93
V. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI SAAT INI
Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan pertanian yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas sumberdaya alam dan masyarakat yang
menjadi pelakunya. Konsep pembangunan berkelanjutan yang mudah dipahami adalah mengacu pada pengertian yang dituliskan oleh WCED 1987 yang
menyebutkan bahwa pembangunan harus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang
untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Walaupun konsep keberlanjutan dalam pembangunan sudah banyak
dipahami, namun masih ditemukan beberapa kendala pada saat melakukan evaluasi. Kendala utama yang dihadapi adalah bagaimana mengintegrasikan
informasidata yang mencakup keseluruhan komponen yaitu ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknologi ke dalam satu bentuk penilaian yang holistik
menyeluruh. Selama ini, pelaksanaan evaluasi keberlanjutan pembangunan pertanian
lebih difokuskan pada peningkatan produksi sesuai dengan dengan jenis dan jumlah yang ditargetkan sebelumnya. Pendekatan tersebut ternyata telah
mengesampingkan dampak pembangunan terhadap keberlanjutan sumberdaya alam. Padahal modal utama dalam kegiatan pertanian adalah lahan dan air yang
merupakan bagian dari sumberdaya alam. Untuk menghindari hal tersebut, penilaian terhadap status keberlanjutan sistem usahatani dalam penelitian ini
menggunakan teknik MDS-Rapfarm. Penggunaan teknik MDS juga dilakukan mengingat metode multi-variate analysis yang lain seperti factor analysis dan
Multi-Attribute Utility Theory MAUT terbukti tidak memberikan hasil yang stabil Pitcher dan Kavanagh, 2004. Dalam Sub Bab selanjutnya dijelaskan hasil
analisis keberlanjutan sistem usahatani di Kecamatan Lembang dan Kecamatan Dongko menggunakan teknik MDS-Rapfarm.
5.1. Keberlanjutan Multidimensi
Hasil analisis Rapfarm multidimensi dengan menggunakan MDS menghasilkan nilai indeks keberlanjutan multi dimensi untuk Kecamatan Dongko
sebesar 24,16 dan untuk Kecamatan Lembang sebesar 35,47 pada skala 0 - 100. Nilai indeks keberlanjutan pada dua wilayah penelitian tersebut nilainya
kurang dari 50 sehingga dapat dikategorikan tidak berkelanjutan. Nilai stress hasil uji multidimensi cukup rendah yaitu sebesar 0,13, sedangkan nilai koefisien
94 determinasi R
2
mencapai 0,93. Posisi relatif antara Kecamatan lembang dan Kecamatan Dongko dalam ruang MDS seperti yang terlihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1. Hasil Analisis Multidimensi Kec. Lembang dan Kec. Dongko
Hasil yang diperoleh dari analisis keberlanjutan multidimensi ternyata tidak berbeda dengan hasil analisis keberlanjutan dimensi ekologi. Atribut-atribut
yang digunakan untuk menilai keberlanjutan dimensi ekologi ternyata mendapatkan nilai yang tinggi menjadi atribut sensitif berdasarkan analisis
Leverage, sehingga keberlanjutan dimensi ekologi sangat menentukan keberlanjutan sistem usahatani lahan dataran tinggi yang terdapat di Kecamatan
Lembang dan Kecamatan Dongko. Nilai stress menunjukkan goodness of fit dalam MDS, angka yang rendah
menunjukkan ketepatan good fit, sedangkan angka yang tinggi menunjukkan hal sebaliknya. Nilai stress digunakan untuk mengukur seberapa tepat
konfigurasi dari suatu titik dapat mencerminkan data aslinya. Nilai ini dianggap sudah cukup baik jika kurang dari 0,25. Berbeda dengan nilai determinasi, hasil
analisis akan semakin baik jika nilai koefisien determinasinya besar mendekati 1. Hasil analisis multidimensi terhadap Kecamatan Lembang dan Kecamatan
Dongko dianggap sudah cukup baik karena nilai R
2
nya 0,93. Nilai tersebut menunjukkan bahwa atribut yang digunakan sebagai indikator yang diberikan
skor, mampu menerangkan perilaku sistem usahatani yang dikaji sebesar 93.
RAPFARM Ordination
DOWN UP
BAD GOOD
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
Sustainability O
th e
r D
is ti
n g
is h
in g
F e
a tu
re s
Real Condition References
Anchors
Lembang 35,47 Dongko 24,16
95 Dengan demikian berarti seluruh atribut yang digunakan sudah cukup baik
menerangkan kondisi sistem yang sebenarnya.
5.2. Keberlanjutan Masing-Masing Dimensi