Upaya Rehabilitasi Tambak Analisis Perikanan Budidaya

135 lebih dari 50 dan hilang working capital, sedangkan rusak ringan adalah hilang bagian tambak sekitar 25 dan infrastruktur gubuk dan pintu air dengan sedikit perbaikan masih dapat digunakan serta juga hilang working capital. Kerugian Modal Kerugian atau kehilangan modal akibat tsunami pada budidaya tambak sangat dirasakan oleh para pembudidaya. Jumlah kerugian dari budidaya tambak mencapai lebih dari Rp 1 trilyun Tabel 33. Dari jumlah tersebut Rp 561.3 milyar merupakan kerugian dari kehilangan modal usaha, dan Rp 500.4 milyar merupakan kerugian karena gagal panen. Nilai kerugian modal dan kehilangan produksi ini cukup besar, dua kali rata-rata kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB Aceh, periode 1998 – 2001, yaitu Rp 526.72 milyar. Tabel 33. Prediksi kerugian produksi perikanan budidaya tambak di Provinsi NAD dalam Rp 000 No. Uraian NAD Daerah Studi 1. Nilai kerugian dari modal 914 925 000.00 561 325 000.00 2. Kerugian kehilangan produksi 727 396 342.00 500 415 792.00 Total kerugian 1 642 321 342.00 1 061 740 792.00 Sumber : DKP, Jakarta. 2005a

4.11.3. Upaya Rehabilitasi Tambak

Hingga penelitian ini dilakukan, upaya rehabilitasi telah mulai dilakukan baik oleh NGOs, pribadi, dan pemerintah, hanya saja upaya tersebut dinilai belum optimal, karena belum terkoordinasi dengan baik. Lemahnya koordinasi ini, maka para donor dan pelaksana proyek NGOs bekerja masing-masing secara parsial, akibatnya bantuan tidak terdistribusi dengan baik dan bahkan tidak jarang ditemukan overlapping bantuan dan perebutan lokasi sasaran oleh para NGOs. Beberapa NGOs yang concern pada perikanan budidaya tambak dan hutan mangrove di daerah studi antara lain adalah Yayasan Serasih, Alice, Mercy Corp, Oxfam, Terre des Hommes, World Wildlife Fund WWF, World Aquaculture Society, Islamic Relief, France Red Cross, Indonesia Rescue Network, Yayasan Bina Aneuk Nanggroe, dan lain-lain. Sedangkan donor antara lain UNDP, ADB, ACIAR, Japan, France, Netherlands, NACA, FAO, Pemerintah Indonesia DKP, 136 dan lain-lain. DKP akan melakukan berbagai program rehabilitasi dan rekonstruksi tambak di Aceh pada 2005 – 2009 dengan total anggaran sebesar Rp 952 milyar DKP 2005. Biaya Rehabilitasi Tambak dan Operasional Walaupun telah banyak NGO dan Instansi termasuk BRR yang melakukan rehabilitasi tambak, namun hingga studi ini dilakukan belum ditemui secara rinci kebutuhan biaya untuk merehabilitasi tambak-tambak tersebut. Perhitungan ini penting dilakukan untuk memberikan informasi kepada berbagai pihak dalam rangka merehabilitasi tambak di Aceh, agar proses rehabilitasi tersebut berjalan lancar. Estimasi kebutuhan biaya dimaksud dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34 menunjukkan bahwa kebutuhan biaya untuk merehabilitasi tambak di daerah studi berkisar antara 5.9 juta – 32.8 juta, dimana besar kecilnya biaya tersebut sangat tergantung pada tingkat kerusakan tambak. Tambak-tambak dengan tingkat kerusakan berat severely damages harus diperbaiki dengan menggunakan mesin back hoe dan tidak mungkin diperbaiki dengan manual tenaga manusia. Kasus-kasus seperti ini ditemukan pada hampir semua tambak- tambak yang berlokasi Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan tambak-tambak yang rusak sedang dan ringan bisa diperbaiki dengan mesin back hoe atau tenaga manusia, namun sebagian dari tambak-tambak tersebut terpaksa menggunakan mesin karena banyaknya sampah tsunami beton, seng, dan