor dependent dan mempunyai kekuatan penggerak paling kecil serta ketergantungan paling tinggi. Pemasaran dilakukan melalui pasar kolektif dengan peran pedagang pengumpul yang relatif tinggi. Pasar produk pertanian di Indonesia masih kurang terintegrasikan, khususnya untuk sayuran dataran tinggi yang lebih cepat rusak. Hal ini menyebabkan perubahan harga di satu pasar tidak langsung mengubah harga di pasar yang lain, dan kenaikan harga di pasar tidak serta merta menaikkan harga di tingkat petani. Integrasi pasar terjadi lebih baik pada sayuran dataran tinggi yang mempunyai ketahanan simpan lebih lama, khususnya untuk wilayah-wilayah yang memiliki sarana transportasi memadai Munir et al., 1997.

2.3.6. Kebijakan Pemerintah

Menurut Napitupulu 2007, revitalisasi pertanian perlu ditekankan pada peningkatan kapasitas produksi dan pemasaran pertanian market driven dengan meningkatkan a akses terhadap teknologi dan pengetahuan, b akses pengusaha dan petani terhadap kapital, c kapasitas jaringan komoditi untuk memfasilitasi perluasan perdagangan. Kebijakan yang mempajak pertanian dalam rangka memperoleh surplus yang lebih besar secara implisit dan eksplisit akan menimbulkan “counter productive” terhadap pertumbuhan dan penyediaan kesempatan kerja. Demikian halnya dengan kebijakan yang mengharuskan harga pangan harus murah, akan berdampak buruk dalam jangka panjang. Untuk mengendalikan kerusakan lingkungan yang terjadi di kawasan miring yang peka terhadap erosi dan menyediakan pedoman melaksanakan pertanian konservasi di lahan pegunungan, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian No 47 tahun 2006.

2.3.7. Pentingnya Kemampuan Antisipasi Petani Terhadap Anomali Iklim

Para ahli meteorologi berpendapat bahwa pemanasan global menyebabkan perubahan-perubahan terhadap evolusi iklim dan cuaca di atmosfer bumi. Berawal dari sulitnya memprediksi kejadian iklim dan faktor penyebabnya hingga terjadi penyimpangan dan perubahan iklim global. Sebagai contoh adalah berkembangnya teori-teori penyebab terjadinya El-Nino sebagai salah satu fenomena alam utama yang sangat mempengaruhi orientasi budidaya pertanian di Indonesia. Peristiwa El-Nino tahun 1982-1983 telah memberikan pelajaran yang berharga kepada masyarakat, yaitu aktifitas massa air panas tidak selalu 32 didahului oleh suatu periode tiupan angin yang kuat dan peningkatan tinggi muka laut di bagian Barat Pasifik, serta tidak juga disebabkan oleh peningkatan temperatur permukaan laut di bagian Timur Pacific yang disebabkan oleh melemahnya angin Passat Syahbuddin, 2005. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis peluang kejadian El-Nino dan La-Nina dari tahun 1900 sampai 2000 yang dilakukan oleh Las et al., 1991 menunjukkan, El-Nino dengan intensitas 2 dan 4 tahun sekali memiliki frekuensi kejadian tertinggi masing-masing 6 dan 7 kali dengan peluang sekitar 23,1 dan 26,9. Sedangkan La-Nina dengan intensitas 4 tahun sekali dengan frekuensi tertinggi 7 kali berpeluang sebesar 35. Kusmaryono et al., 1999 mencatat telah terjadi 16 kali peristiwa La-Nina 87 yang berdampingan dengan El-Nino dan umumnya La-Nina mendahului El-Nino sekitar 62. Berdasarkan perhitungan tersebut para ahli meteorologi di Indonesia seharusnya dapat memperkirakan kapan akan terjadi El-Nino sehingga mampu mempersiapkan antisipasi untuk menghadapinya. Selain menurunkan produktivitas, pergeseran musim dan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim, terutama kekeringan dan kebanjiran, juga menjadi penyebab meningkatnya serangan hama penyakit tanaman, penciutan dan fluktuasi luas tanam serta meluasnya areal pertanaman yang gagaI panen, terutama pada tanaman pangan dan tanaman semusim lainnya. Oleh sebab itu, perubahan iklim dan kejadian iklim ekstrim seperti EI-Nino dan La-Nina akan mengancam ketahanan pangan nasional dan keberlanjutan pertanian pada umumnya Syahbuddin, 2005. Banjir dan longsor yang telah terjadi, juga menjadi peringatan yang harus segera disikapi. Sudah semestinya pemanfaatan lahan dataran tinggi untuk pertanian disertai dengan perlakuan konservasi yang tepat serta memperhatikan prinsip- prinsip pembangunan berkelanjutan. Selain itu, petani perlu dibekali dengan informasi yang lengkap untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengantisipasi gejala anomali iklim terutama yang terkait erat dengan EI Nino dan La Nina atau El Nino-Southern Oscillation ENSO melalui budidaya mix cropping Chen et al., 2002.

2.4. Pembangunan Berkelanjutan