Perkembangan Produksi Kondisi Perikanan Tangkap Setelah Tsunami

116 kapalboat yang hilang dan karena tsunami dapat dilihat pada Tabel 23 dan Lampiran 39. Tabel 23. Dampak tsunami terhadap nelayan dan kapalboat di Provinsi NAD. Sumber daya Pantai Timur Pantai Barat Jumlah Nelayan yang hilang 7 998 1 085 9 083 Kapalboat yang hilang 7 065 2 571 9 636 Sumber : The WorldFish 2005, http:www.worldfishcenter.orgpdfconsrn1- indonesian.pdf , dikunjungi pada 2692006.

4.10.2 Perkembangan Produksi

Seperti diketahui bahwa gempa bumi dan gelombang tsunami pada 26 Desember 2004 lalu telah merusak sebagian besar sarana dan parasarana perikanan di Provinsi NAD. Diperkirakan jumlah kapal yang hilang sebanyak 8 968 unit 43.74 dan yang rusak 2 156 unit atau 10.52 dari total kapal di Aceh FAO 2005a, jumlah Pusat Pendaratan Ikan PPI yang rusak 38 unit Medrilzam et. al . 2005. Jumlah nelayan yang tewas diperkirakan sebanyak 17 552 orang atau 22.8 dari total jumlah nelayan di Aceh, yaitu 76 970 orang. Disamping itu, bencana tsunami tersebut juga telah menewaskan ribuan orang Toke Bangku lembaga pemasaran atau brokers dan Panglima Laot DKP 2005. Akibatnya, aktivitas perikanan tangkap di hampir seluruh Aceh, kecuali sebagian Aceh Timur, Aceh Tamiang, Sabang, dan Aceh Selatan, dalam 6 bulan setelah tsunami nyaris terhenti. Hal ini terbukti dari rendahnya produksi ikan pada kwartal I dan II Tahun 2005, yaitu hanya 16.4 dan 64.8 dari jumlah produksi pada kwartal yang sama pada sebelum tsunami, Tahun 2004 DKP 2006. Secara umum, dampak tsunami pada 26 Desember 2004 lalu, telah terjadi penurunan effort perikanan tangkap di Provinsi NAD sebesar 33.8 dari rata-rata effort aktual selama periode pengamatan atau 64.2 dari effort aktual setahun setelah tsunami Tahun 2004. Sebagai konsekuensi dari penurunan effort ini, maka telah terjadi penurunan produksi 41.2 dari rata-rata produksi aktual selama periode pengamatan atau 63.4 dari produksi aktual setahun sebelum tsunami 117 Tahun 2004. Penurunan effort dan produksi perikanan tangkap ini disebabkan karena banyaknya kapalboat, alat tangkap, dan sarana lainnya yang rusak dan hilang serta banyaknya nelayan yang tewas atau hilang akibat hempasan gelombang tsunami. Perbandingan produksi perikanan tangkap Provinsi NAD sebelum dan setelah tsunami seperti terlihat pada Gambar 42. 134076.4 102721.4 81162.7 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 2003 2004 2005 Tahun P rod uk s i to n Sumber : DKP Provinsi NAD 2006 Gambar 42. Perbandingan produksi perikanan tangkap sebelum dan setelah tsunami di Provinsi NAD. Turunnya produksi perikanan tangkap setelah tsunami, yang ditandai dengan anjloknya produksi pada kwartal I dan II Tahun 2005, mulai teratasi setelah para nelayan mendapatkan bantuan kapalboat, alat tangkap, dan saranaprasarana lainnya baik dari pemerintah maupun para NGOs dan lembaga donor lainnya, baik lokal, nasional, maupun internasional yang berdatangan ke Aceh sejak masa darurat kemanusiaan 0 – 6 bulan setelah tsunami. Dari 8 968 unit kapal yang hilang dan 2 156 unit kapal yang rusak di Provinsi NAD, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi BRR Aceh Nias merencanakan untuk mengganti kapal baru sebanyak 7 000 unit. Dari jumlah tersebut, hingga April 2006 baru terealisasi sebanyak 6 160 unit BRR 2006. Untuk memenuhi target 7 000 unit kapal, maka ke depan BRR akan masih meng-supply ratusan unit kapalboat lagi. 118 Banyak jumlah kapalboat yang telah didistribusi sejak beberapa bulan setelah tsunami, telah menggerakkan kembali perekonomian nelayan Aceh. Hal ini terbukti dari