lain- lain yang terbenam di dasar tambak. Disamping kebutuhan biaya rehabilitasi, biaya operasional working capital required per hektar tambak berdasarkan jenis teknologi yang digunakan juga penting untuk diketahui. Hal ini bermanfaat dalam rangka menjalankan kembali aktivitas ekonomi livelihood masyarakat pesisir yang sebagian dari mereka memperoleh income dari aktivitas tambak. Jenis teknologi yang dimaksudkan adalah tambak dengan teknologi tradisional, tradisional plus, dan semi intensif. Sedangkan tambak dengan teknologi intensif, dengan alasan 137 tertentu, tidak dimasukkan dalam perhitungan ini dan akan dibahas secara khusus pada bagian lain. Tabel 34. Estimasi kebutuhan biaya rehabilitasi tambak berdasarkan tingkat kerusakan. Biaya Rpha Rusak Sedang Rusak Ringan Komponen Biaya Rusak Berat Capital Intensive Labor intensive Capital Intensive Labor intensive 1. Material dan Mesin - Sewa Back Hoe dan service 18 600 000 10 050 000 5 775 000 - Minyak - Oli 3 986 910 2 154 218 1 237 871 - Material : balok 20 x 12 x 300 1 500 000 1 500 000 1 500 000 600 000 600 000 papan 20 x 2 x 300 1 050 000 1 050 000 1 050 000 525 000 525 000 paku 16 000 16 000 16 000 16 000 16 000 plastik 90 000 90 000 90 000 90 000 90 000 - Material Gubuk 4 x 4m 2 balok 10 x 5 x 300 600 000 600 000 600 000 300 000 300 000 balok 20 x 12 x 300 400 000 400 000 400 000 400 000 400 000 papan 700 000 700 000 700 000 350 000 350 000 atap 800 000 800 000 800 000 400 000 400 000 Sub total 1 27 742 910 17 360 218 5 156 000 9 693 871 2 681 000 2. Tenaga Kerja - Kontruksi pematang 3 orang, 6 hari 1 050 000 900 000 900 000 750 000 750 000 - Pembuatan gubuk 3 orang, 6 hari 1 050 000 900 000 900 000 750 000 750 000 - Finishing rekontruksi tambak 2 orang, 6 hari 1 050 000 700 000 600 000 600 000 600 000 - Operator Back hoe 7 jamhari 885 714 478 571 760 000 275 000 380 000 - Pembantu Operator Back hoe 7 jamhari 442 857 239 286 3 800 000 137 500 475 000 - Petugas jaga malam back hoe 542 857 339 286 250 000 166 250 250 000 Sub total 2 5 021 428 3 557 143 7 210 000 2 678 750 3 205 000 Total Biaya 32 764 339 20 917 360 12 366 000 12 372 621 5 886 000 Sumber : data primer diolah, tahun 2005 Besarnya biaya operasional berdasarkan tingkat teknologi yang digunakan pada budidaya tambak dapat dilihat pada Gambar 45. Dari grafik tersebut terlihat bahwa estimasi kebutuhan working capital pada budidaya tambak ditentukan oleh tingkat penggunaan teknologi dalam pengelolaan tambak. Untuk tambak tradisional kebutuhan working capital adalah Rp 12.62 juta per hektar per musim tanam, tradisional plus Rp.17.95 juta per hektar per musim tanam, dan semi 138 intensif Rp.26.77 juta per hektar per musim tanam. Nilai working capital ini juga menunjukkan tingkat kehilangan modal pembudidaya tambak. dalam juta rupiah 12.62 17.95 26.77 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 Traditional Traditional Plus Semi-intensive Gambar 45. Kebutuhan biaya operasional budidaya tambak berdasarkan tingkat teknologi di daerah studi. Kebutuhan Tenaga Kerja Seperti telah disinggung di atas, kebutuhan tenaga kerja pada budidaya tambak relatif besar. Jika kebutuhan tenaga kerja tersebut tidak terpenuhi oleh angkatan kerja desa setempat, maka akan terjadi 2 hal sebagai konsekwensinya : 1 akan masuk tenaga kerja dari luar untuk memenuhi permintaan tenaga kerja yang tinggi, 2 karena permintaan tinggi dan ketersediaan supply tenaga kerja sedikit, maka tidak bisa dihindari akan terjadi peningkatan upah tenaga kerja. Namun, hingga laporan ini disusun, belum diketahui angka angkatan kerja di wilayah tersebut, karena banyak yang sudah meninggalhilang ketika tsunami. Rincian kebutuhan tenaga kerja pada budidaya tambak di daerah studi dapat dilihat pada Tabel 35. 