84 Menyusutnya air pada saat kemarau sangat berpengaruh terhadap
produksi pertanian. Hasil produksi yang diperoleh tidak optimal. Menyadari pentingnya air untuk kehidupan dan kegiatan pertanian tersebut, sejak dua tahun
terakhir masyarakat Dongko melalui kelompok-kelompok tani dan LMDH mulai melakukan konservasi vegetasi di areal sekeliling sumber air.
4.2.4 Potensi Sektor Pertanian
Meskipun wilayahnya berbukit hingga bergunung, potensi fisik Kecamatan Dongko adalah sektor pertanian. egiatan bertani selain dilakukan di lahan
pekarangan, juga di lahan-lahan miring dengan kemiringan lereng bervariasi antara 15 - 40. Sebagian lahan tersebut memang milik petani, namun
sebagian lainnya adalah hutan yang dikelola bersama Perum Perhutani melalui pola PHBM dengan LMDH.
Tekanan terhadap lahan di Kecamatan Dongko tidak dapat dipisahkan dari aktivitas penduduknya yang berjumlah sekitar 62.756 jiwa. Jumlah yang
terdiri atas 31.113 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 31.643 jiwa perempuan tersebut menempati areal seluas 1.410 km
2
dengan kepadatan penduduk rata- rata 44,5 jiwakm
2
. Lebih kurang 54,5 atau 34.191 jiwa penduduk Dongko tergolong usia produktif umur 15 - 49 tahun dengan pertumbuhan penduduk per
tahunnya sekitar 0,2. Tabel 4.17 berikut ini menunjukkan penduduk di Kecamatan Dongko menurut desa, berdasarkan pemisahan jenis kelamin dan
kepala keluarga pada tahun 2007. Tabel 4.17. Penduduk Menurut Desa dan Jenis Kelamin di Kecamatan Dongko
Desa KK
Laki-Laki Perempuan Jumlah
Watuagung 781
1.589 1.578
3.167 Pandean
1.804 3.769
3.795 7.564
Salamwates 1.713
3.559 3.511
7.070 Ngerdani
1.208 2.229
2.441 4.670
Petung 1.354
2.640 2.594
5.234 Cakul
2.005 4.211
4.206 8.417
Siki 1.630
3.757 3.709
7.466 Dongko
2.570 4.736
4.855 9.591
Sumberbening 1.114
1.981 2.252
4.233 Pringapus
1.608 2.642
2.702 5.344
Jumlah 15.787
31.113 31.643
62.756 Sumber : Kecamatan Dongko Dalam Angka, 2007
Mayoritas rumah tangga di Kecamatan Dongko mendapatkan nafkah dari kegiatan pertanian. Dari 15.787 kepala keluarga KK, 12.919 KK adalah petani.
85 Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa 93,3 status kepala rumah
tangga pertanian di wilayah ini adalah petani. Sisanya sebanyak 6,7 adalah petani yang mengerjakan lahan milik kerabatnya. Luas lahan rata-rata yang milik
petani Dongko sebagian besar antara 0,2 ha – 0,5 ha. Luasan tersebut ditambah dengan areal Perhutani yang boleh dikelola oleh petani yaitu seluas 1 ha per
rumah tangga petani. Selanjutnya pada Tabel 4.18. dijelaskan kondisi umum dan status kepemilikan lahan petani di Kecamatan Dongko.