mulai stabilnya kembali tingkat produksi ikan sejak kwartal III tahun 2005 dan diperkirakan Tahun 2006, tingkat produksi ikan di Provinsi NAD telah kembali normal. Dari Gambar 42 terlihat bahwa penurunan produksi dari Tahun 2003 sebelum tsunami ke Tahun 2004 mencapai -31 355 ton atau 23.4. Hal ini disebabkan sebagian produksi pada kwartal IV tidak ada. Sedangkan jika dibandingkan dengan produksi Tahun 2005 setelah tsunami, maka produksi menurun drastis mencapai -52.913,7 ton atau 39.47. Penurunan produksi ini karena pada kwartal I Tahun 2005 nyaris tidak ada produksi ikan, kecuali beberapa kabupatenkota yang tidak terkena gelombang tsunami, seperti sebagian Aceh Selatan, sebagian Kota Sabang, Aceh Timur dan Aceh Tamiang dengan produksi masing-masing 2 405.6 ton, 496.7 ton, 402.0 ton, dan 1 453.7 ton. Kemudian, produksi pada kwartal II 18 738.7 ton juga masih relatif rendah atau baru mencapai 65 dari produksi pada kwartal berikutnya kwartal III, yaitu 28 891.9 ton atau 75 dari kwartal yang sama Tahun 2004 25 095.2 ton. Menurut para nelayan, akibat tsunami Tahun 2004 lalu telah menyebabkan turunnya produksi perikanan mencapai 70 dari produksi sebelumnya. Kondisi ini berlangsung hampir satu tahun setelah tsunami. Beberapa produksi jenis krustasea, seperti udang, kepiting dan rajungan menurun drastis setelah tsunami. Demikian juga dengan produksi beberapa kelompok moluska, seperti cumi-cumi, sotong, tiram, dan kerang darah Tabel 24. Menurut pengakuan masyarakat, penurunan populasi ikan dewasa ini ditandai oleh waktu yang dibutuhkan untuk alat tangkap bagan sekarang lebih lama dibandingkan pada beberapa tahun lalu. Dahulu lebih mudah dan cepat mendapatkan ikan dengan alat tangkap ini dibandingkan sekarang. 119 Tabel 24. Perkembangan produksi beberapa jenis krustacea dan moluska di Provinsi NAD. Tahun Udang Kepiting Rajungan Cumi- cumi Tiram Kerang Darah 2003 5 713.70 717.80 284.80 469.10 52.10 14.30 2004 7 347.80 1 494.30 370.40 315.00 61.70 2.40 2005 1 443.30 325.00 48.50 293.40 22.50 - Sumber : Statistik Perikanan Tangkap, DKP 2006 Menurut pengakuan masyarakat nelayan, ada satu hal yang menarik adalah sebenarnya populasi udang setelah tsunami bertambah banyak karena semakin luasnya genangan air akibat bergesernya garis pantai dan banyaknya tumpahan udang karena rusak dan hancurnya tambak-tambak di pesisir. Namun, udang-udang tersebut sulit ditangkap karena terhalang akar mangrove yang telah mati, akibatnya produksi penangkapan menjadi rendah. Hal yang sama terjadi pada kepiting lumpur, akibat pembusukan daun dan akar mangrove serta meningkatnya salinitas air karena tsunami, maka kepiting lumpur naik ke atas permukaan. Namun dalam jangka panjang, masyarakat khawatir populasi ikan- ikan tersebut akan berkurang drastis karena : 1 Tidak adanya hutan mangrove sebagai tempat bertelur, mencari makan, tempat hidup, dan pembesaran beberapa biota seperti kelompok krustacea dan moluska tersebut. Hal ini telah mulai dirasakan oleh masyarakat nelayan dengan semakin sulitnya mendapatkan jenis kerang darah, padahal harga komoditas ini cukup ekonomis, 2 Semakin intensifnya eksploitasi di sekitar pesisir, karena sebagian nelayan belum mendapatkan kapal untuk menangkap ikan lebih jauh ke laut, 3 Semakin meningkatkan jumlah nelayan karena sektor ini menjadi lirikan para petani termasuk pembudidaya ikan yang sudah kehilangan lahan usaha mereka akibat hantaman gelombang tsunami. Kekhawatiran ini terbukti dari semakin meningkatnya Rumah Tangga Perikanan RTP tangkap di Aceh, dimana pada Tahun 2003 120 berjumlah 17 200 RTP dan Tahun 2004, karena gelombang tsunami, turun menjadi 16 400 RTP, namun Tahun 2005 meningkat lagi 17 740 RTP DKP 2006. 