139 Tabel 35. Kebutuhan tenaga kerja hok untuk rehabilitasi dan operasional pada budidaya tambak menurut teknologi dan tingkat kerusakan tambak. Tingkat kerusakan Rusak sedang Rusak ringan Teknologi Tambak Kebutuhan Tenaga Kerja Rusak Berat Capital intensive Labor Intensive Capital intensive Labor Intensive Traditional Rehabilitasi 85 66 144 52 64 Operational 395 395 395 395 395 Traditional Plus Rehabilitasi 85 66 144 52 64 Operational 488 488 488 488 488 Semi- intensive Rehabilitasi 85 66 144 52 64 Operational 705 705 705 705 705 Sumber : Data primer diolah 2005 Tabel 35 terlihat bahwa tingkat kebutuhan tenaga kerja untuk rehabilitasi tambak bergantung kepada tingkat kerusakan tambak. Untuk tambak yang rusak berat membutuhkan 85 HOK, rusak sedang capital intensive 66 HOK, rusak sedang labor intensive 144 HOK, rusak ringan capital intensif 52 HOK, dan rusak ringan labor intensive 64 HOK. Sedangkan kebutuhan tenaga kerja operasional bergantung pada teknologi tambak. Untuk tambak tradisional membutuhkan 395 HOK, tradisional plus 489 HOK, dan semi intensif 705 HOK. Kebutuhan tenaga kerja skill semakin meningkat seiring dengan meningkatnya teknologi pengelolaan tambak. Setelah mengetahui kebutuhan tenaga kerja, hal lain yang sangat penting untuk diketahui adalah return to labor. Tambak semi intensif menghasilkan return to labor yang paling tinggi dibandingkan dengan kedua teknologi lainnya, dengan tingkat return to labor berkisar antara Rp 60 721 – Rp 70 512. Sedangkan return to labor untuk tambak tradisional berkisar antara Rp 36 449 – Rp 44 308 dan tambak tradisional plus Rp 48 780 – Rp 58 953 Tabel 36. 140 Tabel 36. Nilai return to labor Rphok budidaya tambak menurut jenis teknologi tambak dan tingkat kerusakan di daerah studi. Tingkat Kerusakan Tradisional Tradisional Plus Semi Intensif Rusak berat capital intensif 36 449 48 780 60 721 Rusak sedang capital intensive 41 302 53 242 64 994 Rusak sedang labor intensive 44 487 55 635 66 868 Rusak ringan capital intensive 44 948 56 597 63 611 Rusak ringan labor intensive 44 308 58 953 70 512 Nilai return to labor tersebut jauh lebih besar bila dibandingkan return to labor dari usahatani padi sawah tadah hujan Rp 5 795 dan padi sawah irigasi Rp 25 326 dan juga lebih besar dari rata-rata nilai upah kerja per hari HOK sektor pertanian di daerah studi, yaitu sebesar Rp 30 000 per HOK. Artinya, budidaya tambak dengan berbagai teknologi cukup menguntungkan atau memberikan balas jasa yang cukup tinggi terhadap korbanan tenaga kerja. Jika return to labor ini lebih kecil dari rata-rata upah kerja per HOK, maka budidaya tersebut tidak layak dan pembudidaya lebih baik bekerja sebagai buruh tani cash for work dengan tingkat upah yang lebih tinggi. Perbedaan return to labor budidaya tambak dengan berbagai teknologi dan tingkat kerusakan dapat dilihat pada Gambar 46. 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 Severely damage Medium damage_cap intensive Medium damage_lab intensive Minor damage_cap intensive Minor damage_lab intensive Tradisional Tradisional Plus Semi Intensif Gambar 46. Nilai return to labor dari budidaya tambak pada berbagai tingkat penggunaan teknologi dan tingkat kerusakan tambak di daerah studi 141

4.11.4. Opsi Teknologi