Tabel 4.18 Kondisi Umum Petani dan Status Kepemilikan Lahan di Kecamatan Dongko
No Kalsifikasi Keterangan
Jumlah Individu orang
1 Usia
35 th – 45 th 46 th – 55 th
55 th 17 56,7
8 26,7 5 16,7
2 Lokasi lahan
Dusun Cerabak Dusun Mloko
Dusun Pelem Dusun Krajan
10 33,3 5 16,7
10 33,3 5 16,7
3 Pendidikan
SD SMP
SMA Perguruan Tinggi
4 13,3 16 53,3
8 26,7 2 6,7
4 Status
Kepemilikan lahan
Milik sendiri Sewamilik saudara
28 93,3 2 6,7
5 Luas lahan
garapan 0,2 ha
0,2 – 0,5 ha 0,5 ha
5 16,7 22 73,3
3 1,0
6 Tergabung dalam
kelompok Ya
Tidak 30 100
7 Pengalaman
berusahatani sayuran
0 – 10 th 11 – 20 th
20 th 5 16,7
11 36,7 4 13,3
Sumber : Hasil Wawancara
Komoditas pertanian andalan Kecamatan Dongko adalah nilam, cengkeh, dan ubi kayu. Setiap petani pasti menyisakan sebagian lahannya untuk ditanami
ubi kayu Manihot esculenta. Selain ubi kayu, jenis tanaman pangan yang terdapat di lahan petani adalah padi dan jagung. Kegiatan industri pengolahan
86 hasil pertanian juga menjadi kegiatan usaha yang menjadi andalan seperti
pembuatan keripik, tiwul instan, tepung tapioka dan penyulingan minyak nilam. Di Kecamatan Dongko sebagian besar anggota rumah tangga yang
bertani adalah mereka yang berusia antara 35 th – 45 th yaitu sebanyak 56,7. Sedangkan anggota rumah tangga petani yang berusia lebih dari 55 tahun
tercatat sebanyak 16,7. Menurut status, rumah tangga pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai petani dan buruh tani.
Petani di wilayah ini hanya dapat menanam padi atau jagung hanya satu kali tanam setiap tahunnnya, karena dibatasi oleh ketersediaan air yang tidak
mencukupi. Bagi masyarakat setempat ubi kayu merupakan tanaman pangan sekaligus juga tanaman perdagangan cash crop. Data BPS Kabupaten
Trenggalek 2008 mencatat angka ketersediaan pangan untuk konsumsi per kapita ubi kayu sebanyak 143,57 kgth. Jumlah tersebut lebih tinggi dari angka
ketersediaan beras yang 130,4 kgth dan jagung sebanyak 99,14 kgth. Tabel 4.19 berikut ini menunjukkan produksi padi, jagung dan ubi kayu di wilayah
Kecamatan Dongko. Produksi ubi kayu di Kecamatan Dongko memang selalu lebih lebih tinggi dibandingkan dua komoditas pangan lainnya.
Tabel 4.19. Produksi Padi, Jagung dan Ubi Kayu Menurut Desa Tahun 2006 kwintal
Desa Padi
Jagung Ubi Kayu
Watuagung 344,4
84 1.632
Pandean 348,6
98 1.668
Salam Wates 743,4
98 1.632
Ngerdani 281,4
98 1.632
Petung 155,4
74,4 1.440
Cakul 428,8
84 1.644
Siki 281,4
89,6 1.704
Dongko 848,4
75,6 1.608
Sumberbening 210
98 1.512
Pringapus 235,2
98 1.728
Jumlah 3.877
897,6 16.200
Sumber : Kecamatan Dongko Dalam Angka, 2007
Selama ini petani menanam ubi kayu tanpa memperhatikan jenis untuk dikonsumsi atau untuk bahan baku industri. Petani memperoleh bibit dari setek
tanaman sebelumnya, dipilih dari tanaman-tanaman yang umbinya besar dan tidak terasa pahit jika dimakan. Jika diperhatikan lebih lanjut, sebenarnya ubi
kayu dapat dikelompokkam menjadi dua, yaitu sebagai bahan baku tapioka dan sebagai pangan langsung. Ubi kayu sebagai pangan langsung harus memenuhi
syarat utama, yaitu tidak mengandung racun HCN 50 mg per Kg umbi basah.
