Manajemen Pengendalian Sistem Usahatani Lahan Dataran Tinggi

90 tanah untuk meresapkan air hujan, petani tetap memilih menanam ubi kayu dan jagung. Menyadari bahwa kesempatan memanfaatkan lahan di bawah tegakan pinus tidak lebih dari 5 tahun petani cenderung mengambil sikap yang pragmatis. Kebutuhan bahan pangan dan kemudahan dalam budidaya, menguatkan keputusan petani untuk memilih jagung dan ubi Kayu. Hanya sebagian responden yang mengkombinasikan tanaman pangan dengan tanaman kayu kayu atau pakan ternak. Tanaman pakan seperti kaliandra, gliricidia, rumput gajah Glycidia maculata dan setaria Setaria sp., ditanam di lahan-lahan yang sudut kemiringannya besar curam. Petani yang mendapatkan lahan kerjasama berbatasan dengan sumber air atau aliran sungai, menanam pohon kluwakpucung Pangium edule atau tanaman buah seperti durian Durio zibethinus. Kedua jenis tanaman ini memiliki akar yang kuat dan dalam, sehingga mampu menyerapkan air hujan dalam jumlah banyak ke dalam tanah. Daun-daun yang berguguran dapat melembabkan permukaan tanah dan menjadi sumber bahan organik yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah.

4.3. Manajemen Pengendalian Sistem Usahatani Lahan Dataran Tinggi

Pada umumnya petani lahan dataran tinggi menghadapi permasalahan yang sama. Permukaan tanah yang miring menyebabkan lahan pertanian rentan terhadap erosi dan kehilangan air. Semakin besar kemiringan lereng, maka semakin tinggi pula risiko kerusakan yang ditimbulkan. Biaya produksi dan pemasaran hasil pertanian lahan dataran tinggi relatif lebih tinggi dibandingkan pertanian dataran rendah. Oleh karena itu pemilihan tanaman yang akan dibudidayakan, harus memperhatikan aspek konservasi dan nilai jualnya di pasaran. Kedua aspek tersebut dapat dipenuhi jika terdapat tanaman tahunan dan semusim dalam proporsi yang tepat. Terdapat beberapa perbedaan spesifik antara wilayah Kecamatan Lembang dan Kecamatan Dongko selain karakteristik yang telah disebutkan sebelumnya. Tabel 4.20. berikut ini menunjukkan kondisi spesifik yang terdapat di masing-masing wilayah penelitian yang menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan formulasi model selanjutnya. 91 Tabel 4.20. Kondisi Spesifik Wilayah Kecamatan Lembang dan Kecamatan Dongko Aspek Kecamatan Lembang Kecamatan Dongko Ekologi • Laju erosi yang tinggi masih dapat di atasi oleh ketersediaan bahan organik yang cukup tinggi dan solum tanah yang dalam tanah andisol • Budidaya sayuran menggunakan bahan kimia secara intensif • Limbah ternak sapi telah mencemari saluran air dan menimbulkan bau hampir di seluruh wilayah • Ditetapkan oleh pemerintah sebagai daerah resapan air untuk wilayah cekungan Bandung. • Laju erosi sangat tinggi diperparah oleh ketersediaan bahan organik yang rendah dan solum tanah yang tipis • Penanaman ubi kayu secara meluas di lahan miring menyebabkan erosi dan pemiskinan hara tanah • Mata air sebagai sumber air utama untuk kehidupan Ekonomi • Usahatani sangat tergantung kepada modal pinjaman • Jumlah tanggungan keluarga yang besar, biaya hidup yang tinggi menyebabkan standar kehidupan rata-rata petani pada umumnya rendah miskin • Ketergantungan petani terhadap uang kontan cash money sangat tinggi karena sumber penghasilannya hanya berasal dari lahan sayuran saja • Sumber pangan karbohidrat utama adalah beras yang harus dibeli dari uang hasil panen sayuran • Kepemilikan modal terbatas menyebabkan usahatani tidak efisien • Pemenuhan kebutuhan pangan keluarga dari tanaman yang hidup di pekarangan • Pasar hanya buka 5 hari sekali, jenis komoditas pertanian yang diperdagangkan juga terbatas • Sumber pangan karbohidrat utama adalah ubi kayu yang diperoleh dari hasil kebun Sosial • Pengaruh budaya kota sangat kuat menyebabkan generasi muda lebih suka bekerja di pabrik daripada usaha pertanian • Rendahnya motivasi petani untuk berkelompok membuat program pemerintah menjadi tidak efektif dilaksanakan • Informasi yang berasal dari PPL selalu lebih lambat dibandingkan dari Bandar atau pedagang. Hal ini menyebabkan petani tidak percaya kepada para PPL • Orientasi bekerja ke luar kota negeri pada generasi muda terutama perempuan • Biaya sosial sangat tinggi untuk kegiatan yang tidak produktif pestaselamatan bukan untuk pemupukan modal usaha • Konflik antara masyarakat dengan Perhutani timbul akibat penerapan aturan hukum yang tidak tegas. Memperhatikan kondisi umum dan kondisi spesifik wilayah penelitian, diperlukan sebuah model manajemen pengendalian untuk memperbaiki sistem usahatani yang dilakukan oleh masyarakat. Model tersebut ecofarming untuk mengelola keluaran output sistem usahatani yang selama ini tidak diinginkan oleh masyarakat di Kecamatan Lembang dan Kecamatan Dongko menjadi masukan input yang bermanfaat bagi keberlanjutan sistem usahatani lahan 92 dataran tinggi. Implementasi model ecofarming akan membuat sistem usahatani berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan, yaitu: 1. Memfokuskan pada pengendalian hilangnya lapisan tanah permukaan yang subur dan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap produksi pertanian. Sehingga konservasi mekanis yang dikombinasi dengan metode biologis yang mengutamakan keanekaragaman jenis komoditas akan lebih tepat sebagai perlakuan konservasi sekaligus meningkatkan pendapatan petani . 2. Memadukan tindakan konservasi tanah bersama konservasi air sebagai satu bentuk usaha yang saling terkait untuk menjaga daya dukung lingkungan dalam memenuhi kebutuhan manusia. 3. Melarang bertani di lahan miring bukan penyelesaian masalah karena tindakan tersebut sulit diterima secara sosial dan politik. Harmonisasi interaksi antara stakeholders dan interaksi dengan lingkungannya akan menghilangkan sumber konflik yang mungkin terjadi sekaligus menjaga stabilitas sosial dan politik. Melibatkan partisipasi dari masyarakat terutama petani dan dukungan dari aparat pemerintah setempat. Model pengelolaan yang ditawarkan harus menjamin diperolehnya peningkatan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan sehingga memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat agar tumbuh motivasi petani untuk melaksanakannya. Menerapkan model pengelolaan yang sesuai dengan kondisi fisik dan sosial masyarakat, agar diperoleh keseimbangan dinamis dalam perkembangan selanjutnya. Untuk itu, perlu dilakukan sosialisasi dan pelatihan agar proses implementasinya dapat berlangsung sesuai dengan tahapan yang telah direncanakan dan mencapai tujuan yang diinginkan. 93

V. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI SAAT INI

Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam pembangunan pertanian yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas sumberdaya alam dan masyarakat yang menjadi pelakunya. Konsep pembangunan berkelanjutan yang mudah dipahami adalah mengacu pada pengertian yang dituliskan oleh WCED 1987 yang menyebutkan bahwa pembangunan harus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Walaupun konsep keberlanjutan dalam pembangunan sudah banyak dipahami, namun masih ditemukan beberapa kendala pada saat melakukan evaluasi. Kendala utama yang dihadapi adalah bagaimana mengintegrasikan informasidata yang mencakup keseluruhan komponen yaitu ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknologi ke dalam satu bentuk penilaian yang holistik menyeluruh. Selama ini, pelaksanaan evaluasi keberlanjutan pembangunan pertanian lebih difokuskan pada peningkatan produksi sesuai dengan dengan jenis dan jumlah yang ditargetkan sebelumnya. Pendekatan tersebut ternyata telah mengesampingkan dampak pembangunan terhadap keberlanjutan sumberdaya alam. Padahal modal utama dalam kegiatan pertanian adalah lahan dan air yang merupakan bagian dari sumberdaya alam. Untuk menghindari hal tersebut, penilaian terhadap status keberlanjutan sistem usahatani dalam penelitian ini menggunakan teknik MDS-Rapfarm. Penggunaan teknik MDS juga dilakukan mengingat metode multi-variate analysis yang lain seperti factor analysis dan Multi-Attribute Utility Theory MAUT terbukti tidak memberikan hasil yang stabil Pitcher dan Kavanagh, 2004. Dalam Sub Bab selanjutnya dijelaskan hasil analisis keberlanjutan sistem usahatani di Kecamatan Lembang dan Kecamatan Dongko menggunakan teknik MDS-Rapfarm.

5.1. Keberlanjutan Multidimensi

Hasil analisis Rapfarm multidimensi dengan menggunakan MDS menghasilkan nilai indeks keberlanjutan multi dimensi untuk Kecamatan Dongko sebesar 24,16 dan untuk Kecamatan Lembang sebesar 35,47 pada skala 0 - 100. Nilai indeks keberlanjutan pada dua wilayah penelitian tersebut nilainya kurang dari 50 sehingga dapat dikategorikan tidak berkelanjutan. Nilai stress hasil uji multidimensi cukup rendah yaitu sebesar 0,13, sedangkan nilai koefisien