4 Sektor ini semakin diminati masyarakat karena banyaknya bantuan yang tercurah kesini terutama dari para NGOs internasional, disamping dari pemerintah. Sebagai contoh, di Pulau Balai, Pesisir Barat Aceh, tercatat telah terjadi kenaikan jumlah nelayan hingga 30 The WorldFish 2006. Hasil survei menunjukkan bahwa kerang darah merupakan lauk pilihan bagi masyarakat kelas bawah, karena mereka dapat setiap saat mengambil kerang tersebut tanpa harus mengeluarkan uang. Salah satu penyebab menurunnya produksi kerang darah adalah salinitas air yang tinggi masuk ke kawasan mangrove. Oleh karena itu, ke depan perlu adanya manajemen yang baik dan mengurangi pengambilan yang berlebihan serta mengatur kembali habitat yang sesuai bagi kerang darah. 4.10.3 Rehabilitasi Perikanan Banyak bantuan telah diberikan untuk sektor perikanan, akan tetapi sebagian diantaranya dinilai tidak tepat dan kesenjangan tetap ada. Sebagian besar kapal nelayan kecil telah diganti, akan tetapi diperkirakan banyak yang tidak akan bertahan selama 12 sampai 18 bulan karena buruknya rancangan dan penggunaan bahan-bahan yang tidak memenuhi standar BRR dan Mitra Internasional 2005. Umumnya, bantuan boatkapal baru yang telah didistribusikan kepada para nelayan berukuran kecil dengan panjang 5 – 7 meter dengan kapasitas ≤ 5 GT Tabel 27 dan 28. Padahal untuk pesisir Aceh selain boatkapal kecil juga sangat diperlukan kapal berukuran besar agar dapat menangkap ikan lebih ke laut lepas. Karena, diperkirakan sebelum tsunami saja telah ada keragu-raguan tentang kesinambungan penangkapan ikan di pesisir Aceh, sementara dilaporkan terdapat banyak cadangan ikan di lautan yang lebih dalam laut lepas BRR dan Mitra Internasional 2005. Untuk menangkap potensi ikan tersebut diperlukan kapal dengan ukuran besar. 121 Database BRR menunjukkan bahwa aktivitas rehabilitasi sektor perikanan sudah dimulai sejak Tahun 2004. Untuk perikanan tangkap, program rehabilitasi termasuk menyediakan kapalboat, alat tangkap, sarana dan prasarana penunjang lainnya, seperti cold storage, tempat pendaratan ikan TPI, dan lain-lain. Hingga saat ini, tidak ada data konkrit tentang jumlah kapal yang sudah direhabdiperbaiki atau diganti baru di Provinsi NAD, karena masih banyak lembaga dan NGOs yang bekerja secara partial dan tidak berkoordinasi dengan pemerintah dalam hal ini BRR. Menurut database BRR, ditargetkan akan dibuat boatkapal baru dan didistribusikannya kepada nelayan di seluruh Aceh sebanyak 7.000 unit. Namun hingga bulan April 2006, jumlah boatkapal baru yang telah didistribusikan kepada nelayan sebanyak 6 160 unit 88 dan pelabuhan laut yang telah direhabilitasi 2 unit, seperti terlihat pada Tabel 25. Tabel 25. Rehabilitasi sektor perikanan di Provinsi NAD. Objek Kebutuhan Realisasi Oktober 2005 Realisasi April 2006 Kapal nelayan 7 000 unit 4 379 unit 6 160 unit Tambak 20 000 ha 19 299 ha dibersihkan 9 258 ha rehab Pelabuhan laut 14 pelabuhan 5 proses rehabilitasi 2 selesai dan diresmikan, 3 dalam proses Sumber : http:www.e-aceh-nias.orgmedia_centerfact_sheet.aspx dikunjungi tanggal : 19906 Berdasarkan database BRR 2004 – 2006, diacu dalam The WorldFish 2006, distribusi boatkapal yang telah didistribusikan di Pantai Barat Aceh seperti terlihat pada Tabel 26. Satu hal yang terlihat dari distribusi boatkapal adalah bahwa pada awal periode, tahun 2004, semua target tercapai target sama dengan realisasi. Namun, pada tahun-tahun berikutnya jumlah boat realisasi tidak sesuai dengan