87 Sedangkan umbi ubi kayu untuk bahan baku industri dipilih yang memiliki
kandungan protein rendah dan kandungan HCN yang tinggi. Budidaya ubikayu di Kecamatan Dongko dilakukan seadanya, petani tidak
melakukan pemupukan sesuai dengan dosis anjuran. Kalaupun dilakukan pemupukan, maka dosis yang digunakan lebih rendah dan waktu pemberian
hanya satu kali per musim tanam. Padahal sebagaimana tanaman budidaya lainnya, tanaman ubi kayu memerlukan unsur hara yang cukup banyak dalam
proses pertumbuhannya. Jumlah unsur hara yang diserap oleh ubi kayu per satuan waktu dan luas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan
yang berproduktivitas tinggi lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hara terbawa panen untuk setiap ton umbi segar adalah 6,54 Kg N, 2,24 P
2
O
5
, dan 9,32 Kg K
2
Ohamusim atau pada tingkat hasil 30 tonha sebesar 147,6 Kg N, 47,4 Kg P
2
O
5
, dan 179,4 Kg K
2
Ohamusim. Oleh karena itu, jika lahan pertanian di wilayah ini tidak ingin kehilangan
kesuburannya maka unsur hara tersebut harus diganti melalui pemupukan pada setiap musim dengan dosis yang tepat. Tanpa pemupukan akan terjadi
pengurasan hara yang mengakibatkan menurunnya kesuburan tanah, sehingga produksi ubi kayu per satuan luas juka akan berkurang. Dosis pupuk berimbang
yang dianjurkan untuk budidaya ubi kayu adalah pupuk organik sebanyak 5 – 10 tonha setiap musim tanam, Urea 150 – 200 Kgha, SP36 100 Kgha dan KCl
sebanyak 100 – 150 Kgha. Pada umumnya masyarakat Kecamatan Dongko menanam beberapa
jenis tanaman perkebunan dan buah-buahan di lahan pekarangan. Hasil yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Karena
tidak berorientasi kepada keuntungan ekonomi, maka budidaya dilakukan tanpa mengikuti teknik budidaya yang sesuai anjuran. Jarak antar tanaman biasanya
tidak beraturan dan pemupukan dilakukan hanya satu kali setahun, semua itu membuat hasil dari pekarangan yang diperoleh jumlahnya tidak optimal.
Berdasarkan pendapat responden diketahui bahwa hingga sekarang petani di Kecamatan Dongko belum menemukan kombinasi yang tepat jenis
tanaman yang sesuai dengan kondisi agroklimat wilayahnya, memberikan keuntungan secara ekonomi dan mampu berfungsi dalam konservasi tanah dan
air. Selain itu, tingkat pemahaman terhadap budidaya berbagai jenis komoditas yang telah diusahakan dan teknik pasca panen yang dilakukan juga masih
terbatas. Hal ini disebabkan karena petani seringkali berganti-ganti menanam
88 berbagai jenis tanaman sebelum paham betul teknik budidaya dan pengolahan
pasca panen yang tepat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dalam dua tahun terakhir,
tanaman nilam Pogostemon cablin dan kakao menjadi andalan penghasilan bagi masyarakat Dongko. Petani menjual daun dan ranting nilam kering ke
pabrik penyulingan nilam yang terdapat di Kecamatan seharga Rp. 8.000 – Rp. 15.000kg tergantung kualitas daunnya. Sedangkan biji kakao kering matahari
laku dijual Rp. 18.000 – Rp. 20.000kg di pasar Kecamatan. Maraknya bisnis minyak nilam membuat para pengusaha lokal
meningkatkan jumlah alat penyulingan. Tidak kurang dari 100 ketel penyuling minyak nilam yang terdapat di Kecamatan Dongko, setiap ketel mampu
menghasilkan 2,5 kg minyak nilam dari 1 kwintal daun kering per harinya. Harga minyak nilam di tingkat Kecamatan berfluktuasi dengan rata-rata Rp. 750.000kg.
Jika kualitas daunnya bagus, maka minyak yang dihasilkan akan lebih banyak dan lebih berkualitas sehingga harganya bisa mencapai Rp. 1.000.0000kg.
4.2.5 Kerjasama dengan Perhutani