172
VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kebijakan adalah sebuah rangkaian konsep yang digunakan sebagai pedoman dan dasar rencana untuk melaksanakan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak Spitzer, 1987. Istilah ini biasanya digunakan pada sistem pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, maupun
individu. Kebijakan bukanlah peraturan ataupun hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku, maka kebijakan adalah pedoman
tindakan yang paling mungkin untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Model ecofarming sebagai hasil penelitian ini merupakan salah satu
bentuk rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian yang bersifat lintas sektoral. Implementasi model tersebut secara konsisten, diharapkan dapat
menyelesaikan permasalahan kompleks yang timbul akibat kesalahan dalam praktek pengelolaan lahan dataran tinggi untuk pertanian yang dilakukan
masyarakat. Terdapat tiga skenario sebagai pilihan dalam melaksanakan model
ecofarming. Kepedulian pemerintah pusat dan daerah terhadap lingkungan dan keberlanjutan usahatani lahan dataran tinggi akan menentukan skenario model
ecofarming yang akan dilaksanakan. Aspek ketersediaan biaya biasanya digunakan sebagai pertimbangan
untuk memilih skenario yang paling murah, meskipun hasil yang diperoleh tidak optimal. Terkait dengan tingkat kerusakan lingkungan yang telah terjadi saat ini
dan berdasarkan hasil analisis status keberlanjutan usahatani existing yang telah dilakukan, maka aspek manfaat dan waktu untuk mencapai kondisi yang
diharapkan seharusnya menjadi pertimbangan utama pada saat menetapkan skenario. Selanjutnya, pertimbangan efektifitas untuk pencapaian tujuan utama
yaitu peningkatan kesejahteraan petani, perbaikan lingkungan dan stabilitas sosial masyarakat dibutuhkan keberpihakan pemerintah.
Perlu ditegaskan kembali, bahwa model Ecofarming direkomendasikan untuk lahan dataran tinggi pada kemiringan lereng 40 dan status kepemilikan
lahan tersebut adalah milik masyarakat bukan lahan sengketa. Pemanfaatan lahan tersebut selama ini adalah pertanian atau diterlantarkan oleh pemiliknya.
Penegasan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya tindakan pembenaran terhadap pembukaan hutankawasan konservasi di dataran tinggi menjadi lahan
pertanian yang baru.
173
Penetapan alternatif kebijakan yang mendukung pelaksanaan model ecofarming dengan menggunakan teknik AHP, menunjukkan bahwa pemerintah
perlu tegas menetapkan batas kawasan lindung dan kawasan budidaya di daerah dataran tinggi. Hutan lindung dan produksi harus tetap dipertahankan
sebagai kawasan konservasi, dan lahan yang memiliki kemiringan lereng 40 curam secara keseluruhan ditanami dengan tanaman tahunan.
Dalam pelaksanaannya, beberapa penyesuaian terhadap model dapat dilakukan. Hal ini dilakukan memperhatikan ciri khas spesifik yang dimiliki oleh
wilayah tertentu. Introduksi sebuah model yang baru sebaiknya tidak bertentangan dengan tata nilai yang berlaku dan sesuai dengan kondisi
agroklimat wilayah setempat. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan terkait dengan pelaksanaan model ecofarming adalah:
1. Untuk memperbaiki model pengelolaan pertanian di lahan dataran tinggi, model ecofarming sangat relevan dengan Pedoman Umum Budidaya
Pertanian Pada Lahan Pegunungan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada tahun 2006.
2. Pengelolaan limbah peternakan dan pertanian menggunakan teknik LEISA merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari model ecofarming.
Kegiatan ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan pupuk organik, pupuk cair dan sumber energi biogas masyarakat sekaligus untuk mengurangi
ketergantungan terhadap input produksi dari luar. 3. Pemilihan perlakuan konservasi dan jenis komoditas yang diusahakan
disesuaikan dengan kondisi agroekologi wilayah serta memperhatikan aspirasi dan kemampuan masyarakat lokal.
4. Kerjasama antara petani dengan pedagang besarindustri pertanian hanya dapat diwujudkan jika petani terkoordinasi dalam kelompok tani, oleh karena
itu kelembagaan kelompok tani harus aktif. Pembinaan kelompoktani dilakukan oleh petugas penyuluh dan pendamping melalui kegiatan
penyuluhan dan pendampingan yang jelas, terjadwal dan sesuai dengan kebutuhan petani.
5. Model ecofarming yang direkomendasikan berdasarkan penelitian ini, telah menggunakan variable-variabel yang diperoleh berdasarkan data real
condition hasil analisis kebutuhan stakeholders terkait, formulasi masalah yang sedang dihadapi, pendapat pakar dan peraturan yang berlaku. Namun
demikian, kekuatan terbesar untuk mewujudkan model tersebut adalah
174
masyarakat setempat. Oleh karena itu, diperlukan komitmen dan pemahaman yang sama sebelum melaksanakannya.
6. Kekuatan modal sosial yang telah terbangun dalam masyarakat, harus dikembangkan sebagai kekuatan sosial untuk mempertahankan kelestarian
sumberdaya alam. Dalam hal ini, pemerintah berperan penting untuk melakukan pembinaan.
7. Konsistensi dalam melaksanakan kebijakan yang telah disepakati ditingkat pusat perlu dipertahankan dalam pelaksanaannya di tingkat daerah. Belum
adanya pemahaman yang sama dan masih kuatnya ego sektoral di berbagai level pemerintahan seringkali menghambat pelaksanakan sebuah kebijakan
yang terkait dengan pengelolaan kawasan. Model ecofarming dipandang perlu sebagai sebuah rekomendasi
kebijakan karena akan memberikan keuntungan antara lain: 1.
Penghematan biaya yang diperlukan untuk mengembalikan fungsi dataran tinggi sebagai fungsi lindung. Pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya
sosial yang sangat tinggi, sebagai akibat dari reaksi petani lokal yang menolak relokasi lahan pertanian mereka.
2. Menjaga stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat setempat, karena bagi
petani kegiatan bertani adalah way of life sehingga tidak mudah untuk memperoleh pekerjaan yang baru.
3. Aspek pengendalian dan perbaikan dalam pengelolaan lingkungan menjadi
bagian dalam model ecofarming, dengan demikian keberlanjutan sistem usahatani masyarakat dapat dipertahankan.
175
IX. KESIMPULAN DAN SARAN