target yang direncanakan. Pada Tahun 2005, hanya 45 dari target yang terealisasi, begitu juga Tahun 2006 hanya 66 dari target yang teralisasi. Ada 3 alasan kenapa tidak konsisten antara target dan realisasi, pertama : terjadi konflik dalam pendistribusian boat, kedua : keputusan pelaksana proyek NGO atau pemerintah untuk mempertimbangkan kembali distribusi boat 122 tersebut setelah dilakukan evaluasi, ketiga: proses pembuatan boat terkesan lambat karena masalah teknis, seperti penyediaan kayu yang berkualitas dan sedikitnya para teknisi pembuat boat. Tabel 26. Distribusi boat di Pantai Barat dan Provinsi NAD 2004-2006. Sumber: The WorldFish 2006 yang di download dari BRR data base pada 30 August 2006. Mempertimbangkan kembali target distribusi penting dilakukan karena terjadi konflik kepentingan yang semakin tinggi dalam masyarakat tentang tata cara pembagian boat. Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa beberapa staf NGOs atau para kepala desa yang bertanggungjawab untuk mempersiapkan daftar nama-nama yang berhak menerima boat melakukan praktek KKN dan mengambil untuk dirinya sendiri secara tidak wajar. Karena itu, masyarakat mengadu ke pelaksana proyek dan proyek pun dihentikan. Kendala lain yang cukup penting adalah kekhawatiran para donor jika diberikan boat dalam jumlah banyak akan menciptakan masalah perikanan dalam jangka panjang, sebab sumber daya perikanan yang menjadi target dari boat-boat baru tersebut sudah hampir tangkap lebih over-exploited. Sebenarnya, kekhawatiran para donor dapat diminimalisasi dengan catatan bahwa boat atau kapal yang diberikan didistribusikan adalah boatkapal dengan ukurankapasitasGross Ton GT besar. Sehingga para nelayan dapat beroperasi mencari ikan lebih ke laut lepas dan tidak hanya berputar di sekitar pesisir. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar boatkapal yang diberikandidistribusikan baik oleh NGOs maupun pemerintah adalah boatkapal dengan ukuran kecil, yaitu berkisar antara 5 – 11 meter dengan tonnage di bawah 2004 2005 2006 Kabupatenkota Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Aceh Barat 65 65 326 251 397 328 Aceh Barat Daya 25 25 25 25 25 25 Aceh Jaya 135 135 348 150 175 151 Aceh Selatan - - - - - - Aceh Singkil 40 40 40 40 40 40 Nagan Raya 10 10 10 10 10 10 Simeulue - - 40 40 - - Total 275 275 789 516 647 554 Total Aceh 336 336 4284 1940 1335 882 123 5 GT. Tabel 27 dan 28 merupakan contoh dari ukuran boatkapal yang telah dan akan didistribusikan kepada nelayan Aceh pada Tahun 2005. Dari Tabel 27 terlihat bahwa 49,37 boat yang telah didistribusikan berukuran 5 – 6,5 m, 45,76 boat dengan ukuran 7 – 11m, 4,82 boat dengan ukuran 12 – 16 m, dan hanya 1 boat 0,06 boat dengan ukuran di atas 16 m, yang tergolong dalam jenis mini purse seine “labi-labi”. Disamping yang sudah didistribusikan, ada boatkapal yang sedang dalam proses pembuatan dan ada juga masih dalam janji kontrak untuk diberikan dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Jumlah boatkapal yang sudah didistribusikan di Provinsi NAD 22 September 2005 Bahan Baku – Ukuran Kabupaten Kota W – A F – A W – B F – B W – C F – C W – D F – D Total Aceh Besar 46 17 310 21 5 - 1 - 400 Banda Aceh - 2 80 6 - - - - 88 Aceh Jaya 32 8 7 33 74 - - - 54 Aceh Barat 98 6 7 - - - - - 111 Nagan Raya 30 4 25 - - - - - 59 Simeulue - 5 - - - - - - 5 Aceh Barat Daya - 3 - - - - - - 3 Aceh Selatan - 8 - - - - - - 8 Aceh Singkil 29 7 38 - - - - - 74 Pidie 421 10 138 - 1 - - - 570 Aceh Utara 57 5 15 - - - - - 77 Lhokseumawe 4 3 - - - - - - 7 Bireun - 5 - 11 - - - - 16 Aceh timur - 8 - 27 - - - - 35 Langsa - 2 - - - - - - 2 Aceh Tamiang - 2 - 20 - - - - 22 Sabang - 8 22 - - - - - 30 Total 717 103 642 118 80 - 1 - 1,661 Sumber : Angkouw 2005 Keterangan : W = wood; F = fiber; A = 5 – 6,5m; B = 7 –11 m; C = 12 – 16m dan D 16m. Banyak boatkapal yang berukuran kecil, yang dibagikandidistribusikan oleh NGOs dan pemerintah, oleh nelayan dijadikan: 1 boat thep-thep 1 dengan alat tangkap : pancing tonda trawl line, Danish seine, rawai long line, jaring insang hanyut drift gillnet, jaring insang tetap set gillnet, pancing hook and 1 Disebut boat thep-thep karena suara mesinnya thep..thep. Boat ini berukuran 7 – 9 m, 2 – 3 GT, 16-24 HP, menggunakan mesin merek Dompeng, Changhai, dan merek lainnya made in China. 124 line , dan dogol demersal Danish seine, dan 2 robin 2 dengan alat tangkap : rawai long line, jaring insang hanyut drift gillnet, jaring insang tetap set gillnet , jaring klitik shrimp gillnet, pancing hook and line, dogol demersal Danish seine , dan pancing tonda trawl line. Tabel 28. Jumlah boatkapal yang sedang dibuat Under construction dan tahap janji Pledged untuk didistribusikan di Provinsi NAD Data pada 22 September 2005. Sedang dibuat Under construction Masih pada tahap janji Pledged Kabupaten Kota W – A W – B F – B W – C W – A F – A W – B W – C W – D Aceh Besar 11 99 - - 19 - 46 - - Banda Aceh - - - - - - - - - Aceh Jaya 60 10 - 56 135 100 20 35 35 Aceh Barat 7 - - 97 - - - 9 9 Nagan Raya 43 28 - - 20 - - - - Simeulue - 35 - - - - - - - Aceh Barat Daya 25 - - - 25 - - - - Aceh Selatan - - - - - - - - - Aceh Singkil 60 100 - 56 60 - 140 - - Pidie - - - 15 - - - - - Aceh Utara - 27 - - - - - - - Lhokseumawe - 80 - - - - - - - Bireun 15 133 - - - - - 2 2 Aceh timur 150 - - - - - - - - Langsa - - - - - - - - - Aceh Tamiang - - - - - - - - - Sabang - 20 - - - - - - - Provinsi NAD - - 146 - - Total 371 532 146 224 259 100 206 451 46 Sumber : Angkouw 2005 Keterangan : W = wood; F = fiber; A = 5 – 6,5m; B = 7 –11 m; C = 12 – 16m dan D 16m. Berdasarkan observasi lapangan, pengadaan atau pembuatan sejumlah boat terkesan lamban dan sebagian kualitasnya pun relatif jelek. Banyak boat-boat yang terbengkalai baik di tempat pembuatan boat maupun di pantai-pantai sepanjang pesisir Barat dan Timur Aceh. Disamping itu, bantuan boat tersebut tidak terdistribusi dengan baik ke seluruh wilayah Aceh. Ironisnya, ada nelayan di suatu daerah yang dapat lebih dari satu boat, namun ada para nelayan di daerah 2 Disebut boat robin karena menggunakan mesin merek robin, made in Jepang. 125 lain belum dapat satu boat pun. Hal semacam ini dinyakini akan memacu konflik baik antar nelayan maupun dengan pengelola proyek. Ada desa-desa saat ini telah memiliki boat lebih banyak dibandingkan ketika sebelum tsunami, misalnya Pulau Balai dan Pulau Baguk di Pantai Barat Aceh, namun ada desa-desa lain disekitarnya masih kekurangan boat The WorldFish 2006. Satu hal yang positif dengan adanya bantuan boat adalah bahwa hampir 90 nelayan yang dulunya miskin, sekarang punya boat dan alat tangkap. Dulu asset di perikanan dimiliki oleh pemodal luar, seperti toke pemilik boat dan Toke Bangku serta beberapa elite pengusaha. Sekarang dengan banyaknya bantuan boat, hampir setiap nelayan mempunyai boat. Dengan demikian, para nelayan diharapkan dapat meningkatkan penghasilan mereka, karena share yang dulunya harus diberikan kepada pemilik boat dan Toke Bangku, sekarang mereka nikmati sendiri. Artinya, di beberapa daerah dengan banyaknya bantuan boat ini telah merubah pola bagi hasil yang menguntungkan nelayan.

4.11. Analisis Perikanan Budidaya